Namaku Amelia, anak ke 2 dari lima bersaudara. Keluarga kami terbilang sederhana. Mengandalkan sepetak sawah garapan untuk sumber penghasilan. Kakakku yang pertama sudah menikah, dan hidup sendiri dengan istrinya. Tetapi masih satu desa. Tinggallah kami berempat di rumah.
Keluarga kami adalah keluarga yang harmonis, saling menyayangi walau hidup sederhana. Saling peduli satu dengan lainnya.
Bahagia sekai punya keluarga seperti ini. Walau hidup kami tidak berlebih, tidak ada hape mewah. Tidak punya akun medsos untuk pamer makanan atau jalan-jalan. Bagi kami, itu tidak penting. Canda tawa seisi rumah adalah kebahagiaan diatas segala-galanya bagi kami.

Aku sudah lulus dari SMA, dan sekarang membantu kegiatan sehari-hari bapak dan ibu ke sawah. Aku dan adik-adikku terbiasa membantu pekerjaan bapak di sawah. Kegiatan yang ringan saja.

" Nduk....awakmu saiki wes lulus sekolah toh...opo ra pengen lungo menyang kuto..kerjo"
Bapak bertanya sambil menikmati makan siang di gubuk sawah.
Semilir angin terasa sejuk,walau saat ini siang bolong. Desa kami ada di kaki gunung. Hamparan sawah menghijau seperti permadani. Tenang, jauh dari hiruk pikuk. Bagi kami, menikmati pemandangan indah dan makan seadanya sudah sangat bahagia. Tanpa harus dipamerkan di medsos.

"..mboten pa'e..kulo mboten purun budhal nyang kuto..mriki mawon..."

"Tapi yo eman-eman nduk, awakmu yo wes lulus SMA..koncomu podo lungo kerjo nyang kuto.."

"..njeh pa'e..."
Aku iyakan saja ucapan bapak. Nggak mau pusing membahas masalah ini.

Pada umumnya, memang setelah lulus sekolah pemuda-pemudi dari desa ini merantau ke kota-kota besar. Seperti Surabaya yang terdekat, atau Jakarta. Aku sendiri punya keluarga dari Budhe ku di Surabaya. Mereka membuka usaha rumah makan. Budheku jauh lebih kaya daripada bapak yang seorang petani sederhana.Seumur hidup, aku beserta kakak dan adik-adikku jarang sekali bertemu atau silaturrahim dengan Budheku, hanya sesekali waktu aku SMP. Karena mereka lebih memandang bahwa kami bertamu kerumahnya tak lebih dari orang yang mau minta sumbangan. Orang yang patut dikasihani. Itulah kenapa, kami jarang sekali bertemu mereka.