Pernahkah mengidolakan sosok pahlawan zaman dulu? Karena jasa, keberaniannya dalam berperang, atau karena perannya? Ya, pahlawan, sering kali diidentikan dengan sosok yang terlibat dalam peperangan, membela kebenaran, dan memberi pengaruh besar dalam kehidupan banyak orang. Pandangan itu tentunya lahir dari sejarah penjajahan masa lampau. Di mana, banyak pahlawan yang rela berkorban demi membela bangsa ini untuk memperjuangkan kemerdekaan, sehingga jasanya akan terus dikenang hingga saat ini sebagai sejarah untuk diwariskan dari generasi ke generasi.
Berbeda dengan zaman modern saat ini, di mana tidak ada lagi penjajahan fisik yang bersenjata. Namun, tidak berarti hilangnya sosok pahlawan masa kini, bukan? Permasalahan yang hadir saat ini dengan dulu tentu saja berbeda. Sekarang, mayoritas orang dituntut untuk bisa berteman baik dengan keadaan. Terutama, kita semua sedang bersama-sama melawan pandemi yang berimbas ke segala penjuru kehidupan ini. Juga menghadapi beragam masalah akibat dari berkembangnya berbagai aspek kehidupan. Baik dari permasalahan sosial, pendidikan, kesehatan, politik, budaya, dan sebagainya.
Berbicara mengenai masalah sosial, tentu bukan hal baru lagi di negara berkembang seperti ibu pertiwi tercinta ini. Mulai dari kenakalan remaja, kemiskinan, pengangguran, pendidikan yang rendah, dan sebagainya. Permasalahan tersebut tercipta dari adanya kesenjangan sosial di masyarakat. Permasalahan seperti pendidikan yang rendah tentu akan menciptakan rantai masalah sosial lainnya. Ada masalah, pasti ada solusi, bukan? Dan solusi hadir melalui tindakan nyata yang dilakukan seseorang.
Agan Sista pasti mempunyai sosok pahlawan pemecah masalah di sekitar Gan Sist, kan? Sama halnya denganku. Aku pun memiliki sosok inspirasi sebagai pahlawan bagi generasi muda di sekitarku. Tindakannya ini memberikan dampak positif dan pengaruh yang baik. Penasaran bagaimana perannya untuk memecahkan masalah sosial? Yuk, simak dan langsung
![Pengusaha Dongkal Sebagai Pahlawan Sosial! Hanya Mencari Laba Atau Menopang Asa?](https://s.kaskus.id/images/2020/11/22/10693475_202011220930510434.png)
Selama
#DiRumahAjaakibat hadirnya pandemi, membuat banyak orang berusaha memutar otak untuk bisa menjaga kestabilan perekonomiannya. Sama halnya dengan sosok inspiratif satu ini. Sejak sekitar 4 bulan yang lalu, dari pagi hingga malam tak henti-hentinya terdengar suara penjual dodongkal keliling di sekitar rumahku. Uniknya, penjual makanan tradisional ini bukan bapak-bapak seperti yang sudah lumrah terjadi. Tetapi, yang menjadi titik perhatian itu karena penjual dodongkal adalah anak-anak dari usia sekitar 4-17 tahun.
Sumber Gambar
Quote:
For your information, dodongkal/dongkal (awug) adalah sejenis kue tradisional Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok jajanan pasar. Dongkal terbuat dari beras yang ditumbuk halus hingga menghasilkan tepung. Kemudian tepung beras yang telah halus diisikan gula aren dan dikukus.
Anak-anak penjual dongkal ini biasanya terdiri dari 1-3 orang. Ada yang bertugas membawa dongkal, kelapa, dan kantung plastik. Pembagian tugasnya disesuaikan dengan usia. Mereka mulai berkeliling saat pagi, menjelang siang, siang, menjelang sore, sore, dan malam hari. Biasanya, mereka diantar dan diturunkan di masing-masing daerah. Dengan suaranya yang lantang dan penuh semangat, anak-anak ini berteriak dengan jargon kebanggaannya: "Dodongkal dongkaaal, dodongkal
haneut. Dongkaaal dongkaaaal, dodongkal
haneut kénéh". Itu diucapkan dalam bahasa Sunda yang jika diartikan menjadi "Dodongkal dongkaaal, dodongkal hangat. Dongkaaal dongkaaaal, dodongkal masih hangat" dengan nada khasnya.
Lirik itu diteriakkan 2-4 kali. Tak jarang memang, aku pun bosan mendengarnya. Tapi, jika mengingat hangatnya dongkal dan kenikmatannya yang disajikan dengan teh hangat di musim hujan seperti saat ini, tentu suara lantang anak-anak itu sangat ditunggu-tunggu. Sehingga, ketika suara menggelegarnya terdengar di dekat gang rumah, tak sedikit tetangga yang memanggilnya, termasuk aku yang pecinta dongkal. Rasa dongkalnya pun tak kalah dengan dongkal di toko-toko. Mereka menjual dengan harga Rp2.000 per potong. Harga yang cukup
worth itmenurutku.
Setiap hari ada sekitar 6 kali anak-anak itu melewati rumahku dan setiap 6 kali keliling itu dilakukan oleh anak-anak yang berbeda. Kemungkinan, agar adil dan merata dalam pemberian peluang kerja dan daerah tempat berjualan. Dalam satu kali keliling dengan waktu yang cukup cepat karena dongkal yang dijual selalu laris manis, masing-masing dari mereka mendapatkan upah sebesar Rp15.000. Terkadang, aku kurang mengerti tentang bagaimana pemilik usaha dongkal ini mendapatkan untung. Karena biasanya satu kotak dongkal sebanyak kurang lebih 40 pcs, dijualkan oleh 3 anak dengan masing-masing upah Rp15.000, sehingga upah lebih besar daripada pendapatan.
Aku berpikir, mungkin ada alasan lain pemilik usaha dongkal ini melakukan model penjualan seperti ini. Aku selalu merasa iba ketika melihat ada anak usia 4 tahun yang menjualkan dongkal ini seorang diri. Ia juga bersusah payah membawa kotak dongkal dagangannya. Sayangnya, aku tak sempat mendokumentasikannya. Aku juga terinspirasi dengan anak sekecil itu yang mau bekerja keras untuk mendapat uang jajan. Mereka, anak-anak penjual dongkal ini tak pernah terlihat merasa malu atau bermalas-malasan dalam menjajakan dongkal yang sudah sangat bersahabat dengan mereka. Dan pemilik usaha dongkal ini adalah Pak Jaja.
Awalnya, sekilas aku berpikir tentang pemilik usaha dongkal ini yang cukup tega memperkerjakan anak-anak. Namun, setelah dipikir lagi, ialah sosok pahlawan sosial. Dengan usaha dongkal yang sudah dirintisnya beberapa bulan lalu, tentu setiap pengusaha ingin usaha yang ditekuninya berkembang. Meskipun, keadaan tidak sepenuhnya menguntungkan. Karena adanya pandemi yang tidak terduga ini. Tetapi, ternyata usahanya tidak sia-sia. Ia mewadahi anak-anak yang kesulitan dalam pembiayaan sekolahnya hingga anak yang putus sekolah untuk bisa menghasilkan uang dari jerih payahnya sendiri.
Tak terbayang, bagaimana nasib anak-anak ini jika dibiarkan tanpa arah. Ya, setidaknya Pak Jaja telah memberi jalan untuk mereka. Daripada berkeliaran tidak jelas yang bisa mengakibatkan kenakalan yang merugikan, keputusan Pak Jaja sangatlah tepat untuk melatih jiwa pekerja keras anak-anak itu. Karena kenakalan anak/remaja dipicu salah satunya oleh rendahnya pendidikan yang berakibat meningkatnya pengangguran dan berdampak kepada kemiskinan yang akan semakin melonjak. Jadi, dengan memberi kesempatan bekerja untuk anak-anak itu, setidaknya Pak Jaja telah meminimalkan permasalahan sosial.
Selain itu, karena diberi jalan untuk mendapatkan uang dengan cara baik juga dapat mencegah mereka untuk bertindak kriminal karena terdesak oleh keadaan ekonomi yang tidak mencukupi untuk hanya sekadar jajan atau sebagainya. Juga untuk melatih mereka menjadi pribadi yang jujur. Karena perlu Agan Sista tahu, giliran keliling berjualan bagi setiap anak paling hanya 1-3 kali sehari. Sehingga, jika hanya mendapat kesempatan satu kali keliling, bisa saja mereka tidak menyetorkan uang dongkal yang dijajakannya dan bisa saja mereka nikmati sendiri tanpa kembali menampakkan diri.
Namun bagusnya, mereka sudah ditanamkan nilai kejujuran, sehingga kejadian tidak bertanggung jawab itu dapat dihindari. Tak hanya jujur, mereka juga dilatih untuk bekerja keras dan pantang menyerah dengan keadaan. Aku pun sering terinspirasi oleh anak-anak itu yang sedari subuh sudah berkeliling menjemput rezeki. Sedangkan, aku masih mengumpulkan nyawa di atas kasur. Alhasil, aku sering terbangun dan semangat untuk memulai hari dan menjadi lebih produktif seperti mereka. Aku pun sering merasa simpati ketika di saat hujan deras, semangat mereka untuk mencari rezeki masih membara melalui jargon dongkal yang mereka suarakan.
Tetapi, kembali lagi bahwa mereka melakukan itu dengan tidak terpaksa. Ada banyak alasan berbeda yang menguatkan bahu mereka untuk tetap kuat mengais rezeki di tengah pandemi. Tak salah, Pak Jaja merangkul mereka untuk bersama-sama mengembangkan usahanya sembari melestarikan jajanan tradisional yang sudah mulai jarang terlihat jika tidak karena usaha Pak Jaja yang mengeksiskan kembali kue lokal ini.
To be honest, jika bukan karena suara lantang mereka yang menggelorakan dodongkal, aku mungkin sudah hampir lupa dengan camilan masa kecilku ini.
Tak dapat dipungkiri, usaha Pak Jaja untuk menghidupkan kembali makanan tradisional Indonesia ini sukses membuat penikmat dongkal membayar kerinduannya untuk camilan manis satu ini. Seiring perkembangan zaman, banyak makanan modern yang sudah diproduksi dan tersebar di seluruh daerah. Sehingga, keberadaan makanan tradisional terancam kurang atau bahkan tidak diminati lagi. Terutama oleh generasi muda. Namun, hal itu dapat diatasi salah satunya oleh usaha yang dirintis Pak Jaja ini. Ia membuat dongkal dapat kembali dikenal oleh anak-anak zaman sekarang. Tidak punah dimakan zaman, tapi kembali lestari sebagai warisan makanan lokal untuk diturunkan ke generasi-generasi berikutnya.
Sudah seminggu ini, penjual dodongkal hanya berkeliling di pagi dan sore hari menjelang magrib. Penjualnya pun sudah jarang anak-anak di bawah usia 10 tahun lagi. Tetapi, digantikan oleh remaja sampai orang yang cukup dewasa. Kemungkinan, anak-anak itu kembali belajar atau istirahat dulu dikarenakan cuaca akhir-akhir ini memang sedang kurang bersahabat. Pak Jaja pun tidak mungkin memperkerjakan anak-anak di cuaca seperti ini. Karena ini bukan kerja paksa, tapi bentuk kerelaan menolong anak-anak yang tidak memiliki pendidikan dan perekonomian keluarga yang cukup.
Oh iya, satu lagi nilai positif yang bisa mereka ambil adalah mereka bisa merasakan bagaimana susahnya mencari uang, sehingga menjadi mengerti dan tidak memaksakan orang tua mereka untuk selalu bisa memberi uang jajan. Anak-anak baik ini pun belajar mandiri ketika perekonomian orang tuanya sedang tidak baik. Menurutku, mental mereka sudah kuat sebelum waktunya. Allah Swt. menolong mereka melalui perantara Pak Jaja yang dengan tulus menopang mereka menjadi pribadi yang lebih baik.
, Pak Jaja dan anak-anak penjual dongkal adalah sosok inspiratif yang benar-benar bisa memengaruhi pikiranku dan memotivasi hidupku. Dari aku yang ketika sedang malas bisa tiba-tiba semangat karena melihat mereka bekerja keras tanpa lelah. Mereka pun memotivasi aku untuk tidak mudah menyerah menghadapi tantangan kehidupan. Juga ketika aku masih bersantai dan melihat anak-anak itu berjualan meski cuaca bertolak belakang dengan keceriaan mereka, seketika mendorongku untuk lebih produktif. Terkadang, aku merasa
yang mereka tebarkan di pagi hari di saat aku masih belum terbangun dari tempat tidur. Tapi, dengan kehadiran mereka, aku bisa mendapat dan merasakan nilai-nilai positif sebagai inspirasi memulai hari.
Pak Jaja ini secara langsung. Karena memang jarak rumahku dengan tempat usahanya yang agak jauh. Akan tetapi, ketika aku membeli dongkal dari anak-anak pemangku harapan itu, aku atau anggota keluargaku yang lain sering kali bertanya seputar hal-hal di atas. Jadi, aku mendapatkan sebagian besar informasi itu dari mereka.
, aku kagum dengan strategi marketing Pak Jaja yang sekaligus meminimalkan permasalahan sosial yang ada. Selain itu, usahanya juga melatih dan membentuk karakter anak-anak itu menjadi lebih baik. Salah satunya menjadi pribadi yang mandiri.
Bagaimana, apakah di lingkungan rumah Agan Sista ada yang rutin berkeliling menjajakan dongkal? Siapa tahu pemilik usahanya adalah orang yang sama😁. Atau justru Agan Sista punya sosok pahlawan inspiratif yang luar biasa memberi energi positif? Kalau ada, aku mau tahu dong😋. Yuk,
ini. Terima kasih sudah berkunjung😄.