- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#700
Jilid 20 [Part 452]
Spoiler for :
Karebet kembali kepada keadaanya kini. Dihadapannya duduk pamannya yang disegani. Kebo Kanigara yang mendengarkan ceritanya dengan asyik.
Ketika Karebet itu berhenti berbicara, maka Kebo Kanigara itu menarik napas panjang. Panjang sekali. Dan terdengarlah ia bergumam,
Karebet tidak menjawab. Ditundukkannya kepalanya dalam-dalam. Dan malam semakin dingin, karena angin pegunungan.
Kebo Kanigara mengangguk-anggukkan kepalanya. Sesaat ia berdiam diri, dan Karebet tidak berkata apapun. Karena itu maka keadaan di lereng menjadis epi kembali. Di kejauhan terdengar suara cengkerik sahut menyahut dengan derik belalang. Sesekali terdengar aum harimau di kejauhan, di hutan Gunung Telamaya.
Sesekali Kebo Kanigara memandang wajah kemenakannya yang suram. Dilihatnya penyesalan yang dalam menggores didadanya. Karena itu maka perasaan Kebo Kanigara itupun menjadi iba juga kepadanya. Kepada satu-satunya kemenakannya. Karebet adalah penyambung keturunan Pengging disamping Widura. Karena itulah maka adalah menjadi keinginanya bahwa Karebet kelak mendapat tempat yang baik, sebagai seorang cucu Handayaningrat, maka adalah wajar apabila Karebet apabila Karebet itu tidak saja menjadi seorang buangan dan sekedar Lurah Wira Tamtama.
Tiba-tiba terbersitlah sesuatu dikepala Kebo Kanigara. Karebet adalah kemanakannya. Nasib Karebet dihari kemudian akan menentukan darah keturunan Pengging. Kalau Karebet itu akan hancur menjadi debu dipembuangan, maka darah Pengging akan kering seperti lautan yang kering. Betapapun agungnya lautan itu dihari-hari lampau, namun apabila kemudian telah kering dibakar terik matahari, maka keagungan airnya pasti akan dilupakan orang. Demikianlah kalau Karebet itu benar-benar akan lenyap dari percaturan pemerintah Demak, maka darah Pangeran Handayaningrat untuk selamanya tidak akan dapat mengharapkan Widuri untuk merebut tempat itu, sebab mau tidak mau ia melihat hubungan yang akrab antara putrinya itu dengan Arya Salaka.
Meskipun Arya Salaka bukan darah yang tetes dari istana, namun ia bangga atas anak muda itu. Anak muda yang menyadari keadaannya, menyadari tanggung jawabnya. Dan ia puas dengan keadaan putrinya, asalkan kelak ia merasa bahagia. Apalagi putrinya itu sejak kecilnya sama sekali tidak pernah mengenyam kehidupan istana. Karena itu, maka apa yang dicapainya itu benar-benar telah memberinya kebahagiaan.
Baru beberapa waktu kemudian Kebo Kanigara itu berkata,
Kembali mereka terlempar dalam kesenyapan. Dan kembali suara jengkerik bersahut-sahutan dengan desir angin didaunan. Awan yang putih segumpal hanyut diwajah bulan kuning pucat.
Sesaat kemudian barulah Kebo Kanigara berkata,
Ketika pamannya itu kemudian berjalan meninggalkannya, maka Karebet itu pun segera kembali kerumah Ki Buyut Banyubiru.
SEBENARNYALAH Karebet, sejak dari Tingkir segera ia pergi ke Banyubiru. Semula ia mengharap bahwa Arya Salaka Telah berhasil kembali ke tanah perdikannya. Namun ternyata ditemuinya tanah itu sedang dicengkram oleh ketegangan. Karena itu, maka untuk sementara ia mencari tempat yang dapat dipakainya untuk menyembunyikan dirinya. Sehingga akhirnya ditemukannya tempat itu. Rumah Ki Buyut Banyubiru, yang baik hati. Ia tinggal di rumah itu bersama-sama dengan beberapa orang murid Ki Lemah Telasih yang lain. Mereka termasuk orang-orang yang lebih mementingkan persoalan-persoalan pengobatan dan ketekunan dalam mencari dan menemukan jenis dedaunan untuk pengobatan daripada olah kanuragan. Disamping itu, Ki Lemah Telasih adalah seorang yang tekun beribadah. Itulah sebabnya Karebet betah tinggal dirumahnya. Ditemuinya persoalan-persoalan dalam hidupnya. Cara-cara pengobatan itu sangat menarik hati anak muda yang aneh itu.
Diperjalanan kembali ke rumah Ki Ageng Gajah Sora, Kebo Kanigarapun selalu diganggu oleh berbagai pesoalan. Apakah ia akan membiarkan Karebet terbuang dari pergaulan yang telah pernah dicapainya? Kebo Kanigara itupun dapat ikut merasakan kepahitan yang dialami oleh Karebet itu. Kepahitan yang dialami oleh setiap prajurit yang terpaksa disingkirkan dari kedudukannya. Tetapi Kebo Kanigara pun tahu pula, bahwa Baginda masih memiliki kesayangan yang besar kepada anak yang aneh itu.
Meskipun demikian Kebo Kanigara itu pun berkata didalam hatinya,
Malam itu Kebo Kanigara hampir tak dapat tidur nyenyak. Ia bangun pagi-pagi benar dan tampaklah bahwa perasaannya sedang dibebani oleh persoalan-persoalan yang berat.
Mahesa Jenar yang mengetahui serba sedikit tentang Karebet, segera dapat menduga, bahwa Kebo Kanigara benar-benar sedang dirisaukan oleh kemenakannya yang nakal. Karena itu sebagai seorang sahabat yang dekat, maka Mahesa Jenar menyatakan dirinya untuk membantu memecahkan kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi oleh Kebo Kanigara itu.
Kebo Kanigara yang masih belum tahu apa yang akan dilakukan itu berkata,
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Serba sedikit Kebo Kanigara mengatakan juga apa yang pernah didengarnya dari Karebet. Namun tidak seluruhnya. Ada persoalan-persoalan yang tidak dapat di ketahui oleh orang lain. Meskipun orang lain itu adalah Mahesa Jenar sendiri, yang selama ini selalu berbuat bersama-sama, berjuang bersama-sama dan bahkan hidup mati mereka berdua seakan-akan telah dipertaruhkan bersama. Tetapi masalah yang dihadapi oleh Kebo Kanigara sebagian adalah masalah yang berhubungan dengan keluarganya. Berhubungan dengan saluran darah Majapahit yang mengalir ditubuhnya dan ditubuh Karebet, namun juga ditubuh Sultan Tranggana.
Karena ada beberapa persoalan yang tidak dapat dikatakannya kepada Mahesa Jenar, maka Mahesa Jenar pun tidak segera dapat melihat, apa yang dapat dilakukannya untuk membantu memecahkan persoalan itu.
Namun dalam pada itu, sesuatu tersimpan didalam hati Kebo Kanigara. Sesuatu yang tidak dapat segera dikatakan kepada Mahesa Jenar, meskipun pada suatu saat pasti akan menyangkut perasaannya.
Sejak itu Kebo Kanigara berusaha untuk menghilangkan kesan-kesannya yang menggelisahkan karena pokal kemenakannya. Meskipun beberapa kali ia masih menemui Karebet, tetapi ia tidak pernah menyebut-nyebutnya lagi kepada Mahesa Jenar.
Dibiarkannya Mahesa Jenar sibuk dengan persoalan sendiri.
Karena itulah maka Mahesa Jenar tidak mendengar dari Kebo Kanigara bahwa Karebet telah pergi ke Karang Tumaritis dan telah kembali ke Banyubiru.
Dalam pada itu, maka Ki Ageng Pandan Alas merasa bahwa ia telah cukup lama berada di Banyubiru. Karena itu maka ia pun minta diri kepada Ki Ageng Gajah Sora, kepada Kebo Kanigara, kepada Mahesa Jenar dan kepada cucunya Rara Wilis.
Ketika Karebet itu berhenti berbicara, maka Kebo Kanigara itu menarik napas panjang. Panjang sekali. Dan terdengarlah ia bergumam,
Quote:
“Bukan main. Itulah sebabnya maka sepeninggalmu, timbulah berbagai cerita mengenai dirimu.”
Karebet tidak menjawab. Ditundukkannya kepalanya dalam-dalam. Dan malam semakin dingin, karena angin pegunungan.
Quote:
"Darimana kau tahu sedemikian banyak cerita tentang dirimu, yang kau alami dan tidak kau alami?”
Dengan kepala masih tertunduk Karebet menjawab,
“Sebagian aku alami langsung, sedangkan sebagian aku dengar dari seorang sahabat yang dapat dipercaya.”
“Siapakah orang itu?”
“Sambirata!”
“He, Sambirata yang kau katakan mencegatmu di hutan dekat Tingkir itu?”
“Ya, ternyata ia telah menyesali perbuatannya. Karena itu ia berusaha mencari kebenaran tentang diriku. Aku tidak tahu, apa saja yang sudah dilakukannya, namun ia berhasil mengetahui sebagian besar keadaanku, dan iapun berhasil mencari aku, ketika aku masih berada di Tingkir.”
“Hanya orang itu?”
“Ya, tetapi paman Sambirata aku minta menghubungi sahabatku yang lain di dalam lingkungan Wira Tamtama. Daripadanya paman Sambirata dapat melengkapi ceritanya.”
“Siapakah orang itu?”
“Santapati. Kakang Santapati, seorang lurah Wira Tamtama juga.”
Dengan kepala masih tertunduk Karebet menjawab,
“Sebagian aku alami langsung, sedangkan sebagian aku dengar dari seorang sahabat yang dapat dipercaya.”
“Siapakah orang itu?”
“Sambirata!”
“He, Sambirata yang kau katakan mencegatmu di hutan dekat Tingkir itu?”
“Ya, ternyata ia telah menyesali perbuatannya. Karena itu ia berusaha mencari kebenaran tentang diriku. Aku tidak tahu, apa saja yang sudah dilakukannya, namun ia berhasil mengetahui sebagian besar keadaanku, dan iapun berhasil mencari aku, ketika aku masih berada di Tingkir.”
“Hanya orang itu?”
“Ya, tetapi paman Sambirata aku minta menghubungi sahabatku yang lain di dalam lingkungan Wira Tamtama. Daripadanya paman Sambirata dapat melengkapi ceritanya.”
“Siapakah orang itu?”
“Santapati. Kakang Santapati, seorang lurah Wira Tamtama juga.”
Kebo Kanigara mengangguk-anggukkan kepalanya. Sesaat ia berdiam diri, dan Karebet tidak berkata apapun. Karena itu maka keadaan di lereng menjadis epi kembali. Di kejauhan terdengar suara cengkerik sahut menyahut dengan derik belalang. Sesekali terdengar aum harimau di kejauhan, di hutan Gunung Telamaya.
Sesekali Kebo Kanigara memandang wajah kemenakannya yang suram. Dilihatnya penyesalan yang dalam menggores didadanya. Karena itu maka perasaan Kebo Kanigara itupun menjadi iba juga kepadanya. Kepada satu-satunya kemenakannya. Karebet adalah penyambung keturunan Pengging disamping Widura. Karena itulah maka adalah menjadi keinginanya bahwa Karebet kelak mendapat tempat yang baik, sebagai seorang cucu Handayaningrat, maka adalah wajar apabila Karebet apabila Karebet itu tidak saja menjadi seorang buangan dan sekedar Lurah Wira Tamtama.
Quote:
“Hem” geram Kebo Kanigara didalam hatinya.
”Trenggana ternyata dapat dipengaruhi oleh orang-orang seperti Prabasemi.”
”Trenggana ternyata dapat dipengaruhi oleh orang-orang seperti Prabasemi.”
Tiba-tiba terbersitlah sesuatu dikepala Kebo Kanigara. Karebet adalah kemanakannya. Nasib Karebet dihari kemudian akan menentukan darah keturunan Pengging. Kalau Karebet itu akan hancur menjadi debu dipembuangan, maka darah Pengging akan kering seperti lautan yang kering. Betapapun agungnya lautan itu dihari-hari lampau, namun apabila kemudian telah kering dibakar terik matahari, maka keagungan airnya pasti akan dilupakan orang. Demikianlah kalau Karebet itu benar-benar akan lenyap dari percaturan pemerintah Demak, maka darah Pangeran Handayaningrat untuk selamanya tidak akan dapat mengharapkan Widuri untuk merebut tempat itu, sebab mau tidak mau ia melihat hubungan yang akrab antara putrinya itu dengan Arya Salaka.
Meskipun Arya Salaka bukan darah yang tetes dari istana, namun ia bangga atas anak muda itu. Anak muda yang menyadari keadaannya, menyadari tanggung jawabnya. Dan ia puas dengan keadaan putrinya, asalkan kelak ia merasa bahagia. Apalagi putrinya itu sejak kecilnya sama sekali tidak pernah mengenyam kehidupan istana. Karena itu, maka apa yang dicapainya itu benar-benar telah memberinya kebahagiaan.
Baru beberapa waktu kemudian Kebo Kanigara itu berkata,
Quote:
“Karebet. Jangan tinggalkan Banyubiru tanpa ijinku. Mungkin ada beberapa cara yang dapat ditempuh, supaya Sultan Trenggana itu memaafkan kesalahanmu.”
Karebet menganggukkan kepalanya sambil menjawab,
“Baik paman. Aku akan tinggal di Banyubiru sampai paman memerintahkan aku berbuat lain.”
Karebet menganggukkan kepalanya sambil menjawab,
“Baik paman. Aku akan tinggal di Banyubiru sampai paman memerintahkan aku berbuat lain.”
Kembali mereka terlempar dalam kesenyapan. Dan kembali suara jengkerik bersahut-sahutan dengan desir angin didaunan. Awan yang putih segumpal hanyut diwajah bulan kuning pucat.
Sesaat kemudian barulah Kebo Kanigara berkata,
Quote:
”Karebet. Alangkah bodohnya kau. Kenapa kau sampai terpancing dalam pertempuran melawan Sultan Trenggana?”
“Aku tidak mengenal paman. Sultan menggunakan tutup wajah dari ikat kepalanya. Dan Sultan sama sekali tidak mempergunakan tanda-tanda kebesarannya.”
“Apakah kau tidak mampu melihat ciri-ciri gerak Baginda?”
“Tidak paman. Aku lebih baik tidak menyangka bahwa aku berhadapan dengan Baginda, karena Baginda mempergunakan Aji Welut Putih.”
“Kenapa dengan Aji Welut Putih.”
“Bukankah Aji itu biasa dipergunakan oleh orang-orang jahat yang berusaha melepaskan diri dari kejaran?”
Kebo Kanigara mengangguk-angguk. Tetapi katanya,
“Baginda mengenal seribu macam ilmu. Dari yang paling jahat sampai yang paling baik.”
“Aku kurang menyadari itu paman. Mungkin Baginda sengaja mempergunakan Aji Welut Putih untuk lebih mengaburkan anggapanku terhadap orang yang tertutup wajah itu.”
Kebo Kanigara mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba ia berkata,
“Jangan kambuh lagi Karebet. Kalau kau meninggalkan Banyubiru tanpa setahuku, aku tidak akan mencampuri lagi segenap persoalanmu.”
“Baik paman” jawab Karebet.
Kebo Kanigara itupun kemudian bangkit sambil berkata.
“Kembalilah kerumah Ki Lemah Telasih. Mudah-mudahan Buyut Banyubiru itu akan memberimu banyak tuntunan yang akan bermanfaat bagi hidupmu.”
Karebet itupun kemudian berdiri pula. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata,
“Baik paman.”
“Aku tidak mengenal paman. Sultan menggunakan tutup wajah dari ikat kepalanya. Dan Sultan sama sekali tidak mempergunakan tanda-tanda kebesarannya.”
“Apakah kau tidak mampu melihat ciri-ciri gerak Baginda?”
“Tidak paman. Aku lebih baik tidak menyangka bahwa aku berhadapan dengan Baginda, karena Baginda mempergunakan Aji Welut Putih.”
“Kenapa dengan Aji Welut Putih.”
“Bukankah Aji itu biasa dipergunakan oleh orang-orang jahat yang berusaha melepaskan diri dari kejaran?”
Kebo Kanigara mengangguk-angguk. Tetapi katanya,
“Baginda mengenal seribu macam ilmu. Dari yang paling jahat sampai yang paling baik.”
“Aku kurang menyadari itu paman. Mungkin Baginda sengaja mempergunakan Aji Welut Putih untuk lebih mengaburkan anggapanku terhadap orang yang tertutup wajah itu.”
Kebo Kanigara mengerutkan keningnya. Namun tiba-tiba ia berkata,
“Jangan kambuh lagi Karebet. Kalau kau meninggalkan Banyubiru tanpa setahuku, aku tidak akan mencampuri lagi segenap persoalanmu.”
“Baik paman” jawab Karebet.
Kebo Kanigara itupun kemudian bangkit sambil berkata.
“Kembalilah kerumah Ki Lemah Telasih. Mudah-mudahan Buyut Banyubiru itu akan memberimu banyak tuntunan yang akan bermanfaat bagi hidupmu.”
Karebet itupun kemudian berdiri pula. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ia berkata,
“Baik paman.”
Ketika pamannya itu kemudian berjalan meninggalkannya, maka Karebet itu pun segera kembali kerumah Ki Buyut Banyubiru.
SEBENARNYALAH Karebet, sejak dari Tingkir segera ia pergi ke Banyubiru. Semula ia mengharap bahwa Arya Salaka Telah berhasil kembali ke tanah perdikannya. Namun ternyata ditemuinya tanah itu sedang dicengkram oleh ketegangan. Karena itu, maka untuk sementara ia mencari tempat yang dapat dipakainya untuk menyembunyikan dirinya. Sehingga akhirnya ditemukannya tempat itu. Rumah Ki Buyut Banyubiru, yang baik hati. Ia tinggal di rumah itu bersama-sama dengan beberapa orang murid Ki Lemah Telasih yang lain. Mereka termasuk orang-orang yang lebih mementingkan persoalan-persoalan pengobatan dan ketekunan dalam mencari dan menemukan jenis dedaunan untuk pengobatan daripada olah kanuragan. Disamping itu, Ki Lemah Telasih adalah seorang yang tekun beribadah. Itulah sebabnya Karebet betah tinggal dirumahnya. Ditemuinya persoalan-persoalan dalam hidupnya. Cara-cara pengobatan itu sangat menarik hati anak muda yang aneh itu.
Diperjalanan kembali ke rumah Ki Ageng Gajah Sora, Kebo Kanigarapun selalu diganggu oleh berbagai pesoalan. Apakah ia akan membiarkan Karebet terbuang dari pergaulan yang telah pernah dicapainya? Kebo Kanigara itupun dapat ikut merasakan kepahitan yang dialami oleh Karebet itu. Kepahitan yang dialami oleh setiap prajurit yang terpaksa disingkirkan dari kedudukannya. Tetapi Kebo Kanigara pun tahu pula, bahwa Baginda masih memiliki kesayangan yang besar kepada anak yang aneh itu.
Meskipun demikian Kebo Kanigara itu pun berkata didalam hatinya,
Quote:
“Biarlah orang-orang tua mencoba membantu menyelesaikan masalah ini.”
Malam itu Kebo Kanigara hampir tak dapat tidur nyenyak. Ia bangun pagi-pagi benar dan tampaklah bahwa perasaannya sedang dibebani oleh persoalan-persoalan yang berat.
Mahesa Jenar yang mengetahui serba sedikit tentang Karebet, segera dapat menduga, bahwa Kebo Kanigara benar-benar sedang dirisaukan oleh kemenakannya yang nakal. Karena itu sebagai seorang sahabat yang dekat, maka Mahesa Jenar menyatakan dirinya untuk membantu memecahkan kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi oleh Kebo Kanigara itu.
Kebo Kanigara yang masih belum tahu apa yang akan dilakukan itu berkata,
Quote:
“Bukan main. Anak itu telah jauh tenggelam kedalam gelora darah mudanya.”
“Apakah kesalahan yang telah dilakukannya itu terlampau besar, sehingga tidak akan mungkin mendapat pengampunan kakang,” bertanya Mahesa Jenar.
Kebo Kanigara merenung sejenak. Kemudian desahnya,
“Mudah-mudahan. Tetapi waktu yang diperlukan cukup panjang.”
“Apakah kesalahan yang telah dilakukannya itu terlampau besar, sehingga tidak akan mungkin mendapat pengampunan kakang,” bertanya Mahesa Jenar.
Kebo Kanigara merenung sejenak. Kemudian desahnya,
“Mudah-mudahan. Tetapi waktu yang diperlukan cukup panjang.”
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Serba sedikit Kebo Kanigara mengatakan juga apa yang pernah didengarnya dari Karebet. Namun tidak seluruhnya. Ada persoalan-persoalan yang tidak dapat di ketahui oleh orang lain. Meskipun orang lain itu adalah Mahesa Jenar sendiri, yang selama ini selalu berbuat bersama-sama, berjuang bersama-sama dan bahkan hidup mati mereka berdua seakan-akan telah dipertaruhkan bersama. Tetapi masalah yang dihadapi oleh Kebo Kanigara sebagian adalah masalah yang berhubungan dengan keluarganya. Berhubungan dengan saluran darah Majapahit yang mengalir ditubuhnya dan ditubuh Karebet, namun juga ditubuh Sultan Tranggana.
Karena ada beberapa persoalan yang tidak dapat dikatakannya kepada Mahesa Jenar, maka Mahesa Jenar pun tidak segera dapat melihat, apa yang dapat dilakukannya untuk membantu memecahkan persoalan itu.
Quote:
“Mahesa Jenar” berkata Kebo Kanigara kemudian,
“Jangan kau ikut serta dirisaukan oleh persoalan-persoalan yang dibuat oleh Karebet. Lupakanlah persoalan itu. Selesaikan persoalanmu yang telah lama kau tunda-tunda. Bukankah waktu itu kini telah datang?”
Mahesa Jenar tersenyum. Segera ia tahu maksud Kebo Kanigara. Karena itu Mahesa Jenar menjawab,
“Baiklah kakang. Meskipun demikian apabila pada suatu saat kakang memerlukan aku, maka aku selalu menyiapkan diri untuk itu.”
“Terima kasih, Mahesa Jenar. Pada saatnya aku akan memberitahukannya kepadamu.“
“Jangan kau ikut serta dirisaukan oleh persoalan-persoalan yang dibuat oleh Karebet. Lupakanlah persoalan itu. Selesaikan persoalanmu yang telah lama kau tunda-tunda. Bukankah waktu itu kini telah datang?”
Mahesa Jenar tersenyum. Segera ia tahu maksud Kebo Kanigara. Karena itu Mahesa Jenar menjawab,
“Baiklah kakang. Meskipun demikian apabila pada suatu saat kakang memerlukan aku, maka aku selalu menyiapkan diri untuk itu.”
“Terima kasih, Mahesa Jenar. Pada saatnya aku akan memberitahukannya kepadamu.“
Namun dalam pada itu, sesuatu tersimpan didalam hati Kebo Kanigara. Sesuatu yang tidak dapat segera dikatakan kepada Mahesa Jenar, meskipun pada suatu saat pasti akan menyangkut perasaannya.
Quote:
“Hem” gumam Kebo Kanigara didalam hatinya,
“Biarlah Mahesa Jenar menikmati masa-masa yang paling baik dalam hidupnya.”
“Biarlah Mahesa Jenar menikmati masa-masa yang paling baik dalam hidupnya.”
Sejak itu Kebo Kanigara berusaha untuk menghilangkan kesan-kesannya yang menggelisahkan karena pokal kemenakannya. Meskipun beberapa kali ia masih menemui Karebet, tetapi ia tidak pernah menyebut-nyebutnya lagi kepada Mahesa Jenar.
Dibiarkannya Mahesa Jenar sibuk dengan persoalan sendiri.
Karena itulah maka Mahesa Jenar tidak mendengar dari Kebo Kanigara bahwa Karebet telah pergi ke Karang Tumaritis dan telah kembali ke Banyubiru.
Dalam pada itu, maka Ki Ageng Pandan Alas merasa bahwa ia telah cukup lama berada di Banyubiru. Karena itu maka ia pun minta diri kepada Ki Ageng Gajah Sora, kepada Kebo Kanigara, kepada Mahesa Jenar dan kepada cucunya Rara Wilis.
Quote:
“Kenapa Ki Ageng tergesa-gesa meninggalkan Banyubiru?” bertanya Gajah Sora.
fakhrie... dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas
Tutup