Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

amriakhsanAvatar border
TS
amriakhsan
KERIS 13 IBLIS
Quote:





KERIS 13 IBLIS


Quote:


i.


Jujur saja, tangannku membuat tulisan ini bukan karena diriku menginginkan orang orang untuk membaca tulisanku, melainkan ini sebuah perintah yang aku sendiri masih belum paham apa tujuannya. Mungkin memang terdengar seperti orang yang menganggur atau bahkan lebih parahnya lagi tidak bertujuan, namun begitulah adanya. 



Mengetahui kalau hidup ini layaknya sebuah buku catatan memberikanku sedikit gambaran, motivasi untuk membuat hal ini, meski terkadang sejarah itu hanya berlaku bagi orang yang menang. Tidak perlu dipungkiri kalau memang tidak ada salahnya bukan menuliskan sesuatu berdasarkan apa yang kau lihat dan bukan menuliskan sesuatu karena ada sebuah mata pisau bergerak perlahan di lehermu.



Walau disebut tunakarya, aku juga memiliki tugas yang mungkin agak sulit untuk dijelaskan pada banyak orang karena memang pada dasarnya diriku sendiri tidak tahu kejelasan tugas ini sama sekali. Merekamenyebutnya sebuah titah yang harus dan memang ini akan menjadi peran utama pada perjalanan hidup baruku, sebuah era baru. Tugas yang sebenarnya tidak pernah kusangka dan mungkin dapat menjelaskan pertanyaan-pertanyaan diriku di masa kecil. 



Apakah tugas itu sangatlah penting, menurutku tidak sama sekali. Tapi bagi mereka, bagi penerusku, mungkin ini adalah sebuah pelajaran yang tidak boleh dilupakan. Waktunya belajar sejarah.



ii.

 

Dito adalah saudaraku, saudara jauhku tepatnya. Ayahnya membantuku dan membiayaiku dari masa aku kehilangan orang tuaku sejak SMP. Aku jarang sekali berbicara padanya dan mungkin kami bertemu hanya beberapa kali seumur hidupku. Aku tidak begitu ingat tentangnya pada masa kecil, selain ingatan tentang waktu itu kami bertengkar hanya karena masalah berebut mainan.



Akibat terlalu menghilang dari keluarga ini lah yang membuat perubahan mendadak menjadi tembok bagiku untuk semakin mengenal dirinya. Sampai akhirnya tanpa kusadari yang berada di depan mataku saat ini adalah wujud dirinya sekarang sudah layaknya menjadi gumpalan daging yang keras, dimana otot yang besar terlihat sangat tegas berada ada kedua tangannya yang mungkin agak terlalu besar dibanding badannya yang kekar, namun kotak di dadanya tidak terlalu muncul dari kemejanya, terlebihi lengannya sendiri, layaknya gorila memakai baju hanya saja tidak gemuk.




Dengan tubuh yang seperti itu ditambah lagi dengan wajahnya yang aku yakin tidak ada wanita yang menolaknya. Dengan wajah tampan berbentuk bulat agak lonjong, rambut 3 cm terpotong rapi tersisir ke belakang dengan pinggiran tipis, bagian rahang yang tegas dan tipis serta matanya yang bulat berbinar yang menampilkan dirinya sangat berenergi, menampilkan api pada dirinya. Bibir yang agak tipis membuatnya terlihat menjadi penarik wanita paling cepat jika melihat kesempurnaan yang ada pada tubuhnya dan wajahnya.



Namun aku sedikit asing saat melihat sedikit detail noda sayatan yang cukup dalam pada wajahnya dari bagian pangkal hidung mancungnya lalu turun ke bagian  bawah mata kanannya. Kalau yang satu ini aku sulit untuk memasukkannya sebagai bagian yang keren atau malah merusak wajahnya, atau malah menyempurnakannya.



Aku juga ingat bagian yang paling tidak bisa ditolak dari kesempurnaan semuanya adalah jumlah uang yang dimilikinya. Demi Allah, dengan pakaian yang tidak mewah dan sederhana namun rapi, sangat menipu jika  hanya sekedar melihatnya berjalan di antara banyak orang orang kaya yang biasa kulihat. Permasalahannya adalah sifat aslinya yang mengundang masalah, kurang ngajar, dan terlebih kesombongannya itu yang tidak bisa dihiraukan.



Salah satu kebanggannya yang menguatkan rasa sombongnya adalah bisa meneruskan perusahaan ayahnya, yang sebenarnya aku sendiri tidak paham secara detail perusahaan apa ini. Namun yang pasti kuketahui adalah ini seperti perusahaan peralatan elektronik untuk medis atau bisa disebut biotech. Disamping saat masih kecil, aku pernah mencuri dengar saat ayahnya menceritakan sebaran sahamnya pada banyak perusahaan besar di seluruh dunia. Benar benar akalku tidak akan masuk jika memiliki uang dan tanggung jawab sebanyak itu. Semakin melihatnya semakin sadara lama lama sepertinya aku melihat klise drama korea disini, tapi mau bagaimana lagi, dia saudaraku.




ii.




Aku sekarang tinggal di rumahnya. Rumah dengan model layaknya keraton di kota modern ini terlihat sangat kontras dengan halaman hijaunya yang luas, ditumbuhi banyak pepohonan buah buahan hingga bagian belakang rumah yang dipenuhi tumbuh tumbuhan hias seperti bunga dan juga pohon beringin besar. Satu satunya yang ku tidak sukai adalah bagian dalam rumahnya yang memiliki banyak cabang dan lorong dengan bentukan dan terlihat yang sama yaitu perempatan, dengan kayu jati besar menghadap secara vertikal di bagian bawah dan anyaman rotan tebal di atasnya, ornamen elang berjambul kecil terpampang di sudut sudut rumah. 



Bagian terburuknya yaitu yang tidak diberi tanda untuk masing masing ruangan sehingga banyak orang pasti bisa kebingungan dan tersesat di dalam sebuah rumah ini, serta banyak ruangan kosong di dalamnya yang aku sendiri tidak paham kenapa banyak ruangan kosong padahal ia hanya tinggal dengan adik serta ayahnya. AKu sangat yakin keluarganya memang tidak mengharapkan tamu yang datang



Setelah perjalanan membingungkan dan berputar putar, tubuhku menyerah dan berakhir di sebuah balkon rumah, menghadap langsung ke depan pohon rindang dengan daun hijau panjang dan lurus namun ujungnya berkelok kelok, pasti ini daun pohon mangga, mataku berusaha mencari dan akhirnya terfokus dengan mangga kecil yang tumbuh di bagian dahan lain. Menghirup beberapa udara yang tercampur baunya dari daun daun serta getah pohon, diriku sedang duduk di kursi panjang dari baja ringan yang dibentuk menyerupai batang kayu, sambil melihat dan memperhatikan pepohonan yang hijau yang membuat seluruh pandanganku menjadi kabur saat melihat, hal hal yang kurasa ini pernah aku membacanya di suatu buku, namun … satu satunya yang kuingat adalah … ingatanku buruk soal mengingat. 



Lalu disaat seluruh pandanganku sudah buyar layaknya orang mabuk dengan seluruh benda benda hijau di depanku, tubuhku bersandar dan melempar kedua lenganku ke bagian atas sandaran kursi sejajar dengan kepalaku. Namun semua sirna saat suara guliran roda pintu masuk ke telingaku, mengganggu relaksasiku.



Langkah sepatu dari kayu yang berhentakan dengan kayu menghasilkan bunyi ketukan yang khas. Sosok itu berdiri disampingku melihatku sudah tidak berdaya tergeletak diatas kursi tanpa bisa berbuat apa apa, kemudian sejenak mataku mencoba meraih seluruh tenaga yang ada untuk memfokuskan pandanganku kepada sosok besar yang seharusnya kusadari dari awal itu adalah Dito. Dia datang kepadaku dengan dagu sedikit dinaikan ke atas, serta kedua tangan besarnya masuk ke kantong celananya. 



“Hey … kenapa anda bisa terdampar disini,” kata Dito dengan suara yang sedikit bergemuruh.



“Gua awalnya ingin pergi menemuimu bos, tapi gak ketemu ketemu gara gara lorongnya kayak labirin. Abis itu tak coba cari cari sendiri dan … akhirnya tersesat disini,” balasku sambil menyindir rumah sialannya ini.



Dito terkekeh, “Memangnya apa yang ingin anda tanyakan hah?” ucapnya sambil melipat kedua tangannya.



“Toilet.”



“Anda sekarang sedang menatap toilet yang luas, kenapa gak kencing saja sekarang di rumput,” sahutnya.



“Iya ... iya terserahlah,” balasku tanpa memerdulikan perkataannya barusan dengan kembali memalingkan wajahku ke arah dedaunan di pohon.



Dito menurunkan dagunya dan melembutkan sedikit pandangannya. “Karena kebetulan ada disini, saya memiliki satu buah tugas,” serunya.



“Sebenarnya gua lebih suka nganggur seperti ini. Tapi … baiklah.”



“Tugas ini bersifat permanen karena tugas hanya anda yang bisa melakukannya,” jawab Dito dengan nada pelan layaknya orang tua menceramahi anaknya.



mataku menyerngit. “Tugas seperti apa itu sampai bos tidak bisa melakukannya sendiri,” balasku dengan heran sambil kembali menaruh wajahku kearahnya.



“Saya menyuruhmu untuk menuliskan cerita tentang perjalanan hidupmu dari sekarang.”



“CV?”



“Bukan, tapi sebuah narasi untuk menjadi penyambung kisah generasi kita bersaudara,” jawab Dito kali ini dengan nada cukup berat.



“Apa maksudnya dengan kita bos?”



“Saya tidak ingin bercerita panjang lebar sekarang, itu urusan nanti.”



“Eleh … .”



Dito mulai memicingkan matanya dengan tatapan tidak menyenangkan. 



“Jujur bos, gua masih tidak paham sama sekali maksud tugas ini,” balasku dengan heran.



“Saya tidak bisa memberi detailnya sekarang, namun kali ini anda cukup ceritakan perjalanan hidupmu dari waktu yang kau inginkan. Seperti sejak kau lulus SMA ataupun kuliahmu,” jelas Dito.



Mataku berusaha mengalihkan pandangannya ke sebuah pohon selama beberapa saat sambil memikirkan semua kata katanya barusan. “Oke, bakal tak coba, cukup cerita saja kan? tapi jangan berharap banyak dari tulisan anak teknik.”



“Kalau itu tidak masalah. Anggap aja ini tugas anak anak, namun seperti yang  saya bilang tadi. Hanya anda yang bisa melakukannya,” jawab Dito kali ini dengan nada yang puas sambil melempar telunjuknya ke udara.



“Apa semua orang yang datang kesini harus menulis cerita mereka semua?” tanyaku lagi, dengan nada agak serius.



“Tidak … ini spesial,” jawab Dito dengan memejamkan matanya dan menurunkan sedikit dagunya, seperti sedang menahan rasa kesal.



“Baiklah, jadi dimana gua bisa mulai tugas ini?”



Dito merogoh isi sakunya dan mengambil sebuah kartu. ”Ini kunci kamar, tinggal lurus saja dari pintu ini lalu belok kanan hingga ke pokok lorong. Itu kamarmu, disana kau bisa mulai kerjamu,” jelas Dito sambil tangan besarnya kembali masuk ke kantongnya memperbaiki isi saku kosongnya yang keluar.



Aku menarik nafas dalam dalam dan mengeluarkannya dengan perlahan. ”Hanya ini saja kan? Tidak ada batas waktu?” tiba tiba aku terhenti dan berpikir sejenak, sepertinya aku membuat kesalahan dengan menanyakan hal tersebut.



“Tidak …” jawab Dito tampak tidak senang.



“Oke oke bos,” balasku dengan senyum kecil muncul di samping bibirku.



Dito sejenak bergumam. “Menulis itu cumang sebagian dari pekerjaan, sisanya ada lagi besok,” balas Dito kali ini dengan santai dan tidak seserius diawal.



Aku menatap tajam ke arahnya. Sialan kau mengerjaiku.



“Ini belum apa apa,” Ia lalu mengeluarkan tangannya dari sakunya sambil membalikan badannya dan berjalan perlahan pergi dengan suara hentakan sepatu yang cukup keras.


Aku sama sekali tidak paham apa tujuannya namun aku memang tidak tahu harus ngapain lagi.   Aku menarik badanku ke posisi tegap dan mendorong tubuhku yang masih berkunang kunang dengan memasang pondasi kedua lengan ke kursi dan mengambil tenaga berusaha naik dari tidurnya, mengambil konsentrasi, berdiri tegak sambil membusungkan sedikit dadaku, mengambil nafas dan pergi menuju tempat kerjaku.
Polling
0 suara
Karakter mana yang paling berkesan gansis?
Diubah oleh amriakhsan 13-11-2020 23:23
danjau
aripinastiko612
sampeuk
sampeuk dan 13 lainnya memberi reputasi
10
8.3K
46
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.8KAnggota
Tampilkan semua post
amriakhsanAvatar border
TS
amriakhsan
#21
BAB XI


i.

Walau beban dan memar terasa menghinggap di tubuh, tidak ada yang menandingi secangkir teh hangat di malam hari sehabis banjir keringat membawa rasa sakit ini ke masa peredaannya. Suhu tubuh yang terus memanas mencoba terus melawan dinginnya angin malam yang membuat pepohonan menjadi berisik. Tidak ada satupun iringan musik yang menemani kami, entah ada perasaan kehilangan namun yang kuingat hanyalah biasanya malam seperti ini Dito akan menyetel alunan gamelan dan tembang jawa dan menari bersama angin sejuk yang tentu saja terasa sangat berbeda jika orang itu menghilang. Tapi aku sama sekali tidak merindukan orang itu, justru inilah yang kucari, sebuah malam yang tenang.

“Apa sudah selesai menghayalnya?” ucap Ardi sembari menurunkan cangkir tehnya.

Suara tenangnya masuk ke telingaku dan malah merusak pikiranku yang sedang rileks. “Hadeh … jadi gimana katanya?” tanyaku menagih janjinya untuk memberikan infonya saat sudah pulang. Sekaligus jemariku yang kaku kesakitan berjuang menekan layar untuk menelpon si Bos.

“Hola hola … jadi gimana?” sahut Dito dengan lantang.

Suara seseruputan yang riuh rendah mencuat dari bibir Ardi. “Ya … jadi hasilnya nihil.’

“Wew ….”

Mataku melebar mendengar jawabannya itu. ”Seriusan?”

“Ya … begitulah … dia bilang ada beberapa orang asing yang tidak ia kenal datang dan pergi … tapi ia yakin tidak ada hubungannya dengan kau.”

“Terus nama orang yang waktu itu gimana?” tanyaku berusaha mengingat nama orang yang dirujuk Dito sebelum kita pergi.

“Tidak ada … hanya itu saja,” jelas Ardi.

Otot otot wajahku melemas mendengar jawaban yang super mengecewakan itu. “Berarti tadi itu sia sia ya datang kesana,” sesalku sambil kembali mengelus elus kompresan di wajahku.

“Ya tidak juga. Justru itu adalah kabar baik, bisa disimpulkan kalau orang luar yang merencanakan tindakan ini, melainkan orang yang sudah kenal denganku. Masalahnya banyak sekali orang yang kukenal,” terang Dito.

“Ya mengingat mulut setanmu itu, tapi aneh juga kalau orang sakit hati sampai segitunya .... apa kau masih tidak curiga dengan temanmu itu?” cetus Ardi sambli ikut mengira ngira musuh kami.

“Em … justru kecurigaan saya makin bertambah besar … pasalnya dalam seminggu ini, sudah dua orang yang mengalami “kecelakaan” semacam ini, berarti sudah 3 orang yang tewas termasuk saya,” ujar Dito dengan merendahkan nada.

“Apa hubungannya dengan kecelakaanmu?”

“Hubungannya adalah, saya dan dua orang itu adalah pemegang salah satu pemegang saham terbesar di perusahaan kampret itu. Dan saya bisa ambil kesimpulan kalau memang pelakunya tidak lain adalah si baik Gading,” resahnya.

“Motifnya? kalo sampe bisa bilang begitu pasti ada alasan yang jelas, kan?” tanya Ardi sambil menundukan sedikit pandangannya, aku yakin Ardi tahu kalau Dito sedang merahasiakan sesuatu.

“Ya … sebenarnya aneh juga kalau saya merahasiakan ini ke kalian. Mungkin Jaya tidak tahu, jadi saya cerita saja dari awal. Saya dan Gading dulunya adalah teman akrab, kami sekolah bareng dan sampai lulus kuliah juga bareng, hampir tiap malam dulunya kami berantem di tempat itu. Entah alasan apa saya dari dulu merasa lengket dengan orang itu, setelah udah gak jaman adu tojos lagi, kami akhirnya fokus ke usaha masing masing, dia melanjutkan usaha keluarganya dan saya juga begitu.”

“Ya … intinya kalian ini macam saudara … terus sekarang kalian berantem masalah apa sampai bunuh bunuhan?” sosor Ardi.

“Ya kalian tahu kan kalau PT. Sampurna menjalankan bisnis bio medical, ya organ tubuh lah tepatnya. Permasalahannya adalah tiba tiba saja ada beberapa kasus yang membuat kami jadi resah, entah karena kasus orang orang yang mati secara mendadak dan semacamnya. Hal itu membuat semacam konflik internal di sana. Sebenarnya hal itu bisa diperbaiki, tapi orang orang yang menaruh uang disitu tidak senang dengan masalah ini dan secepat mungkin menaikan kembali profit.”

“Kenapa orang orang kaya selalu tidak puas ya padahal uangnya sudah banyak begitu?” seketika kalimat itu muncul dari mulutku.

“Jujur saja Jaya, saya juga tidak senang kehilangan uang. Dalam kondisi begitu, akhirnya kami para pemegang saham tertinggi mengadakan rapat tertutup, membahas masalah tersebut.”

Kemudian semuanya menjadi hening, suara Dito hilang, lalu muncul suara hentakan beling dari speaker telepon. ”Awalnya semua berjalan dengan melakukan perubahan perubahan kecil untuk menaikan dan memperbaiki nama perusahaan, sampai akhirnya ada seseorang yang memberikan usulan di luar perkiraan. Apa kalian bisa tebak?”

“Dito … kami sedang serius disini, jangan mengulur waktu.” cibir Ardi.

“Ok ok bos … santai sedikit lah …. Jadi pria itu mengusulkan untuk menjual produk kami sebagai senjata militer.”

Kalimat tersebut langsung menarik perhatianku. “Wow … keren juga, tapi jual tangan sama jual kaki ke tentara emang logis juga sih,” ujarku.

Dito bergumam sejenak. “Masalahnya kita jual sepaket.”

Aku dan Ardi tersentak kaget mendengar jawaban Dito, Ardi sampai memiringkan sedikit kepalanya, mengerutkan bibirnya.

“Maksudnya utuh satu badan begitu?” Ardi memastikan.

“Ya jual orang tepatnya. JANGAN ADA YANG KETAWA,” sontak Dito berteriak sendiri. “Kami menyebutnya tentara sintetis or … Synthetic Soldier. Keren bukan?” ucapnya dengan bangga.

Kening Ardi mengkerut, wajahnya memasam, kali ini semakin resah mendengar kata kata Dito barusan. “Jadi intinya … kau dan kumpulanmu itu juga setuju dengan ide manusia yang kau buat ke militer, lalu kalian membuatnya?”

Dito bergumam mengiakan.

“Terus apa hubungannya dengan “Drama Pembunuhan” ini?”

Suara orang itu hilang, hening beberapa saat tidak menjawab pertanyaan Ardi barusan. Memang ceritanya sama sekali tidak berhubungan dengan pembegalan yang ia alami, dan aku juga tidak paham kenapa dia malah cerita masalah manusia buatan. Kalau memang seperti di film film, maka ada orang yang menjadi dalangnya dan ….

“Jadi ada salah satu dari orang orang itu yang menggunakan manusia buatan dan ingin mengendalikan semuanya sendiri dengan cara membunuh pemegang saham yang tidak setuju …. ya kan, Bos?”

Suara tawa terbahak bahak yang kencang mengguncang lubang speaker. “Harusnya anda memberi sedikit waktu lagi untuk Ardi jawab, lu nanti bisa liat jidatnya ada pembuluh darah yang mengalir deras.”

Ardi membungkuk, menghela nafas. “Padahal kematian sudah dekat, tapi kau masih saja tidak bisa serius.”

“Seenggaknya sekarang saya bisa membuat plot twist ke orang orang nanti, pasti sangat seru ngeliat reaksi orang yang ngirim iblis itu kalau sebenernya paket dia belum selesai diterima,” ujar Dito dengan kembali tertawa puas.

“Sudah ketawanya … sekarang rencananya,” timpalnya Ardi.

“Oke oke bos serius … tentu saja sekarang waktunya bisnis, langsung intinya … Ada 13 orang pemegang saham terbesar dengan beberapa diantaranya ada yang setuju dan beberapa orang tidak setuju akan usulan ini. Lalu tiga orang ini termasuk saya mungkin akan dieliminasikan oleh pelaku ini, dan kalian berdua akan kuberi tugas untuk mengamankan sisa orang tersebut, berapa sisanya “bapak serius” …?” Ejek Dito dengan nada melengking.

“Sudah cepetan.”

“9 orang harus kalian “lindungi” dan jangan sampai tewas, karena jika ia tewas maka sahamnya akan diwariskan ke anaknya dan … keluarganya yang masa bodo dengan konflik perusahaan ini akan setuju setuju saja bukan … maka itu akan menjadi jalan pintas untuk target kita. Paham?”

Aku dan Ardi mengiakannya, walau aku tidak tahu Ardi paham atau tidak.

“Saya juga sudah melakukan prediksi waktu dimana si pengirim akan mengirim paketnya ke target, walaupun tidak begitu akurat masalah jamnya, tapi saya bisa mencoba mengeruk info dan mendapatkan urutan calon targetnya. Kalian hanya perlu datang ke rumah target dan sisanya Nadya yang akan menelpon target dan menjelaskan semuanya.”

Tiba tiba otakku merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam rencana gilanya ini. “Tunggu dulu … tadi lu bilang ada 13 orang, lalu sekarang sisa 9, dan kita harus melindungi 9 orang itu. Tapi diantara 9 orang ini, kita tidak tahu siapa yang dipihak kita bukan begitu bos?” paparku mengungkap keganjilan tersebut.

“Itu lah yang menjadi masalahnya … saya sendiri tidak tahu siapa yang melakukan hal ini.”

“Bukannya sudah jelas kalau pengirimnya itu yang pasti orang yang pertama kali mengusulkan,” potong Ardi sambil mengacungkan telunjuknya ke udara.

“Sebenarnya saya tidak ingin sepakat, tapi benar juga. Namun mengingat pada akhirnya kita semua setuju untuk melakukan projek ini, maka semua orang memiliki kesempatan yang sama, dan kalau dipikir pikir, orang orang ini hanya berorientasi uang, maka tidak heran jika mereka bisa saling bunuh untuk memonopoli keuntungan.”

Mataku seketika melebar memikirkan sesuatu lagi yang aneh. “Eh …. Kalau kita tidak tahu siapa yang mengirim, apa berarti ini misi bunuh diri? Lalu bagaimana dengan temanmu sang founder perusahaan itu. Apa kita bisa percaya atau tidak?”

Dito bergumam, kemudian muncul suara menggeram dari speaker, terdengar juga sepercik kata kata yang kurang jelas, kata kata kotor sepertinya. “Ini yang menjadi masalah utama, dia datang ke pemakamanku dan saat bicara dengan Nadya, dia sama sekali tidak membahas atau menyinggung masalah ini, bahkan sampai sekarang. Justru dari kedua belas orang tadi, beberapa diantaranya malah ada yang menelepon Nadya untuk segera menjual saham itu.” Jelas Dito

Wajah Ardi memerah, otot pipinya naik dengan bibir mengkerut. “Sangat disayangkan orang yang kita lindungi malah bersikap ingin sekali dibunuh, apa tidak ada cara lain?”

Dito menghela napas. “Sayang sekali, saya sudah memikirkan ini seminggu penuh dan kalau memang project ini 90% sudah kelar, maka tidak akan mustahil jika kita akan melihat berita peperangan dan pembunuhan dimana mana. Membunuh juga bisa sangat mudah dilakukan oleh orang berduit dan orang orang kecil pasti tidak akan bisa berbuat apa apa, ini sama saja seperti punya tentara pribadi di rumah. Aku harap kalian berdua paham betul yang saya maksud. TERUTAMA LU ARDI.”

“Ya intinya kau tinggal bilang kapan dan kami berdua akan berangkat, setidaknya setelah ini kau bisa memberi kita info tentang makhluk ini,” ungkap Ardi.

“Satu satunya info yang saya tahu adalah saat “Setan” itu mengira saya mati. Sepertinya ada batasan batasan layaknya sebuah robot dan karena seperti robot, kau tidak bisa merasakan hawa kehidupan darinya,” jelasnya menceritakan kembali pengalaman buruknya itu. “Yak kalau begitu sudah waktunya kalian istirahat,” ucap Dito mengakhiri percakapan kami.

Penyakit kebanyakan mikirku seketika langsung kambuh. Sangat aneh sekali dulunya aku yang tidak ingin hidup lama lama, yang selalu berpikir suicidal malah sekarang bisa menjalani hidup dengan enak, dan keluarga ini malah kembali membawaku pada perasaan maut itu lagi. Tidak heran, tidak sedikitpun takut, hanya saja mungkin ini aku berpikir kalau sekarang bukan waktu yang tepat untuk mati, dan semoga saja tidak akan terjadi apa apa saat kami melakukan tugas ini.

nalaadikara777
simounlebon
simounlebon dan nalaadikara777 memberi reputasi
2
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.