- Beranda
- Stories from the Heart
Pelet Orang Banten
...
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten

Assalamualaikum wr.wb.
Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.
Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.
Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.
Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi
), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.
Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.
Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini

*
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.
Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.
Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.
Awalnya aku hendak mengantarnya
tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.
"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.
"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."
Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.
"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"
Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.
"Bukan," jawab istriku.
Aku langsung memandang istriku dengan heran.
"Terus siapa?"
"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."
"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.
Istriku menggelengkan kepalanya.
"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.
Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."
"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.
Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.
Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.
Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati

"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.
Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja

Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol.
Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.
Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.
"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.
Penyebabnya adalah los kompresi
Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku.
Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.
Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.
Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.
"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.
Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.
Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.
"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."
"Atur aja bang," kataku cepat.
Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.
"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.
"Oke,"
Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.
Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.
Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.
Jam menunjukan pukul 12:00 wib.
Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.
"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.
"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.
Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering.
Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.
"Nomer siapa nih," desisku.
Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.
Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.
Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.
Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.
"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.
"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.
"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.
"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.
"Oh, mas Sumarno," kataku.
Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.
"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.
"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.
Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.
Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.
Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."
***
Part 1
Pelet Orang Banten
Quote:
Part 2
Teror Alam Ghaib
Quote:
Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

*
Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya
Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
papahmuda099
#1284
Bang Jago Beraksi 2
Setelah itu, bapak mengangkat tangannya sebelah kiri ke udara sambil mulutnya berucap pelan.
"Rantai babi,"
Lalu, tak lama setelah bapak berkata, tiba-tiba muncul suara seperti gangsing berputar di udara.
"Ngiiiiing...,"
Disusul dengan melesatnya sesuatu yang berputar dan langsung masuk ke tangan kiri bapak dan berhenti di pergelangan tangannya.
Aku yang penasaran dengan apa yang disebut rantai babi, kemudian mendekati Bapak dan memperhatikan benda apa yang menempel itu.
Bapak membiarkan kelakuanku saja.
Aku mengamati benda yang menempel itu dengan baik.
Bentuknya seperti ulat bulu yang tebal disertai dengan bulu-bulu agak panjang yang tapi jarang di sekelilingnya. Warnanya abu-abu kehijauan dengan berbagai corak aneh di sekelilingnya.
"Oh... Jadi kayak gini bentuk rantai babi," kataku dalam hati.
Ada keinginan untuk menyentuhnya, tapi aku sedikit beli dengan bentuknya yang mungkin kenyal bila ku sentuh.
setelah mengurungkan niat untuk menyentuh rantai babi yang melingkar di pergelangan tangan Bapak. Aku kembali mundur ke tempat dimana tadi aku berdiri, berjajar dengan nyai emas dan bos G.
Setelah melihat ku mundur, Bapak lalu menarik rantai babi itu dari pergelangan tangannya dipindah ke lengan tangannya.
Kenapa lalu menoleh ke arahku dan berkata.
"Apapun nanti yang terjadi dengan wujud bapak, kamu jangan takut ya Nang. Karena itu masih bapak,"
Aku agak sedikit lama untuk mencerna perkataan bapak. Tapi kemudian aku melirik ke arah wayang yang berada di tangan Bapak.
Wayang dengan bentuk raksasa berkepala banyak.
Rahwana.
Meskipun aku belum terlalu paham dan mengerti, tapi aku mengiyakan perkataan bapak.
"Oke, pap," jawabku.
"Kalau begitu, ayo kita masuk dan melewati gerbang itu," kata bapak.

mulustrasi gerbang bambu
Kami berempat lalu masuk secara berurutan.
Yang pertama kali masuk adalah bos G, lalu bapak, kemudian aku, dan yang terakhir adalah nyai emas.
Di saat aku melewati gerbang yang terbuat dari bambu itu, ada sedikit perasaan merinding dan sesuatu yang aneh yang tak bisa aku katakan tapi bisa kurasakan keanehannya.
Yang pasti, rasanya sedikit tidak nyaman.
Tapi aku tidak terlalu menghiraukan perasaan itu. Karena kini aku tidak sendirian lagi.
Setelah melewati gerbang bambu itu, aku sedikit terperangah melihat pemandangan yang ada di depanku.
Padahal, saat aku belum melewati pintu gerbang bambu. Aku hanya melihat kebun dan tanah kosong saja di sana. Tapi, setelah aku melewati pintu gerbang bambu, aku melihat pemandangan lain dari yang tadi aku lihat.
Kini, dihadapanku terbentang sebuah perkampungan semi modern yang tertata sangat rapi. Kami berempat berhenti tepat di depan pintu masuk perkampungan itu.
Kenapa aku berkata semi modern?
Itu karena bangunannya yang terbuat dari batu bata, bahkan mungkin tembok seperti rumah kita saat ini. Namun di atasnya, terbuat dari daun ijuk yang dianyam sedemikian rupa sehingga menjadi di atap.
Pagar pagar rumah mereka juga hanya terbuat dari potongan-potongan bambu yang diikat dengan kulit bambu.
Dan sesuatu yang lebih aneh terjadi.
Penduduk setempat, baik itu laki-laki maupun perempuan, semuanya terdiam dan menatap ke arah kami. mereka semua memakai pakaian seperti orang-orang pada tempo dahulu.
Pandangan mereka tampak kosong saat menatap kearah Kami berempat.
Hening...
Tak ada suara maupun gerakan yang terdengar. Bahkan mungkin, tidak ada ada suara angin sedikitpun saat itu. Seolah-olah waktu telah berhenti.
Aku bahkan bisa mendengar suara jantungku yang berdegup. Aku menahan nafas menghadapi situasi ini. Karena dalam pikiranku, bila aku menarik nafas kencang, maka bisa jadi suara itu akan menarik perhatian mereka untuk fokus melihatku.
Tiba-tiba Bapak mencolek tanganku dan berbisik.
"Nang, siap-siap ya,"
"Hah?" Tanyaku sedikit gugup dan tidak mengerti.
Tapi otakku dengan cepat mengambil sebuah kesimpulan. Bahwa tempat ini adalah tempat yang berbahaya.
Maka, aku segera mempersiapkan diri dengan siap mengeluarkan ajian tinju angin kapan pun bila ku butuhkan.
Kedua tanganku mulai terasa hangat, tanda tinju angin sudah siap gunakan. Urat di kepalaku serasa menegang. Denyutan jantung ku juga mulai cepat.
Disaat yang penuh ketegangan itu, tiba-tiba saja Bapak melakukan sesuatu yang tidak aku duga sebelumnya.
Bapak mendorong tubuhku ke depan sehingga aku masuk ke dalam perkampungan itu.
Dan saat kedua kakiku melangkah masuk, sebuah kejadian yang aneh pun terjadi.
Para penduduk yang tadinya menatap kami dengan pandangan kosong, tiba-tiba mereka menatapku dengan pandangan mata yang melotot tajam. Tubuh mereka yang tadinya seperti manusia kebanyakan, tiba-tiba berubah menjadi menyeramkan.
Sosok mereka berubah hanya dalam beberapa kejap mata. Yang tadinya berbentuk manusia normal, kini menjadi bentuk yang aneh. Tapi, yang pasti mereka semua memiliki tanduk dengan berbagai macam ukuran dan bentuk.

mulustrasi siluman bertanduk
Dan dari gelagatnya, mereka semua seperti sudah bersiap untuk menyerang ku. Itu terlihat dari gestur dan juga geraman-geraman seram yang mereka keluarkan.
Aku bersiap, meski ada sedikit perasaan gentar didalam hati ini.
Namun, disaat aku tengah bersiap-siap. Tiba-tiba saja aku merasa merinding. Ada sebuah hawa aneh yang datangannya berasal dari belakangku.
Dan hawa aneh itu, disusul dengan suara tawa besar dan menyeramkan.
"Hahahaha...!"
Aku tak berani menoleh kebelakang. Tubuhku kaku.
Karena fokusku terpecah menjadi dua, maka aku menjadi lengah.
Aku tak menyadari, para penduduk yang tadi masih diam, kini sudah mulai bergerak kearahku. Dengan cepat dan ganas.
Mataku hanya bisa melotot melihat hal ini. Refleks ku terlambat untuk mengeluarkan tinju angin.
Aku hanya bisa pasrah.
Tapi, sebuah bayangan besar tiba-tiba saja melesat dari arah belakang dan langsung masuk ke tengah-tengah kerumunan penduduk yang mulai bergerak kearahku.
Lalu...
"Bum!"
"Brak!"
"Srak!"
Seperti monster yang mengamuk, sosok besar yang melesat dari belakangku mengamuk sejadi-jadinya. Suara tawanya terus membahana. Seperti anak kecil yang menemukan mainannya yang telah lama hilang.
Aku terjatuh ketanah karena ada sesuatu yang menekan tubuhku kebawah.
"Wusss...,"
Sebuah tubuh dengan tanduk, melayang dan hampir mengenai ku jika saja tak ada yang menolongku tadi.
"Tuan...menunduk saja. Jangan berdiri, berbahaya," ucap sosok yang tadi menekan tubuhku yang ternyata adalah nyai emas.
Aku hanya bisa mengangguk.
Dengan masih dalam posisi telungkup, aku bisa melihat kejadian yang ada didepan mataku.
Meskipun sedikit terhalang oleh debu-debu yang berterbangan karena gerak yang dilakukan oleh sosok besar dan para penduduk yang berubah menjadi siluman-siluman bertanduk itu.
Disana, didepanku, terlihat pemandangan laiknya film Jurassic Park. Saat sang T-rex dikeroyok oleh para raptor.
Begitulah kira-kira keadaan yang terjadi.
Sang raksasa yang dikeroyok itu dengan mudahnya menghajar dan melemparkan tubuh para siluman bertanduk.
Aku menoleh kebelakang, disana berdiri bos G.
Aku terheran-heran melihat bos G masih berdiri dibelakang sana. Padahal, kupikir makhluk raksasa yang sedang bertarung itu adalah sosok bos G.
Lalu, siapakah dia?
Mataku jelalatan mencari keberadaan bapak dibelakang sana. Tapi nihil. Bapak tak ada.
"Apa jangan-jangan itu, bapak?" Tanyaku dalam hati sambil melihat raksasa itu.
Untuk meyakinkan diri, aku lalu bertanya kepada nyai emas yang ada di sampingku.
"Nyai, apakah raksasa itu adalah bapak?"
Nyai emas mengangguk.
"Benar tuan. Raksasa disana itu adalah perwujudan dari bos yang menggunakan kesaktian wayang Rahwana yang dibawanya tadi," jawabnya.
"Wayang Rahwana...," Desisku.

mulustrasi bapak
Aku lalu bertanya lagi.
"Jadi, bapak berubah menjadi raksasa karena kesaktian wayang itu?"
"Benar tuan. Bos akan berubah menjadi raksasa seperti yang tuan lihat sekarang apabila bos menggunakan kesaktian wayang Rahwana itu. Dengan kesaktian itu, bos banyak menundukkan kami. Jin-jin dengan kekuatan sedang," jelas nyai emas dengan ekspresi wajah yang serius.
Aku terdiam.
Mataku lalu mengikuti semua gerakan bapak yang kini telah berubah wujud menjadi raksasa berwajah seram dengan mata bulat besar dan taring panjang yang menghiasi wajahnya. Rambut gimbalnya yang panjang terlihat sangat kasar. Kulit diseluruh tubuhnya hampir kesemuanya berwarna merah gelap. Aku bisa melihat ini, karena bapak dengan wujud raksasa itu tidak mengenakan pakaian atas, hanya celananya saja yang tersisa.
"Benar-benar mirip raksasa," desisku pelan.
Setelah agak lama bapak mengamuk didepan sana, para siluman bertanduk yang tadi banyak berkumpul hampir sebagian besar sudah tergeletak tak berdaya dengan tubuh yang sebagian besar hancur.
Sebagai kecil dari mereka langsung kabur melarikan diri. Ada yang masuk kedalam rumah, ada pula yang berlari kebelakang perkampungan itu.
Melihat hal ini, aku segera berdiri dan berlari kearah bapak. Bermaksud untuk membantu mencegah agar siluman-siluman bertanduk itu tidak bisa melarikan diri.
Tapi lagi-lagi gerakanku tertahan karena ditarik oleh nyai emas.
Aku menoleh ke arahnya dengan wajah mengernyit tanda tak mengerti.
Nyai emas hanya memberikan tanda, "lihat saja."
Akhirnya aku hanya bisa berdiri melihat apa yang akan terjadi.
Dan, apa yang nyai emas katakan dengan kode terjadi. Sesuatu yang sangat mengejutkan.
Bapak, dengan wujud raksasanya, berlari mengejar para siluman bertanduk yang melarikan diri tadi.
Disinilah aku akhirnya bisa melihat kesaktian dari rantai babi.
Bapak, yang menggunakan rantai babi dilengannya, berlari menembus tembok rumah dengan mudahnya.
"Syut,"
"Hah!"

Aku terkejut dengan mata sedikit melotot melihat hal itu.
Lalu terdengar suara.
"Brak,"
"Graaa...!"
Suara teriakan aneh menggema dari rumah-rumah yang dimasuki oleh bapak. Tentunya, dengan cara menembus tembok.

Dengan cepat, bapak kulihat bergerak dari rumah kerumah. Sampai akhirnya, bapak sampai diujung perkampungan siluman bertanduk ini.
Disana, juga terdengar beberapa suara-suara kesakitan.
Lalu, bapak kulihat kembali bergerak cepat kearah kami berada.
"Srooshhh.... srooshhh...,"Terdengar suara nafas berat dari lubang hidung bapak yang besar itu.
Kemudian, perlahan-lahan bapak kembali kewujud aslinya.
Bapak lalu mengenakan kembali pakaiannya yang ternyata dipegang oleh bos G.
"Haduh...capeknya," desah bapak sambil menggerak-gerakkan badannya.
Terdengar bunyi "kretek-kretek" dari punggungnya.
"Orang tua," kataku dalam hati melihat tingkahnya.

Setelah puas "mengkretekan" tubuhnya. Bapak lalu menoleh kepadaku.
"Gimana, Nang. Bapak hebatkan?"

Aku tak menjawab. Tapi aku mengacungkan 2 jempolku.


"Hahaha...," Bapak tertawa senang.
"Udah lama bapak enggak kaya ginian lagi. Capek banget rasanya," keluhnya.
"Hehehe...yang penting aksi bapak tadi mantap pokoknya," kataku bangga.
Bapak tersenyum.
"Daerah sini semuanya udah beres, Nang. Ayo, kita lanjut jalan lagi. Kayaknya siluman-siluman bertanduk yang berhasil lolos tadi melapor sama tuannya," kata bapak.
"Pusatnya emang udah Deket, pap?" Tanyaku sambil mulai berjalan.

Bapak mengangguk.
"Pokoknya, kita bersiap-siap aja. Karena disana nanti, banyak jin-jin dan juga siluman tingkat tinggi berada. Juga ada biang keladi dari semua kejadian yang menimpamu," jawab bapak.
Mendengar perkataan bapak, aku menggumamkan sebuah nama.
Kami berempat terus berjalan melewati jalanan diperkampungan yang kini sudah sepi akibat aksi bapak tadi.
Sesampainya kami diujung kampung, kembali aku melihat sebuah gapura dengan ornamen ular yang melingkari gapura.

pokoknya mirip beginilah breee
Sama seperti saat aku melihat gerbang bambu tadi. Akupun hanya melihat deretan pohon dan semak-semak diseberang sana.
"Nang, kali ini. Kita semua akan beraksi. Bapak harap kamu bisa selamat dari tempat ini. Karena kalau tidak, bapak akan membakar seluruh tempat ini. Tak perduli bila nantinya kebakaran itu akan berakibat didunia nyata," ujar bapak dengan tatapan mata serius.
Aku sedikit menelan ludah mendengar perkataan bapak.
"Iya, pap," aku akhirnya menjawab.
Meskipun, aku sendiri tidak begitu yakin dengan ucapanku.
Bapak menepuk-nepuk pundakku.
Kemudian bapak berkata lagi.
"Ayo,"
***
Diubah oleh papahmuda099 12-12-2020 21:40
ferist123 dan 54 lainnya memberi reputasi
55
Tutup