- Beranda
- Stories from the Heart
KALAGENDA | RITUAL
...
TS
re.dear
KALAGENDA | RITUAL
Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
INDEX:
1.1.Kang Adul Ojol: Resto Fiktif
1.2.Mang Ian Warung: Singkong Bakar
1.3.Bang Herul Akik: Lembur
1.4.Teh Yuyun: Pesugihan Janin
===============================
Mitaku Malang, Mitaku Kenang
1.5.Mang Ian Warung: Kupu-Kupu Malam
1.6.Kang Adul Ojol: "Offline aja mbak."
1.7.Teh Yuyun: Susuk Nyai
===============================
1.8.Bang Herul Akik: Cici Cantik
1.9.Kang Adul Ojol: Ayu Ting Ting
1.10.Bang Herul Akik: Mess Sial
===============================
Kala Bermula
1.11.Kang Adul Ojol: Harum
1.12.Kang Adul Ojol: Cicak
1.13.Teh Yuyun: Akhir Awal
===============================
1.14.Mang Ian Warung; Bayawak
1.15.Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [I]
1.16. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [II]
1.17. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [III]
===============================
KONFRONTASI
1.18. Teh Yuyun: Tumbal
1.19. Teh Yuyun: Kunjungan
1.20. Teh Yuyun: Getih Laris
===============================
1.21. Kang Adul Ojol: Petaka Hamil Tua
1.22. Mang Ian Warung: Puputon [I]
1.23. Mang Ian Warung: Puputon [II]
1.24. Mang Ian Warung: Puputon [III]
===============================
BAHLA
1.25. Teh Yuyun: Rega [I]
1.26. Teh Yuyun: Rega [II]
1.27. Teh Yuyun: Rega [III]
===============================
1.28. Mang Ian Warung: Panon
1.29. Bang Herul Akik; No.19
TALAMBONG JARIAN
1.30. Citraghati [I]
1.31. Citraghati [II]
1.32. Citraghati [III]
1.33. Dalak Natih [I]
1.34. Dalak Natih [II]
1.35. Purwayiksa [I]
1.36. Purwayiksa [II]
1.37. Purwayiksa [III]
1.38.
=====SARANANDANG=====
1.39. Kara
1.40. Vijaya (I)
1.41. Vijaya (II)
1.42. Vijaya (III)
1.43. Kusuma Han (I)
1.44. Kusuma Han (II)
1.45. Sang Bakul (I)
1.46. Sang Bakul (II)
1.47. Pathilaga
1.48. Hieum
1.49. EPILOG SEASON 1
Chapter: MANTRA
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
INDEX
2.1. Prolog Mantra
2.2. Asih
2.3. Delman
2.4. Kaki Kiri
Santet
2.5. Tideuha Murak Pawon [I]
2.6. Tideuha Murak Pawon [II]
2.7. Bebegig
2.8. Mancing
Babak Pertama Pangkur
2.9. Tepak Hiji
2.10. Tepak Dua
2.11. Tepak Tilu
2.12. The Artefact
2.13. Pangkur: Maludra
2.14. Pangkur: Maludra (2)
2.15. Pangkur: Durma
2.16. The Unexpected One
2.17. Sastra Jingga
2.18. Socakaca
2.19. Calung Durma
2.20. Hanaca Raka
2.21. Hanaca Rayi
2.22. Sarangka Leungit
2.23. Mega Ceurik
2.24. Lumayung Mendung
2.25. Pangkur: Juru Demung (I)
2.26. pangkur: Juru Demung (II)
2.27. Aksara Pura
2.28. Tarung Aksara
2.29. Adinda Adjining Sanggah
2.30. Teh Tawar
2.31. Fleuron: Back Stage
Antawirya
2.32. Para Jaga Loka
2.33. Adarakisa
2.34. Niskala Eka Chakra
2.35. Rengga Wirahma
2.36. Astacala
2.37. Cantaka
2.38. Léngkah Kadua
~oOo~
2.39. Pelatihan Neraka
2.40. Anyaranta
Quote:
WARNING!!
Cerita ini mempunyai komposisi sebagai berikut:
> 70% FIKSI
> 25% GOOGLING
> 4% NANYA ORANG
> 0,9% KEBOHONGAN MURNI
> 0,1% KENYATAAN YANG MASIH DIRAGUKAN KEBENARANNYA
Dengan demikian, penulis harap kebijaksanaannya. Apabila terjadi kesamaan dalam penokohan, alur, latar belakang, artinya hanya ada 3 kemungkinan:
1. Kejadian itu kebetulan benar terjadi.
2. Pengalaman agan mainstream.
3. Karya saya yang terlalu biasa.
Happy reading!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Spoiler for REFERENSI::
Diubah oleh re.dear 01-07-2021 00:18
arieaduh dan 74 lainnya memberi reputasi
65
95K
Kutip
2.3K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
re.dear
#381
SARANANDANG:
KUSUMA HAN (I)

"... Sengkuni tiba, ia melihat mayat Yudhistira yang terkena panah surya milik Karna..."
KUSUMA HAN (I)

"... Sengkuni tiba, ia melihat mayat Yudhistira yang terkena panah surya milik Karna..."
Sri Han, Kara Han, dan Vijaya Han semuanya telah tewas. Sedikit berdosa bahwa aku merasakan sebuah kelegaan atas kematian mereka. Mungkin egois, karena aku bisa lebih tenang mengingat mereka takkan pernah bisa lagi mengancam aku atau keluargaku.
Kini tersisa Kusuma Han, kepala keluarga Han saat ini. Jika tak salah ingat, ajian yang ia punya mirip dengan ajian yang dimiliki Vijaya. Melihat pertarungan teh Yuyun melawan Vijaya, sepertinya ia takkan kesulitan.
Tapi sungguh, aku melupakan hal yang paling penting yang menyangkut keluarga Han.
Spoiler for KUSUMA HAN (I):
Warna merah mulai berpendar menjadi hijau dengan perlahan-lahan. Lalu silau sebentar.
Aku yang tak bisa menutup mata, terpaksa harus melihat cahaya itu dan membiasakan mataku setelahnya.
Aku melihat sebuah taman dengan beberapa pohon rindang yang mengelilingi sebuah lapang voli. Suasananya rindang, angin terlihat berhembus dengan sayup. Kuedarkan pandanganku, tempat ini mirip sebuah komplek. Hanya saja sebuah hotel melati berdiri tak jauh dari sana.
Sepertinya siang hari, jika melihat bayangannya, mungkin saat ini waktu menunjukkan antara pukul 8 atau 10 pagi.
Heran, kenapa teh Yuyun kesini?
Pertanyaanku terbersit tiba-tiba. Aku tak yakin seorang Kusuma akan ada di sekitar tempat seperti ini. Dan lagi, ini siang hari. Mana mungkin mereka akan melakukan pertarungan di waktu seperti ini kan?
Aku menurunkan pandanganku, terbiasa karena biasanya aku melihat seperti berada diatas kepala teh Yuyun.
Tapi yang kutemukan bukan rambut hitam ikal bercampur uban seperti miliknya. Tapi rambut hitam lurus dengan kuncir satu yang rapi.
Ini siapa?
"Akhirnya kau disini."
Orang itu berujar sambil menengok ke belakang.
Ratih?
Mengapa aku bersama Ratih dan bukan teh Yuyun?
"Pertarungan yang gila hah?"
Ia bertanya sambil menyalakan rokok putih yang diambil dari saku sweater hoodienya.
Tampilannya berbeda dari semalam, ia memakai kaus polos berwarna merah, jaket hitam polos dengan tudung, celana jeans hitam dan sepatu kets. Cukup modern ternyata, karena aku biasa melihatnya dalam balutan kebaya putih polos dan sandal hitam.
"Kau bisa mendengarku, Ratih?"Aku mencoba berteriak padanya.
Namun sepertinya ia tak mendengar teriakanku. Wajahnya masih acuh.
Aku seperti ditarik olehnya dan ditaruh didepan Ratih.
Ia mengambil sesuatu dari balik tas kecil yang ia bawa.
Bedak?
Ah tidak ia membuka bedak itu dan menghadapkannya cerminnya padaku.
"Seperti ini kau terlihat Re."
Ujarnya.
Aku seperti cahaya kecil berwarna putih seukuran ujung kuku yang melayang-layang.
"Salahsatu ajian milik Ayi. Semacam perekam kejadian dan setelah diserahkan pada orang yang dituju, ajian ini akan hilang."
Jelasnya sambil memasukkan kembali cermin itu.
Ratih menghisap rokok agak dalam dari sebelumnya.
"Aku mengambilmu karena aku rasa pandanganmu sedang melihat sesuatu dengan warna yang sama. Atau malah kau akan tiba-tiba melihat sebuah pertarungan lagi."
Lanjutnya.
"Jangan kaget, meskipun begini, aku tetaplah murid Ayi. Bukan hal sulit aku mengambil pandanganmu."
Ratih terus bicara, meski dia tahu akan terlihat bicara sendiri.
Ratih memandang jauh ke depan, menatap kosong ke arah jalan yang dilewati beberapa kendaraan.
"Aku akan membunuh Nin."
Ucapnya tiba-tiba.
Jangan bercanda! Teh Yuyun telah melakukan semua hal yang beresiko untuk hal ini. Aku yakin dengan bantuan Ayi, teh Yuyun takkan terbunuh di pertarungan ini, tidak olehmu, Han atau ki Kala. Separah apapun lukanya, Ayi takkan membiarkan teh Yuyun mati. Aku yakin itu.
"Dia melanggar tabu, Re. Dan hal itu sangat dilarang untuk orang-orang yang mempelajari ajian seperti kami.
Aku mungkin masih baru, ajianku pun hanya bergantung pada senjata, tidak seperti guruku atau Nin.
Tapi itulah yang membuatku tetap menjadi manusia. Aku akan bisa menua dan mati seperti seharusnya."
Kata-kata Ratih terdengar sedikit bergetar seolah ia menahan tangisnya agar tak pecah.
Ia menghisap rokoknya sekali lagi, mengatur nafas, dan menenangkan diri.
"Kurasa aku punya tanggung jawab untuk memberitahumu tentang semuanya. Kuharap kau akan lebih berhati-hati agar tak sampai masuk ke lembah hitam seperti kami. Tak peduli sebaik apapun niatmu, jika caranya salah, hal itu tetap salah.
Jangan lupakan dirimu sebagai manusia yang seharusnya tetap menjadi lemah tapi mempunyai derajat lebih mulia dibanding makhluk lain. Meskipun mereka mempunyai kekuatan yang didambakan manusia, tapi tetap mereka adalah makhluk yang sesat.
Jangan jadi manusia sesat, Re.
Jika tidak, aku yang akan membunuhmu saat kau melangkahkan kaki ke dunia kami."
Kata-kata terakhir Ratih ia ucapkan sambil menatapku dengan tajam.
Cantik.
Aku terpesona oleh wajahnya yang manis dan lesung pipinya yang selalu muncul saat ia bicara. Ia mengancam dengan wajah seperti itu? Mana mungkin aku akan takut!
Lagipula aku tak tertarik untuk mempelajari hal-hal seperti teh Yuyun atau Ratih apalagi keluarga Han. Aku melakukan itu bukan aku takut pada Ratih, tapi memang seperti inilah seharusnya yang dilakukan manusia. Tetap lemah dan membatasi diri.
"Aku mendengarnya dari Nin saat aku masih belajar dengan Ayi. Anaknya dari suami pertamanya, Yuda membenci teh Yuyun karena sebuah kejadian yang memilukan. Aku rasa itu hanya kesalahpahaman hingga Yuda meninggalkan Nin."
Jelasnya sambil merubah posisi duduk dengan bersila dan menyender.
"Suami pertama Nin, juga ayah dari Dinda dan Yuda. Orang itu mati saat Nin mengusir peliharaan Kala yang berwujud genderuwo itu.
Nin baru selesai belajar Kanuragan dari ki Lawuh, beberapa hari setelah ia pulang, genderuwo merasuk tubuh suaminya dan mengamuk hingga hampir membunuh Dinda.
Yuda berusaha menenangkan ayahnya dengan segala cara. Namun Nin menyangka hal itu percuma hingga ia harus membunuh suaminya.
Aku sedikit paham, jika bukan Dinda, Nin, Yuda yang mati maka suaminya yang harus mati.
Setelah suaminya terkapar sekaratpun, ia masih tersenyum dan bilang bahwa apa yang Nin lakukan sudah benar.
Namun Yuda tidak menerimanya, ia mencoba membunuh ibunya sendiri namun gagal. Lalu untuk membalas dendamnya, Yuda mencari Ki Kala, ia hanya tahu bahwa Ki Lawuh gurunya Nin adalah musuh Ki Kala.
Yuda tak peduli urusan Nin dengan keluarga Han. Ia hanya ingin membalas dendam pada Nin. Hanya kebetulan, keluarga Han dan dirinya memiliki tujuan yang mirip, dia bergabung bersama keluarga Han untuk itu.
Kau paham, Re?"
Ratih berhenti bercerita.
Ia lalu berdiri dan berjalan menuju hotel yang tak jauh dari sana.
Ratih melewati orang-orang yang berlalu lalang seperti tak terjadi apa-apa semalam. Tatapannya dingin dan acuh.
Saat memasuki kawasan hotel, beberapa pria menggodanya. Ratih hanya mengacungkan jari tengah sambil terus berlalu dengan wajah datar.
Rusak sudah kesanku padanya sebagai gadis desa yang dingin. Ditambah kelakuannya saat membunuh Vijaya. Mengingat aku pernah bertemu dengannya di kafe tempo hari, meninggalkan rasa yang mengganjal.
Sebegitu besar perubahannya karena sebuah dendam yang ia pelihara.
Ia masuk dan terus naik ke lantai dua, masuk ke sebuah kamar dan duduk disana.
Ratih membuka jaket dan sepatunya, berjalan ke kamar mandi dan mencuci muka.
Keluar dari sana ia duduk di kursi depan meja rias.
"Malam ini akan berlanjut seperti kemarin, kau harus ingat semua jalur kemana hal ini berakhir. Jangan lupa masih ada #@$!*%©...."
Kata-kata tak terdengar jelas dan pandanganku kembali menampilkan warna merah.
~oOo~
Lalu hitam samar bercampur dengan warna merah saling bertindih. Kemudian aku sadar warna hitam menganggu itu adalah wajah Ayi.
"Aku kira jatuh dimana. Ternyata ada pencuri." Ayi seperti menatapku dan gigi tajamnya bergerak keatas-kebawah menganggu.
Sial kau terlalu dekat!
Harusnya pandanganku tak terpotong saat Ratih akan mengatakan sesuatu yang terdengar penting.
"Apa yang kau lakukan?!"
Tanya teh Yuyun dari sana.
"Hanya memeriksa peralatan." Jawab Ayi yang kemudian berjalan mendekati teh Yuyun.
"Peralatan? Kau?"
Mata teh Yuyun bergerak naik-turun memperhatikan Ayi.
"Sudahlah, lupakan. Kita harus mengejar sesuatu bukan?" Ayi mengalihkan pembicaraan.
Teh Yuyun tak menjawab, ia melangkah masuk ke dalam danau merah meninggalkan Ayi di belakang.
"Dinginnya, sejak kapan sikapnya ketularan Ratih." Ayi bicara sendiri dan menyusul teh Yuyun.
"Kau melihat lesung pipinya, Re?" Ayi menengok padaku sebentar, lalu terkekeh dan menenggelamkan diri ke danau merah.
Seandainya Ayi bisa melihatku, mungkin ia akan melihat wajahku yang tersenyum dan kesal.
Kau seperti sudah merencanakan ini, dasar sial.
Pandanganku kembali menunjukkan warna merah yang pekat, lalu hilang berganti warna hitam yang gelap. Aku tak bisa melihat apapun, juga tak mendengar, atau merasakan apapun di keadaan ini.
Tentu saja,
Waktu ini akan dipercepat dan aku pasti akan melihat pertarungan lain lagi.
Saat pandanganku berubah warna.
Yap, sudah dapat ditebak. Pasti Kusuma Han sekarang.
Teh Yuyun tergeletak tak bergerak, kulitnya berubah pucat pasi membiru di seluruh tubuhnya. Sementara Ayi sedang dicekik hingga tergantung oleh Kusuma.
Mustahil!
Dimana formula cerita yang kemarin aku pandangi?
Harusnya teh Yuyun datang bersama Ayi, bertarung dan menaklukkan Kusuma.
Bukan pemandangan seperti ini!
Tidak,
Ini pasti ada yang keliru. Aku yakin.
Aku mencoba memperhatikan semua hal di sekitarku, memeriksa keadaan dan menerka apa yang sebenarnya telah terjadi.
Seorang wanita yang sedang telanjang terlihat meringkuk melingkari kedua kaki Kusuma Han, rambutnya yang teramat panjang tergerai menutupi lantai di sekitarnya.
Pasti salah! Tidak mungkin Puputon kalah!
Aku berkali-kali berdebat dengan diriku sendiri. Pikiranku dan apa yang aku lihat saling bertentangan. Aku tak ingin meyakini semua kejadian ini.
Aku mencoba menenangkan diri dengan mengalihkan pandanganku ke atas.
Ini lantai satu di sebuah rumah megah, diatas sana balkon lantai dua. Udara di sekitarku berwarna hijau dan merah saling mengasapi terbang ke atas lalu tipis dan hilang tanpa bekas.
Setelah pikiranku tenang, aku kembali melihat Ayi dan coba memperhatikannya lebih teliti.
"Kau tak ingin mengakuinya bocah?" Entah Ayi sudah gila atau dia memang gila sejak awal.
Posisinya yang tercekik hingga kakinya terangkat dan masih dapat bicara seperti itu pada Kusuma.
"Diam pion! Makhluk yang hanya menjadi peliharaan tak pantas bicara di hadapanku!"
Balas Kusuma sambil terlihat tangannya semakin erat mencekik Ayi.
Bahkan uap panas diselingi jilatan api kecil kadang terlihat dari telapak tangannya.
"Hehehe... Kau sepertinya salah pada satu hal bocah!" Ayi membalas ucapannya dan tubuhnya perlahan memudar menjadi asap hitam yang mengelilingi tubuh Kusuma.
"Kau terbalik memposisikan aku dan bocah perempuan itu." Kata-kata Ayi terdengar menggema.
Kusuma hanya berdiri diam dan mematung. Wajahnya terlihat tenang, bahkan untukku dia terlalu sangat tenang.
"Yang lemah tidak berhak bicara."
Kusuma menghantam kakinya hingga menendang Puputon.
Puputon yang ada dibawahnya sedikit terangkat, ia lalu berdiri meski tubuhnya membungkuk dengan kedua tangan menggantung terkulai.
Makhluk itu tersenyum, giginya hitam, bibirnya pucat. Ia membuka mulutnya sedikit.
Dan dari lubang sebesar jari itu, Ayi yang kini berubah menjadi asap seperti terhisap ke dalamnya.
"Hahaha .. aku kira kau akan melakukannya bagaimana, ternyata cara yang kuno! " Ayi mengejek Kusuma hingga tubuhnya benar-benar hilang terhisap Puputon.
Kusuma lalu duduk di sebuah kursi di belakangnya. Ia menyenderkan punggungnya dan menghela nafas panjang.
Kemeja putihnya ternoda oleh darah dimana-mana. Celana hitamnya juga robek di berbagai tempat. Kedua tangannya juga terlihat lecet di sana-sini. Ia mengusap wajahnya yang berkeringat dan merapikan rambutnya yang beruban ke belakang.
Lalu langkah kaki terdengar kian mendekat. Ki Kala yang memakai setelan serba hitam masuk ke ruangan ini dengan tenang. Ia melihat ke arah teh Yuyun dan Puputon bergantian.
Ia menghampiri teh Yuyun, memeriksa denyut nadi di lehernya lalu berbalik dan berjalan menuju Puputon yang kembali meringkuk. Ia menyibakkan rambutnya dan mengangkat dagu makhluk itu, terlihat rahang Puputon masih terbuka sedikit dengan asap tipis hitam yang keluar masuk. Ki Kala menjatuhkan kembali wajah Puputon.
"Selesai rupanya."
Ujarnya sambil berbalik dan mengahadap Kusuma.
"Simaksoca."
Katanya sambil menujuk ke arahku.
Ki Kala berbalik dan mengarah pandangannya juga ke arahku. Ia lalu berjalan mendekat. Hingga aku bisa melihat wajah Ki Kala dengan jelas.
Keriputnya, lipatan matanya, rambutnya sepanjang bahu yang putih, aku bisa melihat setiap garis urat dan otot dari orang yang menjadi dukun dan dalang dari semua kejadian ini.
Aku marah, takut, kecewa, semua emosi itu seperti berkumpul didepanku. Seandainya bisa aku pasti akan memukul wajahnya hingga ia takkan bisa lagi bergerak.
"Cahaya kecil ini? Kau takut?"
Ki Kala berbalik memunggungiku.
"Itu ajian yang merekam setiap adegan yang terjadi disini. Aku menghalanginya pertama kali, namun itu terlepas saat aku disibukkan dengan makhluk itu."
Kusuma berujar dan menunjuk Puputon.
"Seperti Benggala rupanya, lalu kemana itu akan berakhir?"
Tanya Ki Kala dengan tenang.
"Mungkin penerus Yuyun, atau keluarganya, bisa siapa saja."
Jawab Kusuma dengan nada pasrah.
"Jangan takut, lagipula hal itu akan menghilang sendiri."
Jelas Ki Kala sambil berjalan pergi.
"Tidak, Simaksoca akan terus merekam hingga pembuat ajiannya mati atau menghilang."
Kusuma menoleh Ki Kala dengan tajam.
"Jika bukan Yuyun dan Ayi, lalu siapa? Aku tak mencium bau Lawuh disana."
Jawab Ki Kala sambil berbalik dan tak melanjutkan langkahnya.
"Aku tak tahu."
Jawab Kusuma singkat.
"Kau? Tak tahu? Lalu apa yang kau lakukan selama ini bocah sial?"
Ki Kala mendatangi Kusuma dan meraih kerah bajunya.
"Aku tak pernah mencium bau seperti itu, aku tak mengenal siapapun yang memiliki aroma yang sama dengan simaksoca disana. Aku tak pernah membaca aliran nafas seperti pembuatnya, aku tak mengenal dan aku tak tahu!"
Kusuma membalas ucapan Ki Kala dengan nada yang lebih tinggi.
"Aliran seperti apa yang kubaca?"
Ki Kala melepaskan tangannya.
"Merah."
Jawabnya singkat.
Ki Kala yang mendengar itu wajahnya panik tak karuan. Ia berbalik dan melihatku sekali lagi. Raut takutnya jelas tergambar. Aku tak mengerti sungguh, dia makhluk yang telah hidup ratusan tahun dan menunjukkan ekspresi terkejut?
"Sial, dia sungguh nekat. Kau mendapat rasa hormatku, nyai."
Tatapan Ki Kala lalu beralih ke tubuh teh Yuyun yang tergeletak.
"HAHAHA.. Itulah yang aku katakan saat dia memanggilku ke alam ini." Dari bayangan Ki Kala makhluk mengerikan yang membawa teh Yuyun ke alam lain itu muncul. Seperti bayangan Ki Kala adalah gerbang untuknya.
Makhluk tengkorak besar kini terlihat sempurna. Lagi-lagi aku merasakan kengerian yang meluap-luap hingga seolah dadaku terasa sesak.
"Sang Hyang Pura, penguasa alam kematian, teror dari para makhluk abadi."
Ki Kala mundur dengan perlahan saat memandangnya.
"HAHAHA.. Kau pintar memuji Kala! Hahaha" Hyang Pura terlihat senang, kepala yang ada ditengah tubuhnya seperti sedang terbahak-bahak.
Sedangkan kedua kepala di sisi kanan-kirinya hanya meliuk-liuk sambil memperhatikan sekitar.
Aku sedikit terganggu dengan ukurannya hingga sayapnya harus terlipat karena ruangan ini kurang luas, bahkan ia harus merunduk karena langit-langit dua lantai masih terlihat pendek.
"Kau membantu Nyai itu?"
Ki Kala menunjuk teh Yuyun.
"Benar! Hahaha!" Hyang Pura tertawa dan kepala yang ada di pundak kirinya memanjang mendekati Ki Kala.
Ki Kala mematung, keringatnya keluar deras. Sementara Kusuma hanya terduduk dengan wajah yang menganga, ia seperti ketakutan dan tak pernah melihat makhluk yang dihadapannya sebelum ini.
"Baiklah, kita punya urusan Kala." Hyang Pura membuat kolam darah melingkar di bawah kaki Ki Kala.
Seperti air, tubuh Ki Kala mulai masuk tenggelam.
"Baiklah, meski aku tidak suka kemana ini menuju, aku akan senang hati bila dapat membunuh penguasa sepertimu."
Ki kala tersenyum hingga tubuhnya hilang tenggelam.
"HAHA teruslah bermimpi!" Hyang Pura berubah menjadi serbuk putih dan terlihat seperti menaburi tubuh teh Yuyun.
Bukan, bukan menaburi.
Tapi serbuk-serbuk itu seperti jatuh merayap dan masuk ke lubang di punggung teh Yuyun.
"Sepertinya babak kedua akan dimulai."
Kusuma bangun dari kursinya dan berjalan mendekati tubuh teh Yuyun yang mulai pulih.
Saat jari-jarinya bergerak.
"Siapapun manusia lancang mana yang berani melihat melalui itu, ingatlah aku akan memburumu setelah semua ini selesai."
Kusuma menujukku.
Sialan sialan sialan sialan!
Aku harap kali ini teh Yuyun berhasil membunuh Kusuma.
Karena jika tidak, aku pasti celaka.
japraha47 dan 22 lainnya memberi reputasi
23
Kutip
Balas
Tutup