BANG HERUL AKIK:
NO.19

Tongkrongan berlanjut malam itu, aku, Mang Ian, Bang Herul berkumpul dan saling bertukar cerita.
Hutang cerita mengenai hotel tempat Bang Herul dulu, malam ini aku menagihnya.
Dengan imbalan kopi, ia mulai bercerita.
Quote:
Seharusnya lokasi hotel berada di pinggir jalan raya, atau jalan utama. Namun hotel ini lokasinya sedikit kurang strategis.
Selain karena harus masuk sebuah gang selebar satu mobil, juga terdapat pemukiman warga. Membuatnya agak kurang nyaman. Bukan aku menyangsikan, hanya saja hotel identik dengan hal-hal yang sudah menjadi rahasia umum. Dengan lokasi seperti ini, bukankah warga di sekitar akan merasa kurang nyaman?
AMR, nama hotel itu terpampang besar di depan dengan font warna merah seperti menggoda.
Bangunannya cukup besar, 5 lantai dengan 40 kamar campuran. Ukuran standard dan ukuran family.
Pekerjanya terbagi 3 shift. Pagi dimulai jam 7 hingga jam 4 sore, siang dimulai jam 3 sore hingga jam 11 malam, dan malam dimulai jam 10 malam hingga jam 7 pagi.
Untuk shift pagi dan siang terdiri 2 front office, 3 roomboy/service, 1 Satpam. Sedangkan shift malam hanya ada 2 orang yang bertugas. 1 front office merangkap roomboy dan 1 satpam merangkap service.
Sedangkan manager hotel selalu datang pukul 9 pagi dan pulang antara pukul 4 sore hingga 7 malam.
Banyak aturan yang harus dipatuhi, salahsatunya DILARANG MEMBUKA KAMAR NO.19yang berada di lantai 3 paling ujung. Semua orang mematuhinya, meski saling bertanya kenapa.
Banyak cerita yang simpang-siur mengenai kamar no.19 ini. Dari mulai bekas pembunuhan/bunuh diri, tempat pemilik hotel nyugih, tempat jin penunggu tanah yang dibangun hotel tinggal, hingga yang paling ekstrim tempat penjualan narkoba/organ tubuh manusia.
Kabar yang paling ekstrim itu karena kadang di beberapa kesempatan ada seorang wanita yang selalu datang membawa koper besar masuk ke kamar 19, ia masuk dengan pemilik hotel di tengah malam. Dan keluar setelah 30-60 menit kemudian.
Dan jika mereka datang, setiap orang yang sedang shift malam itu selalu diberi uang tips ratusan ribu dan camilan, jika mujur kadang sebotol alkoholpun tak sungkan menguar.
Semuanya berjalan baik-baik saja, meski ada pertanyaan, tapi selalu hanya sebuah pertanyaan tanpa ada jawaban pasti. Kami pun enggan untuk mencari tahu, bukankah tak ada yang ingin kehilangan pekerjaan gara-gara rasa penasaran konyol tanpa dasar?
Hingga di suatu sore, sepasang laki-laki dan wanita check in. Petugas F.O menempatkan mereka di kamar no.18, persis di samping kamar no.19. ia melakukan itu karena semua kamar standard yang dipesan penuh.
Aku masuk shift malam berpasangan dengan F.O baru panggil saja dia Budi, ia terpaksa masuk 2 shift berturut-turut hari itu karena penggantinya izin tiba-tiba. Sialnya, manager entah lupa atau kenapa, hingga ia tak sempat memberitahu aturan kamar no.19, sementara aku hanya mendengar kabar dari grup WA bahwa ada pegawai F.O laki-laki yang baru masuk, dan malam ini aku baru bertemu dengannya.
Kukira ia telah selesai diberitahu tentang aturan hotel, maka akupun tak mambicarakan itu dengannya.
"Bud, gua ke toilet dulu bentar ye. Kalo ada apa-apa telpon aja ke WA."
Ujarku padanya.
"Beres Bang!"
Jawabnya meyakinkan.
Toilet yang kugunakan satu ruangan dengan pos satpam. Hanya saja, aku tak dapat memantau apapun, jadi kuharap dia menggantikanku memantau sekitar sebentar.
Ketika selesai, kulihat Budi tidak ada dibalik meja resepsionis. Aku segera menghampiri meja itu dan mencari di sekitar.
Saat kucoba telpon dia, bodohnya HPnya ditinggal diatas meja. Karena jika meninggalkan pos untuk mencarinya terlalu beresiko, maka aku biarkan. Tak ada yang tahu jika aku pergi ke lantai atas, takkan ada pencuri yang masuk untuk mengambil motor yang terparkir tepat disamping pos.
Selang beberapa lama ia kembali.
"Lu kemana Bud?"
Tanyaku.
"Lantai 3 bang, tadi tamu no.18 protes. Katanya kamar no.19 berisik. Kayak lagi pindah-pindahin meja/kursi. Terus ya gua cek, eh ternyata kosong. Yaudah gua bilang mungkin rumah warga."
Jelasnya dengan wajah datar.
"Lu buka kamar no.19?"
Tanyaku tak percaya.
"Iya, kan F.O dikasih kunci master buat buka kamar mana aja."
Jawabnya tak ragu.
"bodoh bodoh bodoh! Lu gak dikasih tau kalo kamar no.19 gak boleh dibuka?!"
Karena kesal, aku menggenggam kerah bajunya.
"Hah? So..sorry bang. Manager gak bilang apa-apa soal itu."
Ia ketakutan melihatku marah, maka aku melepaskannya.
"Nih! Baca nih! Baca!"
Aku menunjuk aturan yang ditempel disamping komputer dibalik meja.
Budi membacanya dengan cepat.
"Wah iya bang bener. Terus gimana bang?"
Budi panik, pasalnya di tiap-tiap lantai memang ada CCTV yang merekam. Dan hanya manager atau pemilik yang punya akses untuk menghapus rekaman itu.
"Lu liat apa di kamar itu?"
Selidikku.
"Gak ada apa-apa bang."
Jawabnya yakin.
"Bener lu gak ada apa-apa?"
Aku meyakinkannya.
"Sumpah bang! Kasur, lemari, meja, kursi gak ada, kosong aja gak ada apa-apa. Cuman emang cat kamarnya warna merah, ada karpet warna merah juga. Kalo kamar yang lain kan putih tanpa karpet. Gitu doang, gak ada aneh-aneh."
Jelasnya.
"Lu gak liat keatasnya? Ke lampunya?"
Kupikir jika bawahnya kosong pasti langit-langitnya ada sesuatu.
"Ngga bang. Kan gua kira kalo ada apa gitu kan pasti ya ada disitu, bukan diatas langit-langit apalagi di gantungan lampu."
Sial, jawabannya logis.
"Lu sempet ngetok dulu?"
Aku memastikan.
"Iya, tapi gua cuma denger 'hm' doang. Gua kira ya salah denger atau halusinasi doang kan ya. Makanya gua buka sekalian biar gak penasaran."
Jawabnya masih dengan wajah yang panik.
Aku menepuk dahi, mengusapnya dan menghela nafas sepanjang mungkin.
Gawat nih pasti.
Baru saja kami sedang melunturkan ketegangan, tiba-tiba tamu no.18 turun menemui kami.
"Heh! Lu bilang tadi kamar no.19 kosong? Jangan bohong lu! Tadi ada yang ngetok-ngetok kenceng kamar gua bilang dia dari kamar 19 sambil marah-marah katanya gua berisik. Pas gua bales samperin ke kamarnya dia diem aja. Gua mau buka tu kamar! Ayo lu ikut! Lu juga satpam!"
Dia marah dengan nada membentakku dan Budi.
Kami diam saling bertatap mata.
"Gua yang masuk! Lu pada ikut aja jadi saksi! Jangan cemen lu! Mau lu gua laporin ke atasan lu terus gua kasih review jelek?"
Tamu ini mengancam, kami pun semakin tak berkutik.
"Yaudah ayo deh pak."
Sanggupku sementara Budi masih diam.
"Heh Bud, kalo kenapa-kenapa kan bukan kita. Udah berani aja."
Kuberanikan dia.
Dia mengangguk, kami mengekor tamu hingga ke lantai 3.
Saat pintu no.19 terbuka, orang itu langsung masuk dengan kasar.
Aku melihatnya dengan jarak beberapa meter, jujur aku takut.
Selang beberapa lama orang itu keluar.
"Kosong, mungkin ada yang iseng. Udahlah gua cape, biarin ajalah bodoamat."
Saat tamu itu menjelaskan, aku melihat kepala yang muncul di atas pintu. Kepala itu tergantung dengan posisi terbalik, rahang bawahnya tidak ada!
Maksudku bayangkan wajah dengan mulut yang terbuka tanpa ada rahang bawah, terlihat disana deretan gigi atas, lidah dan kerongkongannya keluar.
Aku mematung,
Budipun sama.
Sementara tamu no.18 berjalan acuh masuk ke kamarnya kembali.
Makhluk itu mulai merangkak keluar, tepatnya ia merangkak di langit-langit dan diatas tembok. Saat seluruh tubuhnya terlihat, ia memiliki tubuh wanita, dengan telapak tangan yang terbalik ke belakang, kakinya juga sama. Posenya mirip belalang!
Makhluk itu merangkak telanjang keluar kamar.
"bodoh!"
Aku menarik lengan Budi menyeretnya turun dengan panik, membiarkan pintu kamar itu terbuka.
Kulihat Budi wajahnya pucat pasi, mulutnya gemetar hingga giginya saling beradu menimbulkan bunyi 'krek krek krek' berulang kali.
Sambil terus berlari turun, kucoba menelpon manager.
Setelah tersambung dan dijawab, aku ceritakan dengan panik.
"Sialan bener-bener sialan! Tunggu dihotel, jangan keluar, jangan ribut, jangan sampe tamu ada yang tau!"
Pak manager seketika menutup telponnya.
Kami duduk menunggu di bangku panjang di luar hotel tepat di depan meja resepsionis. Budi masih gemetaran, aku mencoba menenangkan diriku dengan hisapan rokok berkali-kali.
Selang satu jam, yang kutunggu datang.
Manager datang dengan pemilik bersama satu orang wanita cantik.
Aku segera menceritakan semuanya pada mereka. Dengan rasa takut dan pasrah.
"Salahmu! Salahmu! Salahmu! Kalian berdua gak usah lagi kerja disini! bodoh bener!"
Pemilik menunjukku, Manager dan Budi yang masih gemetaran hebat. Ia segera berlari menuju lantai 3.
"Sudah tak apa, ini kecelakaan, tidak murni salah kalian bertiga. Ini, tolong tutup rapat apa yang terjadi malam ini. Saya yakin setelah kalian melihatnya, kalian mengerti jika sampai hal ini bocor. Iya kan?"
Wanita itu memberi aku, manager dan Budi amplop coklat masing-masing.
"Makasih Non Kara, maafkan saya, saya kurang teliti."
Manager membungkuk, lalu wanita yang dipanggil Non Kara itu berlalu pergi menyusul pemilik.
Setelahnya, aku dan manager berjaga hingga pagi. Sementara Budi beristirahat di kamar khusus pegawai.
Pun dengan pemilik dan Non Kara, mereka tidak muncul hingga aku pulang.
Katanya Pemilik dan Non Kara keluar saat shift pagi selesai.
"Ka..Kara?"
Aku tak percaya nama itu keluar dari cerita Bang Herul.
"Iya, lu tau, Re?"
Tanyanya santai.
Aku terdiam.
Mana mungkin aku tidak mengetahui nama itu?
SELESAI