sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
4Love: Tentang Patah Hati, Kesetiaan, Obsesi, dan Keteguhan Hati



Quote:


Spoiler for Daftar Bab:


Diubah oleh sandriaflow 01-12-2020 12:11
santinorefre720
blackjavapre354
rizetamayosh295
rizetamayosh295 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
14.5K
134
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
#90
Bab 44: Mawar yang Layu
ARMAN

Arman tahu, beberapa hari ini Melia berusaha menjaga jarak dengan dirinya. Ketika Arman mendekatinya di kelas, Melia mencoba untuk tidak memperhatikan Arman dan memilih menghindar.

Namun, hal itu tidak lama. Semakin lama ia bersikap dingin terhadap Arman, maka diri Melia akan semakin tersiksa. Sebagai bentuk perasaan bersalah, Melia mengajak Arman untuk bertemu di lain waktu. Ada alasan khusus yang membuatnya tidak menepati janji untuk bertemu kemarin. Melia tengah bimbang dengan dirinya sendiri.

Pertemuan kali ini terasa sangat berbeda dibandingkan pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Melia lebih banyak diam. Dia berubah menjadi orang lain yang bukan dirinya.

“Kamu kenapa lagi, Mel? Sikapmu tiba-tiba berubah dingin. Kamu ada masalah denganku?” tanya Arman kepada Melia yang tatapannya sayu.
“Gimana ngomongnya, ya, Man? Ehm…” jawab Melia tanpa berani menatap kedua mata Arman.
“Mungkin ini bukan waktu yang tepat, tetapi aku harus ngomong jujur sama kamu, Mel. Aku tidak mudah jatuh cinta dengan sembarang orang. Aku rasa, kamu adalah orang yang tepat. Aku pengen kita lebih dari teman, Mel,” Arman akhirnya berterus terang tentang perasaan yang selama ini mengusiknya.
“Sebelumnya aku minta maaf, Man. Jujur, aku juga merasakan hal yang sama. Aku suka sama kamu, tetapi takdir sepertinya tidak mengijinkan kita untuk bersama,” balas Melia nada pelan, tetapi kalimat itu terdengar menyakiti Arman.
“Mengapa?”

Tanpa banyak berkata-kata, Melia menunjukkan sebuah cincin yang terpasang cantik di jari manisnya. Seketika itu, mental Arman langsung down. Ia sangat shock dan tidak bisa berpikir jernih.

“Sebentar, kamu jangan bercanda, Mel. Ini semua bohong, kan?” tanya Arman kembali. Ia berharap dugaannya salah.

Melia menggeleng. Ia baru saja bertunangan dengan seorang lelaki yang merupakan anak salah satu teman orang tuanya. Semua memang serba mendadak. Iaa sendiri tidak pernah menyangka bahwa dia akan dipaksa untuk bertunangan dengan seseorang yang baru dia kenal.

Meskipun hatinya masih belum siap, dia terpaksa menerima pertunangan itu atas kehendak kedua orang tuanya. Lagipula, lelaki yang menjadi tunangan Melia merupakan seorang lelaki yang baik dan cukup mapan untuk menjadi pasangan hidup Melia. Kedua orang tuanya hanya menginginkan yang terbaik untuk dia.

“Aku harap kamu paham, Man,” ucapnya.

Arman seperti tersambar petir di siang bolong. Ia diam sejenak karena hatinya saat ini tengah hancur sehancur-hancurnya, menjadi kepingan paling kecil seperti atom-atom yang tak dapat terurai kembali.

“Kamu benar, Mel. Apalah aku yang hanya lelaki biasa. Ya sudah, aku hanya bisa mendoakan kamu bahagia,” ucap Arman lirih.

Sebelum mereka berpisah, Arman memberikan sesuatu yang kemarin sempat lupa dia berikan kepada Melia. Ia berniat benda itu menjadi saksi atas hubungan mereka berdua yang direstui semesta. Sayangnya, semua itu tinggal harapan dan juga kenangan yang pedih untuk diterima.

Melia menerima pemberian Arman, sebuah boneka beruang warna cokelat muda dengan pita warna merah yang terikat manis.

“Terima kasih banyak, ya, Man. Aku doakan kamu segera menemukan orang yang tepat,” ucap Melia.

Melia pun pergi meninggalkan Arman.

Sama seperti kedua sahabatnya yang lain, hubungan Arman kali ini sama-sama kandas. Dia hanya bisa menerima kenyataan yang sejujurnya sangat sulit untuk diterima. Sekali lagi, dia patah hati.
***

Malam ini, tak banyak orang yang ramai lalu lalang. Arman berdiri tepat di dekat pagar besi sebuah jembatan. Kedua tangannya memegang erat sebuket mawar yang layu. Digenggamnya mawar itu erat sembari mengarahkan pandangannya ke arah sungai yang gelap tepat di bawah jembatan tersebut.

Sungai itu mengalir dengan cukup tenang, tetapi sungai itu cukup dalam. Semua orang di sekitar Arman menatapnya dengan heran. Mereka semua mewaspadai gerak-gerik Arman karena takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, semisal Arman yang tiba-tiba nekad terjun bebas ke bawah.

“Woy, ternyata di sini kau rupanya, Man,” ucap Ipul yang sedari tadi khawatir mencarinya. Disusul kemudian Jojo dan Revan yang datang beberapa menit setelah Ipul.
“Maaf, guys. Aku lagi suntuk dan pengen menyendiri,” balas Arman tanpa semangat.
“Hati-hati, Man. Nanti kau malah kesambet,” ucap Jojo spontan.
“Itu apa, Man?” tanya Revan yang sedari tadi heran menatap bingkisan yang dibawa Arman. Ia hanya menduga-duga karena keadaan di sekitar sana cukup remang.
“Ini? Mawar yang sudah layu, seperti perasaanku,” jawab Arman.

Mereka bertiga kemudian menepuk bahu Arman. Sepatah dua patah kata motivasi tak henti-hentinya mereka sampaikan kepada Arman.

“Jadi, kau mau membuang bunga itu di tempat itu sebagai bentuk penghormatan terakhir perasaanmu yang gugur?” tanya Jojo spontan.

“That’s right, Jo. Untuk harapan-harapanku yang sudah layu juga,”

Perlahan, Arman menatap mawar yang telah layu itu dengan lamat-lamat. Air matanya tiba-tiba menetes pelan di kedua pipinya. Dengan segenap keyakinan, Arman melepaskan bunga mawar yang telah layu tersebut dan membiarkannya mengalir terbawa arus sungai.

Bertepatan dengan itu, Arman melepaskan semua harapan-harapan yang dia bawa selama ini. Dia sudah ikhlas melepaskan cintanya yang kandas di tengah perjalanan.
coxi98
coxi98 memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.