Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
321K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#1104
Sosok Dibelakangku






"Semua ini belum berakhir, tunggulah pembalasanku."


Kalimat itu terus menerus terngiang di kepalaku. aku selalu mencoba untuk tidak mengindahkan segala pikiran buruk ketika aku mengingat perkataan Sukirman itu.


Padahal jujur, aku sudah memutuskan untuk memaafkan segala tingkah dan perbuatannya. Karena menurutku, dia sudah mendapatkan apa yang pantas untuknya.


*




Hari itu, setelah aku dan istriku pulang dari pabrik, aku lalu berangkat bekerja seperti biasanya.

Tak lupa aku juga memberikan beberapa pesan kepada istriku sebelum aku berangkat kerja.


"Hari ini bunda coba hubungin teman bunda, bilang kalau misalkan besok bisa enggak untuk lanjutin interview yang kemarin," kataku kepada istriku sebelum berangkat.


"Iya, yah. Nanti coba bunda mau kabarin teman bunda lagi. Kira-kira lowongannya masih ada apa nggak," jawab istriku.


"Mudah-mudahan masih ada ya sayang. Semoga itu rezeki bunda yang sudah Allah persiapkan," kataku membesarkan hati istriku.


Dan setelah itu, akupun berangkat seperti biasanya.


Siang dan sore hari tidak ada kejadian yang aneh, bahkan sampai aku pulang ke rumah lagi, tidak ada yang aneh sama sekali. 


Semuanya berjalan lancar dan normal seperti pada umumnya. Tidak ada lagi perasaan was-was dan takut.


Tapi, meskipun semua keadaan menjadi tenang kembali. Entah kenapa di dalam hatiku tersimpan sebuah perasaan dan juga keyakinan, bahwa semua ketenangan ini adalah palsu. Dan suatu saat nanti, akan terjadi sesuatu yang besar yang akan mengganggu kami lagi.


"Mudah-mudahan perasaanku ini salah ya Allah,"ucapku setiap kali perasaan itu muncul.


Hari Selasa pagi.


Setelah semalam istriku mendapatkan kabar dari temannya bawa posisi untuknya masih ada, bahkan kedatangannya sedang ditunggu-tunggu oleh bosnya, aku berangkat mengantarkan istriku untuk interview sekitar pukul 8 pagi. 


Sesampainya di depan pabrik yang kami tuju, istriku ku tinggalkan di sana. Karena aku juga harus berangkat kerja. 


"Nanti bunda pulang naik ojek online aja ya," kata istriku waktu itu.


Akupun mengangguk.


Hari itu, aku terus-menerus berdoa agar istriku lolos interview dan bisa masuk di pabrik tersebut.


Dan saat dzuhur, istriku menyampaikan kabar gembira, bahwa mulai besok istriku sudah bisa bekerja langsung di pabrik.
emoticon-Spanyolemoticon-Swissemoticon-Inggrisemoticon-Kroasia


"Alhamdulillah...," Ucapku setelah mendengarkan berita gembira dari istriku.


"Memang, setelah ada kesulitan pasti ada kemudahan," ujarku sambil mengingat sebuah ayat di Alquran.


Hari Rabu

Semua masih berjalan normal, tenang dan damai. Aku dan istriku berangkat bekerja dengan biasa. Kami, perlahan-lahan mulai bisa melupakan kejadian kejadian kemarin.


Dan pada hari itu, istriku mengajak serta Diki, adik angkat kami, untuk ikut melamar kerja dipabrik itu. Karena kebetulan, dari pihak pabrik, memang sedang membutuhkan tenaga kerja yang kerjaannya dikuasai dengan baik oleh Diki.


Kamis...


Semuanya juga tampak baik-baik saja di saat kami berangkat bekerja. 


Kini, istriku berangkat kerja dengan berboncengan motor bersama Diki. Ya, Diki juga akhirnya diterima dipabrik itu sebagai anak sepray.


Namun, kejadian yang sudah aku duga tapi terus aku sangkal, akhirnya mulai terjadi.


Hal ini terjadi ketika Kamis malam, atau malam Jumat.


Istriku, meskipun baru bekerja beberapa hari, tapi karena dia memiliki posisi yang cukup tinggi dipabrik, akhirnya mendapatkan tugas luar kota pertamanya. 


"Ayah, bunda nanti pagi sekitar jam 3 subuh harus tugas luar ke Sukabumi," kata istriku malam itu sepulangnya bekerja.


Aku sedikit terheran-heran, karena secepat itu istriku dipercaya untuk mengurus sebuah tugas luar.


"Sama siap, Bun?" Tanyaku.


"Sama Bu Sinta, terus assistennya, Febi." Jawab istriku.


"Naik mobil?"


Istriku mengangguk.


"Iya, nanti dijemput sama sopir. Tar ayah tolong anterin bunda ke depan jalan raya, ya," kata istriku.


"Oke,"


Dini hari, sekitar pukul setengah 3 lewat sedikit.


Aku dan istriku sudah berdiri menunggu mobil jemputan yang akan membawa istriku menjalankan tugas luar kota pertamanya.


Aku yang sedikit mulai protektif terhadap istriku, kembali menanyakan apakah tidak ada barang-barang yang ketinggalan lagi.


Setelah kami cek, semuanya sudah ada.


Dan, tak lama kemudian, muncul sebuah mobil Innova hitam yang mendekati posisi kami menunggu.


"Mbak Rara," sapa seseorang dari mobil seraya membuka kaca mobilnya dibagian tengah.


Aku lihat seorang wanita yang sudah paruh baya melongokan wajahnya keluar.


"Bu Sinta," seru istriku.


"Ayo kita berangkat," kata perempuan yang bernama Bu Sinta itu.


"Iya, Bu," istriku lalu bersalaman dan pamitan denganku.


Lalu, aku melihat mobil yang membawanya mulai pergi dikegelapan malam ini.


Aku kemudian kembali ke kontrakan dengan sedikit melamun diatas motor. Sesekali aku menguap karena hawa yang dingin terasa menusuk-nusuk tubuhku.


Sesampainya dikontrakkan, aku langsung memasukan kembali motorku dan segera mengunci pintunya.


Dengan sedikit malas, aku langsung merebahkan tubuhku diatas kasur.


Tapi, aku bangkit kembali dengan sedikit kesal, karena lupa belum mematikan lampu kamar.


Setelah aku mematikan lampu, dalam keadaan yang sedikit gelap, aku kembali merebahkan tubuhku.


Karena aku sendirian, maka kasur yang biasanya aku dan istriku tiduri ini terasa sedikit lapang.


Kunyalakan kipas angin yang berada dipojok kamar. Lalu aku segera berbaring sambil memeluk guling.


Tak terasa, dengan cepatnya aku jatuh tertidur.


Namun, sepertinya baru sebentar aku terlelap. Tiba-tiba saja, aku merasakan ada sesuatu yang jatuh di atas kasur di sebelah kiriku.


Jatuhnya benda itu tidak seperti saat kita membaringkan tubuh dengan keras. Tapi seperti kita membaringkan sesuatu dengan pelan dan hati-hati.


"Nyuut...,"


Kasur springbedku sedikit turun di sebelah kiriku. Di mana tempat benda itu berada.


Aku yang tersadar, tidak segera membuka mataku. Posisi tidurku saat itu menghadap ke arah kanan dengan memeluk bantal guling.


Jantungku seperti dipompa dengan lebih cepat saat itu. Hening sekali, sampai-sampai jam di dinding bisa kudengar saat jarumnya bergerak.


"Tik...Tik...Tik...,"



Kamarku tiba-tiba saja menjadi sedikit panas dan pengap. Seolah-olah penuh dengan berbagai macam makhluk. Padahal saat itu, aku hanya sendirian di dalam kamar.


Kipas angin yang terus berputar di pojokan, seolah tak bisa kurasakan hembusan anginnya.


Aku hanya bisa memeluk erat bantal guling yang berada di tangan.


Dan...


"Nyuut," 


Benda atau apapun itu, kembali bergerak di sebelah kiri tubuhku. Itu bisa kurasakan, karena saat benda itu bergerak, kasur goyang model springbed ikut bergoyang.


"Cuk, apalagi ini. Masa kejadian itu kembali terulang. Padahal kupikir semua sudah selesai," rutukku dalam hati.


Rasa kantukku sudah hilang sama sekali. Lenyap entah kemana.


Aku mencoba untuk menenangkan diri dan berpikir positif.


"Tenang, itu bukan apa-apa. Itu hanya imajinasimu saja," kataku dalam hati mencoba untuk mensugesti diriku agar tidak ketakutan.


Tapi, ternyata cara itu tidak mempan. Malah semakin lama, pikiran negatif yang mulai bermunculan. Tentang apa yang kini berada di sebelah kiriku.


Dan pikiran negatif ku langsung tertuju kepada sesosok makhluk yang dibungkus dengan kain putih lusuh. Kain putih itu diikat ditiga tempat. Bentuknya seperti bantal guling yang memanjang. Tapi bedanya, guling ini berwarna putih kusam dan memiliki wajah yang sangat menyeramkan.


Entah kenapa, aku malah membayangkan sosok itu dengan sangat teliti dan detail. Padahal, sosok itu adalah sosok yang amat sangat kuhindari.


Pocong!
emoticon-Takutemoticon-Takutemoticon-Takut

Saat aku mulai berpikiran seperti itu, bulu kudukku langsung meremang. Kepalaku seperti sedikit membesar, karena seluruh bulu halus di wajahku serempak berdiri.


"Astaghfirullah... Astaghfirullah...,"

Aku mencoba untuk beristigfar berulang kali dengan harapan pikiran negatif itu hilang dan tidak menjadi kenyataan.


Sedikit demi sedikit aku mulai merasa tenang. dan saat itu juga aku tersadar bahwa aku memiliki bungkusan yang berisi benda-benda sakti titipan bapakku. Dan seingatku benda-benda itu itu ada di laci di samping tempat tidurku.


Tapi celakanya, meskipun aku tahu dimana letak benda-benda itu, saat ini aku tidak bisa menggerakkan anggota tubuhku sama sekali.


Kaku.


"Asem... apalagi ini. Kenapa pula tubuhku tak bisa kugerakan sama sekali," aku berkata dalam hati dengan kesal.


Ya, kini aku sudah tidak merasa takut sama sekali.


Karena setelah beristighfar, lalu ingat juga bahwa aku memiliki beberapa benda yang memiliki kesaktian untuk mengusir mereka, tentunya dengan izin Allah, ketakutanku sedikit demi sedikit mulai sirna.


Dan karena saat ini, aku tidak bisa menggerakkan tubuhku untuk mengambil benda itu. Aku kemudian menjadi kesal dan marah.


"Sebenarnya ini makhluk maunya apa sih," geramku.


Ini aku tidak begitu memperdulikan sosok apa yang ada di belakangku. Aku sekarang hanya fokus untuk mengambil benda tersebut.


Karena aku sadar bahwa ada yang aneh dengan semua ini. Aku selalu berusaha keras untuk bisa bergerak kembali. Sedikit demi sedikit usahaku mulai menunjukkan hasil. 


Dimulai dari jari jemari tangan, kemudian kakiku mulai bisa ku gerakan sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya, tangan kananku bisa ku gerakan sepenuhnya.


Maka, dengan niat untuk mengambil benda-benda di dalam laci, tangan kananku dengan cepat maju dan bermaksud untuk membuka laci meja.


Tapi, belum sempat tangan ini menariknya.


benda yang di samping kiriku tiba-tiba saja berguling dan menabrak tubuhku.


"Bruk,"


Tidak keras memang, tapi itu cukup untuk menciutkan kembali nyali yang yang sudah susah payah aku bangun tadi.


Aku langsung kembali diam dengan posisi tangan yang masih terjulur kaku memegang tarikan laci.


Bisa kurasakan sosok itu menempel di punggungku.


Aku memang tidak bisa melihatnya.


Tapi sungguh. Di dalam pikiranku, aku malah bisa melihat dengan jelas bahwa sosok itu sedang menempel persis di punggungku. Bahkan posisi wajahnya tepat menatap lurus kearah leherku.


Wajahnya yang seperti korban kebakaran itu memiliki mata merah dengan pupil hitam yang sangat kecil. Dilubang hidungnya, aku melihat ada kapas yang sudah lusuh menyumbat kedua lubang hidungnya.


Seluruh tubuhku benar-benar kaku tak berdaya. Hanya mata dan otakku saja yang masih bisa bekerja dengan normal.


"Harus bagaimana ini. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Begitu tanyaku berulang-ulang kepada diriku sendiri.


Selagi aku berpikir...


"Bruk,"

Sosok dibelakangku kembali menubruk tubuhku. Seperti sedang berusaha untuk mendorongku kedepan.


Dan hal itu kembali menyadarkanku bahwa aku harus bisa berbuat sesuatu. Karena aku yakin, 100% yakin malah, kalau ini bukanlah perbuatan makhluk gaib biasa. Tetapi ada sesuatu yang mendalangi hal ini semua.


"Mereka pasti disuruh untuk berbuat sesuatu kepada diriku," kataku meyakinkan diri.


"Tapi apa?" Pertanyaan itu muncul dan membuatku terdiam.


"Ya Allah, tolong aku. Tunjukan kepadaku sebuah cara agar aku bisa lepas dari semua ini," pintaku dalam hati.


Dan, sebuah ide tiba-tiba terlintas dipikiranku. 


Sebuah ide yang sangat beresiko tinggi. Tapi, bila ini berhasil, maka aku akan bisa melewati keadaan ini dengan baik. Hanya saja, perlu keberanian untuk melakukan hal ini. Sedangkan aku sangat takut dengan sosok pocong yang kini berada dibelakangku.

Tapi, bila mana nantinya rencanaku gagal. Maka sudah pasti, malam ini, bisa saja akan menjadi malam terburuk sepanjang aku hidup.


"Aku harus bisa, bismillah...,"


Aku lalu berusaha untuk menguatkan tekad. Mencoba untuk mengumpulkan sisa-sisa keberanian dan juga meyakinkan diri sendiri, bahwa makhluk gaib, tidak akan pernah bisa mencelakakan manusia secara langsung.


Setelah beberapa saat, akhirnya muncul sedikit keberanian didalam diriku. Meskipun sedikit, tapi itu sudah cukup untuk membuatku bisa menggerakkan tubuhku yang kaku.


Perlahan tapi pasti, aku menjatuhkan bantal guling yang masih aku peluk kelantai. Tangan yang tadinya terulur segera kutarik dengan pelan.


Setelah mengatur nafas dan debaran jantung yang berdegup kencang tak beraturan, aku secara tiba-tiba langsung membalikan badanku kebelakang.


Dan...


Hanya dalam jarak sekitar setengah jengkal, aku kini berhadap-hadapan muka dengan pocong itu. Wajah kami bahkan hampir berbenturan saat aku membalikan badan tadi.


Tidak ada nafas atau udara yang keluar dari lubang hidungnya yang tertutup oleh kapas yang sudah lusuh itu.


Kedua mata kami saling bertatapan. 


Hampa.


Tidak ada bayangan kehidupan dimatanya.


Lalu...


"Bluk,"


Aku pingsan.


Rencanaku berjalan dengan sukses.







***



Oya, buat teman-teman pembaca cerita ini. Mohon kalau bersedia, saya minta cendolnya dicerita pendek saya disini



emoticon-Nyepi
Diubah oleh papahmuda099 24-10-2020 14:26
btpg
irvansadi
clon3aj4
clon3aj4 dan 86 lainnya memberi reputasi
87
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.