- Beranda
- Stories from the Heart
Son of the Rich (Reborn)
...
TS
kawan.betina
Son of the Rich (Reborn)

Quote:
Lembaran pertama - Kota Malang
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Polling
0 suara
Terlepas dari plot kisah ini, ada di team manakah kalian?
Diubah oleh kawan.betina 16-10-2020 18:01
majapahit210586 dan 154 lainnya memberi reputasi
139
387.2K
Kutip
1.9K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kawan.betina
#65
Lembaran ke satu nol - Pemulihan
Quote:
Anis adalah orang pertama yang gua lihat saat gua tersadar, Gua ga tahu sudah berapa lama gua tidak sadarkan diri. Ruangan ini terasa sangat redup, hanya tampak lampu tidur yang menyala, jelas ini pasti di rumah sakit, sakit di kepala ini terasa sangat menjadi jadi, gua pejamkan mata lagi, berharap gua bisa terbawa oleh mimpi lalu meninggalkan Anis yang duduk di samping kasur gua sambil tidur dan memegang tangan gua. Lalu gua kembali tidak sadarkan diri.
Mata ini terbuka kembali, mungkin cukup lama semenjak gua sadar pertama kalinya, tak ada orang di ruangan itu. Gua memandang ruangan ini dengan seksama, ruangan rumah sakit yang di cat hijau muda cukup cerah namun tidak membuat mata sakit, kamar yang tidak terlalu besar namun di lengkapi sebuah TV dan sebuah kamar mandi di pojok kanan, gua coba menggerakan badan gua pelan namun agak terasa kaku, dan sedikit sakit. Ada beberapa luka di tangan dan badan Gua lalu kepala Gua diperban dan kaki Gua terasa sakit sekali, ditengah rasa nyeri yang Gua rasakan di sekujur tubuh tiba-tiba ada orang yang masuk ruangan itu
“ian lo udah sadar? tunggu sebentar ya”
Gilang bergegeas keluar dari kamar itu, dari sepintas yang gua lihat tak ada luka sedikitpun yang diderita gilang, walau ada sedikit luka di jemari tanggannya, tak lama kemudian gilang datang bersama seorang pria dewasa yang mengunakan pakaian serba putih, gilang ternyata memanggil dokter, dokter langsung memeriksa kondisi Gua, mengecek pengelihatan Gua sampe gimana kondisi kaki Gua
Setelah dokter selesai memeriksa Gua dan mengatakan bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan dengan kondisi gua, dokter itu bergegas kembali keruangannya. Gua dikamar ini hanya ditemani gilang, raut wajah gilang tidak seperti biasanya, ada setitik penyesalan dalam raut wajahnya.
“Maaf ian, semua ini gara gara gua,”
“Buat apa”
“Kerena ngebuat elo kayak gini” Lanjut gilang.
“ini musibah lang, bukan kesengajaan”
“Tapi elo jadi kayak gini, Gua malah cuman lecet aja”
“elo harusnya bersyukur ga kayak Gua, bukan malah ngeluh”
“ Gua bener bener minta maaf”
“ya gua maafin jadi jangan minta maaf lagi” paksa gua.
Gilang cerita panjang lebar tentang kejadian saat Gua pingsan setelah tabrakan, katanya Gua terlempar cukup jauh sedangkan dia hanya jatuh di dekat motor dan tidak mendapat luka yang serius. kepala Gua terbentur keras dan kaki Gua terhajar motor yang ikut melesat setelah tabrakan itu terjadi. Gua tidak bisa membayangkan.nya Kata dokter ada benturan keras di kepala Gua namun tak sampai serius walaupun kadang Gua masih merasakan sakit yang amat sangat , dan itu cukup wajar kata dokter, kaki kanan Gua retak di bagian tulang kering, namun hanya butuh pemulihan saja tak perlu ada operasi. Tidak parah dan tidak perlu ada tindak lanjut kecuali istirahat yang cukup.
Beruntung yang nabrak Gua mau bertanggung jawab dan membayar semua biaya rumah sakit, gilang sempat mau mencari keluarga terdekat Gua namun di dompet Gua hanya ada KTP, dan di ktp tak ada identitas yang rinci, dan di nomor hp Gua tak ada nomor kecuali nomor gilang , friska dan bella...
“lang, ini libatin polisi ga?” Tanya gua.
“Gua sih pengennya gitu tapi karena orangnya mau tanggung jawab jadi dama aja lah,” jawab Gilang.
“Lah bukannya kalau ada apaapa di jalan polisi pasti turun tangan ya?” Tanya Gua penasaran. Karena dari cerita gilang ini adalah kecelakaan yang lumayan bikin geger.
“Ya jelaslah lang, ada banyak polisi waktu itu tapi kayaknnya yang nabrak kita itu kerabat aparat bro, denger denger seh gitu.”
Gua mengangguk mengerti.
“Orang tua elo gimana? Lo udah kasih tau?” Tanya gua penasaran.
“Udah Gua kabarin kalo Gua kecelakaan tp Gua ga berani bilang kalo Gua bonceng orang dan dan apalagi elo luka parah kayak gini , Maaf ian. Apa lo ada nomor kontak keluarga lo, biar gua hubungi untuk minta maaf,” Tanya Gilang.
“Karena biaya rumah sakit gua ditanggung, biar ini jadi urusan kita aja. Bisa?”
“Okey.
“Sorry gua gak bisa jagain lo sepanjang waktu jadi kamarin pas elo belum siuman Gua harus ke kampus, Gua minta tolong ibu kost dan anis yang jagain elo, untung mereka baik banget,”
Pantes waktu itu anis ada di pinggir kasur Gua.
“Friska tau kejadian ini?” Tanya Gua.
“Sepertinya belum tahu,”
Gua lega, gua gak ingin gadis itu khawatir, bayangkan paniknya kalau dia tau apa yang terjadi sama gua. Gua terdengar ke Gran tapi melihat caranya dia bersikap beberapa hari ini. Dia pasti akan sangat khawatir.
dalam hati Gua ,Gua berharap dia hubungin Gua
“Tapi Friska berapa kali misscall ke hape lo, tapi Gua ga berani angkat”Gilang memberikan ponsel kepada gua.
“Ya lebih baik begitu, gua gak sadar berapa lama,”
“Mungkin hampir 48 jam , Gua sempet takut tapi dokter bilang itu wajar”
Menjelang ospek Gilang mulai sibuk, Gua terpaksa untuk tidak ikut seremonial satu ini dan gua juga sudah minta bantuan gilang untuk mengirimi gua izin ke panitia ospek. Kaki Gua masih harus pemulihan sampe 1 bulan,apalagi sekarang Gua masih agak susah untuk berjalan. Sepi banget rasanya tak ada yang berkunjung 2 hari setelah Gua siuman, Gua hanya ditemani gilang dan kadang-kadang ibu kost yang membawa berapa makanan ringan buat Gua. Beruntung gua dipertemukan dengan orang orang yang baik. Tak hentinya gua berterima kasih pada mereka. Ditengah kebosanan itu, Gua hanya tidur di kasur sambil menonton tv, untunglah ga berapa lama, anis datang.
“mas ian?” Sapa Anis lembut
“Anis , sama siapa?” Tanya Gua.
“Sendiri mas”
“mamanya gak ikut?” Tanya gua.
“Mama lagi ke pasar mas, mas ian gimana keadannya,” Tanya anis seraya menaruh cemilan yang ia bawa dari rumah lalu duduk di pinggir kasur lalu mengecek luka luka yang tampak oleh matanya.
“Lukanya udah kering semua mas, sekarang pemulihan kakinya aja” simpul Anis.
“Makasih ya nis” kata gua tulus, kenapa orang orang di sekitar gua pada baik semua.
“makasih buat apa mas”
“karena udah rawat mas,” jawab gua. “Bahkan Anis jagain mas sampai nginep di sini”
“Kok mas tahu” Tanya Anis bingung.
Gua tahu dari gilang dan gua sempet melihatnya sepersekian detik saat gua siuman lalu pingsan lagi.
“Walau mata Mas ga bisa terbuka tapi Mas sadar kok, jadi mas denger suara anis saat jaga Mas” canda gua.
Tiba tiba wajah Anis memerah. Seketika ia memalingkan wajahnya, mungkin karena malu.
“Mas beneran denger?” Anis memastikan.
“becanda kok, Mas tahunya dari gilang”
“alhamdulillah,” ucap Anis lega. Dia lalu mencubit pipi gua.
“Ngeselin ya,” kata Anis seraya mencubit pipi gua, lalu dia segera menarik tangannya.
Gua terdiam, dia juga terdiam. Kami canggung.
Malam itu gilang minta izin ke Gua karena ga bisa nemenin Gua tiga hari kedepan karena ada ospek, siang hari saat hari pertama ospek, kamar Gua sepi sekali tapi untungnya Gua sudah bisa jalan walaupun dengan bantuan tongkat. Seharusnya Gua sudah bisa pulang namun bapak Hasan, bapak yang nabrak Gua menyuruh Gua untuk berada di rumah sakit 2-3 hari lagi, katanya dia takut Gua kenapa kenapa. Awalnya dulu Gua sempat merasa marah dengan bapak Hasan karena menerobos lampu merah sehingga terjadi kecelakaan itu namun dengan perlakuan beliau ke Gua, Gua malah merasa sangat ngerepotin beliau, meskipun Gua hanya berhubungan dengan beliau lewat telfon karena beliau di luar kota. Jujur, gua merasa beruntung sekali, bahkan orang yang nabrak gua aja baiknya minta ampun. Gua cuman pernah bertemu istri beliau yang menjenguk Gua, dan dia bilang pak hasan masih trauma melihat Gua.
Siang itu Gua hanya berkeliling rumah sakit, sembari membiasakan kaki ini untuk bergerak walaupun masih terasa sakit bila jalan terlalu lama.
Mata ini terbuka kembali, mungkin cukup lama semenjak gua sadar pertama kalinya, tak ada orang di ruangan itu. Gua memandang ruangan ini dengan seksama, ruangan rumah sakit yang di cat hijau muda cukup cerah namun tidak membuat mata sakit, kamar yang tidak terlalu besar namun di lengkapi sebuah TV dan sebuah kamar mandi di pojok kanan, gua coba menggerakan badan gua pelan namun agak terasa kaku, dan sedikit sakit. Ada beberapa luka di tangan dan badan Gua lalu kepala Gua diperban dan kaki Gua terasa sakit sekali, ditengah rasa nyeri yang Gua rasakan di sekujur tubuh tiba-tiba ada orang yang masuk ruangan itu
“ian lo udah sadar? tunggu sebentar ya”
Gilang bergegeas keluar dari kamar itu, dari sepintas yang gua lihat tak ada luka sedikitpun yang diderita gilang, walau ada sedikit luka di jemari tanggannya, tak lama kemudian gilang datang bersama seorang pria dewasa yang mengunakan pakaian serba putih, gilang ternyata memanggil dokter, dokter langsung memeriksa kondisi Gua, mengecek pengelihatan Gua sampe gimana kondisi kaki Gua
Setelah dokter selesai memeriksa Gua dan mengatakan bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan dengan kondisi gua, dokter itu bergegas kembali keruangannya. Gua dikamar ini hanya ditemani gilang, raut wajah gilang tidak seperti biasanya, ada setitik penyesalan dalam raut wajahnya.
“Maaf ian, semua ini gara gara gua,”
“Buat apa”
“Kerena ngebuat elo kayak gini” Lanjut gilang.
“ini musibah lang, bukan kesengajaan”
“Tapi elo jadi kayak gini, Gua malah cuman lecet aja”
“elo harusnya bersyukur ga kayak Gua, bukan malah ngeluh”
“ Gua bener bener minta maaf”
“ya gua maafin jadi jangan minta maaf lagi” paksa gua.
Gilang cerita panjang lebar tentang kejadian saat Gua pingsan setelah tabrakan, katanya Gua terlempar cukup jauh sedangkan dia hanya jatuh di dekat motor dan tidak mendapat luka yang serius. kepala Gua terbentur keras dan kaki Gua terhajar motor yang ikut melesat setelah tabrakan itu terjadi. Gua tidak bisa membayangkan.nya Kata dokter ada benturan keras di kepala Gua namun tak sampai serius walaupun kadang Gua masih merasakan sakit yang amat sangat , dan itu cukup wajar kata dokter, kaki kanan Gua retak di bagian tulang kering, namun hanya butuh pemulihan saja tak perlu ada operasi. Tidak parah dan tidak perlu ada tindak lanjut kecuali istirahat yang cukup.
Beruntung yang nabrak Gua mau bertanggung jawab dan membayar semua biaya rumah sakit, gilang sempat mau mencari keluarga terdekat Gua namun di dompet Gua hanya ada KTP, dan di ktp tak ada identitas yang rinci, dan di nomor hp Gua tak ada nomor kecuali nomor gilang , friska dan bella...
“lang, ini libatin polisi ga?” Tanya gua.
“Gua sih pengennya gitu tapi karena orangnya mau tanggung jawab jadi dama aja lah,” jawab Gilang.
“Lah bukannya kalau ada apaapa di jalan polisi pasti turun tangan ya?” Tanya Gua penasaran. Karena dari cerita gilang ini adalah kecelakaan yang lumayan bikin geger.
“Ya jelaslah lang, ada banyak polisi waktu itu tapi kayaknnya yang nabrak kita itu kerabat aparat bro, denger denger seh gitu.”
Gua mengangguk mengerti.
“Orang tua elo gimana? Lo udah kasih tau?” Tanya gua penasaran.
“Udah Gua kabarin kalo Gua kecelakaan tp Gua ga berani bilang kalo Gua bonceng orang dan dan apalagi elo luka parah kayak gini , Maaf ian. Apa lo ada nomor kontak keluarga lo, biar gua hubungi untuk minta maaf,” Tanya Gilang.
“Karena biaya rumah sakit gua ditanggung, biar ini jadi urusan kita aja. Bisa?”
“Okey.
“Sorry gua gak bisa jagain lo sepanjang waktu jadi kamarin pas elo belum siuman Gua harus ke kampus, Gua minta tolong ibu kost dan anis yang jagain elo, untung mereka baik banget,”
Pantes waktu itu anis ada di pinggir kasur Gua.
“Friska tau kejadian ini?” Tanya Gua.
“Sepertinya belum tahu,”
Gua lega, gua gak ingin gadis itu khawatir, bayangkan paniknya kalau dia tau apa yang terjadi sama gua. Gua terdengar ke Gran tapi melihat caranya dia bersikap beberapa hari ini. Dia pasti akan sangat khawatir.
dalam hati Gua ,Gua berharap dia hubungin Gua
“Tapi Friska berapa kali misscall ke hape lo, tapi Gua ga berani angkat”Gilang memberikan ponsel kepada gua.
“Ya lebih baik begitu, gua gak sadar berapa lama,”
“Mungkin hampir 48 jam , Gua sempet takut tapi dokter bilang itu wajar”
***
Menjelang ospek Gilang mulai sibuk, Gua terpaksa untuk tidak ikut seremonial satu ini dan gua juga sudah minta bantuan gilang untuk mengirimi gua izin ke panitia ospek. Kaki Gua masih harus pemulihan sampe 1 bulan,apalagi sekarang Gua masih agak susah untuk berjalan. Sepi banget rasanya tak ada yang berkunjung 2 hari setelah Gua siuman, Gua hanya ditemani gilang dan kadang-kadang ibu kost yang membawa berapa makanan ringan buat Gua. Beruntung gua dipertemukan dengan orang orang yang baik. Tak hentinya gua berterima kasih pada mereka. Ditengah kebosanan itu, Gua hanya tidur di kasur sambil menonton tv, untunglah ga berapa lama, anis datang.
“mas ian?” Sapa Anis lembut
“Anis , sama siapa?” Tanya Gua.
“Sendiri mas”
“mamanya gak ikut?” Tanya gua.
“Mama lagi ke pasar mas, mas ian gimana keadannya,” Tanya anis seraya menaruh cemilan yang ia bawa dari rumah lalu duduk di pinggir kasur lalu mengecek luka luka yang tampak oleh matanya.
“Lukanya udah kering semua mas, sekarang pemulihan kakinya aja” simpul Anis.
“Makasih ya nis” kata gua tulus, kenapa orang orang di sekitar gua pada baik semua.
“makasih buat apa mas”
“karena udah rawat mas,” jawab gua. “Bahkan Anis jagain mas sampai nginep di sini”
“Kok mas tahu” Tanya Anis bingung.
Gua tahu dari gilang dan gua sempet melihatnya sepersekian detik saat gua siuman lalu pingsan lagi.
“Walau mata Mas ga bisa terbuka tapi Mas sadar kok, jadi mas denger suara anis saat jaga Mas” canda gua.
Tiba tiba wajah Anis memerah. Seketika ia memalingkan wajahnya, mungkin karena malu.
“Mas beneran denger?” Anis memastikan.
“becanda kok, Mas tahunya dari gilang”
“alhamdulillah,” ucap Anis lega. Dia lalu mencubit pipi gua.
“Ngeselin ya,” kata Anis seraya mencubit pipi gua, lalu dia segera menarik tangannya.
Gua terdiam, dia juga terdiam. Kami canggung.
***
Malam itu gilang minta izin ke Gua karena ga bisa nemenin Gua tiga hari kedepan karena ada ospek, siang hari saat hari pertama ospek, kamar Gua sepi sekali tapi untungnya Gua sudah bisa jalan walaupun dengan bantuan tongkat. Seharusnya Gua sudah bisa pulang namun bapak Hasan, bapak yang nabrak Gua menyuruh Gua untuk berada di rumah sakit 2-3 hari lagi, katanya dia takut Gua kenapa kenapa. Awalnya dulu Gua sempat merasa marah dengan bapak Hasan karena menerobos lampu merah sehingga terjadi kecelakaan itu namun dengan perlakuan beliau ke Gua, Gua malah merasa sangat ngerepotin beliau, meskipun Gua hanya berhubungan dengan beliau lewat telfon karena beliau di luar kota. Jujur, gua merasa beruntung sekali, bahkan orang yang nabrak gua aja baiknya minta ampun. Gua cuman pernah bertemu istri beliau yang menjenguk Gua, dan dia bilang pak hasan masih trauma melihat Gua.
Siang itu Gua hanya berkeliling rumah sakit, sembari membiasakan kaki ini untuk bergerak walaupun masih terasa sakit bila jalan terlalu lama.
Araka dan 43 lainnya memberi reputasi
44
Kutip
Balas
Tutup