- Beranda
- Stories from the Heart
Son of the Rich (Reborn)
...
TS
kawan.betina
Son of the Rich (Reborn)
Quote:
Lembaran pertama - Kota Malang
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Bokap gua kerja di salah satu perusahaan asing penambang emas di pulau sumbawa sedangkan nyokap mempunyai beberapa butik dan bisnis makanan yang cukup besar di kota kelahiran gua. dan Perkenalkan nama Gua adrian, anak semata wayang dua sejoli yang bertemu saat bermitra bisnis 25 tahun yang lalu. Gua lahir ke dunia dengan sebuah pengharapan yang besar. Karena untuk mendapatkan Gua, orang tua gua harus menunggu lebih dari 5 tahun.
Hidup serba ada bahkan terlalu berlebihan, pakaian serba bermerk gadget yang selalu menemani gua setiap saat dan mobil yang selalu menemani gw kemana aja, semua itu cukup membutakan gua seperti apa arti dari sebuah perjuangan hidup. Jujur, guaga pernah merasakan rasanya mengumpulkan uang sendiri bahkan hanya untuk membeli sepeda yang gua pengen. ketika mata ini melihat sebuah benda menarik, maka nyokap gua akan bilang, "Adrian Mau?" dan sorenya barang itu sudah ada di rumah. Gua paham nyokap ingin sekali membuat gua bahagia tapi kadang gua merasa ga bisa menikmati hidup ini dengan baik. Dengan Uang mungkin kita bisa bahagia, tapi kita tidak bisa membeli kebahagiaan dengan uang.
Super Duper Over Protektif
itulah hal yang bisa gua simpulkan tentang keluarga gua. Walau Gua hanya bertemu mereka saat weekend saja tapi kalau sudah menyangkut tentang masa depan gua, mereka akan melupakan semuanya dan menitik beratkan fokusnya ke gua.
Gua bukan orang yang bodoh, gua selalu mendapat peringkat 1 dari Sekolah dasar hingga sekarang, tentu kecerdasan gua turun dari bokap dan nyokap. Mereka adalah dua sejoli yang sangat ideal, mereka sama sama pintar dan mereka adalah 2 manusia yang diberikan paras yang cantik dan tampan oleh tuhan , alhasil semua kelebihan itu menurun ke gua.
Untuk urusan masuk sekolah, Orang tua gua selalu sangat hati hati. Saking hati hatinya, Gua bahkan sudah diterima di sekolah menengah atas sebelum gua menjalankan tes masuk. Apalagi lagi kalo bukan karena bokap gua menghubungi kepala sekolah yang merupakan teman lamanya, padahal gua sangat yakin, gua tetep bisa masuk tanpa bantuan mereka. Waktu itu gua marah besar tapi orang tua tetaplah orang tua, mereka selalu ingin anaknya bahagia apapun caranya.
Ketika para siswa sibuk mencari PTN dengan mengikuti berbagai macam Bimbingan Belajar, gua dengan begitu Mudah mendapat tiket masuk disalah satu PTN terbaik di indonesia, tentu sudah bisa ditebak , semua ini karena bokap gua. Untuk kali ini gua memutuskan untuk berontak, tak ingin lagi rasanya gua mengunakan kekuatan orang tua gua buat ngelakuain semuanya.
Hanya berbekal baju yang gua masukin ke Tas Ransel, serta Dompet yang berisi hanya beberapa uang lima puluh ribuan dan ATM yang entah berapa isinya dan ijazah SMA. Gua menuju terminal Bus, mencari loket tiket yang berangkat hari itu juga, Gua memutuskan naik Bus karena Beberapa orang di bandara mengenal Gua. Satu persatu Loket tiket gua datangi, mancari bus-bus yang bisa segera berangkat, menuju Jogja, solo surabaya, bandung, atau entahlah, yang penting gua harus segera pergi dari pulau yang gua diami 17 tahun terakhir, Lombok.
Hanya Tiket Mataram~malang yang ada untuk keberangkatan 1 jam lagi, yang akhirnya diputuskan mungkin gua harus pergi ke malang, 1 jam lagi bus tiba, dan ini pertama kalinya gua harus jauh dari kedua orang tua gua.
NEXT
Sekitar Pukul 4 pagi, bus sudah tiba di sebuah terminal kota malang, ada nuansa berbeda yang gua rasakan di sini. Hawa yang lebih dingin dan tentu perasaan gua yang ga menentu akibat ulah gua ini. Mungkin bokap nyokap gua lagi panik di rumah, ada sedikit rasa bersalah dalem diri gua tapi semoga surat yang gua tulis bisa membuat nyokap gua agak lega.
Ponsel gw sempat berbunyi saat gua menyebrang dari bali ke banyuwangi. Mungkin 10 kali atau 20 kali atau mungkin lebih, dan semua adalah misscall dari nyokap gua. Tanpa pikir panjang ponesl itu gua buang ke laut, beberapa saat kemudian gua sedikit menyesal, kenapa harus gua buang, kenapa ga gua kasih ke orang agar lebih bermanfaat, mungkin ini hasil dari didikan manja orang tua gua, semua jadi serba mudah.
Uang di dompet gua udah kosong melompong untuk membeli tiket dan beli makanan di jalan. Gua mencoba mengelilingi Terminal arjosari untuk mencari ATM di deket sana. Hampir 10 menit gua lalu lalang lalu akhirnya gua bisa bernafas lega, ternyata ATM tidak terlalu jauh dari tempat gua turun tadi. Setelah mengambil beberapa juta dari mesin ATM setelah menarik uang sebanyak 2 kali, Gua mengambil kertas struk yang sudah gua buang ke tempat sampah tadi. Saat gua mengecek nominalnya sebuah angka 1 dan ada 8 digit angka mengikutinya dibelakang, waw... sebanyak inikah uang yang dikirimkan bokap Gua selama ini, setahuku ATM ini diberikan saat ujian nasional kemarin, gua meminta uang hanya buat perpisahan dengan teman teman kelas gw. "Pa ini terlalu banyak".....
Gua masih berdiri di depan ATM. Gua sedang berfikir untuk segera mencari kendaraan untuk menuju kampus-kampus yang ada di kota ini, yang pertama terfikirkan adalah taxi tapi beberapa saat kemudian gua menghapus jauh jauh fikiran itu, gua harus hidup sederhana dan pilihan gua jatuh ke angkot. Mungkin karena gua terlalu fokus menyusun rencana , gua ga sadar bahwa ada seseorang di dekat gua, dari perawakannya dia masih seusia gua, dan dia seorang cewek.
"Mahasiswa baru juga?"
Gua celingak celingkuk mencari siapa yang diajak ngobrol cewek ini.
"Gua bukan indigo yang ngomong sendiri, gua ngomong sama elo" tanya cewek itu sedikit tersenyum melihat kebingungan gua.
"Oh Maaf, maaf. gak kok, eh ya."
Gadis itu lalu tertawa kecil melihat kebingungan gua. Ia sepertinya sudah berdiri di depan ATM sejak gua datang tadi. mungkin dia sedang bosan menunggu.
"Ya atau ga?" pancingnya.
"Gak, gua baru mau tes" jawab gua jujur, walau gak tahu harus tes dimana.
"Oalah, mau ikut tes mandiri toh"
"Mungkin begitu"
"Mungkin?" cewek itu mengerutkan dahu lalu dia tersenyum lebar melihat gua.
"Elu lucu ya, kok kayak linglung gitu" sambungnya.
"Makasih" jawab gua ragu.
"Itu bukan pujian loh"
"Oh maaf" jawabku ragu.
"Hahaha, Bercanda kok,emang elo mau kemana?"
"Kampus" jawabku ragu.
"Kampus apa? kan di sini ada puluhan kampus"
"Yang ada di malang"
"kan memang kita kan lagi dimalang"
"Yang deket deket aja mungkin" jawabku ragu. bodohnya aku gak cari referensi sebelum datang ke sini"
"hahaha... deket dari mana, kamu lucu ya"
"Gua harus bilang makasih atau maaf nih?" takut itu malah hinaan.
"Apa aja deh, kenalin nama gua Friska. Gua mahasiswa baru di Universitas Wijaya" dia mengulurkan tangannya untuk menjabat.
"Gua Adrian.. mmm mantan anak SMA " Jawab gua seraya menjabat tangannya.
"hahaha... ada ada sih aja elo"
"elo ngambil apa di Wijaya?"
"Gua?, Biologi"
"Biologi? mmm belajar biologi seru?" tanyaku penasaran.
"Kalo Gua sih suka, emang elo minatnya apa?"
"Yang bisa ngebuat hidup ini lebih seru dan asik" jawabku jujur. Selama ini hal yang gua idam idamkan.
"hahaha diplomatis bin ngawur jawaban elo" jawab friska.
"Bukan diplomatis, lebih tepatnya Gua bingung aja"
"Bingung? Bingung kenapa?"
TIIIINNN TIIINNNN
Suara klakson motor membuyarkan obrolan kami, seorang cewek berhenti di depan kami berdua.
"Frish udah lama?" tanya cewek yang baru datang itu.
"Udah kering neh gigi gua nunggu elo" jawab friska.
"Maaf maaf, tadi agak macet maklum weekend"
"Gua maafin asal lo traktir gua es cream" goda Friska.
"Ih maruk sekali, udah minta di jemput, sekarang minta di traktir. Nunggunya sama cowok ganteng lagi"
"Eh dasar mulut elo nyablak bener seh, oh iya adrian gw duluan ya, sukses buat Tesnya, ayok bela, tarik"
"Tarik tarik, emang gw angkot"..
"Becanda bela"
"Bener neh gua ga dikenalain nih?"
"Eh elo apa apan sih, malu maluin aja, ayo berangkat"
"Duluan ya ganteng" kata cewek yang dipanggil bela oleh Friska tadi.
Mareka akhirnya melaju memecah kota malang.
Friska, orang pertama yang gua kenal di kota ini.
Oke, Gua udah mutusin buat ikut tes mandiri Universitas Wijaya, jurusan Biologi.
Polling
0 suara
Terlepas dari plot kisah ini, ada di team manakah kalian?
Diubah oleh kawan.betina 16-10-2020 11:01
bebyzha dan 152 lainnya memberi reputasi
137
370.4K
Kutip
1.9K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.5KThread•41.6KAnggota
Tampilkan semua post
TS
kawan.betina
#14
Lembaran keempat - Kampus
Quote:
Seperti biasa Pagi itu Gua bangun Untuk Sholat subuh, gua pasrah dengan nasib gua kali ini. Gua sadar kalau memang perubahan tidak bisa dilakukan secara instan dan rencana yang kita buat tidak selalu akan sesuai dengan apa yang kita inginkan. Gua berfikir, mungkin gua harus bekerja satu tahun dulu lalu ikut SNMPTN tahun berikutnya guna mengumpulkan biaya pendidikan, walau gua tahu rasanya sangat berat meninggalkan dunia pendidikan, karena hanya di sekolahlah gua merasakan indahnya sebuah perjuangan tanpa ada unsur "fasilitas yang berlebih" dari orang tua.
Pagi Itu gua memutuskan untuk ke kampus, hanya untuk sekedar duduk-duduk di kursi depan perpustakaan sambil meratapi nasib gua sendiri seraya merencanakan apa yang harus gua lakukan setelah ini. Seperti dugaan gua sebelumnya bahwa hari ini kampus akan sangat ramai, banyak sekali calon mahasiswa yang lalu lalang sambil membawa Map, almamater dan tentu mereka ditemani oleh orang tua mereka. Jujur gua iri melihat senyum yang begitu cerah dari bibir mereka dan sebuah senyum kebanggan dari orang tua yang menemani mereka.
Andai orang tua gua seperti itu, memberikan perhatian dan bukan hanya fasilitas. Ah sudahlah gua terasa seperti orang yang tidak bersyukur. gua tahu masih banyak orang yang tak dapat keduanya tapi masih bisa hidup bahagia dan gua malah lebih banyak mengeluh..
Gua masih duduk terdiam di sebuah gazebo depan perpustakaan sambil membuka laptop yang gua pinjem dari Gilang. Google adalah senjata utama gua mencari pekerjaan di daerah sini, menulis keyword "lowongan kerja kota malang" lalu berharap keyword ini membawa gua ke situs lowongan kerja yang cocok buat gua. Hasilnya didominasi oleh lowongan pekerjaan seperti "bimbingan belajar", mungkin pekerjaan ini perlu gua pertimbangkan karena saat gua SMA dulu , Gua cukup berbakat dalam mengajar.
“Adrian?” Sapa seseorang yang ternyata berdiri tepat di depan tempat gua duduk. Ada dua orang gadis yang wajahnya cukup familiar.
“Friska?” jawab gua ragu.
“Adrian yang di terminal kan?” Sapa gadis itu kembali.
“Ya, masih inget nama gua ternyata” balas gua seraya senyum.
“Ya iyalah, kalo cowok ganteng mana mungkin Friska bisa lupa” Sahut gadis satunya. Yang kalau tidak salah namanya Bella.
“Eh bel, jangan bikin malu dong” kata Friska sambil menyikut perut bela agar terdiam.
“Aduh, kok gua disikut. Emang gua lagi main bola apa. Gua kan cuman ngomong kenyataan” Balas bella.
Friska memelototi Bella kesal. “Boleh duduk sini kan” Tanya bella karena kursi di depan gua kosong.
“boleh-boleh, kebetulan kursi itu bukan punya gw kok” jawab gua.
“haha ada ada aja lu, emang lagi ngapain di sini?” Tanya Friska tampak penasaran.
Rasanya senang ada teman bicara selain Gilang. Anehnya gua baru sadar kalau gadis yang gua temui di terminal itu ternyata mempunya paras yang cantik. Kulitnya putih dengan wajah oval dan di hiasi hidung mancung dan mata yang tampak tajam namun tatapannya sangat lembut. Dan tentu lesung pipinya yang tampak membuat senyum friska tampak tambah manis. Friska sepertinya tergolong dari keluarga menengah keatas karena melihat style dan pakaian yang dia kenakan tentu bukan barang murah. Sedangkan kawannya Bella adalah gadis yang bertubuh gempal namun tampak lincah. Senyumnya membuat orang gampang bergaul dengan dia. Ya dia sangat supel dan ramai. Sehingga membuat orang yang berbicara dengannya tidak merasa sungkan.
“Kenalin nama Gua bella, yang dulu jemput friska, masih inget kan?” kata Bella
“Masih inget kok, Nomor polisi lu N 6734 UA, kan?” jawab gua yakin, yah gua cukup Pede dengan daya ingat gua tentang angka.
“ Lu masih inget plat nomor motor gua, wah jadi malu, sampe di inget inget gitu” Goda Bella
“Daya inget gua soal angka emang agak baik” jawab gua merendah.
“hah? gua kirain lu terpesona sama gua jadi melacak nomor polisi motor gua” Canda Bella.
“Eh Lu GR banget si Bela” sahut Friska.
“Lu ada agenda apa ke kampus fris?” Tanya Gua penasaran.
“Nyari informasi buat ospek, aduh ribet ternyata? kalo lu gimana? Gimana? lu jadi ikut tes mandiri?
Gua mengangguk. Rasanya berat sekali mengucapkannya.
“Diterima” friska tampak penasaran.
Gua kembali mengangguk.
“Di terima dimana?” Tanya Friska kembali.
“Matematika” jawab gua pendek.
“Loh jadinya kita satu fakultas dong, kok gua seneng banget rasanya.” Kata Friska.
“Belum tentu” jawab gua singkat, Rasanya sedih melihat Friska bahagia karena gua sendiri sudah pasrah dengan kondisi gua sendiri.
“Maksudnya?” Friska mengerutkan dahi bingung.
“Eh frish pelan pelan dong nanyanya, kayak lagi introgasi penjahat aja.” Kata bella yang mulai risih karena Friska terlalu bersemangat.
“eh maaf maaf” kata Friska menyesal.
“Gak apa apa kok” jawab gua.
“jadi gimana? Kok bisa? elo ga daftar di kampus ini?”
Tiba tiba ponsel gua berdering, ini ponsel bekas yang saya beli di counter di dekat indekos. Karena dalam registrasi gua butuh kontak yang harus gua cantumin di biodata dan info pendaftaran lainnya.
“Hallo” panggilan itu langsung gua angkat dengan hati hati.
“Hallo, selamat Pagi. Apakah ini dengan saudara Adrian Poetra?”
“Ya benar, Maaf ini dengan siapa ada nada yang bisa saya bantu” balas guar amah dan bingung.
“Saya dari panitia penerimaan mahasiswa baru, apakah saudara Adrian bisa ke bagian akademik sekarang, di rektorat lantai 6.”
“Bi..sa” jawab gua ragu.
“Baik saya tunggu ya, terima kasih atas waktunya” dan panggilan itu berakhir.
“lu Gak apa apa Adrian?”
“Gua harus ke rektorat lantai 6, sorry gua tinggal dulu,” gua langsung merapikan laptop dan memasukkannya ke ransel. Gua lalu berdiri dan melangkah menuju rektorat sampai tiba tiba tangan saya terasa di Tarik lembut.
“Maaf” kata friska melepaskan tangannya dari lengan gua. “Gua gak tahu masalah lu tapi good luck ya” Lanjut Friska.
“Terima kasih” jawab gua yang tidak sadar sedari tadi sedang tersenyum saat Friska berbicara. “Gua keatas dulu” lanjut gua.
Perasaan ini rasanya campur aduk. Pertanyaan menyelimuti kepala gua namun entah kenapa ada rasa optimis yang besar di tengah semua kebingungan ini. Saya menyigkirkan semua kemungkinan dan hanya berfikir apa yang ada di depan gua.
“Pak boleh bertanya, ruang akademik di sebelah mana ya?”
“Kamu Adrian?” Tanya seorang pegawai yang pertama saya temui setelag keluar dari lift.
“Ya pak”
“Ayo ikut bapak,” katanya seraya berjalan dengan cukup cepat menuju sebuah ruang di pojok yang pintunya tampak lebih besar dari yang lain.
“Silahkan masuk “kata pegawai itu membukan pintu, “Bu Adrian sudah datang, saya tinggal sebentar ya”
“Terima kasih Pak Anwar bantuannya” jawab wanita yang di sapa petugas itu.
“Sama sama bu, saya permisi dulu” petugas itu lalu keluar dan menutup pintu.
Wajah gua langsung kaku dan mata ini terasa membeku saat gua sadar bahwa sosok wanita yang duduk di sofa dalam ruangan itu adalah wanita yang sangat gua kenal. Wanita itu lalu berdiri seraya menatap gua dengan penuh rasa syukur dan kesedihan yang terlihat dari matanya yang hampir menangis.
“Ma? Mama? Kenapa Mama di sini?”
Mamaku langsung memelukku dengan erat. Kenapa mama menangis, bukannya dia marah lalu kenapa mama gua ada di sini.
Pagi Itu gua memutuskan untuk ke kampus, hanya untuk sekedar duduk-duduk di kursi depan perpustakaan sambil meratapi nasib gua sendiri seraya merencanakan apa yang harus gua lakukan setelah ini. Seperti dugaan gua sebelumnya bahwa hari ini kampus akan sangat ramai, banyak sekali calon mahasiswa yang lalu lalang sambil membawa Map, almamater dan tentu mereka ditemani oleh orang tua mereka. Jujur gua iri melihat senyum yang begitu cerah dari bibir mereka dan sebuah senyum kebanggan dari orang tua yang menemani mereka.
Andai orang tua gua seperti itu, memberikan perhatian dan bukan hanya fasilitas. Ah sudahlah gua terasa seperti orang yang tidak bersyukur. gua tahu masih banyak orang yang tak dapat keduanya tapi masih bisa hidup bahagia dan gua malah lebih banyak mengeluh..
Gua masih duduk terdiam di sebuah gazebo depan perpustakaan sambil membuka laptop yang gua pinjem dari Gilang. Google adalah senjata utama gua mencari pekerjaan di daerah sini, menulis keyword "lowongan kerja kota malang" lalu berharap keyword ini membawa gua ke situs lowongan kerja yang cocok buat gua. Hasilnya didominasi oleh lowongan pekerjaan seperti "bimbingan belajar", mungkin pekerjaan ini perlu gua pertimbangkan karena saat gua SMA dulu , Gua cukup berbakat dalam mengajar.
“Adrian?” Sapa seseorang yang ternyata berdiri tepat di depan tempat gua duduk. Ada dua orang gadis yang wajahnya cukup familiar.
“Friska?” jawab gua ragu.
“Adrian yang di terminal kan?” Sapa gadis itu kembali.
“Ya, masih inget nama gua ternyata” balas gua seraya senyum.
“Ya iyalah, kalo cowok ganteng mana mungkin Friska bisa lupa” Sahut gadis satunya. Yang kalau tidak salah namanya Bella.
“Eh bel, jangan bikin malu dong” kata Friska sambil menyikut perut bela agar terdiam.
“Aduh, kok gua disikut. Emang gua lagi main bola apa. Gua kan cuman ngomong kenyataan” Balas bella.
Friska memelototi Bella kesal. “Boleh duduk sini kan” Tanya bella karena kursi di depan gua kosong.
“boleh-boleh, kebetulan kursi itu bukan punya gw kok” jawab gua.
“haha ada ada aja lu, emang lagi ngapain di sini?” Tanya Friska tampak penasaran.
Rasanya senang ada teman bicara selain Gilang. Anehnya gua baru sadar kalau gadis yang gua temui di terminal itu ternyata mempunya paras yang cantik. Kulitnya putih dengan wajah oval dan di hiasi hidung mancung dan mata yang tampak tajam namun tatapannya sangat lembut. Dan tentu lesung pipinya yang tampak membuat senyum friska tampak tambah manis. Friska sepertinya tergolong dari keluarga menengah keatas karena melihat style dan pakaian yang dia kenakan tentu bukan barang murah. Sedangkan kawannya Bella adalah gadis yang bertubuh gempal namun tampak lincah. Senyumnya membuat orang gampang bergaul dengan dia. Ya dia sangat supel dan ramai. Sehingga membuat orang yang berbicara dengannya tidak merasa sungkan.
“Kenalin nama Gua bella, yang dulu jemput friska, masih inget kan?” kata Bella
“Masih inget kok, Nomor polisi lu N 6734 UA, kan?” jawab gua yakin, yah gua cukup Pede dengan daya ingat gua tentang angka.
“ Lu masih inget plat nomor motor gua, wah jadi malu, sampe di inget inget gitu” Goda Bella
“Daya inget gua soal angka emang agak baik” jawab gua merendah.
“hah? gua kirain lu terpesona sama gua jadi melacak nomor polisi motor gua” Canda Bella.
“Eh Lu GR banget si Bela” sahut Friska.
“Lu ada agenda apa ke kampus fris?” Tanya Gua penasaran.
“Nyari informasi buat ospek, aduh ribet ternyata? kalo lu gimana? Gimana? lu jadi ikut tes mandiri?
Gua mengangguk. Rasanya berat sekali mengucapkannya.
“Diterima” friska tampak penasaran.
Gua kembali mengangguk.
“Di terima dimana?” Tanya Friska kembali.
“Matematika” jawab gua pendek.
“Loh jadinya kita satu fakultas dong, kok gua seneng banget rasanya.” Kata Friska.
“Belum tentu” jawab gua singkat, Rasanya sedih melihat Friska bahagia karena gua sendiri sudah pasrah dengan kondisi gua sendiri.
“Maksudnya?” Friska mengerutkan dahi bingung.
“Eh frish pelan pelan dong nanyanya, kayak lagi introgasi penjahat aja.” Kata bella yang mulai risih karena Friska terlalu bersemangat.
“eh maaf maaf” kata Friska menyesal.
“Gak apa apa kok” jawab gua.
“jadi gimana? Kok bisa? elo ga daftar di kampus ini?”
Tiba tiba ponsel gua berdering, ini ponsel bekas yang saya beli di counter di dekat indekos. Karena dalam registrasi gua butuh kontak yang harus gua cantumin di biodata dan info pendaftaran lainnya.
“Hallo” panggilan itu langsung gua angkat dengan hati hati.
“Hallo, selamat Pagi. Apakah ini dengan saudara Adrian Poetra?”
“Ya benar, Maaf ini dengan siapa ada nada yang bisa saya bantu” balas guar amah dan bingung.
“Saya dari panitia penerimaan mahasiswa baru, apakah saudara Adrian bisa ke bagian akademik sekarang, di rektorat lantai 6.”
“Bi..sa” jawab gua ragu.
“Baik saya tunggu ya, terima kasih atas waktunya” dan panggilan itu berakhir.
“lu Gak apa apa Adrian?”
“Gua harus ke rektorat lantai 6, sorry gua tinggal dulu,” gua langsung merapikan laptop dan memasukkannya ke ransel. Gua lalu berdiri dan melangkah menuju rektorat sampai tiba tiba tangan saya terasa di Tarik lembut.
“Maaf” kata friska melepaskan tangannya dari lengan gua. “Gua gak tahu masalah lu tapi good luck ya” Lanjut Friska.
“Terima kasih” jawab gua yang tidak sadar sedari tadi sedang tersenyum saat Friska berbicara. “Gua keatas dulu” lanjut gua.
Perasaan ini rasanya campur aduk. Pertanyaan menyelimuti kepala gua namun entah kenapa ada rasa optimis yang besar di tengah semua kebingungan ini. Saya menyigkirkan semua kemungkinan dan hanya berfikir apa yang ada di depan gua.
“Pak boleh bertanya, ruang akademik di sebelah mana ya?”
“Kamu Adrian?” Tanya seorang pegawai yang pertama saya temui setelag keluar dari lift.
“Ya pak”
“Ayo ikut bapak,” katanya seraya berjalan dengan cukup cepat menuju sebuah ruang di pojok yang pintunya tampak lebih besar dari yang lain.
“Silahkan masuk “kata pegawai itu membukan pintu, “Bu Adrian sudah datang, saya tinggal sebentar ya”
“Terima kasih Pak Anwar bantuannya” jawab wanita yang di sapa petugas itu.
“Sama sama bu, saya permisi dulu” petugas itu lalu keluar dan menutup pintu.
Wajah gua langsung kaku dan mata ini terasa membeku saat gua sadar bahwa sosok wanita yang duduk di sofa dalam ruangan itu adalah wanita yang sangat gua kenal. Wanita itu lalu berdiri seraya menatap gua dengan penuh rasa syukur dan kesedihan yang terlihat dari matanya yang hampir menangis.
“Ma? Mama? Kenapa Mama di sini?”
Mamaku langsung memelukku dengan erat. Kenapa mama menangis, bukannya dia marah lalu kenapa mama gua ada di sini.
bebyzha dan 41 lainnya memberi reputasi
42
Kutip
Balas
Tutup