Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

uclnAvatar border
TS
ucln 
Karma : Hurt No One
Karma : Hurt No One


Quote:





I never meant to hurt no one
Nobody ever tore me down like you
I think you knew it all along
And now you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
And will I ever see the sun again?
I wonder where the guilt had gone
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt no one
Sometimes you gotta look the other way
It never should've lasted so long
Ashamed you'll never see my face again
I never meant to hurt nobody
I know I'll never be the same again
Now taking back what I have done
I think of what I have become
And still
I never meant to hurt nobody
Now I'm taking what is mine

Letting go of my mistakes
Build a fire from what I've learned
And watch it fade away
Because I have no heart to break
I cannot fake it like before
I thought that I could stay the same
And now I know that I'm not sure
I even love me anymore

I never meant to hurt nobody
Nobody ever tore me down like you
I never meant to hurt no one
Now I'm taking what is mine..




<< Cerita sebelumya



Quote:


Diubah oleh ucln 30-09-2020 12:48
qthing12
sukhhoi
jalakhideung
jalakhideung dan 55 lainnya memberi reputasi
-12
84.6K
610
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Tampilkan semua post
uclnAvatar border
TS
ucln 
#423
Part #67



"Kayanya mulai ga ada lagi yang namanya privasi di dunia ini." Ucap Ryan saat terbangun dan melihat gue duduk bersandar tembok di sisi kamarnya.

Ia kemudian duduk diatas kasurnya lalu mengangkat kedua tangannya untuk merenggangkan badan.

"Jam berapa lo kesini? Semalem?" Lanjutnya bertanya ke gue.

"Baru banget sampe. Bikin teh gih. Kalo ada nasi uduknya Mpo Mul sekalian." Jawab gue sambil menyandarkan gitar Ryan ke tembok.

"Emang dasar orang israel Lo ya, dateng-dateng langsung nguasain dan nyuruh-nyuruh." Saut Ryan sambil berjalan keluar dari kamarnya.

Gue kemudian menyalakan TV dan PS. Sepertinya main PS sepagi ini bisa memperbaiki mood gue.

"Lo beneran mau nasi uduk Gus?" Tanya Ryan dari depan kamarnya.

"Iya. Nih duitnya sekalian gue nitip rokok."

"Jalan bareng aja lah kedepan yuk. Itung-itung olah raga. Kan kaki Lo pasti udah kaku karna ga pernah lari pagi sejak lulus SMA"

"Gue patahin sini kaki Lo. Ga tau aja tadi gue dari rumah kesini jalan kaki."

Ryan langsung memasang wajah kaget dan membuka pintu kamarnya lebih lebar. Ia menoleh ke tas gue di sudut kamarnya, lalu kembali menatap gue dan menghela napas. Sepertinya ia menyadari alasan kenapa gue ada disini sepagi ini. Reaksinya tersebut membuat gue gagal menahan tawa.

"Gue mau usir orang yang ngontrak rumah Engkong gue yang di depan dah." Ucap Ryan sambil kembali menutup sedikit pintu kamarnya.

"Lah ngapain?"

"Buat Lo tinggal disitu. Daripada kamar gue Lo kuasain." Jawabnya sambil kemudian berlalu dari kamarnya ini.

"Kagak usah woi. Gila." Saut gue sedikit teriak meski gue tau dia cuman bercanda.

Setengah jam kemudian Ryan kembali dengan membawa dua bungkus nasi uduk dan dua gelas teh. Ia kemudian mengeluarkan sebungkus rokok titipan gue dari kantong plastik dan melemparnya ke depan gue.

"Ini nih yang bikin gue betah tinggal disini." Ucap Gue sambil membuka bungkusan nasi uduk.

"Abis sarapan kita tentuin wilayah kita masing-masing di kamar ini." Saut Ryan gerutuan.

Setelah sarapan, gue menikmati segelas teh panas sambil merokok dan menikmati petikan gitar dari Ryan yang terdengar begitu harmonis nadanya. Dia ga menyanyikan sebuah lagu. Hanya memetik gitar untuk merasuki jiwa kami dengan nada-nada yang menenangkan.

"Semalem gue baru dari rumah Lo padahal." Ucap Ryan yang kini telah menyelesaikan petikan gitar nya.

"Emang iya? Ngapain?"

"Main aja. Sama Melani juga. Lama gue dirumah Lo sampe jam 10 kayanya."

"Lah betah."

"Melani kalo ngobrol sama Nyokap Lo ada aja yang diomongin. Bingung gue juga."
"Sama Liana juga begitu ya Nyokap Lo?"

"Iya kadang. Tapi lebih sering dia ke kamar sih, ngasih waktu buat gue sama Liana ngobrol berdua."

Ryan ga melanjutkan menanggapi ucapan gue selain hanya dengan anggukan pelan beberapa kali.

"Gimana seleksi Lo kemarenan? Kapan mulai pendidikan?" Tanya gue ke Ryan.

"Ga lolos gue Gus.." Jawab Ryan pelan.

"Lah kok bisa?"

"Ga tau. Dari tahap awal langsung ga lolos. Kayanya fisik gue kurang."

"Wah parah banget ya mereka. Ngeliat orang dari fisiknya doang."

Ucapan gue langsung disambut dengan toyoran dari Ryan.

"Namanya jadi tentara emang yang diliat fisiknya dulu lah. Bego banget Lo." Ucapnya kesal sementara gue terkekeh mentertawakannya.

"Terus gimana dah? Ada seleksi lagi kapan?"

"Bulan depan ada lagi, tapi buat kepegawaiannya."

"Wih jadi PNS dong Lo?"

"Ya kalo lolos."

"Kalo kagak?"

Ryan melirik gue tajam. Seolah ga setuju gue bertanya seperti itu. Ia menghela napas dan membuang pandangannya dari gue.

"Kalo ga lolos ya baru akan ada seleksi lagi taun depan." Ucap Ryan sambil memundurkan posisi duduknya dan bersandar ke tembok.

"Kuliah aja udah Yan. Siapa tau bukan disana jalan Lo. Senggaknya dengan kuliah, Lo akan nambah pilihan jalan lain selain harus ngikutin jejak keluarga Lo." Ucap gue mencoba memberi saran.

Ryan ga langsung menanggapi ucapan gue. Dia terlihat mengangguk kecil beberapa kali sambil menatap lantai. Seperti sedang memikirkan atau mempertimbangkan sesuatu.

"Kalo kuliah gitu emang berapa lama sih Gus?" Tanya Ryan setelah selesai mengheningkan cipta.

"Ya tergantung. Kalo D3 cuma 3 taun. Kalo S1 bisa 3,5 atau 4 taun. Tapi itu yang normal. Kalo lo kuliah kebanyakan santai nya mungkin bisa lebih lama dari itu."

"Gue kagak paham sih Gus urusan kuliah. Orang tua gue juga kagak ada yang kuliah, jadi ga paham juga. Sodara gue juga kayanya ga ada yang kuliah."

"Ya sama. Makanya gue dipaksa buat lanjut kuliah sama Nyokap. Dengan harapan bisa jadi lebih baik dari orang tua gue di sisi pendidikan."

Ryan kembali diam dan berpikir. Sepertinya kali ini begitu banyak kata terlintas di kepalanya hingga membutuhkan waktu lebih lama untuk ia menyelesaikan hening yang membungkamnya. Dan gue juga ga berniat menganggu heningnya karna rasa kantuk mulai menyelimuti karna belom tidur sama sekali dari semalem. Maka gue memilih membiarkan Ryan tenggelam dalam pikirannya sendiri lalu gue lompat ke atas kasurnya.

"Gus menurut Lo gue bisa ga ikutin pelajaran di kuliah?" Tanya Ryan saat gue baru saja membaringkan badan.

"Maksudnya?" Gue bertanya balik untuk memastikan maksud pertanyaannya.
"Lo ga yakin sama kemampuan otak Lo sendiri?"

"Yaelah, pake di pertegas begitu. Jahat amat itu mulut." Ucap Ryan menggerutu.

"Ya lagian Lo cemen banget. Kalo lo takut gagal terus mah ga bakal ada langkah yang akan Lo mulai Yan. Begitu aja terus Lo sampe karatan." Jawab gue sambil berbalik badan memunggungi Ryan dan menghadap tembok untuk bisa segera tertidur.

"Gus, jangan tidur dulu setan."

"Telat, gue udah pules." Jawab gue asal.

"Lo tau band Thirty Seconds to Mars ga?"

"Tau lah. Ngapa emang?"

"Kita idupin lagi Gus band kita. Mau ga? Mainin lagu-lagu Thirty Seconds to Mars dah."

Ucapan Ryan membuat gue menoleh kembali ke arah nya untuk memastikan apakah dia sedang serius atau sekedar bergurau?

"Kalo gue kuliah, gue pengen sambil jalan ngeband lagi Gus. Seenggaknya ada sesuatu yang gue kejar, bukan cuman gue jalanin." Lanjut Ryan saat gue memperhatikan ekspresi wajahnya.

Dan menurut gue kayanya kali ini Ryan lagi ga bercanda.

"Kenapa Thirty Seconds to Mars?" Tanya gue ke Ryan

"Ya gapapa. Gue suka aja. Muse terlalu susah buat kita dalamin lagu-lagunya. Dan sekarang kan band-band indie sekitar kita kebanyakan mainin lagu-lagu aliran punk, melodic, gitu-gitu doang. Atau malah langsung kearah meta metal gitu. Mending kita coba beda."

"Lo mau serius nih kali ini?"

"Ga serius-serius banget juga. Tapi seenggaknya kita coba aja. Kaya yang Lo bilang, siapa tau jadi nambah pilihan jalan lain buat gue. Buat kita."

Mendengar jawaban yang ada keraguan tersebut gue jadi malas melanjutkan pembicaraan ini dan kembali berbalik badan memunggunginya.

"Tapi gue ga mau sama Maul Gus kalo kita jalanin lagi band kita.." Ucap Ryan pelan, namun gue mendengarnya cukup jelas.

Gue memilih tetap memunggunginya, berlagak seolah ga mendengar ucapannya barusan.

"Maul sahabat gue Gus dari SMP. Tapi kalo buat main band sama dia, gue ga bisa. Dia main cuma buat gaya-gayaan doang. Mending cari orang lain daripada jalan sama dia ujung-ujungnya cuma buat gaya-gayaan." Lanjut Ryan meski gue ga menanggapinya.

Gue memejamkan mata berharap untuk segera tertidur. Bagaimanapun, gue bikin band sama mereka karna mereka adalah mereka. Dan gue nyaman menjalaninya sama mereka. Kalo gue mau nyari personil yang jago-jago, gue bisa jalanin sama Azzam dan Ubay. Tapi Ryan dan Maul jauh lebih membuat gue nyaman untuk menjalaninya bersama. Dan kalo Ryan berpikir Maul adalah penghalang hanya karna Ryan pikir Maul cuma main untuk gaya-gayaan, maka gue ga berpikir ada yang bisa menggantikan Maul buat bikin gue tetap semangat menabuh drum di belakang mereka berdua. Gue memilih untuk ga menanggapi Ryan. Setidaknya untuk saat ini.

"Kita cari satu gitaris lagi buat dampingin gue. Lo tetep Drum. Posisi Bass nya Maul kosongin aja. Ga bakal ada yang bisa gantiin kehadiran dia buat gue. Tapi gue mau kita tetep jalan." Lanjut Ryan saat gue mulai mendekati pintu masuk ke dunia mimpi.


*****


Gue baru bangun saat udah hampir masuk waktu maghrib. Seisi kamar terlihat rapih, sepertinya Ryan baru beres-beres kamarnya saat gue tidur tadi. Tapi sekarang itu anak ga keliatan batang hidungnya. Gue sekedar menebak mungkin dia lagi jalan sama Melani.

Gue turun dari kasur dan menuju kulkas kecil di sudut kamar. Mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya tanpa menggunakan gelas. Setelah satu teguk minum, gue baru sadar ternyata tas gue digantung sama Ryan di tembok tepat disamping lemarinya. Dan terlihat dari bentuk tas gue yang kempes, sepertinya isinya sudah dikeluarkan. Gue memastikan dengan membuka tas gue dan ternyata benar. Ga ada apa-apa di dalamnya selain dompet dan map berisi ijazah SMA gue.

Pintu kamar terbuka saat gue berniat membuka lemari untuk mencari dimana pakaian gue disimpan oleh Ryan. Gue langsung menoleh kearah pintu.

"Hello Darkness, My old friend. I've come to talk to you again.."

Maul langsung bernyanyi ga jelas saat membuka pintu dan mendapati gue berdiri di dalam kamar. Ia menghampiri gue dan menjulurkan tangan nya pertanda meminta sambutan tos dari gue yang tentu nya gue ladeni meski merasa terganggu dengan kehadirannya.

"Cabut dari rumah lagi ya, my friend?" Tanya Maul sambil menoleh ke dalam isi lemari sejenak, kemudian berlalu dan mengambil gitar lalu memetiknya perlahan.

Gue ga menjawab pertanyaannya. Gue memastikan beberapa lembar pakaian yang gue bawa memang ada di dalam lemarinya Ryan dan tersusun di satu rak terpisah dengan seluruh pakaian Ryan yang lain. Gue menganggukkan kepala beberapa kali sambil tersenyum. Boleh juga itu anak kalo ngerapihin barang. Ucap gue dalam hati.

"Beli kopi sama rokok yuk, my friend. Kayanya asik sore-sore gini ngopi, ngerokok, sambil membicarakan masalah hidup lo, my friend." Ucap Maul lagi.

"Ngomong Lo biasa aja ngapa sih Ul. My friend my friend mulu. Kesel gue dengernya." Saut gue karna bosan dengan kebawelannya.
"Ntar aja ngopinya. Gue mau mandi dulu." Lanjut gue.

"Eh si Liana mana?" Tanya Maul.

"Lah? Lo salah alamat kali. Ini rumahnya Ryan, kenapa nyari Liana?"

"Tadi dia bilang katanya udah disini."

"Dia siapa? Liana?"

"Kagak. Nyokap Lo. Kemari nyariin Lo." Jawab Maul asal.

"Gue gampar Lo ya bawa-bawa Nyokap gue." Ucap gue kesal sambil mengambil handuk bersih di lemari Ryan kemudian menutup pintu lemari dengan sedikit membantingnya.

"Eh iya iya sorry. Tadi si Liana katanya kemari makanya gue tanyain. Kirain pas gue buka pintu dia langsung masuk ke kamar mandi situ, pura-pura biar ga kegep."

"Mesum banget Lo men, asli dah. Kagak ada Liana dimari. Mau periksa sendiri itu kamar mandi ga ada orangnya?"

"Berarti gue diboongin itu anak dong."

"Emang ngapain dia ngomong sama Lo dia disini?"

"Dia sms sama telpon Lo dari malem katanya ga dijawab. Dia kerumah Lo katanya Lo ga ada. Dia sms gue tadi pake nomor Lo. Nanyain gue tau ga Lo dimana. Gue SMS Ryan katanya bener Lo disini, jadi gue bilang Liana Lo disini."

Jawaban dari Maul membuat gue membuka kembali pintu lemarinya Ryan dan mencoba mengangkat lembaran pakaian gue yang tersusun disana.

"Nyari apaan Lo?" Tanya Maul yang sepertinya memahami gue sedang mencari sesuatu.

Gue ga menemukan apa yang gue cari di dalam lemari. Sepertinya Liana ga meletakkan nya di lemari. Dan ternyata saat gue menoleh ke meja kecil untuk TV. Disana tergeletak handphone gue. Benar dugaan gue, Liana pasti membawakannya kesini. Dan mungkin dia yang merapihkan isi kamar Ryan tadi saat gue tidur.

Gue mengambil handphone gue, lalu membuka beberapa sms terakhir yang belum terbuka di kotak masuk. Dari Liana.

Liana: gw blm ksh tau mama klo lo drmh ryan. tp nanti gw hrs tlp krmh lo buat ksh kbr ke mama. sms gw y klo lo ud bngun. gw plg dulu krn ga bs keluar lama2.

Gue menghela napas membaca sms dari Liana. Sepertinya benar apa yang Maul tadi ceritakan. Dan yang gue ga terima adalah kenapa Maul musti memberitahu keberadaan gue bahkan sampe ngasih tau ke Liana dimana rumah Ryan. Maka mau ga mau Gue membalas sms dari Liana tersebut. Yang ternyata langsung dibalas oleh Liana.

Gue: ntr mlm gue tunggu di dpn rumah lo. tolong balikin hp ini ke rumah gue. lo bs bilang ke nyokap klo lo ga ketemu gue.

Liana: jgn gt gus. seengknya gw pengen kita ttp komunikasi. nanti gw cariin alesan ke mama deh tp lo ttp pegang hpnya ya.

Gue: gausah. balikin aja

Liana: dnger sekali2 klo gw ngomong. lo mau sampe kpn emg dsna? drmh org bgtu. mending plg aja. ga hrs bsk plg nya. tenangin diri dsna gpp tp ttp bw hp lo.

Gue: ga usah ngatur gue. bahkan nyokap gue aj bs gue tinggalin krn kebanyakan ngatur!

Dan sms terakhir gue ga mendapat balasan lagi dari Liana. Sepertinya dia sudah cukup mengerti dengan seluruh isi sms gue. Dan gue gamau dia belagak ikut campur atas urusan gue dengan Nyokap.

Ga lama kemudian Ryan membuka pintu kamar dan masuk membawa sebuah plastik hitam yang sepertinya berisi makanan.

"Gue gatau ada Lo dimari Ul. Gue cuma beli makanan dua bungkus. Kita makan bertiga aja ya." Ucap Ryan sambil membuka bungkusan yang dia bawa.

"Lo makan aja berdua. Gue belom laper. Mau mandi dulu." Ucap gue sambil berjalan ke kamar mandi.


Selesai mandi, Ryan dan Maul sepertinya sudah selesai makan dan lagi asik adu bacot sambil main PS. Gue hanya tertawa kecil melihat kelakuan mereka. Gue ga ngerti kenapa mereka bisa fokus tanding main PS tapi sambil ngoceh saling menghina dan menjatuhkan lawannya. Gue aja kalo lawan Maul hampir lebih sering kalah karna ga tahan sama ocehannya.

Gue duduk ditengah mereka dan mengambil gelas kopi yang sudah tersedia lalu menguyupnya selagi panas.

"Eh rokok Lo gue isep nih Gus. Ryan gue suruh jalan buat beli gamau." Ucap Maul tanpa menatap ke gue.

"Isep aja yang ada. Kalo abis baru beli lagi." Jawab gue.

"Tenang, duitnya Bagus masih sisa di gue. Cukup lah buat beli sebungkus rokok lagi." Saut Ryan.

"Lah? duit yang mana?" Tanya gue

"Yang tadi pagi setan. Kan cuma kepake beli rokok sama nasi uduk. Sama nasi dua itu barusan yang lo gamau makan."

"Buset pantesan tumben banget lo punya hati buat beliin temen lo makan. Duit orang ternyata." Timpal Maul sambil menoyor kepala Ryan kemudian mengangkat kedua tangannya merayakan kemenangannya melawan Ryan di PS.

"Gue pinjem motor Lo Yan." Ucap Gue saat melihat pertandingan mereka telah selesai.

"Pake aja. Mau kemana?"

"Kerumah Liana sebentar."

"Itu tadi Liana kan yang kesini?"

"Iya. eh sorry gue belom pernah sempet kenalin dia ke Lo. Tapi tadi udah ketemu juga kan."

"Iya. Lumayan lah orangnya."

"Lumayan apaan maksud Lo? Cewek gue itu setan!"

"Ya kan gue muji doang apa salahnya. Yaudah jelek cewek Lo. Sialan Lo."

"Cewek Lo sih Yan yang jelek mah." Saut Maul membela.

"Ga perlu didebatin itu mah. Udah jelas." Saut gue yang kemudian berhasil membuat Ryan gerutuan.

"Percuma punya cewek cakep juga kalo kagak 'diapa-apain.' Ya ga Ul?" Ucap Ryan meledek gue dan meminta dukungan Maul.

"Iya sih. Bener banget itu. Emang belom Lo apa-apain Gus?" Tanya Maul sambil sok berbisik ke gue.

Gue mengibaskan tangan ke Maul lalu keluar dari kamar Ryan. Berniat segera memakai motornya dan ke rumah Liana.

Beberapa saat selanjutnya, Gue mengabari Liana lewat sms untuk memintanya ke depan jalan rumahnya. Liana langsung membalas sms gue dan sepertinya bergegas menemui gue.

"Pake motor siapa?" Tanya Liana basa basi sambil memaksakan senyum menyapa gue.

"Tolong balikin. Bilang aja ke Nyokap, Lo ga ketemu Gue. Gue ga mau dia tau gue ada dimana." Ucap Gue sambil memberikan handphone gue ke Liana.

Dia hanya melihat ke handphone gue sejenak, lalu menatap gue kembali dengan wajah memelas.

"Gue bisa ngehubungin Lo lewat mana nanti? Lewat Maul atau Ryan?"

"Ya ga usah hubungin gue dulu. Nanti gue pasti hubungin Lo. Gue cuma males bawa handphone ini karna gue gamau dihubungin sama orang rumah."

"Ga bisa gitu dong Gus. Lo kenapa sih? Kalo lo ribut sama Mama jangan jadi gue dong yang kena imbasnya."

"Lo mau balikin handphone ini atau gue banting di depan lo sekarang?" Tanya gue dengan nada naik karna mulai kesal.

Liana menghela napasnya, namun masih ga mau menerima handphone gue yang gue sodorkan padanya. Mungkin dia sendiri jadi makin serba salah karna kedua pilihan yang gue berikan sama-sama ga ada kemungkinan dia bisa menghubungi gue. Dan setelah satu menit menunggu tanpa mendapat jawaban, gue akhirnya membanting handphone tersebut, sesuai dengan apa yang gue bilang. Handphone itu sampai terbanting beberapa kali hingga terpental beberapa langkah dari Liana.

"Gue akan cabut dari rumah Ryan malem ini. Dan ga usah sok ikut campur urusan gue sama Nyokap gue." Ucap gue sambil kemudian memutar motor dan berlalu meninggalkan Liana yang masih berdiri mematung disana.

Sampai dirumah Ryan, gue langsung masuk kamar dan menghampiri Maul.

"Pinjem handphone Lo sini." Ucap gue ke Maul.

Maul menoleh sejenak, kemudian memberikan handphone nya ke gue.

Gue membuka aplikasi pengolah pesan, lalu memasukkan nomer Nia ke tujuan pengiriman.

Gue: Ni, tlp gue ke nmr ini. skrg. -Bagus

oktavp
widyteto
mmuji1575
mmuji1575 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.