Kaskus

Story

wowonwaeAvatar border
TS
wowonwae
[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]
[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Spoiler for cuplikan kisah:


[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Halo agan-agan kaskuser penggemar cerita misteri, penasaran setelah membaca judul dan sepenggalan cerita di atas ? Bentar ya..., ijinkan ane berceloteh barang semenit-dua menit.

Ini kisah secara nggak sengaja ane dapet dari obrolan santai bersama Kang Mamat di kampungnya yang kerap jadi tumpangan ane sepulang dari mendaki gunung. Sebenernya nggak cuman satu-dua kisah misteri yang dia ceritakan. Desa Pengging, kampung Kang Mamat yang berbatasan dengan lahan hutan lepas milik PTPN (PT Perkebunan Nusantara) ini ternyata menyimpan segudang kisah misteri. Tapi kisah Nyai Salmah inilah yang paling keren menurut ane, lain daripada yang lain. Hampir setiap pendatang baru yang tinggal menetap di kampung sini pasti ditemui Nyai Salmah. Kalau ane sih paling cuma numpang tidur semalem, sementara masih aman.

Nyai Salmah bukan hantu yang begitu saja muncul, ada sejarahnya gan. Nggak kurang-kurang penduduk kampung Kang Mamat ngadain ritual supaya hantu itu jangan nongol lagi, tapi sia-sia belaka. Akhirnya ya sudah, dianggaplah saja sebagai salah satu penjaga kampung. Nah, lho...! Ane aja bingung mahaminya. Mungkin semacam Hansip gitu kali ya ?! Mangkanya Ane ngerasa wajib mbagiin ini kisah ke agan-agan penggemar cerita horror yang penuh misteri.

Ane sengaja kemas dalam bentuk cerpen fiksi, ditambah-tambahin dikit biar lebih nikmat dibacanya. Semua nama ane samarkan, kesian ntar kampung Kang Mamat kalau kesohor horror. Rileks aja ngebacanya, pikirannya nggak usah kemana-mana, iman jangan ampe goyah.

Let's cekidot !


[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Cangkruk adalah semacam gazebo, bisa terbuat dari kayu atau bambu. Bangunan rumah panggung yang hanya punya satu ruangan, tanpa pintu dan jendela. Biasa jadi tempat berkumpul beberapa orang buat saling berbincang secara langsung person to person. Perbincangan non formil dengan topik bebas sekenanya. Sebab itulah kemudian istilah cangkruk-an sering dipakai untuk menyebut kegiatan berkumpul dan saling berbincang semacam itu. Meskipun tidak bertempat di cangkruk. Nah, di cangkruk pos ronda dekat rumah Kang Mamat itulah kejadian misterius yang dikisahkannya itu terjadi 2 tahun yang lalu.

[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Quote:


[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Sebetulnya malam itu Andoko malas pergi nge-ronda, pekerjaan seharian tadi tak seperti biasanya. Tanpa sadar, hampir 2 ton kalau ditotal barang-barang yang meski dia turunkan tadi dari kontainer truk ekspedisi. Berkarton-karton susu bubuk kemasan harus segera mengisi stok gudang malam itu juga. Bersama ketiga rekannya dia menurunkannya dari truk, mengangkut ke dalam gudang dan menyusunnya di atas pallet kayu sesuai SOP (Standard Operating Prosedure) perusahaan distributor tempatnya bekerja. Jika bukan karena Lastri, istrinya, yang tak henti-henti mengingatkan tentang jadwalnya ngeronda malam itu, Andoko tentu lebih memilih terhempas - berbaring di atas spring bed yang baru dibelinya sebulan lalu. Melepas penat setelah seharian bekerja keras.

"Gek ndang siram mas(Cepetan mandi mas), terus makan ! Kamu jatah nge-ronda lho malam ini. Tadi sore Pak Malik pesen agar ngingetin kamu sewaktu berpapasan di jalan", kata Lastri begitu Andoko masuk rumah sepulang kerja. Baru pulang aja udah diingetin.

Usai mandi dan berganti pakaian, Andoko langsung menghampiri meja makan dan menyantap makanan yang dihidangkan istrinya dengan lahap. Sedari masih dalam perjalanan pulang tadi, perutnya memang udah keroncongan. Tak lebih dari 5 menit, sepiring nasi porsi jumbo berikut lauknya telah habis disikat. Jadilah perutnya terasa mengembang sebab kekenyangan. Lastri mendekat, menyuguhkan teh hangat lalu duduk di samping sambil menatap penuh suaminya. Andok cuek aja, segera diambilnya segelas teh hangat itu dan menyeruputnya. Empat kali seruputan sudah cukup membuat badannya tambah terasa hangat. Sikap duduknya semakin melorot, punggungnya ditegakkan bersandar di kursi. Gantian rasa kantuk menghampirinya, Lastri masih tetep dicuekin.

"Mas !" kata Lastri setengah berteriak sambil menepuk lengan suaminya. Yang dipanggil kaget dan segera membalas tatapan istrinya yang sedari tadi tak digubris.

"Aku arep turu dhisek waelah (aku mau tidur dulu ajalah) Las, ngantuk banget rasanya", kata Andoko menanggapi pukulan dan teriakan pelan istrinya tadi.

"Eit ! Nggak boleh !" teriak Lastri sambil memegangi lengan suaminya dengan kedua tangannya.

Dicegahnya niat Andoko yang hendak beranjak dari kursinya. Hari ini memang dia pulang kerja terlalu larut, mendekati waktu jadwal meronda. Tak mungkin istrinya memberikan waktu jeda buat beristirahat. Lebih-lebih tadi dititipin pesen sama Pak Malik, orang yang paling disegenin Lastri di kampungnya.

Andoko pun terpaksa mengurungkan niatnya, kembali terduduk lunglai. Sepuluh tahun sudah dia menghabiskan hidupnya bersama Lastri. Paham betul dia dengan watak istrinya yang keras dan pembawaan cerewetnya. Sekali lagi Lastri mengingatkannya pada jadwal nge-ronda malam ini. Diulanginya lagi cerita tentang berpapasannya tadi di jalan dengan Pak Malik. Lalu berganti dengan cerita lain yang dialaminya seharian tadi. Jadilah kemudian Andoko semacam pendengar setia "Lastri's Podcast" dengan konten reality show-nya. Dengan selingan iklan jadwal nge-ronda malam ini. Tiap kali meleng, Lastri menepuk pundaknya hingga kembali tersadar. Melengnya Andoko bukan karena apa, lebih banyak nggak pentingnya ocehan Lastri dibanding yang penting. Maklumlah, emak-emak gaul. Tapi itulah istrinya, wanita yang dipilihnya sepuluh tahun yang lalu buat jadi pendamping hidup. Dia sadar betul atas segala konsekuensinya. Meski pendidikannya nggak tinggi-tinggi amat, tapi kalau soal budi pekerti dia kenyang betul sebab kakeknya dulu termasuk seorang tokoh masyarakat. Dan dia adalah cucu kesayangan kakeknya, jadi kenyang akan wejangan (nasehat) beliau.

Momen semacam ini sudah jadi sego-jangan (kebiasaan) dalam rumah tangga Andoko bersama Lastri bertahun-tahun lamanya. Momen yang selalu berakhir dengan ketegasan Andoko mengakhiri paksa "Lastri's Podcast" dengan meninggalkan istrinya sebab sesuatu hal. Kali ini sih sudah jelas dan pasti, diputuskannya untuk segera berangkat nge-ronda aja. Apalagi sudah terlewat beberapa menit waktu dari jam menurut jadwal. Toh di cangkruk juga bisa tiduran dulu, begitu pikirnya. Lastri tersenyum ketika ocehannya dipotong pamit suaminya. Segera beranjak ke kamar dia, mengambilkan senter, sarung dan jaket yang sedari suaminya belum pulang udah disiapin.

"Wis, aku budhal dhisik (aku berangkat dulu) Las !" pamit Andoko setelah menerima seperangkat alat ronda dan menyeruput habis tehnya.

"Semua jendela dan pintu jangan lupa dikontrol lagi !"

"Beres mas !"
"Eh, mas ! Sekalian tanyain ke Kang Jono, mixer ku yang dipinjem istrinya udah masih kepake apa nggak. Udah sebulan belum di...."

"Ah kowe iki (ah, kamu ini) ! Berkali-kali dibilangin, urusan laki-laki sama perempuan itu jangan dicampur-aduk !" potong Andoko dengan nada tegas.

Lastri terdiam, sadar kalau permintaan semacam itu dianggap kelewatan bagi suaminya. Dia lupa. Keceplosan !

Singkat cerita, sampailah Andoko di cangkruk yang disepakati untuk difungsikan juga sebagai pos ronda, selain buat cangkrukan para petani di terang hari. Jam 10 lewat 12 menit menurut angka yang tertera di hand phone Andoko. Masih sepi belum ada orang. Sebuah kebetulan buatnya yang memang udah menahan kantuk sedari tadi. Segera dilepasnya sandal, lalu naik ke atas cangkruk. Sarung dibuka dari lipatan lalu dipakai buat menutup kakinya. Direbahkan tubuhnya terlentang dengan alas kepala kedua telapak tangannya yang saling dipertautkan. Diputar separuh badannya ke kiri hingga berbunyi antar sambungan tulang punggungnya. Diulanginya lagi ke arah sebaliknya, lalu kembali terlentang. Tertidur lelap dia kemudian, tak sampai hitungan dua menit.

[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Quote:


[B]NYAI SALMAH, PENGGEMBALA BEBEK SILUMAN[/B]

Lanjutan cerita :
Part 2-Pikiran Positif
Part 3-Sebuah Pertanda
Part 4-Kolong Cangkruk
Part 5-Saling Pandang
Part 6-Searah Jarum Jam
Part 7-De Javu
Part 8-Sulit Dijelaskan
Part 9-Terbujur Lunglai
Part 10-Kembalinya Kesadaran
Part 11-Wong Apik
Part 12-Tanpa Sambungan
Diubah oleh wowonwae 02-01-2021 05:08
lumut66Avatar border
mincli69Avatar border
namakuveAvatar border
namakuve dan 30 lainnya memberi reputasi
31
8.5K
88
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52KAnggota
Tampilkan semua post
wowonwaeAvatar border
TS
wowonwae
#9
Kolong Cangkruk
Masih dalam posisi berdiri di atas cangkruk, diputarnya badan, dialihkan sorot lampu senter ke arah lain. Dihela nafasnya, mencoba menetralisir emosi. Akhirnya dia turun dari cangkruk dan mencoba menghalau bebek-bebek itu dengan lemparan batu-batu kerikil yang ada di sekitaran halaman cangkruk. Tapi bebek-bebek itu tak begitu bergeming, hanya bergeser sedikit-sedikit lalu kembali lagi. Maka diambillah lebih banyak batu kerikil hingga segenggaman tangan lalu melemparkannya dengan keras. Berhasil ! Bebek-bebek itu akhirnya beranjak dari tempatnya di bawah cangkruk, menyusul sebagian kawannya yang mandi di parit. Andoko pun kembali naik ke cangkruk, duduk bersila sambil tetap mengawasi serombongan bebek tersebut. Sebetulnya dia senang jadi nggak sendirian, ada temannya sekalipun bebek. Tapi bising suaranya terasa risih di telinga. Dan baunya itu menyengat di hidung. Andoko paling tidak senang bau bebek petelur.

kaskus-image

Setidaknya emosi Andoko kini sudah mereda, meskipun riuh suara bebek itu sebetulnya masih terasa berisik. Tapi bau menyengatnya paling tidak sudah hilang dengan sedikit menjauhnya posisi bebek darinya. Nanti kalau pemiliknya sudah muncul, bakal dia minta untuk menggiringnya ke areal yang lebih jauh. Begitu pikirnya. Tak sedikitpun ada rasa curiga dalam benaknya atas kehadiran serombongan bebek di malam hari itu. Sampai akhirnya terdengar lagi suara bebek seekor tepat di bawah cangkruk seperti pada awal tadi, tanpa dia tau dari mana asalnya. Padahal sepanjang duduk bersila dia terus mengamati serombongan bebek pada mandi di parit saluran irigasi tepi jalan.

"Wek...! Kweek...!"

Bak dipanggil oleh komandan regu, tiba-tiba serombongan bebek di parit pada naik lagi dan berjalan cepat beriringan menuju cangkruk. Andoko panik, senternya terjatuh ! Sejurus lalu meloncatlah dia turun dari cangkruk, langsung jongkok mengambil senternya. Dinyalakan dan diarahkannya ke bawah cangkruk. Dan benar, bebek yang seekor persis di awal kejadian tadi sudah berdiri di situ. Rupanya dia adalah semacam komandan bagi bebek-bebek yang lain. Pikir Andoko. Maka dengan segera dia berjalan jongkok untuk menghalau si bebek biang kerok itu. Tapi rupanya cukup merepotkan, si bebek seolah tak begitu risau dengan upaya Andoko.

Dengan lincah si bebek menghindari tiap sapuan tangannya, lalu berjalan santai mengitar hingga badannya memutar 360°. Kelelahan berputar-putar dalam posisi jongkok di bawah cangkruk membuat emosinya makin memuncak. Sungguh sangat membuatnya jengkel. Sementara serombongan bebek yang dipanggil komandannya itu mulai memasuki halaman cangkruk. Andoko mundur dengan cepat, keluar dari kolong cangkruk dan segera mencari batu sekenanya. Sementara serombongan bebek tadi sudah genap berkumpul di kolong cangkruk, menyatu dengan si bebek komandannya tadi. Sampai tampak luber, tak lagi tertampung jumlahnya oleh kolong cangkruk.

Tangan Andoko yang menangkap sebilah ranting kayu kering, segera dihalaunya bebek-bebek itu sambil jari tangan kirinya menjepit hidung sendiri. Tak tahan dia dengan baunya. Disambitkan bilah ranting kayu itu ke arah bebek-bebek itu hingga berbunyi wush..whuus..., bergesekan dengan udara. Bebek-bebek pun berjalan cepat menjauhi cangkruk dengan suara wek-wek yang hingar-bingar. Bak satu peleton prajurit yang mau tak mau harus menarik diri meninggalkan medan perang. Andoko yang sudah terlanjur memuncak emosinya pun tak cukup menggiring mereka hingga parit. Digiringnya barisan bebek yang seolah lari terbirit-birit itu sampai jarak setengah kilo dari parit. Ditungguinya sambil berkacak pinggang hingga barisan bebek itu tak kelihatan lagi tertelan gelap malam. Setelah riuh suara bebek sudah mulai terdengar lamat-lamat, barulah Andoko berbalik badan dan berjalan kembali ke cangkruk.

Sesampai di cangkruk tak langsung dia naik, dipijit-pijitnya pinggangnya yang mulai terasa pegal-pegal lagi seperti waktu sepulang kerja tadi. Bebek sialan ! Batinnya menyumpahi si bebek komandan yang membuatnya harus berjongkok di bawah cangkruk hingga berputar 360° sampai otot pinggangnya serasa terpilin. Digerak-gerakkanlah lalu tubuhnya seperti kalau senam pagi sampai dirasa uratnya mulai mengendor. Barulah dia naik ke atas cangkruk, duduk dan mengatur nafas, menetralisir emosinya yang tadi sempat memuncak.

Sedikit demi sedikit pikiran sadarnya mulai muncul dan akal sehatnya mulai bekerja. Dianalisanya lagi kejadian barusan hingga muncul rasa menyesal. Pikirnya, bisa jadi itu tadi bebek-bebek yang terlepas dari kandangnya sebab si pemilik lupa mengunci pintu. Dirogohnya saku celana mengambil hp, dihubunginya nomer kawan-kawan ngerondanya satu per satu. Namun sayang, bahkan nada sambungnyapun sama sekali tak berbunyi, malah bunyi mesin operator yang tertangkap. Tanda semua hp kawannya dimatikan semua. Kampret ! Umpatnya dalam hati menyumpahi kawan-kawannya. Dilihatnya kemudian angka jam di hp.

"Aneh, belum juga jam 12 malam. Padahal perasaan peristiwa tadi cukup lama...", gumam Andoko.

"Wkwkwk...!"
"Hihihi...!"
"Hihihi...!"
"Hehehe...!"

Suara tawa cekikikan lamat-lamat terdengar dari kejauhan, bisa dipastikan lebih dari satu orang. Dari arah selatan, cahaya lampu senter tampak berkelap-kelip disusul penampakan manusianya. Andoko lega, kawan-kawan nge-rondanya sudah pada pulang dari keliling kampung rupanya. Dua orang tampak menyandat senapan, sedangkan satunya menenteng binatang hasil buruan. Kontras dengannya yang barusan dibikin stress sama serombongan bebek, kawan-kawannya tampak ceria sekali sepanjang jalan becanda dan ketawa-tawi.

"Ndok ! Tumben kowe telat mou (tumben kamu telat tadi) ? Kelon dhisik po (mesra-mesraan sama istri dulu apa) ?!", seru Sahid.

Belum juga sampai di pekarangan cangkruk, sudah disapanya Andoko dengan tanya. Yang disapa tak menjawab, cuman tersenyum kecut.

kisah selanjutnya
Diubah oleh wowonwae 31-12-2020 03:23
rotten7070
mincli69
namakuve
namakuve dan 11 lainnya memberi reputasi
12
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.