Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
321.7K
3.1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.7KThread43.1KAnggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#1081
Sebab Dan Akibat







Sesampainya di rumah, aku menemukan istriku sedang duduk lemas diatas kasur. Ditangannya tergenggam erat HP miliknya.


Saat melihat kedatanganku, apalagi dengan wajah yang memerah, ia langsung bangkit dan menghampiriku.


Aku hanya terdiam.


Istriku juga diam.


Hanya mata kami saja yang saling menatap.



Tapi, entah ada hubungan batin atau apa, aku seolah paham dan tahu dengan semua isyarat matanya.


Aku lalu menghela nafas panjang.


Dengan penuh kasih sayang, aku mengusap rambut panjangnya sambil berkata lirih.


"Maafin ayah ya sayang,"


Istriku tak berucap sepatah katapun.


Aku lalu membimbingnya untuk kembali duduk dipinggir kasur.


"Ayah dari pabrik?" Tanyanya.


Aku mengangguk.


"Iya, Bun,"


"Lalu?"


Aku menahan jawabanku.


"Apa yang ayah lakukan dipabrik? Kembali istriku bertanya.


Aku menunjukan sisi kepalaku yang sedikit terluka.


"Ini, ini hasilnya, Bun." Kataku.


Istriku terdiam sambil melihat kearah kepalaku.


"Hasilnya?" 


"Ayah menang dong. Hehehe...," Jawabku sambil tertawa emoticon-Belgia


Istriku menatapku tajam.


"Ayah juga pahamkan dengan resikonya?"


Aku sedikit tersenyum. Lalu mengangguk.


"Iya, dan ayah udah siap dengan segala resikonya. Tapi, ayah juga sudah mempersiapkan segala sesuatunya kok," kataku.


"Maksudnya?" Tanya istriku tak mengerti.


"Hehehe..., Udah bunda tenang aja,"
emoticon-Recommended Seller

Aku lalu melihat ada sesuatu yang yang kurang pada istriku.


"Lho, kok bunda masih belum siap-siap berangkat kerja?" Tanyaku.


Istriku menggelengkan kepalanya.


"Bunda kayaknya nggak bakalan berangkat, yah. Perasaan bunda udah nggak enak semenjak bunda nemuin HP bunda dikasur dan hasil chatan ayah sama si Sukirman. Apalagi ayah udah nggak ada di rumah. Bunda langsung berpikir kalau ayah pergi ke pabrik dan membuat perhitungan dengan Sukirman. Jadi di pabrik pasti sudah terjadi sesuatu sekarang." Jawab istriku.


"Oohh..., Iya emang bener sih. Kayaknya udah nggak guna lagi bunda kerja di pabrik itu," kataku.


Kami berdua terdiam sambil sibuk dengan segala pikiran kami masing-masing.


Dan, keheningan dikamar kami tidak bertahan lama. karena sayup-sayup aku mendengar suara langkah beberapa orang yang mengarah ke kontrakan kami.


Kemudian,


"Tok tok tok, assalamualaikum," ucap seseorang dari depan pintu.


Aku dan istriku saling berpandangan.


"Wa'alaikumsalam," jawab ku.


Lalu, kami berdua berjalan kedepan pintu. Disana kulihat sudah ada beberapa laki-laki yang berdiri. Salah satunya adalah pak Udi, satpam pabrik.


"Hmm... Sesuai dengan pikiranku," kataku dalam hati.


Setelah saling bertegur sapa, ternyata kedatangan mereka adalah untuk memanggilku ke pabrik. Guna Mempertanggung jawabkan perbuatan ku tadi pagi.


"Oke, sebentar pak. Aku ambil tasku dulu," kataku sambil masuk kedalam rumah.


Aku lalu kembali keluar dan menemui mereka dengan menggendong tas kecil ku.


"Bunda juga ikut, yah," kataa istriku.


Aku mengangguk.


kami berdua lalu mengikuti langkah kaki pak Udi dan teman-temannya berjalan kembali ke arah pabrik.


Dan memang sesuai pikiranku, di sana sudah banyak berkumpul orang-orang. Baik itu warga setempat maupun para karyawan pabrik.


Mereka semua membuka jalan begitu aku dan istriku juga pak Udi datang.


Saat berjalan di antara mereka, aku bisa merasakan tatapan mata mereka yang penuh dengan rasa ingin tahu yang besar.


Aku dan istriku lalu dibawa oleh pak udi ke ruangan office di lantai 2.


Saat kami masuk, disana sudah berkumpul beberapa orang. Dan, disana juga duduk si kampret Sukirman dengan wajah yang babak belur. Saat kuperhatikan, bajunya ternyata sudah diganti. Mungkin karena ada bekas muntahannya. 


Disamping Sukirman, juga berdiri seorang perempuan yang sedikit gemuk, diwajahnya yang bulat, terpasang sebuah kacamata.

Rika.


Aku dan istriku kemudian dipersilahkan untuk duduk dikursi yang sudah disediakan.


Diruangan itu, kini duduk beberapa orang. Kalau dari raut wajahnya, aku sudah merasakan akan ada ketegangan disini.


Totalnya ada 7 orang diruangan itu.


Aku, istriku, Sukirman, Rika, Mr. Shu ( manager pabrik ), Miss Linda ( assisten Mr. Shu ), dan 1 orang berkumis yang aku tak tahu siapa.


"Oke, tak usah menunggu waktu lama lagi. Pertemuan isi akan saya mulai," kata orang berkumis itu.


Aku sedikit berdebar-debar.


Meskipun aku tahu hal apa yang akan dibahas di pertemuan ini, tapi begitu mendengar orang itu berkata, ketenangan yang selama ini aku bangun sedikit runtuh.


Orang berkumis itu lalu berkata kepadaku.


"Oh ya, mungkin Bapak belum tahu siapa saya. Jadi gini pak, saya ini orang yang dipercaya sama bos yang punya pabrik ini. Jadi bos PT ini itu menyewa pabrik dari bos saya. Dan saya dipercaya oleh Nya untuk menjaga ketertiban dan kedisiplinan di pabrik ini. Selain karena saya juga orang sini. Orang-orang sih manggil saya itu, Jaro Ahmad."


Aku mengangguk mengerti.


Jaro Ahmad kembali berkata.


"Nah, karena itu segala sesuatu yang terjadi di pabrik ini saya harus tahu. Seperti contohnya kejadian hari ini. Dan saya disini bukan sebagai pemutus hasil, tapi saya hanya sebagai penengah saja."


Kami semua yang ada diruangan itu mengangguk serempak.


Jujur saja, entah bagaimana ceritanya, tapi aku bisa merasakan, bahwa disekitar Jaro itu, ada seperti sesuatu yang aneh. Seperti udara disekitarnya itu penuh berisi udara yang padat, sehingga aku merasa seperti tertekan dan kesulitan untuk bernafas seperti biasanya.


"Bukan orang sembarangan nih pasti," aku akhirnya mengambil kesimpulan di dalam hati.


"Oke, tolong sekarang ceritakan bagaimana awal mula kejadiannya. Mohon jangan ada yang disembunyikan ya. Biar semuanya juga jadi enak," katanya.


Karena dianggap sebagai korban, maka Sukirman diberikan kesempatan untuk bercerita terlebih dulu.


"waktu itu saya hanya sedang duduk di belakang pabrik seperti biasa bareng teman-teman. Tapi nggak tahu kenapa suaminya mbak Rara ini datang dan langsung menendang saya. Saya dipukuli olehnya tanpa tahu sebabnya," kata Sukirman sambil terus berusaha menghindari tatapan mataku.


Saat Sukirman sedang bercerita, aku melihat Rika menepuk-nepuk pundaknya. Seperti seolah-olah orang yang prihatin kepada seorang korban kekerasan. Karena kebetulan mereka berdua duduk di sofa yang sama.


Setelah Sukirman menceritakan kejadian tadi pagi sesuai dengan versinya, kini giliranku diminta untuk bercerita.


"Jujur saja pak Jaro, saya ini orangnya kurang bisa bercerita. Jadi gini aja, ini, silakan Jaro baca wa Sukirman kepada istri saya tadi pagi," kataku sambil menyerahkan HP istriku kepada Jaro Ahmad.


Jaro Ahmad lalu menerima HP milik istriku dan membacanya.


Ruangan itu hening seketika saat Jarwo Ahmad sedang membaca.


"Hemm...," Jaro Ahmad berdehem.


Lalu, sambil membuang nafas panjang, ia mengembalikan kembali hp itu.


"Disini sekali lagi saya katakan bahwa saya bukanlah pemutus hasil tapi saya hanya penengah saja," kata Jaro Ahmad, "setelah mendengarkan cerita Sukirman tadi, lalu saya juga sudah membaca isi pesan di hp tadi. Saya bisa menyimpulkan bahwa kedua orang ini salah."


Aku lalu memandang wajah Jaro Ahmad. Aku ingin protes dengan perkataannya, tapi aku sadar dengan posisiku saat ini.


"Sebelumnya saya akan bertanya dulu kepada suaminya Mbak Rara ini," ucapnya sambil menoleh kearahku.


"Kenapa sampeyan sampai berbuat sesuatu seperti ini? Ini bisa disebut penganiayaan lo. Soalnya Sukirman ini gak melawan sama sekali. Selain itu, perbuatan bapak ini sudah termasuk kategori perbuatan yang tidak menyenangkan, karena sudah merusak susana pabrik ini." Katanya.


Aku mengangguk. 


"Terus kenapa masih Bapak lakukan saja?" Tanyanya lagi.


aku memandang wajah Sukirman terlebih dahulu baru memandang ke arah Jaro Ahmad.


"saya melakukan semua itu didasarkan karena ingin melindungi istri saya dari perbuatannya. Si Sukirman ini, sudah bukan sekali dua kali saja berbuat kurang ajar kepada istri saya. Tapi sudah lebih dari itu. Maka, didasar oleh perasaan suami yang ingin melindungi istri,maka sayapun akhirnya melakukan perbuatan itu. Tapi, saya kurang setuju kalau perbuatan saya itu disebut penganiayaan secara sepihak. Karena boleh cara melihat," kataku sambil tanganku menunjukkan bekas luka di kepalaku, "Sukirman ini juga melawan dengan cara memukulkan balok kayu ke kepalaku."


Jaro Ahmad lalu memperhatikan kepalku dengan lebih cermat.


"Bohong," Sukirman langsung berkata dengan tegas.


"Boleh dilihat di CCTV kalau saya tidak melakukan perlawanan apa-apa," katanya lagi.


Aku hanya tersenyum mendengar penyangkalan itu. Karena memang setahuku di belakang pabrik itu tidak ada CCTV sama sekali. CCTV itu hanya ada dibagian dalam pabrik dan didepan pabrik saja. Dan semua itu sudah kuperhitungkan.
emoticon-Betty

"Bagaimana Mr. Shu, apakah di belakang pabrik ini dipasangi CCTV?" Tanya Jaro Ahmad.


Mr. Shu menggeleng.


Jaro Ahmad mendesah.


"Kalau gitu apakah ada saksi mata yang melihat hal itu?" Tanya Jaro kepada Sukirman.


"Ada, temen saya. Yang sekarang sedang dibawa kerumah sakit. Dia tangannya patah karena perbuatan dari orang ini juga," kata Sukirman.


Aku yang mendengarkan perkataan itu hanya bisa tersenyum di dalam hati. Geli. Karena kalau mengingat lagi segala perbuatan, tingkah dia yang sekarang ini persis seperti anak kecil yang sedang mengadu kepada orang tuanya.


"Bagaimana, pak? apakah benar apa kata Sukirman kalau bapak juga yang mematahkan tangan dari temannya?" Tanya Jaro.


Aku mengangguk.


"Benar," jawabku tanpa berusah untuk berbohong.


"Kenapa?" Tanya Jaro Ahmad.


"Itu karena dia mencoba untuk menyerang ku terlebih dahulu," kataku, "dan kalau sekiranya Jaro Ahmad tidak percaya, silakan Jaro tanyakan kepada Toni. Dia adalah salah satu karyawan pabrik juga yang ada di tempat kejadian.


"Coba panggil Toni," kata Jaro Ahmad. 


Miss Linda segera menelpon seseorang dan memintanya mencari Toni agar dibawa ke dalam ruangan ini.


Tak menunggu terlalu lama, Toni pun hadir di tengah-tengah kami.


Kemudia ia ditanya oleh Jaro Ahmad.


"Apakah benar, kalau teman dari Sukirman ini menyerang suami dari mbak Rara terlebih dahulu?"


Toni terdiam sebentar, dan hal itu membuatku sedikit takut juga. Karena mau bagaimanapun juga, Toni adalah teman dari Sukirman. Sedangkan Toni dan aku, hanya saling mengenal saja.

Setelah mengingat-ingat beberapa lama, akhirnya Toni menjawab.


"Betul, pak. Saat itu, teman Sukirman yang melakukan penyerangan terlebih dahulu. Padahal suaminya mbak Rara ini sudah memperingatinya agar tidak ikut campur."


Jaro Ahmad menganggukan kepalanya pertanda paham.


Setelah itu, Toni dipersilahkan kembali untuk keluar ruangan.


Aku sedikit menarik nafas lega saat tadi mendengar jawaban dari Toni.



Sesaat tadi, aku juga sempat melirik ke arah Sukirman. Wajahnya tampak sedikit menunduk saat Toni mengutarakan pendapatnya.


Jaro Ahmad kemudian berkata kepada Sukirman.


"Saksi mata di tempat kejadian sudah berkata. Dan dari jawabannya, sudah terdengar jelas, bahwa teman kamulah yang pertama kali melakukan penyerangan, bukan suaminya Mbak Rara ini yang mengawalinya. Jadi ini bisa dianggap sebagai tindakan pembelaan diri dari suaminya mbak Rara. Kemudian perkelahianmu juga, meskipun kamu berkata bahwa kamu tidak melawannya sama sekali, pada kenyataannya ada pula dikepala suaminya mbak Rara akibat dari kayu yang, menurut suaminya mbak Rara kamu yang melakukannya. Selain itu, keributan ini didasari oleh perbuatanmu yang berani menggoda istri orang," tandas Jaro Ahmad.


"Tapi...," Ucapan Sukirman terpotong dengan perkataan Jaro Ahmad.


"Sudahlah, kamu gak usah bertele-tele. Jujur, saya sendiri gak bakalan terima kalau istri saya ada yang menggodanya," kata Jaro Ahmad, ia lalu berkata kembali, "sekarang saya mau tanya sama kamu, Sukirman. Kamu sudah punya istri?"


Sukirman mengangguk.


"Apakah kamu rela, bila ada yang mencoba untuk menggoda istri kamu?"


Sukirman terdiam. Tapi ia kemudian menggelengkan kepalanya.


"Nah, kamu juga gak terima kalau ada yang gangguin istrimu, masa kamu malah berbuat hal itu. Apa kamu gak malu sama kelakuanmu itu?" Ujar Jaro Ahmad.


Sukirman hanya tertunduk diam.


"Jadi, bagaimana baiknya untuk mengakhiri kejadian ini, Pak?" Tanya Mr. Shu.


Jaro Ahmad terdiam sejenak.


Ia bergonta-ganti memandang kearahku dan sukirman. Matanya juga sempat memperhatikan istriku.


"Kalau mister meminta pendapat saya, baiknya kita mengeluarkan saja orang yang menjadi pangkal dari penyebab semua ini. Yaitu Sukirman," jawab Jaro Ahmad.


Kami terdiam.


"Maaf pak Jaro, kalau boleh saya ingin memberikan usulan," sebuah suara terdengar diantara kami yang masih terdiam.

Aku menoleh kearah si pemilik suara, Rika.
emoticon-Marah

Jaro Ahmad mengangguk. Begitupun dengan Mr. Shu.


Dengan tanpa menoleh kearah aku ataupun istriku, Rika kemudian berkata.


"Kalau menurut pendapat saya pribadi, juga setelah saya mendengar kasak kusuk dari para karyawan dan warga sekitar. Saya mengusulkan agar orang-orang yang terlibat didalam keributan ini juga dikeluarkan dari pabrik. Karena jika ada satu yang tertinggal, maka hal itu akan jadi omongan orang dibelakang nanti. Dan bisa membuat citra pabrik ini jadi jelek."


"Ngiing...," Seperti ada sesuatu yang berdenging ditelingaku begitu mendengarkan usulan Rika itu.
emoticon-Marahemoticon-Marah

Ingin kudamprat mulut wanita ini. Tapi, tak ada bukti untuk melakukan hal itu. Jadi, aku hanya bisa terdiam.


"Hmm, usulan yang bagus," kata Miss Linda.


"Saya setuju dengan usulan Rika mister. Mau bagaimanapun juga, kita harus menjaga nama baik pabrik ini. Saya takut, bila salah satu dari mereka masih ada disini, maka hal itu akan jadi omongan orang nantinya. Atau, bisa jadi malah hal ini akan kembali terulang," katanya lagi.


Mr. Shu memandang Jaro Ahmad, meminta pendapatnya. Tapi, Jaro Ahmad menyerahkan keputusan itu kepada Mr. Shu sebagai pemimpin pabrik.


"Oke, saya mau bicara dengan bos dulu," akhirnya Mr. Shu mengambil keputusan.


Ia lalu berjalan keluar sambil menelfon pemilik pabrik yang saat itu masih berada di Cina.


Kami menunggu kedatangan dari Mr. Shu dengan tenang. Hanya mata-mata kami saja yang berbicara. Aku memegang erat tangan istriku, yang sedari tadi terdiam, untuk memberikannya kekuatan agar tetap teguh menghadapi hal ini.


Tak lama, pintu ruangan terbuka. Dan Mr. Shu masuk.


Ia lalu duduk di kursinya kembali.


Kami yang ada disana menatapnya dengan penuh perhatian.


"Jadi, saya sudah menelpon bos. Dan setelah berbicara sebentar, bos ingin pabrik seperti sedia kala lagi. Dan keputusannya adalah untuk mengeluarkan Sukirman dan Rara dari pabrik," kata Mr. Shu yang akhirnya membuat keputusan.


Aku ingin sekali memprotes keputusan itu, karena menurutku, istriku malah jadi korban di sini. Bila memang mereka ingin menimpakan kesalahannya, seharusnya kepadaku.


Tapi istriku seperti memberikan kode melalui genggaman tangannya. Agar aku aku tidak melakukan hal tersebut.


Aku melirik kearah Sukirman dan Rika.


Untuk Sukirman tidak ada perubahan di wajahnya. Sedangkan untuk Rika, tersirat sangat jelas di wajahnya bahwa ia sangat senang dengan keputusan itu.


Aku hanya bisa menyumpah di dalam hati.


Setelah mendengar keputusan itu, masing-masing antara aku dan Sukirman, diminta untuk tanda tangan diselembar kertas yang sudah di diberikan pernyataan untuk saling memaafkan dan tidak akan mengulangi kejadian ini di kemudian hari. Tak lupa di situ sudah ada materai.


Kami berdua lalu menandatangani surat pernyataan tersebut. Meskipun jujur, aku tidak setuju dengan keputusan itu.


Dan ya, pada hari itu istriku telah diberhentikan dari pabrik, begitupun dengan Sukirman.


Kini, Rika adalah satu-satunya supervisor di pabrik itu. 


Aku dan istriku segera melangkah keluar pabrik. Tapi sebelum itu, istriku masih sempat untuk menyalami dan berpamitan dengan para mantan anak buahnya.


Melihat hal itu, hatiku sungguh sedih. Karena perbuatan seseorang, maka orang lain juga ikut kena getahnya.


Tapi aku berusaha untuk menanamkan 1 hal dalam hati, bahwa semua ini sudah diatur oleh yang maha kuasa. Dan aku yakin, ada sesuatu yang lebih baik yang menunggu istriku di luar sana.


Di saat aku dan istriku sedang berjalan keluar pabrik, lewatlah Sukirman menggunakan motornya.


Ia memang tidak berkata apa-apa.


Tapi, saat ia persis berada di sebelahku, terdengar suara samar-samar.


"Semua ini belum berakhir, tunggulah pembalasanku."






***
jenggalasunyi
redrices
sulkhan1981
sulkhan1981 dan 62 lainnya memberi reputasi
63
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.