Kaskus

Story

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dwyzelloAvatar border
TS
dwyzello
Mistikus Cinta Di Tanah Kalimantan
Mistikus Cinta Di Tanah Kalimantan

pict source : google search


*****

"Braaaaaak!" Suara pintu ruang staff tiba - tiba terdengar mengaduh, membuat para karyawan seisi ruangan tampak terkejut.


"Pak Doni! Pak Doni! Gawat Pak!" teriak seseorang pendobrak pintu, dengan seragam mekanik yang sudah bercampur keringat itu. Seketika semua pandangan tertuju ke arah Suryo, yang tengah berlari meneriaki namaku itu dengan wajah gelisahnya.


"Kenapa, Sur? Ada kendala apa di lapangan? Saya baru mau ke sana lo?" tanyaku setengah kebingungan melihat raut wajahnya.


"Adit ... Adit ngamuk, Pak!" ungkapnya gugup seraya menunjuk ke arah workshop.


"Kenapa? Berantem?" Aku pun mulai terhunus emosi mendengar penuturan Suryo yang belum jelas arahnya itu.


"Bu ... bukan, Pak! Dia kesurupan!"


"Gimana bisa? Dimana Adit sekarang?" sergahku kepadanya.


"Di workshop bawah, Pak! Sekarang masih ditahan sama mekanik lain!"


Suasana ruang staff di siang bolong yang biasanya hening, tiba - tiba berubah menjadi riuh. Beberapa karyawan tampak berdiri dari meja kerjanya untuk menyaksikan huru - hara yang tengah terjadi. Beberapa ada yang mengintip dari jendela, beberapa ada yang ikut turun bersamaku menuju ke workshop.


Kesurupan di siang bolong? Argh! Benar - benar suatu hal yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Sejauh ini, baru kali ini aku menemukan kejadian seperti ini di tambang.
Dan mengapa juga terjadi saat Bos sedang cuti? Dimana saat ini, akulah supervisor yang ditunjuk sebagai penanggung jawab sementara. Sedangkan supervisor lain sedang berada di lapangan.


Aku pun segera menuruni tangga, diikuti Suryo di belakangku. Dengan tergesa, kutarik paksa sepatu safety dari raknya hingga menggulingkan sepatu lain di sebelahnya. Pikiranku berkecamuk, memikirkan nasib para mekanik itu.


Mataku terbelalak melihat Aditya yang tengah meraung - raung layaknya kucing sedang bertengkar itu. Kedua tangan dan kakinya kini tengah ditahan oleh empat orang mekanik yang sudah terlihat letih.


Kuteguk air liurku menyaksikan adegan ini. Perasaan bingung pun melanda, harus kuapakan Aditya agar ia bisa berhenti kesurupan? Haruskah kupanggil orang pintar? Aaargh! Tak banyak waktu! Haruskah dibacakan ayat suci alqur'an? Aaargh! Aku juga tak yakin, bacaanku saja tak lancar.


"Suryo, ambil air di ember, lalu siramkan ke badannya!" seruku tanpa berpikir panjang, karena itulah yang sedang lewat di pikiranku secara tiba - tiba.
Suryo segera menuruti perintahku dengan dibantu oleh karyawan lainnya.


"Byaaaaaaar!" Suara dentuman beberapa ember air, kini tengah mengguyur badan kurus Aditya. Suara teriakannya seketika menjadi senyap. Badannya nampak gemetaran, bibirnya membiru, dan lambat laun matanya pun terpejam.


"Adit pingsan!" teriak Muklas, salah satu mekanik yang sedari tadi membantu menahan amukan Aditya.


"Oke, Bawa Adit sementara ke mushola dulu ya, paralel saya hubungi petugas kesehatan tambang. Selagi menunggu, kita gantikan baju Adit yang basah," pintaku kepada mereka.


"Yang lainnya, mohon kembali ke tempat kerja, pastikan tetap tenang ya!" ujarku kepada karyawan lain yang telah menonton kejadian tadi.


Semuanya pun akhirnya berpencar satu demi satu, untuk kembali ke ruang kerja masing - masing. Sedangkan sisanya membantuku membopong badan Aditya yang basah karena terguyur oleh air, menuju ke mushola kantor.


"Pak Doni pancen josss! Baru ngeh kalau kucing takutnya sama air. Setan jenis kucing ternyata takut sama air juga ya, Pak! Hehe," celetuk Suryo dengan senyum nyengirnya.


"Hmmm ... mandormu gitu lho!" balasku menanggapi candaan Suryo seraya tertawa dalam hati.
Ah, sungguh kebetulan yang berguna.


*****

Jalan tambang kini sudah mulai diterangi oleh lampu - lampu jalanan, pertanda bahwa hari sudah menggelap. Inilah saatnya bagi para buruh tambang untuk berganti shift. Para karyawan pun mengantre untuk melakukan check lock, lalu memakai tas ranselnya kembali, mengenakan helm, rompi dan sepatu safetynya untuk naik ke dalam bus khusus antar jemput karyawan. Syukurlah, sepertinya persoalan yang menimpa Aditya tidak berefek buruk terhadap kinerja team service hari ini.


"Bisnya udah berangkat, Pak?" tanya Muklas yang tengah tergopoh - gopoh pasca melaksanakan sholat magrib.


"Sudah baru aja, kamu bareng saya aja, yok!" tawarku kepadanya yang ketinggalan bus karyawan.


"Inggih, ulun ikut Pian lah!"
(Oke, saya ikut Bapak kalau begitu!)


Mobil LV yang kunaiki bersama Muklas pun berderu menyusuri jalan tambang yang mulus nan berkelok - kelok itu. Sebuah hasil karya tangan manusia yang dibantu oleh mesin yang disebut alat berat itu, telah berhasil menyulap hutan di salah satu wilayah Kalimantan Timur, menjadi lahan pertambangan batu - bara.


"Muklas, gimana ceritanya kok si Adit bisa begitu?" tanyaku memulai obrolan kepada Muklas, sembari terus berkonsentrasi menyetir.


"Gini na, Pak. Kita kan dari lapangan mau balik ke workshop. Tiba - tiba di dalam mobil, si Adit nyakar - nyakar kaca mobil sambil bepandir kada jelas gitu, pang. Untung udah dekat workshop, jadi ya abis turun, langsung kita pegangin itu si Adit. Soalnya gawat na Pak, dia hampir lempar besi tua ke kita orang!" jelas Muklas dengan gaya bicara khas Banjarnya.


Aku pun hanya bisa menggeleng - gelengkan kepala. Sungguh bahaya juga membiarkan orang yang kesetanan seperti itu. Bisa - bisa banyak korban pecah kepala karenanya.


"Si Adit selama di lapangan ngelamun apa gimana?" tanyaku penasaran.


"Ya kaya biasanya pang! Cuman di mobil tadi tiba - tiba begitu. Lagian ini hari pertama kerja si Adit abis cuti lamaran, Masak iya baru pertama kerja udah capek! Ini na, foto lamarannya, Pak!" imbuh Muklas seraya menunjukkan foto profil whatsapp Aditya dengan calon tunangannya itu.


"Loh? Bukannya si Adit mau nikah sama Anita? Makanya Anita resign kan?" tanyaku keheranan setelah melihat calon isteri Aditya bukanlah Anita, mantan Admin service yang menjadi primadona seantero tambang di site ini.


"Umaaaaaailah! Bapak ketinggalan gosip!" teriak Muklas seraya menertawaiku.


"Kampret kamu, Klas!" tukasku kesal dengan ledekannya itu.


"Adit udah putus sama Anita, Pak! Ternyata pang, si Adit di Jawa udah punya pacar! Anita jadi yang kedua aja di sini, abis itu Anita diputusin, terus Adit ngelamar pacarnya yang di Jawa. Gitu ai ceritanya. Macam - macam memang si Adit sama keponakan kepala adat!"


"Aaaish! Kurang ajar memang si Adit. Cewek bening gitu dimainin!" gumamku ikut - ikutan kesal kepada Adit.


"Eh tapi, Pak! Ulun ada info lagi. Ada yang aneh sebelum si Adit ngamuk. Cuman ini rahasia kita ya, Pak!" Muklas mulai menatapku dengan serius.


"Hmm ... ulun ini kan urang asli Kalimantan, memang harus hati - hati soal perilaku terutama bagi pendatang, apalagi ... soal main hati perempuan gitu nah. Eeng ... jadi ... gini, Pak! Tadi ulun liat si Adit ..." Muklas tiba - tiba memotong bicaranya, ia tampak kikuk untuk meneruskan ceritanya.


"Si Adit kenapa?"


"Itu ... aduh, gimana bilangnya ya," ujar Muklas yang tampak menahan tawa.


"Pilih cerita, apa nggak aku acc lemburanmu?" sahutku seraya memencet klakson karena hendak menyalip sebuah bus yang tengah berderu di depan mobil LV yang kami tumpangi.


"Ampun ... ampun Pak! Anu ... Ini menyangkut soal sensitif, Pak!" kata Muklas dengan nada berbisik.


"Maksudnya?"


"Itu na, burung si Adit!"


"Hah? Burung?"


*****

Bersambung..

Next
Diubah oleh dwyzello 17-11-2020 11:48
prabulayang
tien212700
bukhorigan
bukhorigan dan 36 lainnya memberi reputasi
35
12.9K
269
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32KThread44.9KAnggota
Tampilkan semua post
dwyzelloAvatar border
TS
dwyzello
#32
Part 8
Mistikus Cinta Di Tanah Kalimantan

Source : pinterest


*****

Deru motor Anita lambat laun semakin terdengar lirih meninggalkan halaman rumahku. Sungguh tak mungkin rasanya gadis sebaik itu, tega mengirimkan sihir mengerikan kepada Aditya.
Tapi ... Ah, masa bodoh lah dengan ini semua. Waktu pulang adalah saat terbaik untuk mengistirahatkan otak dan tubuhku.


Seperti biasa, Dewi menyambutku dengan senyum dan salam hangatnya. Akhir - akhir ini, Dewi tampak lebih sehat dan ceria dari sebelumnya. Mual dan muntahnya pun juga sudah berkurang.


"Dek, itu daun nanasnya diganti baru kah?" tanyaku tak sengaja melihat lubang ventilasi yang diselipkan sapu lidi dan daun nanas itu.


"Ho'oh, Mas. Anita tadi yang bawakan, soalnya daun nanas yang sebelumnya udah kering," paparnya dengan penuh antusias.


"Emang buat apaan sih pasang - pasang gituan, Dek?" tanyaku lagi seraya mencopoti kaus kakiku.


"Emm ... kata Anita ini salah satu ihtiar perlindungan biar Adek nggak diganggu, Mas. Katanya kaya gituan nggak suka sama benda lancip - lancip," imbuhnya dengan suara sedikit berbisik.


"Oalah ... yayayaya, terus itu kenapa di jempol kakimu diiket - iket gitu?" Aku hanya bisa geleng - geleng kepala melihat hal - hal yang dikenakan istriku itu.


"Ssssssttt! Ini juga saran dari Anita, Mas. Katanya kalau ibu hamil di Kalimantan, wajib pakai cincin benang hitam dengan lilitan jumlah ganjil, Mas. Supaya nggak digangguin sama Hantu Baranak. Adek juga nggak pernah absen bawa ini lho!" ujarnya sembari menunjukkan bulu landak yang ia cabut dari ikatan rambutnya itu.


(Hantu Baranak = Sundel Bolong)



Kubalas penjelasannya dengan tersenyum dan menganggukkan kepalaku. Apapun itu, semoga kehamilan Dewi bisa selamat sampai proses persalinan nanti.


"Terus kalau nanti pulang ke Solo, kita kan harus nyebrang selat, Mas. Kata Anita, kita juga harus bawa telur ayam kampung buat dicemplungin ke air laut terus..."


"Wes, wes, Dek. Dicatet aja semua petuah dari Anita ya. Pokoknya Mas nurut aja, selama Adek sehat. Mas mau mandi dulu," potongku yang jujur semakin pening dengan segala tetek - bengek yang dilontarkan istriku itu.


Kalimantan ... oh Kalimantan, tanah yang begitu banyak menyuguhkan misteri.


*****

"Hah? Resign?" gumamku terkejut saat aku sedang menghadap Manajer Site tambang, di perusahaan tempat bekerjaku itu.


"Iya, Don, baru saja dikirimkan Aditya ke saya pagi tadi lewat e-mail." jelas Pak Beni kepadaku.


"Ah ... yawis kalau memang begitu, Pak. Semoga keputusan yang diambil Aditya ini, adalah keputusan terbaik yang ia pilih. Kalau begitu, saya permisi kembali ke kantor service," pamitku kepada beliau.


"Oke, lanjut."


Aku pun berbalik meninggalkan ruangan Pak Beni yang dinginnya minta ampun itu. Segera kuturuni tangga dan menyapa para karyawan yang ada di lantai bawah di kantor utama.


Ah, ternyata usahaku sedikit sia - sia. Padahal, tujuan utamaku menemui Pak Beni adalah untuk meminta dispensasi kerja kepada Aditya, agar ia pergi berobat dalam rangka menyembuhkan dirinya yang sedang sakit itu. Siapa tahu, dari pihak manajemen bisa mengusahakan dana untuk pengobatannya juga. Namun ternyata, Aditya memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya.


Entah kenapa ada rasa sesak di dalam dada mengenai keputusan Aditya ini. Jujur, Aditya adalah salah satu mekanik muda yang paling cekatan dalam hal pekerjaan. Dia adalah sosok yang menyenangkan dan supel. Tak heran, jika Anita terpikat oleh pesonanya itu, meskipun dari segi tampang dan jabatan, Aditya tak ada apa - apanya jika dibandingkan diriku. Ah, dasar aku ... yang selalu kelewat percaya diri!


Kututup perlahan pintu kantor utama, lalu bergegas menaiki mobil LV, untuk kembali menyusuri tanah tambang yang menjadi sumber penghasilanku ini.


*****

Sore ini, aku sengaja izin pulang kerja lebih awal dari sebelumnya. Tak ada hal lain kecuali ingin menyapa Aditya untuk yang terakhir kalinya di tanah ini. Sebenarnya, perpisahan Aditya diadakan malam ini oleh rekan - rekannya di mess. Namun, melihat kondisi Dewi yang tak bisa ditinggal sendirian di malam hari, terpaksa aku harus mencuri start sebelum Aditya benar - benar pergi meninggalkan tanah Kalimantan.


"Dit? Posisi?" tanyaku kepadanya lewat sambungan udara itu.


"Eh, saya di kamar, Pak. Apa info?" jawabnya terdengar sopan sekali.


"Keluar sini, tak tunggu di depan mess E," pintaku yang tengah duduk di teras mess khusus mekanik itu.


Tak lama menunggu, Aditya pun muncul dengan mengenakan kaos family gathering perusahaan di tahun lalu itu. Wajahnya nampak lesu dan terlihat begitu terbebani.


"Pak!" sapanya dengan senyum getir yang dipaksakan itu.


"Lagi nggak sibuk to, Dit? Ngobrol dulu sebentar boleh?"


"Enjeh, Pak," jawabnya seraya ikut duduk di sebelahku.


"Dit, kamu yakin mau resign?" Kutatap serius matanya yang nampak kosong itu. Aditya hanya membalasku dengan menganggukkan kepalanya.


"Fiuhh! Aku turut sedih dengan apa yang menimpamu, Dit. Lalu? Apa rencanamu setelah resign? Adikmu sudah lulus SMA?"


Jujur, aku sedikit banyak sudah tahu perihal kondisi keluarga Aditya yang selama ini telah menjadi tulang punggung bagi keluarganya itu. Ibunya membesarkan Aditya seorang diri bersama dengan adiknya yang saat ini ia biayai sekolahnya.


Aku tahu, karena aku sudah cukup dekat dengan Aditya. Tak hanya Aditya, beberapa mekanik pun juga banyak yang sering berkeluh kesah denganku. Ya, karena aku adalah seorang mandor. Semakin banyak membangun kedekatan dengan para mekanik, maka akan semakin memudahkan pekerjaanku di dunia tambang ini.


Adit hanya terdiam. Sepertinya, ia memiliki beban pikiran yang sangat sulit untuk diungkapkan. Ah, sungguh rumit sekali nasibmu, Nak!


"Dit, maaf kalau aku lancang. Aku yakin kamu pasti tahu siapa yang berbuat begini kepadamu, jadi ... gimana kalau kamu menemui orang itu? Selesaikan masalahmu baik - baik, Dit," ungkapku berusaha memilah kalimat terbaik agar tidak menyinggungnya dengan tanganku yang berusaha menepuk - nepuk bahunya perlahan.


Adit menghela napas panjang sembari menahan air mata lelakinya itu.

"Saya ... sudah berusaha menemuinya. Tapi ... nggak pernah berhasil, Pak!" ujarnya yang akhirnya meluluhkan bulir bening di matanya itu.


Kupijat - pijat bahunya perlahan dan berusaha memberikan kesempatan kepadanya untuk berbicara.


"Orang itu adalah a ... a ... Anita, Pak." paparnya lirih yang seketika membuat dadaku bergemuruh.


"Gendeng!" desisku yang serasa ditimbun batu seberat satu ton itu.


*****

Bersambung...


Next
Diubah oleh dwyzello 02-11-2020 21:31
andrian0509
arip1992
nunuahmad
nunuahmad dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.