Kaskus

Story

blackgamingAvatar border
TS
blackgaming
Reinkarnasi Dewi Keabadian
Spoiler for Index Chapter:


Chapter 1

 
Gemuruh petir menggelegar di atas langit mendung. Rintik air hujan perlahan turun dengan derasnya dan membasahi ranting pepohonan di dalam hutan. Di mulut goa, terlihat seorang gadis sedang berteduh sambil membersihkan rambut dan wajahnya dari percikan air hujan. Wajahnya tampak gelisah karena khawatir hujan tidak akan reda. Melihat langit yang mulai senja dengan mendung yang menyelimutinya, gadis itu mulai memanjatkan doa, berharap hujan yang makin deras itu akan segera reda.
 
Terlihat, mulut gadis itu komat-kamit sambil memejamkan matanya. Wajahnya yang cantik, tampak anggun saat matanya terpejam. Doa-doa yang dipanjatkan setidaknya menjadi kekuatan tersendiri baginya. Walau doa tak henti dia panjatkan, nyatanya hujan tak juga reda. Bahkan, hujan turun semakin deras dengan suara petir yang menggelegar bersahutan.
 
"Kenapa hujan bisa sederas ini? Padahal, siang tadi matahari bersinar sangat terik. Oh Dewa, aku mohon, hentikanlah hujan ini agar aku bisa segera pulang. Aku tidak ingin ibu mengkhawatirkanku."
 
Gadis itu lantas duduk di atas batu yang ada di mulut goa sembari melihat sekelilingnya. Perlahan, kabut putih mulai terlihat dan menutupi pandangannya. Gadis itu semakin panik hingga membuatnya menangis. Wajahnya dia sembunyikan di balik tekukan lutut dengan kedua tangan meremas bajunya. Gadis itu tampak ketakutan hingga membuatnya menitikkan air mata.
 
"Ibu, maafkan aku karena tidak mendengar perintahmu. Andai saja tadi aku mendengarkanmu, aku pasti tidak akan terjebak di sini." Kembali suara tangisannya terdengar. Dia begitu menyesal karena tidak mendengar anjuran ibunya.
 
"Zhi Ruo, sebaiknya kamu tidak usah naik ke gunung. Lagipula, persediaan tanaman obat kita masih ada. Ibu hanya lelah, jika Ibu sudah baikkan, Ibu akan menemanimu mencari tanaman obat di gunung."
 
"Tidak, Bu. Ibu sedang sakit dan Ibu tidak bisa naik ke gunung. Saat ini, permintaan obat sedang ramai-ramainya. Jika aku tidak mencari tanamam obat, bagaimana kita bisa memenuhi permintaan dari tabib-tabib itu?"
 
Zhi Ruo, gadis muda pekerja keras yang hidup berdua dengan ibunya di perbatasan desa. Mereka adalah pencari tanaman obat. Tanaman obat yang mereka kumpulkan akan mereka jual pada tabib-tabib di desa atau dijual ke pasar. Karena pekerjaan mereka yang lebih banyak masuk keluar gunung, mereka akhirnya memutuskan untuk tinggal di perbatasan desa agar lebih mudah menuju ke gunung.

Akhirnya, dengan semangat, Zhi Ruo pergi ke gunung dan mencari tanaman obat yang hampir habis. Berbekal sebuah keranjang yang tergantung di punggungnya, Zhi Ruo masuk keluar hutan di atas gunung dan mendapatkan tanaman obat yang sudah memenuhi keranjangnya.

Namun naas, karena banyaknya tanaman obat yang dilihatnya tumbuh melimpah membuatnya lupa akan waktu hingga dia tersadar saat melihat langit yang mulai senja. Dengan sedikit berlari, Zhi Ruo mulai meninggalkan hutan itu, tapi hujan tiba-tiba turun hingga membuatnya terjebak di mulut goa.

Zhi Ruo masih menelungkupkan wajahnya, hingga perlahan dia mengangkat kepalanya dan melihat langit mulai menghitam. Seketika, dia bangkit dan melihat sekelilingnya. Suara jangkrik mulai terdengar dengan diringi suara hujan yang mulai mereda. Namun, sudah tidak mungkin baginya untuk kembali karena di saat malam, dia tidak bisa melihat jalan menuju rumahnya dan dia begitu takut jika hari mulai gelap. Akhirnya, dia memutuskan untuk menginap di dalam goa itu

Sementara di rumahnya, sang ibu terlihat begitu khawatir. Wanita paruh baya itu tampak mondar-mandir di depan pintu karena mengkhawatirkan anak gadisnya yang belum juga pulang. "Putriku, kenapa kamu belum juga kembali? Kenapa kamu begitu keras kepala hingga tak peduli ucapan ibumu ini?" Wanita itu tampak menitikkan air mata saat mengingat putrinya yang kini ada di atas gunung sendirian di malam buta. Rasanya, dia ingin menyusul putrinya itu, tapi apalah dayanya.[/font]
 
Di dalam goa, Zhi Ruo mulai menangis. Walau dia sering naik ke gunung dan menyusuri hutan sendirian, dia tidak akan takut. Namun, dia tidak bisa menyembunyikan ketakutannya saat hari mulai malam. Rasanya, bagaikan ada bayangan hitam yang selalu mengikutinya.
 
Di dalam goa suasana begitu gelap. Tanpa ada penerangan, Zhi Ruo duduk dan bersandar di dinding goa. Suara tangisnya menggema dan memantul dari dinding di dalam goa. Walau matanya terbuka, nyatanya terlihat begitu gelap dengan sesekali cahaya yang terlihat dari petir yang menyambar dan memantul ke dalam goa.
 
"Dewa, bantu aku. Aku takut dengan kegelapan ini." Zhi Ruo kembali menangis. Suara tangisnya terdengar memilukan. Suara hujan di luar goa sudah mulai mereda. Walau begitu, Zhi Ruo tidak bisa melakukan apa-apa selain duduk menangis.
 
Hingga tiba-tiba, matanya menangkap seberkas cahaya yang perlahan menuju ke arahnya. Melihat cahaya itu, Zhi Ruo bangkit dan mendekati cahaya yang berterbangan hingga memenuhi ruangan di dalam goa. Kerlap-kerlip cahaya itu membuatnya merasa tenang dan juga tersenyum saat melihat keindahan cahaya yang berterbangan dan mendekat ke arahnya.
 
"Kenapa kalian bisa ada di sini? Apa kalian diutus para Dewa untuk menemaniku di sini?" Zhi Ruo mendekati cahaya yang berterbangan itu dan mengambil salah satu cahaya dan meletakkannya di atas telapak tangannya.
 
"Kunang-kunang yang sangat cantik. Terima kasih karena kalian mau menemaniku di sini." Zhi Ruo tersenyum dan mengedar pandangannya ke sekeliling ruangan goa. Rupanya, ruangan di dalam goa itu cukup luas. Walau hari telah larut dan udara dingin yang bertiup dari mulut goa, tidak membuat Zhi Ruo merasa kedinginan.
 
Entah mengapa, udara di dalam ruangan goa terasa begitu hangat. Seakan ada tumpukan api di dekatnya. Kunang-kunang bahkan terlihat begitu indah karena berterbangan mengelilingi ruangan goa. Zhi Ruo terpana dan menatap keindahan yang terlukis indah di depan matanya.
 
"Ibu, tidurlah. Aku di sini baik-baik saja. Dewa telah mengirimkan kunang-kunang yang cantik untuk menemaniku di sini." Zhi Ruo lantas berbaring di atas lantai goa yang sudah dialas dengan rumput-rumput yang entah sudah ada sejak kapan. Rumput-rumput itu begitu hangat dan nyaman hingga membuatnya tertidur dan terbuai di alam mimpi.
 
Wajah Zhi Ruo tampak cantik saat kunang-kunang terbang di sisi wajahnya. Seakan, wajahnya sengaja diperlihatkan melalui cahaya kunang-kunang itu.
 
"Temanilah dia hingga pagi. Jangan biarkan dia terbangun dan hangatkan dia dengan cahaya kalian." Terdengar suara seseorang yang berbicara dengan kunang-kunang. Perlahan, kunang-kunang itu mulai mengerubungi tubuh Zhi Ruo seakan mengikuti perintah suara itu.
 
Benar saja, Zhi Ruo tampak tersenyum dalam tidurnya. Wajahnya yang cantik terlihat memukau dengan cahaya kunang-kunang yang menyinari wajah cantiknya. Rambutnya yang terurai panjang terlihat bak benang sutera yang akan dipintal. Rambutnya lurus, hitam dan terurai lepas.
 
"Apakah ini yang namanya manusia? Bukankah, manusia itu hanya seonggok daging tak berguna?" Suara itu kembali terdengar. Suara yang terdengar berat dan datar itu rupanya masih belum beranjak dari dalam goa. "Sebaiknya, aku harus pergi dan kalian tetaplah bersamanya. Terima kasih karena kalian sudah membantuku menjaganya. Dengan begitu, hari pembebasanku semakin dekat. Aku pergi dulu." Tiba-tiba, sekelebat bayangan hitam keluar dari dalam goa dan menghilang di balik semak belukar.
 
Sementara kunang-kunang masih mengelilingi tubuh Zhi Ruo dan menghilang saat ayam hutan mulai berkokok. Di saat itulah, Zhi Ruo mulai merasa kedinginan karena hawa dingin mulai menyeruak masuk dari mulut goa. Gadis itu perlahan membuka matanya dan melihat seberkas cahaya yang mulai menerangi ke dalam goa. Matahari pagi tampak bersinar saat dia bergegas keluar dan berdiri di depan mulut goa. Ah, aroma rumput dan tanah basah menggelitik hidungnya hingga membuatnya menghirup aroma itu dan mengembuskannya lembut dengan mata yang terpejam.
 
"Ah, segarnya. Ternyata, hutan ini tak hanya penuh dengan tanaman obat, tapi juga mempunyai udara yang sangat segar. Terima kasih Dewa, karena aku bisa merasakan keindahan yang tak terduga ini. Aku menyukai hutan ini dan aku akan sering datang ke sini." Gadis itu tampak tersenyum. Wajah cantiknya terlihat begitu memukau dengan senyuman yang terpancar dari sudut bibirnya yang merekah indah. Gigi putihnya tersusun rapi dipadukan dengan bibirnya yang merah alami. Hidungnya cukup mancung dan alis yang terlukis rapi dengan cat hitam mahakarya dari Sang Pencipta.
 
Zhi Ruo lantas mengambil keranjang yang masih teronggok di dalam goa. Dengan cekatan, keranjang itu lantas dipanggulnya. Sebelum pergi, dia masih memandangi sekeiling goa dan perlahan menundukan setengah badannya. "Terima kasih karena semalam sudah menemaniku. Aku tahu, tidak mungkin kunang-kunang itu sengaja masuk menemaniku. Siapapun dirimu, aku, Zhi Ruo sangat berterima kasih. Semoga saja, aku bisa membalas jasa baikmu." Zhi Ruo masih menunduk dan perlahan mengangkat kepalanya saat embusan angin bertiup lembut menerpa wajahnya. Seketika, dia tersenyum dan berjalan meninggalkan tempat itu.
 
Dari jauh, sepasang mata tampak memerhatikannya. Tatapan mata itu terlihat tajam bak mata elang yang siap menerkam mangsanya. Dari balik semak, dia memerhatikan Zhi Ruo yang perlahan menghilang di balik pepohonan.
 
Tanpa kendala, Zhi Ruo akhirnya bisa keluar dari dalam hutan dan tiba di rumahnya dengan selamat. Melihat kedatangannya, sang bunda berlari ke arahnya dan memeluknya. "Putriku, apa yang terjadi? Kamu sudah membuat Ibu khawatir." Wanita renta itu tiba-tiba menangis karena putri semata wayangnya sudah kembali dengan selamat.
 
"Sudahlah, Ibu, jangan menangis. Maafkan aku karena sudah membuat Ibu khawatir. Kemarin, sebenarnya aku sudah mau pulang, tapi tiba-tiba hujan turun dengan deras dan kabut tebal menutup jalanku. Untung saja aku bisa berlindung di dalam goa. Kalau tidak, aku mungkin saja sudah mati kedinginan di hutan itu."
 
Penjelasannya sontak membuat ibunya menjadi heran. Pasalnya, kemarin sore tidak ada hujan yang turun. Bahkan, dari rumahnya, dia bisa melihat keadaan hutan yang masih terang tanpa diselimuti kabut.
 
"Putriku, apa kamu melihat sesuatu yang aneh di atas sana?"
 
"Tidak ada, Bu. Semuanya biasa saja, tapi hanya sekumpulan kunang-kunang yang sudah menemaniku dan menerangi di dalam goa. Ibu tahu, belum pernah aku merasakan tidur yang begitu lelap seperti semalam. Rasanya, aku enggan membuka mataku karena kelembuatan dan kenyamanan tempat itu."
 
Mendengar penjelasan Zhi Ruo, wanita itu merasa ada sesuatu yang aneh. Hujan yang turun tiba-tiba dan kabut yang tiba-tiba muncul, bukanlah suatu hal yang kebetulan. Kunang-kunang sudah menjadi cerita turun temurun dari orang terdahulu kalau di hutan sana ada satu makhluk yang menjaga hutan itu. Makhluk tak kasat mata yang berupa kumpulan kunang-kunang yang menyerupai sosok manusia.
 
"Putriku, mulai saat ini, kamu jangan pernah lagi naik sampai ke puncak sana. Carilah tanaman obat di sekitar hutan ini saja. Ibu khawatir karena ada makhluk menyeramkam yang mendiami hutan itu. Bisa saja, semalam kamu sengaja dibuat menginap di sana."
 
Zhi Ruo tersenyum dan memeluk ibunya. "Ibu, jangan khawatir, putrimu ini bisa melindungi diri. Lagipula, kalau pun makhluk itu ada, tidak mungkin dia akan membiarkanku kembali ke desa. Bisa saja dia akan membunuhku dan menjadikanku sebagai santapannya. Namun, itu tidak terjadi, bukan?" Zhi Ruo tersenyum dan mencoba menenangkan hati ibunya.
 
"Sebaiknya, aku harus bersiap ke pasar untuk menjual tanaman obat yang sudah aku dapat. Pulang nanti, aku akan membeli kebutuhan di dapur yang sudah habis. Aku akan memasak makanan kesukaan Ibu." Zhi Ruo lantas bangkit dan menyiapkan tanaman obat untuk dibawanya ke pasar. Wajahnya tampak gembira saat melihat tanaman obat yang sebenarnya cukup langka. Hal itulah yang membuatnya berani memasuki kawasan hutan yang telah menjadi hutan terlarang sejak dulu. Hutan yang tidak berani dilalui oleh siapa pun karena keangkeran dan penampakan makhluk menyeramkan.

]Sementara di dalam hutan, tampak sosok yang berupa bayangan hitam berkelebat di atas pohon. Sosok yang menyerupai bayangan manusia itu dengan lincahnya melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Terkadang, terdengar suara tawa yang memengakkan telinga hingga membuat burung-burung di hutan itu beterbangan. Suara tawa yang terdengar begitu menakutkan di telinga para penduduk desa. Di saat suara itu terdengar, semua penduduk akan masuk ke dalam rumah dan mengunci diri di sana.

Dan kini, suara itu terdengar. Suara tawa yang menggema hingga membuat Zhi Ruo menatap ke dalam hutan. "Diamlah, kamu sudah membuat orang-orang ketakutan dengan suaramu itu. Tidakkah kamu berpikir kalau suaramu itu sangatlah jelek!" Zhi Ruo berucap dengan lantang dan menghadap ke arah hutan. Seketika, suara itu tak lagi terdengar.

Tanpa disadarinya, bayangan itu kini menatap ke arahnya dari balik pohon yang menjulang. Tatapan bak mata seekor elang yang menatap tajam. "Manusia yang aneh. Kenapa dia sama sekali tidak takut padaku?"

To Be Continued…



Diubah oleh blackgaming 27-01-2021 10:52
buwungpuyuh7681Avatar border
aripinastiko612Avatar border
sormin180Avatar border
sormin180 dan 42 lainnya memberi reputasi
39
12.6K
128
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
blackgamingAvatar border
TS
blackgaming
#20
Chapter 13


Zhi Ruo duduk termenung di dalam goa. Wajahnya terlihat sedih karena kekasihnya telah pergi. Sudah dua hari Li Quan meninggalkannya dan selama itu pula dia terlihat murung dan lebih suka berdiam diri. Tawa yang biasa terlihat di sudut bibirnya seakan hilang dan berganti dengan gundah gulana, hingga membuat Ling menjadi khawatir dengan keadaannya.

"Nyonya, aku tahu ini sulit, tapi pikirkan kesehatan Nyonya dan juga bayi di dalam kandungan Nyonya. Apakah, Nyonya ingin kehilangan dia?"

Zhi Ruo menatap gadis itu yang kini duduk di depannya sambil menggenggam tangannya. Sekilas, dia tersenyum seiring titik air mata yang perlahan jatuh. "Terima kasih, karena sudah menemaniku di sini. Tanpamu, aku mungkin akan mati karena kesendirian yang mencekikku. Ling, berjanjilah padaku kalau kamu akan selalu ada untuk menemani anakku kelak. Aku akan menjaga dia dengan baik di dalam rahimku ini karena dia satu-satunya harta paling berharga dalam hidupku. Entah aku akan bertemu atau tidak dengan suamiku kelak, tapi aku berharap anakku suatu saat nanti akan bertemu dengan ayahnya." Zhi Ruo menghapus air matanya dan mengelus lembut perutnya.

"Aku berjanji akan menemani Nyonya dan juga anak Nyonya kelak. Sekarang, Nyonya makan dulu. Sepertinya, situasi di luar sudah aman. Makhluk-makhluk itu sudah melarikan diri."

Ling dengan sabar melayani Zhi Ruo. Melihat kondisinya, dia merasa kasihan karena wanita yang kini tengah mengandung itu akan menjalani kehidupannya tanpa kehadiran sang suami. Dia tahu bagaimana cinta Zhi Ruo dan Li Quan yang begitu saling menyayangi. Namun, kini keduanya harus berpisah. Perpisahan yang sangat menyesakkan.

Walau sedih dengan perpisahan yang dialaminya, Zhi Ruo berusaha tegar. Dia sadar, perpisahan adalah takdir yang harus dia jalani. Dengan berbesar hati, dia berusaha untuk bisa menerima kenyataan dan tidak larut dalam kesedihan.

Beberapa bulan setelah kepergian Li Quan, Zhi Ruo mulai bisa melupakan kesedihannya. Usia kandungannya mulai bertambah dengan kondisi perutnya yang kian membesar, membuat Zhi Ruo banyak menghabiskan waktu di kebun yang ditanami aneka sayur dan bunga. Berada di kebun, dia merasa damai. Semua kesedihan dan kepenatan di dalam hatinya berangsur hilang dan berganti senyum yang terukir di sudut bibirnya.

"Anakku, walau tanpa ayah, Ibu akan selalu menjagamu. Ibu sangat menyayangimu dan tidak sabar untuk mendengar suaramu. Ibu tidak sabar untuk melihat wajahmu dan menggendongmu dalam pelukan Ibu."

Zhi Ruo tersenyum sambil mengelus lembut perutnya. Walau dalam kepayahan selama masa kehamilan, Zhi Ruo berusaha untuk menikmati setiap perkembangan sang buah hati. Terkadang, dia tersenyum saat perutnya bergerak karena tendangan halus dari kaki mungil yang bersemayam di perutnya. Di saat seperti itu, semua kesedihannya seakan musnah hingga membuatnya tertawa.

Sementara di Istana Langit, suasana terlihat ramai. Ruangan aula istana sudah dipenuhi dengan dewa-dewi yang datang untuk menghadiri acara sakral. Acara sakral yang digelar untuk menobatkan Li Quan menjadi Dewa Utama yang memegang kendali atas Istana Langit.

Penobatannya bukan tanpa alasan. Kekuatannya mampu mengendalikan kekuatan dahsyat yang ada di bongkahan mutiara yang dijaganya selama seribu tahun itu telah menjadikannya sebagai pemegang tampuk kekuasaan di istana itu.

Li Quan terlihat berwibawa dengan jubah warna keemasan yang dipakainya. Parasnya begitu menawan dengan aura seorang pemimpin. Sebuah mahkota yang dikelilingi butiran batu permata tampak melingkar di atas kepalanya. Dengan gagah, Li Quan duduk di atas singgasana.

Seketika, semua penghuni Istana Langit menunduk dan memberi hormat padanya. Semua orang yang ada di tempat itu begitu menghormatinya dan tidak berani menatapnya. Namun, itu tidak berlaku bagi Putri Mu Rong, karena dia terlihat bersikap biasa saja di depan Li Quan hingga membuat ayahnya menyikutnya. "Putriku, tundukan pandanganmu karena dia sekarang adalah Raja Istana Langit. Walau dia temanmu, tapi untuk saat ini tunjukan rasa hormatmu padanya."

Gadis itu hanya tersenyum kemudian menundukkan wajahnya. Dia terlihat gembira dengan pengangkatan Li Quan yang kini telah menjadi dewa di atas dewa. Dan kekuatan yang dimiliki Li Quan adalah kekuatan yang paling terkuat di antara semua penghuni Istana Langit.

Sejak memegang kendali atas kekuatan di dalam mutiara itu, kekuatan Li Quan kian bertambah dahsyat. Kekuatan di dalam mutiara kini telah menyatu dengan tubuhnya. Walau dia telah memiliki kekuatan dan kekuasaan, nyatanya dia tidak mampu untuk bertemu dengan wanita yang sudah membuatnya merana. Tanpa kehadiran Zhi Ruo di sisinya, Li Quan merasa hampa. Hidupnya seakan tidak berarti. Rasanya, dia telah mati hingga membuat hatinya tertutup dengan cinta.

Putri Mu Rong terlihat manja dan berlari ke arah Li Quan saat acara penobatannya telah selesai. Gadis itu menggelayutkan tangannya di lengan Li Quan sambil menyandarkan kepalanya di lengan lelaki itu. "Kakak, aku sangat bahagia karena Kakak telah kembali dan menjadi Raja di istana ini. Kakak, aku akan selalu ada jika Kakak membutuhkan bantuanku." Gadis cantik dengan rupa wajah yang sangat menarik itu tersenyum, hingga membuat beberapa dewa yang melihatnya terkagum-kagum dengan kecantikannya.

Putri Mu Rong memiliki paras wajah yang sangat cantik. Rambutnya panjang terurai dengan hiasan bandul di atas kepalanya. Dia adalah salah satu gadis yang mempunyai kecantikan tiada duanya di kalangan semua penduduk langit.

Tak hanya cantik, gadis itu juga memiliki kepribadian yang sangat tegas. Dia tidak akan segan-segan menghukum orang yang dianggapnya bersalah. Bahkan, dia sangat ditakuti oleh semua pelayan yang bertugas melayaninya. Jika mereka melakukan sesuatu yang membuatnya marah, maka mereka akan dipenjara atau akan diturunkan ke bumi dalam wujud hewan yang terhina.

Putri Mu Rong sejak dulu suka bermanja pada Li Quan. Gadis itu selalu membuat dewa lain cemburu karena kedekatannya dengan Li Quan. Namun, Li Quan hanya menganggapnya selayaknya seorang adik, tak lebih.

Ketika dia mengetahui kalau Li Quan mencintai wanita dari kalangan manusia, gadis itu sempat marah. Namun, kemarahannya itu hanya sementara karena dia tahu seorang dewa tidak bisa menikahi manusia. Kalaupun bisa, pernikahan itu tidak akan bertahan lama dan berakhir perpisahan. Apalagi pernikahan antara dua dunia yang dipaksakan dan menghasilkan keturunan, maka keturunan mereka akan menjadi manusia setengah dewa dengan menanggung kutukan. Anak keturunan mereka bisa saja terlahir dengan berbagai rupa dan tidak akan pernah diterima di kalangan dewa.

Karena itulah, Dewi Bulan, yaitu ibunda Li Quan bersegera turun ke bumi dan menemui Zhi Ruo. Wanita dengan kecantikan abadi itu tampak memerhatikan Zhi Ruo yang tengah duduk di taman sambil melihat ke arah kolam. Kehadiran wanita itu sama sekali tidak disadari oleh Zhi Ruo hingga Ling datang dan terkejut saat melihat wanita itu. Seketika, gadis itu menunduk dan bersujud di depannya. "Hormat hamba, Dewi."

Sontak, Zhi Ruo terkejut saat melihat Ling menunduk memberi hormat pada seorang wanita yang tak dikenalnya. Apalagi, penampilan wanita itu terlihat berbeda dari kebanyakan orang. Dengan segera, Zhi Ruo bangkit dari tempat duduknya dan berjalan perlahan ke arah wanita itu.

Di depannya, Zhi Ruo menundukkan wajahnya dan berusaha untuk bersujud memberi hormat, tapi wanita itu lantas melarangnya, "Tidak perlu bersujud padaku. Aku hanya ingin bertemu denganmu."

Wanita itu lantas berjalan ke arah Zhi Ruo dan menyentuh perutnya yang semakin membesar. Sejenak, dia tersenyum dan mengelus lembut perut Zhi Ruo yang kini bergerak pelan karena tendangan dari janinnya.

"Maafkan putraku karena telah meninggalkanmu. Aku tahu kamu pasti sedih dan putraku juga merasakan hal yang sama. Dia tidak bisa kembali bersamamu karena dia telah menjadi Raja di Istana Langit. Namun, cintanya padamu tak berkurang sedikit pun, apalagi saat dia tahu kalau kamu sedang mengandung anaknya. Jujur, dia tersiksa karena perpisahan ini, tapi itu sudah takdir kalian yang harus kalian jalani."

Wanita itu lantas memapah Zhi Ruo dan membawanya duduk di kursi taman. Dengan lembut, dia menggenggam tangan Zhi Ruo dan diam-diam menyalurkan tenaga dalamnya pada gadis itu. Dia sengaja melakukannya karena melihat wajah Zhi Ruo yang tampak kurang sehat. Wajah gadis itu terlihat pucat dengan segurat kecemasan dan ketakutan yang terlihat dari raut wajahnya itu.

"Nyonya, apakah keadaannya baik-baik saja?" tanya Zhi Ruo spontan.

"Putraku baik-baik saja dan kamu juga harus menjaga kesehatanmu dan juga bayimu. Li Quan pasti akan bahagia kalau anak kalian lahir dengan selamat. Namun, ada hal penting yang ingin aku sampaikan padamu."

Mendengar ucapannya, Zhi Ruo menjadi penasaran. "Nyonya ingin menyampaikan apa?"

Wanita itu kembali mengelus perut Zhi Ruo sambil tersenyum padanya. "Apa kamu tahu apa yang akan dialami anakmu kelak?"

"Maksud, Nyonya? Memangnya, apa yang akan terjadi pada anakku?" tanya Zhi Ruo dengan penasaran.

"Sejujurnya, manusia dan dewa tidak bisa bersama. Jika mereka tetap bersama dan mempunyai anak, maka anak mereka akan dikutuk dan menjalani kutukan seumur hidupnya."

Zhi Ruo terhentak. "Kutukan? Apa maksud Nyonya, anakku bisa saja dikutuk?"

Wanita itu mengangguk. "Jangan khawatir karena aku tidak akan membiarkan cucuku mengalami hal itu. Sekarang, bersiaplah karena sebentar lagi kamu akan melahirkan."

Benar saja, Zhi Ruo tiba-tiba merasakan sakit di perutnya. Dengan dibantu Ling, Zhi Ruo dipapah masuk ke dalam goa. Zhi Ruo yang kini terbaring, terlihat merintih kesakitan sambil memegang perutnya yang seakan berputar hingga membuatnya berteriak. Melihat hal itu, Dewi Bulan mulai ikut turun tangan. "Cepat, ambilkan air untukku!" Ling lantas bergegas dan mengikuti perintahnya.

"Tenang dan atur napasmu. Kamu pasti bisa melewatinya." Wanita itu terus memberikan semangat kepada Zhi Ruo. Tak hanya itu, dia bahkan mentransfer tenaga dalamnya pada gadis itu. Dengan begitu, Zhi Ruo bisa mempunyai kekuatan untuk melahirkan.

Kembali perut Zhi Ruo melilit hingga membuatnya berteriak. Isi perutnya seakan diremas dengan kuat hingga membuatnya merintih kesakitan. Dewi Bulan yang melihat itu, mulai merasa keanehan. Telapak tangannya lantas dia letakkan di atas perut Zhi Ruo dan tiba-tiba dia terhentak hingga membuatnya melepaskan tangan dari perut gadis itu. "Apa mungkin bayinya sudah mempunyai kekuatan sehebat ini?" batin wanita itu yang merasa heran dengan keanehan bayi di dalam perut menantunya itu.

Walau merasa kesakitan, Zhi Ruo berusaha tetap tenang. Dengan sisa kekuatannya, dia mulai mengelus lembut perutnya sambil berucap dalam hati, "Anakku, jangan buat Ibu tersiksa. Ibu sangat ingin bertemu denganmu dan lahirlah dengan selamat. Ibu ingin segera menggendongmu dan melihat wajahmu. Karena itu, datanglah pada Ibu."

Seketika, gemuruh petir menyambar dengan kilatan cahaya yang menghiasi cakrawala. Langit tiba-tiba mendung dengan dihiasi rinai hujan yang turun membasahi bumi. Hujan turun dengan deras, tak peduli dengan matahari yang masih bersinar terang. Matahari tak berkutik saat langit tiba-tiba berubah menjadi hitam dan memunculkan bulan purnama yang bersinar terang.

Melihat kejadian aneh itu, semua orang terkejut dan mendongakkan kepala ke langit. Karena ketakutan, mereka akhirnya lari dan bersembunyi di dalam rumah. Sebelumnya, mereka tidak pernah mengalami hal semacam itu dan mereka berpikir kalau kejadian itu adalah suatu pertanda buruk.

Sementara di Istana Langit, terjadi hal yang sama. Istana Langit bergetar hebat hingga membuat semua penghuni istana berhamburan keluar, hingga puncaknya saat satu goncangan dahsyat yang datang tiba-tiba. Goncangan yang menggetarkan seluruh Istana Langit dan mengakibatkan beberapa bangunannya roboh dan hancur. Tak hanya itu, cahaya petir menggelegar bersahut-sahutan dan Cumiakkan telinga.

Suara tangis bayi menggema seiring suara petir dan alam semesta yang berguncang hebat. Kehadiran bayi mungil itu di dunia, nyatanya membuat alam semesta bergemuruh menyambut kelahirannya. Seorang bayi perempuan telah lahir ke dunia dengan wujud layaknya bayi manusia biasa. Hanya saja dia terlahir bersih tanpa setetes darah. Bahkan, Zhi Ruo tidak merasakan sakit saat bayi itu keluar dari rahimnya.

Dewi Bulan sangat terkejut ketika melihat bayi yang kini menatapnya tajam. Dia terhentak saat melihat tatapan mata bayi itu dan sekilas dia bisa melihat masa depan.

Dewi Bulan termundur ke belakang saat satu kilasan peristiwa masa depan melintas dari tatapan bayi itu. "Dia adalah titisan Dewi Keabadian." Sontak, Dewi Bulan menunduk dan duduk bersimpuh di depan bayi yang kini terdiam dalam pelukan ibunya.

"Nyonya, apa yang Nyonya lakukan? Bangkitlah, kenapa Nyonya bersujud di depan kami?" tanya Zhi Ruo yang merasa heran.

Dewi Bulan lantas berdiri dan mendekati mereka. Dengan lembut, Dewi Bulan membelai kepala Zhi Ruo dan tersenyum padanya. "Menantuku, terima kasih karena kamu telah melahirkan seorang cucu yang sangat lucu. Aku mohon, jagalah dia dan jadikan dia anak yang baik. Kelak, dia akan menjadi wanita yang akan memegang kekuasaan, karena itu didiklah dia menjadi wanita yang rendah diri dan baik hati."

Wanita itu lantas meraih bayi mungil dari gendongan Zhi Ruo. "Mulai saat ini, namamu adalah Yi Yuen," ucap Dewi Bulan yang disambut dengan senyum dari bibir mungil bayi perempuan yang terdiam dalam gendongannya.

Dewi Bulan lantas menyampaikan selembar surat dari Li Quan dan memberikan tusuk rambut berwarna keemasan. "Jika dia dewasa kelak, berikan tusuk rambut ini padanya," ucap Dewi Bulan sambil mengelus lembut pipi cucunya itu. Wanita itu kemudian pergi dan membali ke Istana Langit.

Zhi Ruo membaca surat itu dengan perasaan bahagia. Setidaknya, melalui selembar surat pemberian suaminya itu, kerinduannya bisa sedikit terobati. Terlebih, dengan kehadiran putrinya yang membuatnya semakin bahagia.

To Be Continued…
indianajones110
banditos69
gajah_gendut
gajah_gendut dan 5 lainnya memberi reputasi
6
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.