- Beranda
- Stories from the Heart
KALAGENDA | RITUAL
...
TS
re.dear
KALAGENDA | RITUAL
Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
INDEX:
1.1.Kang Adul Ojol: Resto Fiktif
1.2.Mang Ian Warung: Singkong Bakar
1.3.Bang Herul Akik: Lembur
1.4.Teh Yuyun: Pesugihan Janin
===============================
Mitaku Malang, Mitaku Kenang
1.5.Mang Ian Warung: Kupu-Kupu Malam
1.6.Kang Adul Ojol: "Offline aja mbak."
1.7.Teh Yuyun: Susuk Nyai
===============================
1.8.Bang Herul Akik: Cici Cantik
1.9.Kang Adul Ojol: Ayu Ting Ting
1.10.Bang Herul Akik: Mess Sial
===============================
Kala Bermula
1.11.Kang Adul Ojol: Harum
1.12.Kang Adul Ojol: Cicak
1.13.Teh Yuyun: Akhir Awal
===============================
1.14.Mang Ian Warung; Bayawak
1.15.Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [I]
1.16. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [II]
1.17. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [III]
===============================
KONFRONTASI
1.18. Teh Yuyun: Tumbal
1.19. Teh Yuyun: Kunjungan
1.20. Teh Yuyun: Getih Laris
===============================
1.21. Kang Adul Ojol: Petaka Hamil Tua
1.22. Mang Ian Warung: Puputon [I]
1.23. Mang Ian Warung: Puputon [II]
1.24. Mang Ian Warung: Puputon [III]
===============================
BAHLA
1.25. Teh Yuyun: Rega [I]
1.26. Teh Yuyun: Rega [II]
1.27. Teh Yuyun: Rega [III]
===============================
1.28. Mang Ian Warung: Panon
1.29. Bang Herul Akik; No.19
TALAMBONG JARIAN
1.30. Citraghati [I]
1.31. Citraghati [II]
1.32. Citraghati [III]
1.33. Dalak Natih [I]
1.34. Dalak Natih [II]
1.35. Purwayiksa [I]
1.36. Purwayiksa [II]
1.37. Purwayiksa [III]
1.38.
=====SARANANDANG=====
1.39. Kara
1.40. Vijaya (I)
1.41. Vijaya (II)
1.42. Vijaya (III)
1.43. Kusuma Han (I)
1.44. Kusuma Han (II)
1.45. Sang Bakul (I)
1.46. Sang Bakul (II)
1.47. Pathilaga
1.48. Hieum
1.49. EPILOG SEASON 1
Chapter: MANTRA
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
INDEX
2.1. Prolog Mantra
2.2. Asih
2.3. Delman
2.4. Kaki Kiri
Santet
2.5. Tideuha Murak Pawon [I]
2.6. Tideuha Murak Pawon [II]
2.7. Bebegig
2.8. Mancing
Babak Pertama Pangkur
2.9. Tepak Hiji
2.10. Tepak Dua
2.11. Tepak Tilu
2.12. The Artefact
2.13. Pangkur: Maludra
2.14. Pangkur: Maludra (2)
2.15. Pangkur: Durma
2.16. The Unexpected One
2.17. Sastra Jingga
2.18. Socakaca
2.19. Calung Durma
2.20. Hanaca Raka
2.21. Hanaca Rayi
2.22. Sarangka Leungit
2.23. Mega Ceurik
2.24. Lumayung Mendung
2.25. Pangkur: Juru Demung (I)
2.26. pangkur: Juru Demung (II)
2.27. Aksara Pura
2.28. Tarung Aksara
2.29. Adinda Adjining Sanggah
2.30. Teh Tawar
2.31. Fleuron: Back Stage
Antawirya
2.32. Para Jaga Loka
2.33. Adarakisa
2.34. Niskala Eka Chakra
2.35. Rengga Wirahma
2.36. Astacala
2.37. Cantaka
2.38. Léngkah Kadua
~oOo~
2.39. Pelatihan Neraka
2.40. Anyaranta
Quote:
WARNING!!
Cerita ini mempunyai komposisi sebagai berikut:
> 70% FIKSI
> 25% GOOGLING
> 4% NANYA ORANG
> 0,9% KEBOHONGAN MURNI
> 0,1% KENYATAAN YANG MASIH DIRAGUKAN KEBENARANNYA
Dengan demikian, penulis harap kebijaksanaannya. Apabila terjadi kesamaan dalam penokohan, alur, latar belakang, artinya hanya ada 3 kemungkinan:
1. Kejadian itu kebetulan benar terjadi.
2. Pengalaman agan mainstream.
3. Karya saya yang terlalu biasa.
Happy reading!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!


Spoiler for REFERENSI::
Diubah oleh re.dear 01-07-2021 00:18
arieaduh dan 74 lainnya memberi reputasi
65
95K
Kutip
2.3K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•51.9KAnggota
Tampilkan semua post
TS
re.dear
#225
TALAMBONG JARIAN:
CITRAGHATI (II)
CITRAGHATI (II)

Pelatihan seorang kakek misterius pada Kusuma masih berlanjut.
Quote:
"Apa kau pernah melakukannya pada manusia?"
Aku masih berusaha mencari tahu berapa besar kemungkinanku selamat.
"Pernah, aku melakukannya pada 3 orang tentara jepang."
Jelasnya sambil duduk.
"Bagaimana hasilnya?"
Selidikku.
"Cukup bagus, tak ada yang mati."
Jawabnya dengan nada yang terpotong.
"Tapi?"
Aku melanjutkan.
"2 orang lumpuh total. Hahaha, mereka tak bisa menggerakkan seujung jari pun, dan mati kelaparan."
Lagi-lagi ia menganggap hal itu lucu.
"Yang satu lagi?"
Kini aku benar-benar takut mati.
"Ia selamat, berhasil menjadi kuat."
Ia mengangguk dengan puas.
"Dimana dia sekarang?"
Kuharap dia masih hidup.
"Tewas. Nyawa manusia itu sangat amat berharga bocah. Kau harus menggunakan setiap nyawa dengan baik."
Ia menasehatiku.
"Ck.. terserah! Aku tak paham. Tapi intinya ketiga-tiganya mati pada akhirnya."
Aku menyimpulkan.
"Tapi yang ketiga mati bukan karena pelatihanku yang ini!"
Ia membela diri rupanya.
Malam semakin larut, udara dingin berhembus. Rasanya perlahan ribuan jarum menusuk kulitku tak beraturan. Aku masih dengan posisi yang sama, sementara si kakek tertidur lelap di sampingku.
Bulan sabit menjadi penerang, nyanyian serangga malam menjadi laguku tidur. Nyatanya tubuhku kini kaku, sama sekali tak bisa digerakkan meski ingin. Aku mulai menutup mata, membiarkan diriku tidur sambil memasang kuda-kuda.
Cipratan air di wajahku membangunkanku. Rupanya hari telah berganti lagi. Siang hari tiba dengan sengatan matahari yang biasa.
"Ini makananmu hari ini, kunyah!"
Aku disuapi talas yang telah matang dibakar seukuran 3 jari.
"Hmmpp.."
Mulutku seketika penuh. Dengan susah payah aku akhirnya bisa menelannya juga.
"Minumlah."
Kini si kakek menempatkan bambu yang dibuat jadi cangkir dengan air penuh ke mulutku.
Kutegak hingga habis.
"Bagus. Sekarang kita akan menunggu."
Ujarnya.
"Menunggu apa?"
Tanyaku.
Dia tak menjawab.
Lalu beberapa saat kemudian seluruh tubuhku rasanya terbakar hebat. Panas menjalar di setiap sendi. Kulitku terlihat memerah. Terakhir aku memuntahkan darah hitam kental.
"Itu."
Katanya saat melihatku kesakitan.
Ia mengambil lagi ular dan kalajengking dari udara kosong. Bukan ditempatkan di punggung tangan atau mata kaki seperti sebelumnya.
Tapi ditempatkan mengelilingi leherku. Kurasakan setidaknya ada 6 jarum yang tertancap. Taring ular di kanan dan kiriku, begitupun dengan taring kalajengking dengan posisi yang sama.
Saat aku ingin berbicara, kini kerongkonganku tak dapat bergerak. Lidahku kelu, leher, pipi seluruh kepalaku kebas. Hanya mataku yang masih bergerak bebas.
"Kau akan seperti ini sampai pelatihannya selesai."
Ucapnya saat melihat mataku.
Aku melotot tak percaya.
"Tenanglah. Kau tidak akan mati meski tidak makan atau minum sekalipun."
Aku membuang pandanganku.
"Kau tak percaya?"
Rupanya ia dapat membaca maksudku.
"Ah baiklah baik. Akan kuceritakan sedikit tentangku."
Kini ia sepertinya akan mulai bercerita sesuatu.
"Aku mencari kekuatan, hidup abadi. Aku menyadari bahwa dunia terlalu indah untuk dinikmati dengan batasan waktu.
Aku lalu berguru pada beberapa orang selama berpuluh-puluh tahun, tapi semua yang kudapat selalu tidak lengkap. Tidak sempurna.
Dan akhirnya, aku bisa menyempurnakan hidupku. Sederhana bukan?"
Ia menunggu responku.
Aku hanya mengedipkan mata dua kali.
"Ah biarlah, aku seperti bicara dengan batang pohon."
Kakek tua berbaring dan membalikkan badannya memunggungiku.
Ia tidur. Meninggalkanku dengan keadaan lebih menyiksa dari sebelumnya. Rasa hangat masih menjalari tubuhku seolah berputar-putar. Seolah ingin sedikit melupakan kenyataan ini, kututup mataku, kembali tidur.
Udara dingin yang biasa kurasakan membangunkanku. Hari telah malam, dan ini malam keduaku.
Kakek tidak ada!
Sial!
Aku panik, ia tak ada di tempatnya.
"Sudah bangun?"
Ia berjalan membawa kayu bakar.
Aku melihatnya lega.
Ia mengumpulkan kayu bakar, menyusunnya dan membakarnya. Api pelan-pelan menyulut. Bunyi retakan kayu terbakar menjadi suara baru di malam ini.
"Kita lanjutkan."
Ujarnya datar.
Apalagi ini? Belum cukupkah siksaannya?
Kakek itu mulai membaluri tubuhku dengan getah entah dari pohon apa. Ia tak melewatkan setiap inci dari tubuhku. Bahkan hingga ke bagian vital sekalipun.
Aku masih keheranan apa yang sebenarnya yang akan ia lakukan.
Lalu ia berjalan ke arah api unggun, mengambil sebatang kayu yang terbakar dan mengacungkannya ke arahku.
"Aku pernah melakukannya pada diriku sendiri. Tenang saja."
Ujarnya sambil mendekatiku.
Aku tak paham apa maksudnya.
Dan selanjutnya barulah aku mengerti. Saat api menjilat tubuhku yang penuh dengan getah, ia menyala seketika.
Aku dibakar hidup-hidup!!
"Hmmm!!!! Hrmm!!"
Aku berusaha berteriak, aku mengalami kesakitan yang begitu hebat yang pernah aku rasakan seumur hidupku.
Kakek itu masih berdiri di depanku, melihatku dengan tenang terbakar seolah itu bukan apa-apa.
Aku mulai bisa mencium bau dagingku sendiri yang terbakar. Panasnya tak dapat aku gambarkan. Aku sedang berada di neraka!
Isi kepalaku mendidih, mataku mulai kehilangan penglihatannya. Dalam kesakitan yang tak terkira, aku hilang kesadaran pelan-pelan.
Apa aku mati dalam keadaan dibodohi seperti ini?
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Aku terbangun dari pembaringan. Suara serangga malam, bulan sabit yang sama, bau hutan yang dingin, semuanya sama. Sempat berpikir bahwa apa yang aku lalui hanyalah mimpi.
"Kau tidur selama 5 hari."
Suara yang kukenal membuyarkan pikiranku. Itu si kakek keji!
"Kau! Apa yang kau lakukan?!"
Aku membentaknya dan bersiap untuk menerjang.
"Kau tidak sadar?"
Ia memancing.
Aku diam.
Aku mencoba berpikir lebih jernih. Tubuhku tidak terbakar, aku bisa bergerak, aku bisa bicara.
Dalam keadaan heran, si kakek menepuk pundakku.
"Kita perlu mencobanya bukan?"
Tawarnya.
"Coba?"
Aku memastikan.
"Tentu! Tubuh barumu!"
Ia sedikit bersemangat.
"Sekarang lihat!"
Ia menunjuk ke depan.
Sosok tinggi besar berbulu ternyata berdiri disana. Aku terperangah, ukurannya bisa jadi 3 kali lipat tubuhku. Ia membawa sabit besar di tangannya.
Ia kini mendekatiku sambil tersenyum memperlihatkan taringnya yang mungkin sebesar lenganku.
"Ayo lawan aku bocah!"
Gila!
Apa maksudnya ini?
"Ayo! Lawan dia, atau kau ingin mati tanpa perlawanan?"
Kakek sial itu setengah mengancam.
"Ah terserah! Aku pernah merasakan mati terbakar sekali. Sepertinya mati terinjak bukan hal sulit."
Aku setengah mengeluh, dan berjalan ke arahnya.
"Bagus! Hahaha."
Tawanya menggelar menganggu seisi hutan.
Ia mengayunkan sabitnya mengarahkan tepat ke tubuhku, seperti ingin memotongku menjadi dua.
Aku menunduk mengelak, lalu berlari ke arahnya. Aku mengarahkan pukulanku pada betisnya, meski sadar apa yang aku lakukan percuma.
Entah apa yang terjadi, tapi percikan api muncul dari kepalan tanganku dan membakar betisnya sedikit.
"BOCAH SIAL!"
Tampaknya aku membuatnya marah.
Ia mengayunkan sabitnya ke segala arah dengan cepat.
'Wush!! Wus!'
Aku masih mencari celah diantara ayunan sabitnya. Aku merasa entah bagaimana aku bisa menangani makhluk ini.
Hingga saat satu ayunan sabit yang tak bisa aku hindari, tanpa sadar aku memukulnya dan terjadi ledakan dari itu membuat sabitnya terpental ke belakang.
Aku tersenyum.
Rupanya aku bisa melakukan hal itu juga.
Tak butuh waktu lama aku berpikir, aku melemaskan badanku dan menghampirinya dengan santai.
"Kau meremehkanku?!"
Ia mengayunkan lagi sabitnya.
Aku tak menghindar, malah kutepis dan lagi-lagi terjadi ledakan yang sama. Saat sabitnya terpental lagi ke belakang. Aku melompat, meski lompatanku hanya setinggi perutnya, itu cukup.
Kuarahkan tinjuku dengan sekuat tenaga, lalu ledakan besar terjadi.
'BBUUMMM!!'
Aku berhasil melukai makhluk itu hingga perutnya berlubang.
"Aku mengakuimu bocah."
Makhluk itu menurunkan sabitnya, dan ajaibnya luka yang kubuat mulai menutup tanpa bekas.
Setelah itu dia berbalik pergi meninggalkanku.
"Pertarungan yang hebat. Tinggal beberapa hari lagi kau bisa keluar dan kembali ke kediaman Han."
Kakek sial itu juga pergi, tanpa mengatakan apapun lagi setelahnya.
Dan aku?
Aku mencoba apa yang bisa aku lakukan dengan ajian yang baru saja aku dapat. Ada rasa puas karena aku bisa melalui setiap siksaan tak manusiawi dari kakek gila itu.
Bahkan aku meragukan jika dia masih manusia.
~oOo~
Hari yang kutunggu datang juga pada akhirnya. Genap sudah satu bulan hukumanku di hutan wetan. Aku kembali ke kediaman Han dan bersiap untuk memenuhi sumpahku.
Saat pertama kali menginjakkan kaki, tak ada yang menyambutku selain bocah perempuan berusia 3 tahun yang sedang bermain pasir.
"Olang gila! Huwa!"
Ia berlari tepat saat melihatku.
Lalu seorang wanita yang seperti ibunya datang.
"Den Kusuma?"
Ia memastikan.
"Iya Bi, ini saya."
Jawabku.
"Syukur aden udah pulang, ayo ke belakang, kita bersihkan dulu badanmu."
Ujarnya sambil menarikku.
Aku dimandikan olehnya, telanjang bulat dihadapan bocah perempuan tadi. Ia hanya memperhatikanku sambil bersembunyi dibalik ibunya.
Setelah selesai, aku menemui ibu. Ia hanya menatapku dengan pandangan sayu sebentar lalu kembali masuk ke ruangannya.
Lalu aku pergi ke pintu bangunan utama, menunggu Ki Taruban keluar.
Saat ia keluar bersama Arga, Rima dan Sari ia hanya mengatakan:
"Baik, hukumanmu selesai."
Sementara yang lain melihatku seperti ketakutan. Mereka masih mengingat kejadian tempo hari rupanya.
Akupun pergi mencari si bajingan Praga. Ia tak pernah pulang sekalipun. Sudah pasti di tempat pramuriaan. Maka aku akan kesana.
~oOo~
Beberapa hari kemudian setelah persiapanku memadai, aku menunggu hingga malam di depan sebuah distrik merah. Bangunan bekas belanda itu berdiri angkuh. Beberapa laki-laki keluar-masuk, sementara perempuan dengan pakaian terbuka menggoda silih berganti.
Orang yang aku cari akhirnya muncul. Ia berbicara dengan salah seorang wanita lalu masuk ke dalam.
Akupun mengikuti dari belakang dengan jarak agak menjauh.
"Hei bocah! Apa yang kau lakukan disini?"
Rupanya seorang pria dengan tubuh besar menahan pundakku.
"Kau lupa padaku paman?"
Aku menoleh ke arahnya.
"Ah?! Bukankah kau anak dari salahsatu pramuria sini? Siapa namanya? Oh astaga! Sudahlah nama mereka sering berganti. Ada apa kau kesini?"
Ia berbicara tanpa henti.
"Hanya mengenang, aku ingin bertemu dengan beberapa orang yang pernah mengasuhku dulu. Sekedar berterimakasih."
Jawabku sambil menunjukkan beberapa keping emas yang aku curi dari kamar Rima.
"Tentu saja! Masuklah! Hati-hati di dalam, dan jangan menganggu pelanggan. Mengerti?"
Ia memastikan.
"Aku besar disini, apa yang tidak aku tahu?"
Aku melangkah masuk dengan senyum mengembang.
Aku melangkah sambil terus menyembunyikan diri. Menghindari orang-orang yang mungkin saja mengenaliku.
Suasananya masih sama dari yang terakhir aku ingat. Pasangan pria-wanita yang saling tertawa menggoda bising terdengar, parfum dari aroma mawar, melati, dan campuran alkohol menguar ke seisi ruangan. Dari kumpulan orang-orang itu, akhirnya aku bisa melihat si Praga masuk ke sebuah kamar.
Aku berlari menuju ruangan itu secepatnya.
Saat tiba didepan pintu, aku mengetuk.
"Siapa?!"
Ia membentak.
Aku masih mengetuk.
"Sialan mana yang...."
Ia tak melanjutkan kata-katanya saat melihatku.
"Hai ayah."
Sapaku padanya.
Aku melipat telapak tanganku membentuk angka empat, memanaskannya dengan ajian yang kupunya lalu menghujamkannya tepat diulu hati hingga menembus tubuhnya dengan cepat.
Ia ambruk seketika, saat sekarat ia hanya bisa bersuara seperti hewan yang disembelih. Lalu kutambahkan dengan hujaman di lehernya memastikan ia benar-benar mati.
Aku segera kabur melompat jendela kamar. pramuria yang ia sewa hanya melihat wajahku sekali sebelum aku melompat keluar.
Tepat saat aku mendarat, teriakan terdengar.
~oOo~
Beberapa hari kemudian setelah kematian Ayah, kakek sial datang berkunjung.
Ia berpenampilan lebih rapi kemeja dan celana dengan warna abu yang senada, juga topi bundar putih, tak lupa sepatu kulit yang menambah kesan necis.
Aku yang melihatnya seketika langsung menerjang menyerang.
"Kakek sial!!"
Umpatku sambil melayangkan tinju dan tendangan ke arahnya.
"Haha bocah tengik!"
Ia menghindari setiap seranganku dengan lincah, berbanding terbalik dengan tubuhnya yang renta.
Serangan-seranganku berhasil ia tepis dengan mudah atau ia hindari dengan sedikit gerakan.
"Ck!"
Aku berdecak kesal, lalu seperti dejavu tendangan mendarat ke rusukku.
"Apa yang kau lakukan?!"
Ternyata itu Aki, wajahnya merah padam saat melihatku.
"Maaf ki, dia anak kurang ajar."
Aki mencium tangan kakek sial dengan khusyuk.
"Tak apa, aku paham."
Suara kakek sial lebih berwibawa.
"Kemari dan minta maaf pada Ki Kala! Cepat!"
Perintah Aki dengan nada membentak.
Aku berdiri lalu menghadapnya.
"Tak kusangka kau adalah orang yang selalu disebut-sebut oleh keluarga ini. Ki Kala? Hmp! Kau tetaplah kakek sial untukku."
Ujarku menantang.
"Kusuma!"
Aki membentakku.
"Biarkan. Ayo masuk, kita selesaikan urusan ini dengan cepat."
Ki Kala berjalan melewatiku dan mendahului Aki.
Aku mengekor dibelakang mereka.
Hari ini diadakan sidang karena kematian ayah. Tak ada yang mencurigaiku, mereka berpikir aku masihlah bocah yang tak tahu apa-apa.
Sebelum sidang dimulai, Ki Kala menjelaskan mengenai konsep Eyang Putri dan Sang Bakul.
Eyang Putri adalah tumbal mati untuk meneruskan pesugihan di keluarga ini. Dia haruslah anak perempuan dan mati dalam keadaan sedang atau setelah mengandung.
Sementara Sang Bakul adalah tumbal hidup yang menanggung setiap pemilik ajian yang digunakan oleh setiap anggota keluarga.
"Kau tahu artinya?"
Aki bertanya padaku yang sedang disidang.
"Tak masalah bagaimana ayahmu mati, tapi kaulah yang harus meneruskan bagiannya."
Ia melanjutkan kata-katanya.
Aku tak menjawabnya dan hanya menatap tajam ke arah seluruh orang di ruangan itu.
Aku tahu maksudnya, semuanya jelas. Jika aku mempunyai anak, maka anakku harus meneruskan gelar eyang putri sebagai keturunan kelima. Belum lagi anak perempuan selanjutnya harus menanggung menjadi sang bakul. Aku menanggung dua tumbal berturut-turut dalam garis keturunanku.
Tapi setidaknya satu dendamku terbalas.
~oOo~
Diumurku yang ke 17, aku dinikahkan dengan seorang perempuan dengan usia yang sama bernama Ria. Dan dengan itu aku diberi sebuah rumah diluar area kediaman Han.
Aku masih ingat anak kecil yang tempo hari menyambutku saat keluar dari hutan.
"Bi, saya mencari anak kecil perempuan tempo hari."
Kataku saat menemui ibunya.
"Apa dia akan dibawa ke rumah baru aden?"
Tanyanya memastikan.
"Betul, jika boleh."
Aku meminta izin.
"Tentu boleh, keluarga Han sudah membantu ibu banyak. Sebentar saya panggilkan."
Ibu itu pergi lalu kembali dengan anak gadis remaja. Rupanya bocah itu sudah sebesar ini.
"Ayo salam."
Ujar ibunya.
Anak gadis itu menyalami tanganku lalu memperkenalkan diri.
"Saya Yuyun pak."
Katanya lembut.
~oOo~
Aku membawa Yuyun sebagai rasa terimakasihku padanya karena menyambutku saat pertama kali keluar dari hutan Wetan. Ini juga sebagai upaya penyelamatan untuknya. Karena apa yang akan aku lakukan dalam beberapa tahun ke depan di kediaman utama akan mengakhiri semuanya.
Singkat cerita Ria melahirkan anak perempuanku yang pertama. Karena aku tahu dia akan mati dalam beberapa belas tahun untuk menanggung gelar Eyang Putri Kelima, aku hanya memberi namanya dengan singkat. Namanya Diyan.
Diyan diasuh oleh Yuyun, sementara aku membuat istriku sibuk dengan bisnisnya.
Saat umurnya cukup untuk mati, aku mencari cara agar Diyan bisa hamil tanpa harus ada pernikahan, tanpa aku harus menjelaskan pada Ria.
Dan sungguh mudah, remaja wanita memang mudah sekali tergoda. Sisanya, aku serahkan pada Ki Kala.
Setelah semua selesai dan kematian Diyan berjalan sempurna. Kulihat Yuyun cukup terpukul karenanya, aku sedikit mengerti jika Yuyun menganggap Diyan sebagai adiknya sendiri, ia mulai mencari siapa dukun yang mengarahkan Diyan pada pesugihan janin.
Aku biarkan dia berbuat sesukanya, memang apa yang akan diketahui oleh pembantu seperti dia?
Hingga waktu untuk pembalasan terakhirku telah tiba!
Sekarang terjawab sudah siapa Kusuma Han sebenarnya.
Tapi apa yang menyebabkan teh Yuyun membenci seluruh anggota keluarga Han padahal ia dulu bekerja untuk mereka?
Jika Eyang Putri Kelima telah terpenuhi, siapa yang akan menjadi Sang Bakul?
Balas dendam seperti apa yang akan Kusuma Han lakukan?
Bagaimana peran Ki Kala di balik ini semua?
Tapi apa yang menyebabkan teh Yuyun membenci seluruh anggota keluarga Han padahal ia dulu bekerja untuk mereka?
Jika Eyang Putri Kelima telah terpenuhi, siapa yang akan menjadi Sang Bakul?
Balas dendam seperti apa yang akan Kusuma Han lakukan?
Bagaimana peran Ki Kala di balik ini semua?
Temukan jawabannya di chapter Citraghati bagian III.
japraha47 dan 19 lainnya memberi reputasi
20
Kutip
Balas
Tutup