Dalam masa pandemi seperti ini, kegiatan membaca buku adalah salah satu pilihan yang tepat, karena buku memberikan kita ilmu dan hiburan secara bersamaan. Penting bagi kita untuk tetap sehat secara jasmani dan ruhani agar dapat menjalani kehidupan dengan nyaman.
Kita sering mendengar bahwa membaca buku adalah salah satu cara melihat dunia luar tanpa pergi kemana-mana, tetapi bukan hanya itu, buku juga dapat membawa kita menyelami diri kita sendiri secara lebih dalam. Begitupun saat saya membaca buku ini, saya merasa dibawa mengalami peristiwa-peristiwa dan merasakan suasana yang diceritakan penulis, sekaligus mengajak saya merasakan kontemplasi dalam diri sendiri.
Buku berjudul Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya adalah karya Ajahn Brahm yang adalah seorang Sarjana Fisika Teori dari Universitas Cambridge. Brahm kemudian menjadi seorang petapa di hutan Thailand pada usia 23 tahun dan sejak 1983 pindah ke Perth. Dalam bukunya ini, Ajahn Brahm membagikan cerita yang dihimpunnya, baik dari pengalaman pribadi, maupun pengalaman orang lain, serta menceritakan tentang ajaran-ajaran dari gurunya. Esensi ajaran Ajahn Chah (Sang Guru) sangat sederhana, “Jangan lekati apapun, lepaskan, ikhlaslah apa adanya.” Judul buku ini sendiri diambil dari salah satu kisah yang ada di dalamnya, Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, “si cacing” diibaratkan sebagai manusia, sedangkan “kotoran” diibaratkan nikmat kehidupan dunia.
Membaca buku ini seperti sedang diajak untuk bermeditasi; belajar menjadi lebih legowodan lebih bahagia dalam menjalani hidup. Buku ini mengajak kita untuk membuka hati kita kepada orang lain dan kepada diri kita sendiri, serta kepada seluruh makhluk. Buku ini mengajak kita untuk memaknai kehidupan dengan lebih arif, banyak hal yang selama ini luput dari pemikiran kita yang rumit, justru dipaparkan oleh buku ini dengan sederhana. Kebijaksanaan yang diceritakan dalam buku ini dibalut dengan metafora yang mengasyikkan. Tak jarang sentuhan humor diberikan ke dalam cerita. Kendati buku ini merupakan buku terjemahan, bahasa yang digunakan sangat mudah untuk dipahami seperti membaca buku berbahasa Indonesia asli.
Perasaan tenang dan puas muncul setelah saya membaca beberapa cerita di dalamnya, sehingga membuat saya ingin lanjut lagi dan lagi–layaknya menyantap camilan sehat yang nikmat–ringan dan membuat kita ingin tambah lagi dan lagi, tanpa membuat kita merasa kekenyangan, tetapi tetap mengandung manfaat yang baik bagi diri kita. Bagi teman-teman yang kurang suka menamatkan suatu bacaan sekali baca, buku ini sangat layak dijadikan 'suplemen' dengan cara membaca satu cerita atau satu bab perhari, karena buku ini berisi 108 buah kisah yang dibagi ke dalam 11 bab yang pada setiap ceritanya dijamin mampu menginspirasi dan membawa pengalaman batin baru.
Berikut salah satu testimoni pembaca yang tercantum di cover depan buku:
Quote:
Ajahn Brahm adalah orang yang bahagia, bijak, dan menginspirasi. Ibu saya, seorang kristiani yang taat, berkata, buku ini bagus sekali; ia membacanya setiap malam sebelum tidur. –Rachel Green, Communication Specialist and Emotional Intelligence Coach
Di samping isi cerita yang menarik, juga terdapat ilustrasi-ilustrasi lucu pada setiap awal bab, seolah menyiratkan bahwa buku ini memang enjoyableuntuk berbagai kalangan. Bahkan dilihat dari sampul dan judulnya saja, buku ini dapat membuat banyak orang penasaran. Pada tahun 2019, di Indonesia buku ini telah terbit pada cetakan ke-40 yang membuktikan bahwa buku ini menarik minat baca banyak masyarakat. Buku dengan judul asal Opening the Door of Your Heart ini juga telah terbit ke dalam 24 bahasa.
Untuk keseluruhan isi buku, rasanya tidak berlebihan jika penerbit memberikan klaim "Garansi 100% uang kembali jika Anda tidak mendapat manfaat dari buku ini". Penilaian yang saya berikan untuk buku ini 9.7/10.
Saya mengingatkan orang Yahudi-Kristiani di antara hadirin saya bahwa kitab mereka mengajarkan untuk "cintailah tetanggamu seperti engkau menyayangi dirimu sendiri". Tidak lebih dari dirimu sendiri dan tidak kurang dari dirimu sendiri, namun setara dengan dirimu sendiri. Itu berarti memperlakukan orang lain seperti halnya kita memperlakukan diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri seperti halnya kita memperlakukan orang lain. (Ajahn Brahm dlm. SCDKK, 2019:45-46)
Kesedihan hanyalah melihat apa yang telah terenggut dari kita. Perayaan hidup adalah menyadari segala berkah yang ada pada kita, dan merasa bersyukur karenanya. (Ajahn Brahm dlm. SCDKK, 2019:276)