sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
4Love: Tentang Patah Hati, Kesetiaan, Obsesi, dan Keteguhan Hati



Quote:


Spoiler for Daftar Bab:


Diubah oleh sandriaflow 01-12-2020 12:11
santinorefre720
blackjavapre354
rizetamayosh295
rizetamayosh295 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
14.5K
134
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
#89
Bab 43: Anggur Merah
REVAN

Seminggu lebih sudah berlalu semenjak bentrok dengan Kevin di bangunan tua itu terjadi. Selama itu pula, Revan merasa bimbang karena tak ada satupun kabar pasti dari Dara. Ia muak karena digantung. Hanya karena seorang gadis, ia merasa harga dirinya terinjak-injak.

Dengan keadaan hati yang gundah itu, Revan mencoba menjalani rutinitas seperti biasa. Namun, ada hal yang tidak berjalan semestinya. Tugas-tugas kuliahnya tidak ia kerjakan secara optimal. Masalah organisasi pun ia hadapi sebisa dia.

Anehnya, Dara tidak datang ke kampus beberapa hari terakhir dan juga bolos rapat organisasi. Revan sudah menyadari bahwa semua itu karena permasalahan pribadi antara mereka.

***

Dua manusia itu terduduk senyap di atas sebuah bangku taman. Tepatnya, di bawah sebuah pohon yang cukup rindang sebagai tempat untuk berteduh.

Usaha keras Revan untuk membujuk Dara agar mereka bisa bertemu akhirnya membuahkan hasil. Wajah Dara tampak sedikit pucat. Sepertinya, ia baru sakit.

“Maaf, Mas. Aku sudah membuat kamu khawatir beberapa hari ini. Harusnya aku memberimu kabar,” ucap Dara mengakui kesalahannya.
“Kamu sakit, Ra? Kenapa kamu nggak ngomong?” tanya Revan dengan nada penuh heran. Gadis manis itu masih tertunduk lesu. Memainkan jari-jarinya karena ia sejatinya ragu.
“Sepertinya, Mas Revan sudah tahu sosok yang pernah kusinggung kemarin,”
“Kevin?” tanya Revan menegaskan. Dara mengangguk.
“Aku ragu dengan diriku sendiri, Mas. Selama ini, aku bingung apakah perasaanku ini benar atau salah. Namun, terus terang aku menganggap kamu ini sebagai seorang kakak yang sangat hangat kepada adiknya,” ucap Dara.

Mendadak, ketenangan Revan memudar pelan-pelan. Emosi pelan-pelan merayapi setiap aliran darahnya. Dengan cepat, Revan mengontrol hal itu agar dia tidak mengeluarkan sumpah serapah kepada orang yang saat ini tengah diajaknya bicara. Ia bukan tipikal orang yang gampang kalah dengan amarah.

“Lalu, kenapa kamu memilih untuk mendekatiku? Kenapa bukan Dio atau lelaki yang lain?” tanya Revan.
“Kebetulan, hanya Mas Revan yang hadir bersamaan dengan momen yang tepat, Jika aku boleh berterus terang lagi, jujur aku masih mencintai orang yang dulu pernah membuat hidupku berwarna. Aku belum bisa membuka hatiku untuk orang lain,”

Revan tak banyak bicara. Pikirannya seketika nge-blank.

“Ehm… maaf, ya, Mas. Aku harus pergi sekarang. Sekali lagi, aku minta maaf sama, Mas. Aku tidak bisa membalas perasaan kamu, Mas. Semoga kamu bisa mendapatkan perempuan yang lebih pantas dariku,” sambungnya lalu pergi meninggalkan Revan yang masih terdiam. Mencoba mencerna perkataan Dara yang terdengar sangat gila.

Ya, detik ini Revan menyadari bahwa dia hanyalah alat pelampiasan Dara untuk menyembuhkan luka hatinya.

***

Suara petir terdengar menggelegar di atas langit. Hujan turun dengan sangat deras. Jalanan lengang. Revan berkendara dengan kencang di bawah guyuran hujan tanpa mantel.

Revan masih terus memacu motornya. Bukan hanya sekali dua kali, ia hampir jatuh karena kurang fokus mengemudi disebabkan oleh aspal jalanan yang agak licin. Ia ingin menyelesaikan satu hal yang masih mengganjal di benaknya. Menemui Kevin.

Di depan gedung kesekretariatan BEM universitas, para mahasiwa terlihat asik berbincang sambil mengamati rintik hujan yang turun. Pandangan mata mereka tiba-tiba tertuju kepada Revan yang basah kuyup diterpa hujan.

Perlahan, ia itu mendekat ke arah mereka. Kini, dia berdiri tepat di depan pintu bangunan tersebut.

“Maaf, Mas. Ada yang bisa kami bantu?” tanya mereka halus.
“Apakah Kevin ada?” tanya Revan tanpa basa-basi.

Salah satu dari mereka spontan langsung memanggil nama tersebut. Perlahan, lelaki berperawakan tinggi tersebut muncul dari balik pintu. Ia kaget ketika mengetahui bahwa Revan sedang mencarinya.

Perkelahian tempo lalu masih menjadi trauma tersendiri bagi Kevin. Oleh sebab itu, ia tampak pucat ketika berhadapan dengan Revan yang menatapnya dengan sorot mata dingin, seperti hendak menghabisinya. Kepalanya dengan cepat memutar otak untuk mencari-cari alasan.

“Jangan lari! Aku hanya ingin bicara empat mata dengan kau,” kata Revan langsung ke inti permasalahan.
“Aku…” balas Kevin ragu. Ia bingung memikirkan kata-kata yang tepat.
“Aku nggak minta banyak. Aku kalah telak dari kamu. Satu hal permintaanku, kau jaga Dara baik-baik. Jangan kecewakan dia lagi!” tukas Revan singkat dengan tatapan seorang pecundang yang terlihat memohon untuk dikasihan.

Belum sempat Kevin membalas perkataan itu, Revan kembali menegaskan kalimatnya dengan mengepalkan tangannya dan mengarahkannya pelan ke dada Kevin. Kepalan tangan itu sebagai sebuah isyarat agar Kevin mau berjanji. Ini bukan sebuah negosiasi, melainkan sebuah kesepakatan mutlak yang harus dia sanggupi.

“Iya, aku janji,” balas Kevin.

Tak perlu menunggu lama-lama, Revan langsung meninggalkan tempat tersebut. Urusannya sudah selesai. Dia tidak ingin menanggung beban ini lama-lama.
***

Hari sudah beranjak malam. Rintik hujan yang turun di atas genting rumah masih terdengar, meskipun tak sederas sore tadi.

Di dalam kamarnya yang tak terlalu luas, Revan menghangatkan dirinya dengan jaket plus selimut. Dihadapannya sudah tersaji sebuah gelas dan juga anggur merah yang masih tersegel rapi pada botolnya. Tak lupa juga, ia menyiapkan rokok seperti biasa. Yang terpenting, dia ingin melupakan semua yang terjadi hari ini dengan cepat.

Sebelum itu, Revan mengirimkan sebuah pesan singkat kepada semua sahabatnya yang mengabarkan bahwa ceritanya telah kandas. Dia kini stress dan ingin melalui malam dengan sebotol anggur untuk melampiaskan semua rasa muak atas hubungannya yang tak sesuai dengan apa yang dia harapkan.

Usai ia mengirimkan pesan itu, satu per satu sahabatnya datang ke rumah Revan. Mereka mencoba menghibur Revan sebisa mungkin, khususnya Jojo yang memang sudah berniat menemani patah hati Revan dengan membantunya menghabiskan botol anggur merah. Berbeda dengan Arman dan Ipul yang malah memberikan kata-kata motivasi.

Keberadaan ketiga sahabatnya, perlahan membuat rasa sakit dan sesak yang menyeruak di dadanya menghilang. Mereka menghabiskan malam ini dengan cara yang agak berbeda dari biasanya. Tidak di warung kopi, tetapi di dalam kamar yang tak terlalu luas.

Mereka begadang semalaman dan mulai memejamkan mata mendekati pagi. Jojo yang awalnya sok-sokan malah terkapar duluan karena terlalu banyak minum hingga membuat kepalanya pusing dan agak mual-mual.
coxi98
coxi98 memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.