Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

deandrawiraAvatar border
TS
deandrawira
MUSHOLA DI UJUNG PASAR


"Neng, jangan lepasin tangan Mamah ya," pesan Mama saat kami turun dari angkot dan masuk ke dalam pasar.

Saya masih kelas tiga SD saat itu, selalu ikut jika Mama belanja ke pasar, bukan karena ingin jajan. Tapi buat saya pasar adalah tempat paling seru. Dimana orang saling berteriak, tanpa ada satupun yang marah. Heheh, iyalah mereka kan jualan.

Pasar cibeber, adalah satu satunya pasar di desa kami. Disini pasar tidak beroperasi setiap hari, tapi hanya dua kali dalam seminggu, yakni rabu dan sabtu saja. Konon zaman dahulu hari pasar bergilir agar pedagang dan warga kampung tetap punya waktu untuk pergi kesawah, ladang, dan beberapa pesantren yang mengadakan pengajian rutin.

"bawang, bawang, bawang, dua rebua,"
Kulihat tukang bawang itu sibuk mengoceh sambil melayani pembeli dan mengantongi bawang setelah ditimbang.

"Cabe, cabe, cabe bu, murah murah murah"
Sahutan tukang cabe tak kalah suaranya.

Sesekali suara mereka gemuruh diiringi gelak tawa saat gadis berbaju merah melintas.

" mampir atuhhh neng, mampir,"
Goda mereka.

Begitulah ramainya pasar, belum lagi tukang panci, piring, dan perabot rumah tangga yang tak kalah heboh nya. Membuat para ibu ibu penasaran dan membeli satu dua barang yang dianggap murah meriah tersebut.
" parabot, parabot, parabotan ibu.... "begitu suara khas mereka.

Selain mengamati keramaian pasar, entahlah sejak dulu saya selalu penasaran dengan kegiatan yang ada diujung kios dekat mushola kumuh itu.
Lapak yang selalu ramai, musik dangdut yang tak berhenti, beberapa orang seperti berjoget, kulihat juga lelaki muda dengan tahi lalat di dagu mencekik botol, lalu sesekali meminumnya sambil terkekeh. Entah apa yang dia tertawakan.

Saat mataku asyik melihat mereka berjoget, tiba tiba salah satu dari mereka mengamuk, hanya karena salah satu dari mereka mabuk berat dan tak sengaja menginjak kaki.

Perkelahian pun tak bisa dielakkan, lelaki yang tengah mencekik botol tadi memukul salah satu temannya dengan botol yang sebelumnya ia pecahkan dulu ujungnya, dihantamnya kepala itu sampai bercucuran darah.

Seisi pasar pun ramai berteriak, istigfar terdengar dari ujung ke ujung. Kejadian itu jelas sekali. Beberapa pedagang berhamburan, ada yang menolong korban, adapula yang memegangi lelaki pemukul botol itu.
Dalam keadaan mabuk mereka hanya mengoceh tak jelas.

------->>>
26 tahun kemudian, tepatnya hari ini saya masuk ke pasar ini lagi. Susunan yang sudah amat berubah. Lebih tertata, lumayan bersih dan teratur. Toko dan lapak yang tersusun rapi, sayur, buah dan daging tak lagi bersatu, mereka punya lorong masing masing.

Hanya kondisi penjual saja yang masih nampak sama, hampir rata rata dari mereka bertelanjang dada, berkeringat, entah mereka sudah tak lagi mencium kecut bau ketiak atau justru mereka sendiri yang sudah tak punya rasa ketiak yang tercium dari orang lain.

Sengaja berkeliling melewati lapak dulu tempat mamah membeli ikan pindang favorite kami. Ah, abangnya sudah tak kukenal, gumamku.

Teringat bayangan pemukulan dipojok pasar, segera kucari mushola kecil itu, seperti ada rindu untuk melihat mushola itu.

Pemandangan yang selalu melekat diingatan, dulu ketika adzan berkumandang, mereka seolah tuli, gelak kopi dangdut khas lapak tuak yang tak memperdulikan suara adzan membuat saya teriris.

Lelaki pencekik botol itu tengah jadi apa sekarang ya? Masihkah ia dalam penjara? Gumamku.

Mushola ini nampak sudah lumayan full renovasi sepertinya, keramik, dinding, serta mimbar yang cantik. Sungguh, bahagia sekali. Rupanya orang orang pasar tengah sadar dan perduli dengan mushola kumuh ini.

Kulepas sepatu, berniat untuk berwudhu karena tak lama lagi waktu sholat tiba.
Kutengok jam dinding cantik dengan ukiran kayu jati menempel di dinding, ah masih 15 menit lagi.

Kulihat lelaki tua yang tengah bersiap mengisi shaf depan. Wajahnya bersih, matanya bulat, janggutnya basah. Lelaki itu menyimpan tongkatnya di ujung mimbar.

Oh, beliau imamnya, fikirku.
Eh, tapi... Segera kuingat wajah lelaki yang mencekik botol 26 tahun lalu.

Tahi lalat yang tak merubah raut wajahnya membuat saya ingat betul. Imam mushola yang sedang kuamati ini adalah beliau.

Berkali kali kuyakinkan diri, maasya Allah ternyata benar. Lelaki pencekik botol itu, ah...
Benarlah sayyidina Umar bin khattab pernah mengatakan bahwa :
" Orang yang berdosa dimasa lalu bisa jadi adalah orang yg sholih di masa depan"


Versi youtube:
Like and subscribe ya



Terima kasih.
Diubah oleh deandrawira 30-09-2020 15:49
bauplunk
pipitt4492
tien212700
tien212700 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
1.2K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
arip1992Avatar border
arip1992
#4
Cibeber cianjur kah?
dewars12yo
nomorelies
vegasigitp
vegasigitp dan 4 lainnya memberi reputasi
-3
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.