Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mabdulkarimAvatar border
TS
mabdulkarim
Tahap 1 Petisi Tolak Otsus 520.261 Suara Terkumpul
Tahap 1 Petisi Tolak Otsus 520.261 Suara Terkumpul

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Sebanyak 102 Organisasi pendukung Petisi Rakyat Papua mengumumkan perkembangan Petisi Rakyat Papua. Hingga hari ini, (26/11), sebanyak 520.261 orang Papua telah membubuhkan cap jarinya menolak keberadaan dan keberlanjutan Otonomi Khusus (Otsus) di tanah Papua.

Hal tersebut diumumkan melalui Konferensi Pers yang digelar secara online melalui Juru Bicaranya, Victor Yeimo, di halaman Petisi Rakyat Papua (PRP). Menurutnya, sejak diluncurkan 4 Juli 2020 lalu, dukungan petisi penolakan Otsus dari berbagai komponen terus bertambah. Pengumuman ini adalah penggalangan untuk tahap I.

Rakyat Papua dari hampir semua komponen di Papua telah mendukung Petisi penolakan Otsus. Mereka telah menyampaikannya lewat Seminar, Webinar, bahkan melalui aksi-aksi bahwa 19 tahun Otsus di West Papua gagal memberi perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan bagi orang Papua” katanya.

Merespon penolakan Otsus, menurutnya, Pemerintah Indonesia mengambil sikap menghindar, merekayasa situasi serta memaksa pendekatan hukum, keamanan, dan pembangunan yang sudah terbukti gagal dilaksanakan selama pendudukannya di West Papua.

Mereka menilai, Pemerintahan administrasi kolonial di kedua Provinsi benar-benar dikendalikan Badan Intelijen Negara (BIN) , TNI dan Polri; membuat elit-elit birokrat kedua Provinsi tunduk di bawah kehendak Jakarta untuk suksesi kepentingan ekonomi politiknya.

Menurutnya, rakyat Papua yang terpinggir, tergusur, miskin dan terdiskriminasi benar-benar mengalami banjir kematian setiap hari. Lalu untuk menutupi kejahatannya, kolonialisme memproduksi akun-akun propaganda dan bot pro-kolonialisme di media sosial.

Sementara itu, PRP menilai, nafsu eksploitasi menyebabkan perampasan tanah, penggusuran, dan deforestasi terus meningkat. Puluhan hingga ratusan korporasi menguasai jutaan hektar lahan-lahan Papua.

Data-data Yayasan Pusaka, Greenpeace, Forest Watch Indonesia, dan Forensic Architecture menunjukkan ratusan ribu hektar hutan Papua habis, jutaan hektar dikuasai perusahaan Sawit, Pertambangan, dan pembalakan kayu. Perusahaan-perusahaan ini menguasai puluhan juta hektar tanah-tanah adat Papua” beber Victor.

Mereka juga menyoroti Undang Undang Minerba dan Omnibus Law yang baru saja memberi jaminan kemudahan bagi eksploitasi besar-besaran di teritori West Papua. “Gubernur Papua dan Jakarta hari ini memburu 40.000 hektar luas cadangan emas senilai 200 triliun rupiah di blok Wabu, Intan Jaya,” katanya.

Situasi ini, menurutnya, menunjukkan bahwa konflik politik West Papua versus Indonesia berlarut-larut dibiarkan tanpa mengambil jalan penyelesaian yang damai dan tuntas. Sehingga menurut PRP, rakyat West Papua membutuhkan solusi tuntas yang damai dan demokrasi, tidak dengan Otsus, Keppres/Inpres, Omnibus Law, Pemekaran dan segala rekayasa kompromi sepihak yang tidak menyelesaikan esensi persoalan West Papua.

Sikap dan Seruan

Di akhir konferensi Persnya, mewakili 102 organisasi pendukung Petisi penolakan Otsus ini menyampaikan sikap dan seruannya sebagai berikut:

Sesuai hukum internasional, West Papua adalah wilayah tak berpemerintahan sendiri (non-self government territory) atau wilayah koloni terakhir di Pasifik yang sementara berada di bawah pendudukan kolonial Indonesia.

Kami menolak politik representatif yang tidak berdasarkan pada partisipasi aktif rakyat West Papua selaku subjek dan objek seluruh persoalan West Papua.
Kami menolak dan mendesak penguasa Indonesia, baik di Pusat dan Daerah agar menghentikan upaya-upaya pengkondisian dan rekayasa situasi melalui propaganda pembangunan, pemekaran, Omnibus Law, dengan segala pendekatan militeristik dalam menghadapi penolakan Otsus Jilid II yang dilakukan oleh rakyat West Papua secara damai dan demokratis.

Kami menyatakan bahwa sikap rakyat West Papua secara demokratis sedang digalang melalui Petisi Rakyat Papua (PRP). Petisi rakyat West Papua adalah manifestasi sikap dan tuntutan murni rakyat West Papua yang resmi.
Kami menegaskan kembali tuntutan rakyat West Papua agar semua pihak mendorong hak penentuan nasib sendiri yang damai dan demokratis bagi rakyat West Papua untuk menentukan nasib politiknya.

Berdasarkan pernyataan sikap ini, kami menyerukan:

1.Rakyat West Papua di dalam dan diluar West Papua agar tidak terhasut dalam politik pecah bela dan segala rekayasa pembangunan Indonesia di West Papua.
2.Rakyat West Papua di dalam dan luar negeri agar terus menggalang Petisi penolakan Otsus sebagai konsolidasi persatuan sikap demokratik bersama.
3.Segera melanjutkan mobilisasi umum menuju Mogok Sipil Nasional (MSN) secara damai demi mewujudkan hak penentuan nasib sendiri.
4.Kepada negara-negara Melanesian Spearhead Group (MSG), Pacific Islands Forum (PIF), African Caribbean Pacific (ACP), dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) agar segera memantau dan mendesak Indonesia mewujudkan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa Papua.
5.Sebagaimana dilaporkan melalui halaman resminya, undangan bergabung pada Petisi Rakyat Papua terus diberitahu. Menurut pantauan media ini, Petisi Rakyat tidak hanya digalang di tanah Papua tetapi di Papua New Guinea (PNG), Indonesia, Australia, dan Amerika Serikat.

https://suarapapua.com/2020/11/26/ta...ara-terkumpul/

Quote:

Karena populasi orang Papua dan Papua Barat sekitar 4.1 juta (2.3 orang asli, berarti sisanya transmigran) menjadikan petisi gambaran 25% rakyat Papua menolak otsus, tapi sayang karena petisi ini digalang di luar negeri juga menandakan bahwa sepertinya petisi ini banyak dibantu orang bukan Papua yang simpati dengan OPM emoticon-Big Grin


Quote:

Salah. Prancis masih punya koloni di Kaledonia baru emoticon-Big Grin

dan Papua sudah resmi Indonesia di 1963 karena perjanjian New York jadi klaim OPM tak berdasar banget (seperti biasa)

Tapi emang sih terjadi masalah hutan juga di Papua 
muhamad.hanif.2
extreme78
extreme78 dan muhamad.hanif.2 memberi reputasi
2
675
27
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.3KThread41.9KAnggota
Tampilkan semua post
bingsunyataAvatar border
bingsunyata
#14
'Nggak bisa 'nyalahin mereka 100%, tapi juga tidak membenarkan mereka 100%. Masalahnya disana cukup banyak, tapi mereka pengin instan solusinya.

- Perkara otsus dan dananya ... Bila diserahkan orang sana kemudian rawan dikorupsi atau digunakan buat beli senjata segala macam, tapi kalau dikuasakan pada orang yang bukan dari sana, juga rawan untuk dikorupsi (mengingat kondisi jamannya kayak 'gini). Tapi satu hal yang jelas perlu ditindak tegasi. Mungkin perlu semacam panitia khusus, yang terdiri dari orang Papua, non Papua, dan third party yang bertugas mengurusi dana itu. Juga tim auditnya.
Jadi dananya baru bisa cair, kalau itu mendapat persetujuan bersama, dan kemudian setelah itu harus diaudit lagi.

- Perkara hutan yang kiranya menyangkut tanah adat plus terkait keberadaan hutan hujan tropis yang mana perlu dilestarikan ...
Susah ... Banyak pihak yang di atas, kurang/tidak peduli perkara hutan.
Pola hidup di kota, juga membuat mereka menjadi asing dengan pola hidup orang yang masih mengandalkan sumber daya alam yang ada di hutan untuk bertahan hidup. Plus mereka juga kurang peduli mengenai kelangsungan hidup orang bersangkutan. Dipikir kalau sudah 'ngasih ganti rugi, urusannya sudah beres tuntas. Dan itu tidaklah demikian pada kenyataannya. Orang bersangkutan kemudian harus pindah ke tempat lain untuk mencari makan, dimana pada tempatnya yang baru belum tentu itu mencukupi. Sedangkan ketika ia mencoba peruntungan di kota, dia tidak mempunyai keahlian-pengetahuan yang memadai untuk bisa hidup secara layak disana. Hal ini sebetulnya juga terjadi pada daerah-daerah lain di Indonesia ini. Orang Papua jangan mengira bahwa mereka telah dianak tirikan terkait hal ini.
dalamuka
dalamuka memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.