- Beranda
- Stories from the Heart
KALAGENDA | RITUAL
...
TS
re.dear
KALAGENDA | RITUAL
Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
INDEX:
1.1.Kang Adul Ojol: Resto Fiktif
1.2.Mang Ian Warung: Singkong Bakar
1.3.Bang Herul Akik: Lembur
1.4.Teh Yuyun: Pesugihan Janin
===============================
Mitaku Malang, Mitaku Kenang
1.5.Mang Ian Warung: Kupu-Kupu Malam
1.6.Kang Adul Ojol: "Offline aja mbak."
1.7.Teh Yuyun: Susuk Nyai
===============================
1.8.Bang Herul Akik: Cici Cantik
1.9.Kang Adul Ojol: Ayu Ting Ting
1.10.Bang Herul Akik: Mess Sial
===============================
Kala Bermula
1.11.Kang Adul Ojol: Harum
1.12.Kang Adul Ojol: Cicak
1.13.Teh Yuyun: Akhir Awal
===============================
1.14.Mang Ian Warung; Bayawak
1.15.Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [I]
1.16. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [II]
1.17. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [III]
===============================
KONFRONTASI
1.18. Teh Yuyun: Tumbal
1.19. Teh Yuyun: Kunjungan
1.20. Teh Yuyun: Getih Laris
===============================
1.21. Kang Adul Ojol: Petaka Hamil Tua
1.22. Mang Ian Warung: Puputon [I]
1.23. Mang Ian Warung: Puputon [II]
1.24. Mang Ian Warung: Puputon [III]
===============================
BAHLA
1.25. Teh Yuyun: Rega [I]
1.26. Teh Yuyun: Rega [II]
1.27. Teh Yuyun: Rega [III]
===============================
1.28. Mang Ian Warung: Panon
1.29. Bang Herul Akik; No.19
TALAMBONG JARIAN
1.30. Citraghati [I]
1.31. Citraghati [II]
1.32. Citraghati [III]
1.33. Dalak Natih [I]
1.34. Dalak Natih [II]
1.35. Purwayiksa [I]
1.36. Purwayiksa [II]
1.37. Purwayiksa [III]
1.38.
=====SARANANDANG=====
1.39. Kara
1.40. Vijaya (I)
1.41. Vijaya (II)
1.42. Vijaya (III)
1.43. Kusuma Han (I)
1.44. Kusuma Han (II)
1.45. Sang Bakul (I)
1.46. Sang Bakul (II)
1.47. Pathilaga
1.48. Hieum
1.49. EPILOG SEASON 1
Chapter: MANTRA
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
INDEX
2.1. Prolog Mantra
2.2. Asih
2.3. Delman
2.4. Kaki Kiri
Santet
2.5. Tideuha Murak Pawon [I]
2.6. Tideuha Murak Pawon [II]
2.7. Bebegig
2.8. Mancing
Babak Pertama Pangkur
2.9. Tepak Hiji
2.10. Tepak Dua
2.11. Tepak Tilu
2.12. The Artefact
2.13. Pangkur: Maludra
2.14. Pangkur: Maludra (2)
2.15. Pangkur: Durma
2.16. The Unexpected One
2.17. Sastra Jingga
2.18. Socakaca
2.19. Calung Durma
2.20. Hanaca Raka
2.21. Hanaca Rayi
2.22. Sarangka Leungit
2.23. Mega Ceurik
2.24. Lumayung Mendung
2.25. Pangkur: Juru Demung (I)
2.26. pangkur: Juru Demung (II)
2.27. Aksara Pura
2.28. Tarung Aksara
2.29. Adinda Adjining Sanggah
2.30. Teh Tawar
2.31. Fleuron: Back Stage
Antawirya
2.32. Para Jaga Loka
2.33. Adarakisa
2.34. Niskala Eka Chakra
2.35. Rengga Wirahma
2.36. Astacala
2.37. Cantaka
2.38. Léngkah Kadua
~oOo~
2.39. Pelatihan Neraka
2.40. Anyaranta
Quote:
WARNING!!
Cerita ini mempunyai komposisi sebagai berikut:
> 70% FIKSI
> 25% GOOGLING
> 4% NANYA ORANG
> 0,9% KEBOHONGAN MURNI
> 0,1% KENYATAAN YANG MASIH DIRAGUKAN KEBENARANNYA
Dengan demikian, penulis harap kebijaksanaannya. Apabila terjadi kesamaan dalam penokohan, alur, latar belakang, artinya hanya ada 3 kemungkinan:
1. Kejadian itu kebetulan benar terjadi.
2. Pengalaman agan mainstream.
3. Karya saya yang terlalu biasa.
Happy reading!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Spoiler for REFERENSI::
Diubah oleh re.dear 01-07-2021 00:18
arieaduh dan 74 lainnya memberi reputasi
65
95K
Kutip
2.3K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
re.dear
#508
2.9. Tepak Hiji

'Gerakan pertama dari pembalasan adalah persiapan yang matang.'

'Gerakan pertama dari pembalasan adalah persiapan yang matang.'
Jar, Bebegig jadi-jadian yang sebelumnya pernah saya bermimpi tentangnya membuat keresahan yang menganggu.
Selama ini, apa yang saya lihat adalah apa yang diperlihatkan oleh Ratih atau Ayi. Dan tidak pernah sekalipun diluar itu, kecuali hanya bunga tidur tanpa arti apapun.
Cepat atau lambat, saya perlu untuk membicarakan hal ini pada mereka dan mencari jawaban.
Spoiler for Karena akan setidak-masuk-akal bagaimanapun kehidupan di sekitar saya, saya masih ingin dan akan tetap mempertahankan sisi kemanusiaan saya sendiri. Biarpun lemah dan banyak batasan, tapi justru hal itu yang membentuk serta mempertahankan saya sebagai seorang manusia.:
Di sebuah ruangan asing terlihat 10 orang duduk melingkari meja. 9 orang dari mereka memakai pakaian formal dengan jas hitam dan dasi merah.
1 orang yang menjadi pusat perhatian memakai pangsi serba hitam. Rambut kriting panjangnya dibiarkan menggantung. Yudha!
"Apakah kita harus tetap berdiam diri Ki? Sementara setiap bulannya satu usaha kami musnah."
Seseorang yang paling pendek diantara mereka membuka diskusi.
"Memang masih banyak usaha yang berjalan, namun kami yakin lambat laun pada akhirnya hal ini tidak dapat ditangani lagi."
Seseorang yang lain yang mempunyai janggut dan kumis berwarna putih mencoba menyambung percakapan orang yang sebelumnya.
"Apalagi sasarannya selalu 'pusat' dari sumber inti yang Aki bangun. Kita harus mulai mengambil keseriusan dalam menyikapinya."
Seseorang yang lebih muda dari yang pertama namun wibawa di sekitarnya cukup kental.
"Aku tak terlalu peduli dengan hal itu, selama tumbal yang dibutuhkan olehku dapat dipenuhi setiap bulan masih terus berjalan."
Yudha angkat bicara.
"Kita akan melihat lebih lama bagaimana tikus itu bergerak. Jangan gegabah dan tetap perhatikan setiap langkahnya."
Meskipun kali ini Yudha yang masih bicara, namun suaranya terdengar serak dan berat.
"Maaf, apakah Aki yakin Aswatama akan terus bertahan dari gangguannya?"
Seorang wanita dengan dandanan tebal kini angkat bicara.
"Aku adalah makhluk abadi, selama aku hidup selama itu pula Aswatama akan terus berjaya. Kau meragukanku Nira?!"
Suara Yudha yang serak membentak wanita itu.
"Ampun ki, bukan saya bermaksud demikian."
Nira membungkuk dari tempatnya duduk.
"Apakah kita perlu untuk mengawasi orang itu setiap saat? Kita bisa menyewa seseorang yang mampu melakukan itu."
Wanita cantik yang lebih muda dari Nira memberi saran.
"Dari tempatmu, apakah ada orang yang mempunyai kualifikasi untuk melakukannya Diar?"
Orang pendek yang bicara pertama kali memastikan hal yang ia maksud.
"Aku mengelola badan usaha berupa tenaga pengamanan swasta. Berbeda denganmu yang mengelola tempat hiburan, jelas dariku banyak orang yang mempunyai kualifikasi dalam mencapai tujuanku, berhenti meremehkanku cebol!"
Dengan ketus Diar menjawab orang itu.
"Cih!"
Si cebol hanya berdecak tanpa bisa membalas.
"Saran Diar masuk akal, aku menyetujuinya. Yang lain bagaimana?"
Seorang lelaki berumur 40 tahun dengan bekas luka dilehernya mendukung Diar.
"Aku setuju"
"Kami juga."
"Aku tak masalah."
"Itu bagus."
Masing-masing dari mereka yang banyak diam hanya berkata seperlunya.
"Bagaimana Ki?"
Diar yang mempunyai ide bertanya pendapat Yudha.
"Lakukan apa yang menurutmu perlu."
Suara serak Yudha bicara.
"Aku menunggu hasilnya."
Suara Yudha yang biasa terdengar.
Setelah itu, seiring Yudha yang berdiri. Semua orang juga berdiri dan membungkuk padanya.
Sebelum Yudha keluar dari ruangan, serentak kesembilan orang bergumam.
'Untuk Aswatama, demi Ki Ageng Kala, untuk kita semua.'
~oOo~
~oOo~
Aku terbangun dengan gelisah tepat saat adzan subuh berkumandang. Tanpa Ayi, tanpa bantuan Ratih, aku seperti melihat pada orang-orang yang mereka berdua tuju.
Singkat cerita kulalui hari itu dengan cepat, mimpiku semalam menganggu konsentrasiku. Setelah menghubungi Ratih, akhirnya kami sepakat bertemu di salahsatu kafe yang tak jauh dari tempatku bekerja.
Sesaat setelah kami bertemu, tanpa menunda, aku segera menceritakan mimpiku pada mereka.
"Apa mungkin jejak pertarungan besar teh Yuyun yang terakhir ya?"
Ratih memikirkan hal ini cukup serius.
"Bisa jadi pandanganmu tertinggal di salahsatu celah dimensi saat Yuyun memanggil Hyang Pura."
Ayi angkat bicara tanpa melepaskan maskernya.
"Bukankah hal ini gawat?"
Perasaanku berkecamuk.
"Aku gak bisa mastiin. Tapi kayaknya kalo cuma mimpi doang gak apa-apa dah."
Ratih mencoba mencerna.
"Jika kau hidup di kerajaanku dulu, kau pasti akan jadi seorang peramal."
Ayi membandingkan.
"Ngga ngga, stop bandingin jaman ini sama jaman dulu."
Aku menyanggah hal itu.
"Tapi jujur aku penasaran sama orang yang mantau kita."
Ratih membicarakan Diar.
"Kita bereskan dia dulu jika begitu."
Suara serak Ayi terdengar menyeramkan.
"Padahal aku ingin bermain dengan si cebol."
Ratih merenggut.
"Dan menempatkan si Re dalam bahaya? Kau gila? Wanita itu cukup cerdas jika aku boleh berkata. Saat kita bergerak, ada kemungkinan dia akan mendekati Re, dan saat itu terjadi semuanya akan rumit. Aku benci hal-hal yang rumit."
Ayi menjelaskan dengan nada tinggi.
Tak pernah sekalipun kubayangkan bahwa keterlibatanku dalam hal ini akan membawa dampak buruk pada keselamatan keluargaku.
"Aku mengerti, kita harus menjauhkan hal-hal yang mengancam orang di sekitar kita terlebih dahulu."
Ratih akhirnya menyetujui.
"Aku menunggu informasi lain darimu, peramal."
Ayi berkata dengan terkekeh lalu mereka berdua meninggalkanku.
Aku menyandarkan tubuhku, melihat keatas dan berfikir.
'Apakah ini hal yang bagus?'
Beberapa hari kemudian, saat bulan purnama menggantung sempurna.
Sebuah gedung dengan 5 lantai dijaga ketat oleh beberapa petugas keamanan. Aswatama Mobile Force atau lebih dikenal dengan AMF. Sebuah perusahaan keamanan nasional swasta yang menyalurkan tenaga kemanan untuk perusahaan-perusahaan besar.
Ratih terlihat menyelinap melalui tembok belakang, tato rajah di kakinya bercahaya hijau tepat saat ia melompati tembok setinggi 3 meter dengan mudah.
"Hindari pertarungan yang sia-sia."
Ratih berbisik sendiri.
Aku kebingungan dan mencari dimana keberadaan Ayi.
Yang kulihat di samping Ratih adalah kucing hitam kecil dengan senyum yang khas.
Ratih juga terlihat membawa semacam boneka kayu seukuran orang dewasa tanpa kaki di punggungnya.
Jar? Sepertinya Ratih mengubah tampilannya. Jika boleh kukomentari, terlihat lebih bersih meski baju yang dikenakannya masih lusuh. Namun setidaknya tangan Jar lebih detail, dan lilitan tali masih dipertahankan di kedua tangannya.
"Langsung ke lantai lima."
Kucing kecil hitam itu bicara.
"Oke."
Ratih menurunkan Jar.
"Jar, kita mulai."
Ratih memberi perintah.
Jar mulai melayang dan terbang terlebih dahulu.
Lagi-lagi tato rajah di kedua kaki Ratih bercahaya hijau, kemudian ia berlari menaiki dinding dengan cepat.
Sementara Ayi merubah tubuhnya menjadi asap dan mengikuti mereka berdua.
Jendela lantai 5 tampaknya dapat dibuka dari dalam. Ayi masuk duluan melalui celah-celah kecil jendelanya, dan dengan mudah membukanya dari dalam.
Disusul Jar dan Ratih yang melompat masuk menyusul Ayi.
Ruangan besar yang terlihat seperti ruangan arsip terpampang didepan mereka.
"Diar di ruangan seberang."
Ayi berujar setelah matanya berubah menjadi hijau.
"Jar, buka pintu itu diam-diam."
Ratih memerintahkan.
Jar melayang menuju pintu, menempelkan jarinya sebentar di lubang kunci lalu membukanya dengan lancar.
Ayi menengok sebentar keluar dengan wujud asapnya. Lalu asap hitam itu membentuk tangan dan memberi isyarat untuk maju pada Ratih.
Ratih keluar ruangan, sebuah lorong panjang menyamping terlihat. Ruangan seberang dengan tulisan 'Direktur' menggantung menjadi tujuan.
Ratih mengetuk pintunya dengan pelan.
"Siapa?"
Suara wanita terdengar dari dalam.
Ratih tak menjawab dan mengetuk lagi.
"Iya siapa?"
Wanita itu bertanya namun masih belum membuka pintu.
Ratih kembali mengetuk dan membuat wanita yang didalam kesal.
"Kalo ditanya itu jawab!"
Wanita itu terpancing dan membuka pintunya.
Dengan cepat, Ayi masuk lalu merubah tubuhnya menjadi dirinya dan membekapnya di belakang sambil membawa wanita itu berjalan mundur.
"Jar, jaga disini. Lumpuhkan siapapun yang mendekat, tapi jangan membunuh. Paham?"
Ratih memberi perintah dan Jar sepertinya mengerti, ia mengangguk.
Tubuh Jar seperti terduduk persis di samping pintu.
"Kita perlu bicara, nyonya."
Ratih kemudian masuk dan menutup kembali pintunya.
"Silahkan duduk dan buat dirimu nyaman."
Ayi melepaskan wanita itu dan berjalan menjauh menuju sudut ruangan.
Wanita itu menoleh ke arah Ayi dengan kaget ia menutup mulutnya dengan telapak tangan seolah tak percaya bahwa ia melihat dirinya sendiri disana.
"Tolong duduk."
Ratih menyuruhnya duduk di sebuah sofa yang ada di ruangan itu.
Wanita itu menurut dengan takut.
"Pertanyaan pertama, siapa aku?"
Ratih bertanya sambil duduk di seberang wanita itu.
"Ra.. Ratih."
Jawabnya tergagap.
"Pertanyaan kedua, siapa kamu?"
Ratih dengan dingin bertanya sambil mengeluarkan pisaunya dari balik jaket yang ia kenakan.
"Di.. Diar."
Wanita itu menjawab lagi.
Sebelum Ratih meneruskan, ia melihat ke arah Ayi.
"Dia bukan boneka tanah milik Yudha."
Ayi berkata seperti mengerti apa yang Ratih maksud.
"Sebutkan tiga nama yang berhubungan denganku!"
Ratih kembali menanyakan padanya.
"Dinda dan kamu ... Sejauh itu yang aku ketahui."
Diar menjawab dengan suara pelan.
"huff aku lega."
Ayi melemaskan tubuhnya dan duduk di kursi putar belakang meja dengan papan nama 'Direktur' diatasnya.
"Kau akan ... Membunuhku?"
Diar bertanya dengan takut.
"Tergantung jawabanmu."
Ratih menjawab dengan datar.
"A.. aku akan menjawab semuanya."
Diar dengan cepat membalas pernyataan Dinda.
"Dimana Ki Kala?"
Ratih bertanya dengan nada yang mengancam.
"Terakhir kali ka.. kami bertemu di hotel AT daerah LB 4 hari lalu."
Diar menjawab.
"Aku ulangi, Dimana Ki Kala sekarang?"
Ratih kembali bertanya dengan nada yang sama.
"A.. aku tak tahu, aku berani bersumpah aku tak tahu."
Diar menjawab dengan tergagap dan cepat.
"Sebutkan alasannya, dan kenapa aku tidak harus membunuhmu saat ini juga?"
Ratih dengan tegas kembali bertanya.
"Ka .. kami jarang bertemu, biasanya sa .. saat bertemu hanya untuk membahas hal yang penting. I .. itupun lokasi selalu berubah."
Diar menjawab tergagap.
Ratih terdiam, dia menyandarkan tubuhnya dan memijat dahinya, frustasi.
"Lalu apa yang kau dapat?"
Ratih bertanya tanpa mengubah posisinya.
Diar tak langsung menjawab, tubuhnya mengejang sebentar. Matanya berubah menjadi putih seluruhnya.
"ini!"
Diar melompat ke arah Ratih, duduk diatasnya, lalu menahan kedua tangan Ratih dengan cengkeramannya, lalu ia memuntahkan sesuatu berwarna merah ke wajah Ratih.
Ayi dengan cepat mendekati mereka, membungkam mulut Diar dan melemparkannya ke belakang.
"Kau tak apa?"
Ayi bertanya kondisi Ratih.
"Hanya beberapa tetes."
Ratih membersihkan pipinya dengan lengan jaket.
Diar yang terlempar belum bangun, muntahannya menggenangi lantai dimana mereka berdiri.
"Darah?"
Ratih memperhatikan cairan itu.
Saat cairan itu menyentuh Ratih yang kini berdiri, cairannya menggumpal lalu seperti merayap keatas dari kaki Ratih.
Ratih yang kaget mencoba menyingkirkan cairan aneh itu dari kakinya, namun entah mengapa tubuhnya mulai lemas dan dia pada akhirnya terjatuh.
Sebelum tubuhnya jatuh terkulai, ia berlari menjauhi cairan itu menuju dinding di samping pintu. Ratih terduduk disana, darah mulai keluar dari hidung, mata, telinga dan mulutnya.
"Cih! Merepotkan!"
Ayi mencekik Diar dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
Jendela depan ia buka bermaksud menjatuhkan Diar dari sana.
Namun tangan Diar dengan kuat mencengkram Ayi hingga membuatnya kesulitan. Kini terlihat tangan Diar mengeluarkan darah dari pori-porinya dan hal itu seperti mengunci tangan Ayi dengan dirinya.
Ayi segera menariknya masuk kembali, dan mengantamkan Diar ke dinding atau lantai berkali-kali. Seperti tak terjadi apa-apa, jangankan terlepas, terluka saja tidak.
"Sebenarnya, kau itu apa?!"
Ayi dengan kesal merubah tangannya menjadi bara api sebelum menghantamkan Diar lagi berkali-kali.
Berhasil, darah beku yang mengunci tangan Ayi kini meleleh dan membuat Diar terlepas. Ayi lalu melemparkannya ke atas.
Saat tubuh Diar jatuh dan mencapai lantai, ia dengan cepat merangkak menuju Ratih.
"khekhekhe.."
Diar lalu mencekik Ratih dan mengunci lehernya sama seperti apa yang ia lakukan pada Ayi.
Ayi terdiam tak bergerak, membiarkan Ratih dicekik Diar.
"Kau salah langkah, jalang!"
Kedua tato rajah di tangan Ratih berubah warna menjadi perak, lalu dengan mudah Ratih menghujamkannya tepat di perut Diar hingga menembus ke belakang tubuhnya.
"Heugh?"
Suara Diar tertahan karena tubuhnya tertembus lengan Ratih.
Dengan usaha terakhirnya, semua darah yang menempel di kedua tangan Ratih membeku dan menguncinya.
"Dia mati?"
Ratih bertanya pada Ayi.
"Sepertinya begitu."
Ayi mendekati mereka dan memeriksa denyut nadi di leher Diar.
"Bisa kau lepaskan aku?"
Ratih bertanya sambil berusaha menarik tangannya namun sia-sia.
"Keraskan tanganmu dan tahan ini."
Ayi menempelkan telapak tangannya di punggung Diar.
Tangan Ayi kemudian menyala merah dengan api yang keluar dan menjilati punggung itu selama beberapa saat.
Setelah darah Diar mencair, barulah tangan Ratih dapat ditarik keluar. Begitupun cekikan tangan Diar di lehernya, Ayi melakukan hal yang sama.
"Beruntung kita melakukannya diam-diam."
Ratih kemudian berdiri.
"Bagaimana tubuhmu?"
Ayi bertanya mengingat apa yang terjadi pada Ratih tadi.
"Sepertinya kembali normal setelah dia mati."
Ratih menggerakkan tubuhnya untuk memeriksa.
"Kita perlu menyampaikan pesan atau masih bersembunyi?"
Ayi bertanya sambil mengambil tubuh Diar.
"Selama lokasi ki Kala masih belum ditemukan, kita tidak boleh bergerak sembarangan."
Ratih berjalan menuju pisaunya, lalu mencari sesuatu di balik lemari di sudut ruangan.
"Baiklah."
Ayi mengerti lalu tangan dan kaki mayat Diar di tekuk sedemikian rupa.
"Kau bawa dia keluar, pakai mobilnya, kita akan bertemu di jalan CT yang jaraknya tak terlalu jauh dari sini."
Ratih berkata sambil meletakkan koper besar di samping tubuh Diar.
"Kau ada ide akan dibuang kemana?"
Ayi mengangkat mayat Diar dan memasukkannya kedalam koper.
"Kita perlu menguburnya, di kebun teh daerah CR."
Ratih menjawab dengan pasti.
"Satu lagi, mobilnya perlu kita jual untuk menghilangkan jejak."
Ujar Ratih menyambungkan perkataannya.
"Artinya aku harus ada dalam wujud ini sampai semua jejaknya hilang?"
Ayi memastikan.
"Yap, kau benar."
Ratih berjalan menuju genangan darah bekas Diar, mengangkat salahsatu sofanya dan menarik karpetnya keluar.
Karpet itu ia gunakan untuk menutup genangan darah tadi.
Ratih lalu berjalan menuju meja membuka lacinya satu persatu, ia terlihat mengantongi beberapa barang.
Lalu parfum yang ia temukan, ia tumpahkan seluruh isinya diatas karpet tadi.
"Aku benci menjadi wanita, kau tahu?"
Ayi mengeluh saat melihat Ratih melakukan semua itu.
"Hanya sampai besok sore paling lambat, aku jamin mobil itu akan terjual dengan cepat."
Ratih menaruh kembali botol parfum yang sudah kosong di laci meja.
"Baiklah, tapi ini yang terakhir aku menjadi wanita."
Ayi menyanggupi.
"Beres! Akan kuatur rencananya lain kali."
Ratih berujar dan membuka pintu.
Saat mereka keluar, terlihat beberapa pria berotot terkapar di sepanjang lorong. Hanya satu yang masih berdiri diantara mereka semua.
Ratih dengan cepat mengedarkan pandangannya mencari boneka kayu, Jar.
Boneka kayunya rusak, tangannya terlepas dan tubuhnya retak.
"Jar?"
Ratih mencoba memanggil orang itu.
Pria yang dipanggil berbalik, matanya putih seluruhnya seperti milik Diar tadi.
Ia lalu mengangguk, mengambil tubuh kayunya dan mengangkatnya untuk diperlihatkan pada Ratih.
"Karena rusak, kau merasuki dia?"
Ratih mencoba memastikan.
Orang itu mengangguk lagi.
"Kau yakin akan menyelesaikan ini dengan diam-diam?"
Ayi bertanya saat melihat beberapa orang yang terkapar itu.
"Jangan bicara lagi, kita teruskan rencananya kita. Biarkan saja mereka."
Ratih berkata dengan kesal ke arah jendela dan melompat keluar dari sana.
"Hadeuh, kamu bereskan semua ini. Masukkan mereka ke ruangan tadi dan kunci pintunya. Setelah selesai, kamu ikut ke mobil."
Ayi memerintahnya.
Jar mengangguk, lalu menyeret 4 orang sekaligus. Sementara Ayi terus turun. Mereka menyelesaikan rencana yang tidak sempurna itu sebaik mungkin.
Dan jangan harap hasilnya berakhir baik.
Diubah oleh re.dear 11-11-2020 01:02
japraha47 dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Kutip
Balas
Tutup