Kaskus

Story

gitalubisAvatar border
TS
gitalubis
Bidadari yang Ternoda

Bidadari yang Ternoda
Blurb
Oleh: Gita Lubis

Jangan meminta agar ujian yang diberikan berhenti, tapi pintalah agar sabarmu dipertebal. Ujian hidup tak akan pernah berhenti selama engkau masih berpijak di bumi Allah. Laksana sekolah, semakin tinggi levelnya, maka semakin sulit pula ujian yang akan dijalankan. Namun, semua akan terasa mudah, jika kamu belajar sungguh-sungguh. Begitulah analogi kehidupan.

***

Bagaimana rasanya setelah bangun dari tidur, kau kehilangan segalanya. Kehormatan yang selama ini kau jaga, telah direnggut paksa oleh dia yang bahkan sama sekali tidak kauketahui? Apakah kau akan mengamuk? Menjerit? Atau bahkan ingin mengakhiri hidup?

Itulah yang dirasakan oleh Acha, sampai ia tidak tahu harus melalukan apa. Baginya Tuhan memang selalu ingin menguji kesabarannya sampai batas akhir. Namun, bukankah selalu ada hikmah di setiap peristiwa?

Di usianya yang tergolong muda, ia harus bekerja keras untuk membiayai hidup dan juga pendidikannya. Masa muda tak menjadikannya berleha-leha hanya untuk sekadar bersenang-senang, karena ia tahu, jika iya melakukan itu, maka mimpi hanyalah tinggal mimpi tanpa pernah menjadi nyata.

Namun, setelah peristiwa itu terjadi, akankah ia masih menyalahi Tuhan?

💕💕💕💕💕💕
Cuplikan secuil bab I

Judul: Bidadari yang Ternoda
Oleh: Gita Lubis.
Sub: Kesucian yang Terenggut

Semua terasa berbeda kala aku membuka mata, rasanya di beberapa bagian tubuh begitu nyeri. Masih dalam keadaan berbaring, aku menatap sekeliling sambil memegang tengkuk leher yang begitu terasa sakit.

Beberapa bagian dinding begitu kotor dan bersarang. Ini bukan kamarku, lalu di mana aku? Semua yang ada di sini begitu asing.

Aku mencoba bangkit, tapi begitu terkejutnya aku melihat tubuhku yang seperti ini. Baju yang kukenakan begitu menggenaskan, bahkan ini tidak pantas lagi di sebut bahan penutup diri. Begitu menggenaskannya keadaanku saat ini, seperti makanan yang dihabisi paksa oleh binatang buas.
***

Sudah hampir satu jam aku berada di dalam kamar mandi, menangisi nasib yang begitu kejam. Aku terus menggosokkan sabun ke seluruh tubuh, berharap noda yang ada pada tubuh menghilang. Melihat bercak merah keunguan di beberapa bagian tubuh, membuatku merasa jijik.

Aku kembali terisak, mengingat kesucian itu telah terenggut bahkan dalam keadaan tidak sadar. Mahkota yang selama ini kujaga untuk dia yang akan menjadi suamiku kelak, telah dicuri. Entah siapa pelakunya pun aku tidak tahu.

Baca juga Bapak, pahlawan tanpa senjata

Masih di dalam kamar mandi dengan keran air yang sengaja kubuka, aku mencoba untuk mengingat kronologi bagaimana hal ini bisa terjadi.

Malam itu ....









Diubah oleh gitalubis 13-12-2020 07:41
Richy211Avatar border
nomoreliesAvatar border
tien212700Avatar border
tien212700 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
2.9K
37
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread52.1KAnggota
Tampilkan semua post
gitalubisAvatar border
TS
gitalubis
#14
Silauan cahaya lampu yang menerang membuat mataku sedikit menyipit. Suara Mira membaca Alquran yang terdengar seperti orang berbisik mampu membuatku terjaga. Padahal, bila suara adzan subuh menggema, aku tak pernah terbangun.

Apa ini sebagai pertanda, bahwa Sang Kuasa ingin melihatku bersujud? Apa ini saatnya aku kembali ke jalan-Nya yang benar?

“Acha?”

Panggilan Mira yang terdengar seperti tanya, mampu menghilangkan pertanyaan yang hadir sejak aku terbangun. Aku langsung mendudukkan diri, meyakinkan panggilan Mira bahwa aku memang benar-benar sudah bangun, Mungkin ia ragu karena tak biasanya aku terbagun sepagi ini.

“Kamu nggak mau tahajud? Masih ada lima belas menit sebelum subuh, sayang loh melewatkan kesempatan?”

Mira menghunjamku dengan beberapa pertanyaan, karena sedari tadi aku tak beranjak dari kasur yang tidak seberapa empuk ini.

Mendengar itu, aku langsung berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Aku tak boleh membiarkan kesempatan ini berlalu seperti kata Mira. Lagi pula, sudah lama sekali aku tidak bersujud, mungkin sejak aku menjalin kasih dengannya.

Wangi mukenah ini pun sudah seperti wangi lemari akibat betapa lamanya tidak pernah kupakai. Ada debaran yang begitu dahsyat kala aku mulai bertakbir, sesaat setelah itu pikiranku hanya terfokus pada lantunan-lantunan ayat yang keluar dari bibir. Walau hampir seluruh bacaan dalam salat itu tidak kumengerti, tapi entah kenapa aku terisak.

Ibadah kali ini benar-benar terasa nikmat, padahal sebelumnya aku juga pernah salat walau sudah lama sekali, dan kenikmatan ini tidak kurasakan saat itu.

“Kok malah bengong? Jamaah, yuk!” ajak Mira yang menyikut bahuku.

Aku mendongak melihatnya yang sudah berdiri tepat di sampingku. “Jamaah apa?” tanyaku.

“Subuh, Cha. Kan udah azan, kamu nggak dengar?”

Aku menggeleng, ternyata apa yang sedang kupikirkan mampu membuatku kehilangan fungsi indra pendengaran. Baru kali ini kami berdua berjamaah, Mira sebagai imam, dan aku sebagai makmum.

“Kamu kenapa, Cha?” tanya Mira yang sudah melepaskan mukenahnya dari tadi.

Aku yang masih duduk di atas sajadah dengan mukenah yang masih menempel menautkan alis, tidak mengerti tentang apa yang ditanyakan Mira.

“Aku dengar, pas tahajud tadi kamu terisak. Terus pas sujud terakhir, sayup-sayup aku mendengar sepertinya kamu juga terisak. Sekarang, kamu bahkan masih setia duduk di situ. Padahal, bentar lagi matahari mau terbit.”

Aku menatap luar jendela. Benar saja, hari sudah mulai terang.

“Kamu kalau lagi ada masalah cerita aja, siapa tau aku bisa bantu. Jangan dipendam sendiri,” ucap Mira sekali lagi.

“Aku nggak kenapa-kenapa kok, Mir.”

Aku menyakinkannya kalau aku sedang baik-baik saja. Biarlah semua tertutup rapat, tanpa ada yang tahu. Karena tak semua luka harus dibagi. Kejadian malam itu, aku sudah memutuskan untuk melupakannya.

“Mir, aku mau nanya, tapi kamu jangan tersinggung atau kaget ya.”

“Memangnya kamu mau nanya apa?” tanya Mira yang sedang mengeluarkan pakaian dari lemari.

“Kamu, pakai baju tertutup kayak gitu, nggak pernah digoda laki-laki, ya? Maksudku, kalau kita sudah menutup aurat dengan sempurna, apakah ada jaminan bahwa kita terlindung dari godaan laki-laki kebanyakan?”

Sedikit ragu aku menanyakan hal itu pada Mira, karena sejujurnya aku juga penasaran. Mira yang tadinya mendengarku sambil mengerjakan sesuatu, kini menatap dengan kening berkerut. Namun, setelahnya kembali menampilkan wajah yang begitu indah bila dipandang.

“Aku tidak bisa mengatakan bahwa, semua muslimah yang berpenampilan sesuai syariat islam atau menutup aurat dengan sempurna akan terlindungi dari kejahatan lelaki, karena ada juga korban yang mengalami pelecehan seksual adalah mereka yang menutup aurat.

Namun, bukankah kebanyakan dari lelaki yang terangsang adalah karena melihat kemolekan tubuh kita? Bukankah karena sebab munculnya akibat?

Setidaknya dengan menutup aurat ini, aku berusaha untuk tidak membuat mereka tergoda, untuk tidak membuat mereka berdosa karena melihat auratku, untuk tidak membuatku berdosa karena telah memamerkan aurat. Dan, yang terpenting dari menutup aurat ialah, aku sedang melaksanakan kewajiban terhadap Allah.”

Aku hanya diam mendengarkan, mencoba memahami setiap kata yang dijelaskan Mira dengan panjang lebar. Namun, untuk pertanyaanku tentang apakah ia pernah digoda, sepertinya tidak dijawab.
Setelah itu, Mira kembali melanjutkan aktivitas. Aku hanya memandangnya, sambil masih terus berfikir. Niatan untuk ikut menutup aurat semakin yakin.
rinandya
pulaukapok
pulaukapok dan rinandya memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.