- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#698
Jilid 20 [Part 451]
Spoiler for :
Quote:
“ORANG ANEH,” gumam Karebet.
“Memang di dunia ini selalu ada keanehan-keanehan yang kadang-kadang lucu. Apakah gunanya orang itu menutupi wajahnya dan berjubah. Apakah wajahnya itu terlalu jelek dan kasar, atau seorang buruan yang sedang menyembunyikan diri? Tetapi tidak pantas kalau orang itu menyembunyikan dirinya karena persoalan-persoalan lahiriah. Ia adalah seorang yang sakti, ternyata Aji Sembada sama sekali tidak mampu mendorongnya selangkah pun.”
“Memang di dunia ini selalu ada keanehan-keanehan yang kadang-kadang lucu. Apakah gunanya orang itu menutupi wajahnya dan berjubah. Apakah wajahnya itu terlalu jelek dan kasar, atau seorang buruan yang sedang menyembunyikan diri? Tetapi tidak pantas kalau orang itu menyembunyikan dirinya karena persoalan-persoalan lahiriah. Ia adalah seorang yang sakti, ternyata Aji Sembada sama sekali tidak mampu mendorongnya selangkah pun.”
Karebet itupun kemudian dengan segan melangkah pergi. Kini ia berjalan dengan tujuan yang pasti. Ke Tingkir kemudian ke Banyubiru.
Ketika ia muncul dari balik-balik gerumbul, tiba-tiba timbullah keinginannya untuk menengok kembali Sembada dan Sambirata. Karena itu ia berjalan menuju ke arah mereka. Dari kejauhan dibalik tikungan Karebet telah melihat mereka masih berada ditempatnya.
Ketika mereka melihat Karebet datang kepada mereka, maka Sembada dan Sambirata itupun berdesir hatinya. Apakah maksud kedatangan Karebet itu kembali kepada mereka? Apakah setelah orang bertopeng itu pergi, Karebet akan meneruskan maksudnya, bertempur sampai saat-saat terakhir? Tetapi kini Sambirata telah tidak bernafsu lagi untuk bertempur. Di dalam dadanya telah terdengar suara-suara yang belum pernah didengarnya. Dan suara-suara itu telah mendorongnya untuk menghindari bentrokan langsung dengan Karebet itu.
Tetapi wajah Karebet sama sekali tidak menunjukkan ketegangan. Bahkan ketika ia melihat Sembada yang masih saja menyuapi mulutnya itu, ia tersenyum sambil berkata,
Quote:
“Alangkah nikmatnya, makan setelah bekerja keras.”
“Makanlah kalau kau mau” berkata Sembada itu tanpa berpaling.
“Makanlah kalau kau mau” berkata Sembada itu tanpa berpaling.
Meskipun demikian denyut jantungnya menjadi semakin cepat. Ia masih belum yakin kalau dalam waktu yang sesingkat itu Karebet telah dapat melupakan apa-apa yang baru saja terjadi.
Tetapi Karebet benar-benar anak yang aneh, yang berbuat apa saja menurut keinginannya sesaat.Tiba-tiba saja ia duduk di samping Sembada dan berkata,
Quote:
“Aku juga lapar, kakang Sembada.”
Sambirata menarik nafas dalam-dalam. Ia melihat kejujuran yang memancar dalam diri Karebet. Kejujuran yang tidak dibuat-buat. Karena itu ia menjadi semakin kecewa atas perbuatannya. Untunglah semuanya belum terlanjur terjadi. Kalau ia berhasil membunuh Karebet, maka dosanya akan selalu mengejarnya apabila ia kelak mengetahui sifat-sifat anak itu. Sedang apabila Karebet yang membunuhnya, maka kasihanlah anak itu. Sebab dengan demikian ia akan mendapat hukuman yang lebih berat dari Baginda.
Dengan penuh penyesalan ia melihat Karebet itu meraih sepotong makanan bekal yang mereka bawa dari Demak. Dan tanpa ragu-ragu disuapkannya makanan itu kedalam mulutnya.
Quote:
“Enak” gumam Karebet itu.
“Sifat itu sangat menyenangkan” berkata Sambirata di dalam hatinya. Dan dibiarkannya Karebet itu kemudian makan sepuas-puasnya.
“Sifat itu sangat menyenangkan” berkata Sambirata di dalam hatinya. Dan dibiarkannya Karebet itu kemudian makan sepuas-puasnya.
Sembada yang sedang makan itupun menjadi heran pula melihat Karebet benar-benar mau makan bersamanya. Karena itu ia menjadi tenang sedikit. Mungkin Karebet itu benar-benar tidak akan meneruskan perkelahian yang pasti tidak akan menguntungkannya.
Hanya beberapa murid Sambirata yang mengumpat-umpat di dalam hatinya. Punggung-punggung mereka masih terasa sakit karena anak muda yang bernama Karebet itu. Dan kini Karebet itu makan bekalnya seenaknya. Bahkan tidak henti-hentinya.
Quote:
“Makanlah angger” Sambirata itu mempersilakan dengan ramahnya.
“Aku akan kenyang, paman” sahut Karebet.
“Aku akan kenyang, paman” sahut Karebet.
Dan tiba-tiba pula Karebet itu berdiri.
Sembada adalah yang paling terkejut. Ia masih belum dapat menghilangkah kecemasannya apabila Karebet itu tiba-tiba membunuhnya. Tetapi Sembada itu menarik nafas dalam-dalam, ketika dilihatnya Karebet itu menekan punggungnya sambil menggeliat.
Quote:
“Aku sudah terlalu kenyang paman”, katanya kepada Sambirata.
“Sekarang biarlah aku meneruskan perjalananku ke Tingkir. Apakah paman masih akan mencegah aku?”
“Tidak, tidak ngger. Silakan berjalan terus. Aku tidak akan mengganggu angger lagi.” sahut Sambirata.
Tetapi Sembada yang kasar itu menjawab,
“Pergilah. Tapi jangan mencoba mengganggu kami.”
Karebet itu berpaling. Tetapi kemudian ia tersenyum, jawabnya
“Baiklah. Aku tidak sengaja mengganggumu, kakang. Aku lapar, dan dihadapanmu ada makanan.”
“Bukan soal makanan” bentak Sembada.
“Tetapi jangan halangi kami kembali ke Demak, kalau kau ingin selamat.”
Sekali lagi Karebet tersenyum. Katanya,
“Apakah kakang sudah dapat berjalan dengan baik.”
Sembada tidak menjawab. Namun ia mengumpat perlahan-lahan,
“Persetan.”
“Sekarang biarlah aku meneruskan perjalananku ke Tingkir. Apakah paman masih akan mencegah aku?”
“Tidak, tidak ngger. Silakan berjalan terus. Aku tidak akan mengganggu angger lagi.” sahut Sambirata.
Tetapi Sembada yang kasar itu menjawab,
“Pergilah. Tapi jangan mencoba mengganggu kami.”
Karebet itu berpaling. Tetapi kemudian ia tersenyum, jawabnya
“Baiklah. Aku tidak sengaja mengganggumu, kakang. Aku lapar, dan dihadapanmu ada makanan.”
“Bukan soal makanan” bentak Sembada.
“Tetapi jangan halangi kami kembali ke Demak, kalau kau ingin selamat.”
Sekali lagi Karebet tersenyum. Katanya,
“Apakah kakang sudah dapat berjalan dengan baik.”
Sembada tidak menjawab. Namun ia mengumpat perlahan-lahan,
“Persetan.”
Karebet itupun kemudian berjalan meninggalkan mereka. Ditelusurinya jalan sempit ditengah-tengah hutan yang semakin lama semakin tipis. Sehingga sesaat kemudian ia akan sampai ke mulut lorong itu dan meninggalkan daerah hutan yang memberinya kesan tersendiri. Di hutan inilah Prabasemi berusaha merampas nyawanya untuk yang kesekian kalinya.
Quote:
“Hem,” gumamnya,
“Orang itu benar-benar berusaha menghilangkan aku karena otaknya yang gila seperti aku. Tetapi aku tidak mengganggu orang lain. Aku mendapatkan kesempatan tanpa aku sangka-sangka. Sedangkan Prabasemi mencari kesempatan dengan segala cara. Bahkan mengorbankan orang lain sekalipun."
“Orang itu benar-benar berusaha menghilangkan aku karena otaknya yang gila seperti aku. Tetapi aku tidak mengganggu orang lain. Aku mendapatkan kesempatan tanpa aku sangka-sangka. Sedangkan Prabasemi mencari kesempatan dengan segala cara. Bahkan mengorbankan orang lain sekalipun."
Sekali lagi Karebet menarik napas. Kemudian ditatapnya jalan yang terbentang dihadapannya. Kini ia meninggalkan hutanitu. Ketika ia menengadahkan wajahnya dilihatnya langit yang cerah. Awan yang tipis selembar demi selembar mengalir ke Utara, dan burung berterbangan di angkasa seakan menari dengan riangnya.
Ketika Karebet mengangkat wajahnya, hatinya menjadi berdebar-debar. Dihadapannya terbaring seonggok warna hijau ke hitam-hitaman. Padukuhan Tingkir, tempat ia dibesarkan oleh ibu angkatnya Nyi Tingkir.
Langkah Karebetpun tertegun sesaat. Kembali ia berbimbang hati. Tetapi kemudian ia melangkah kembali dengan langkah yang tetap. Pulang ke Tingkir dan kelak terus ke Banyu Biru.
Angin yang lembut sekali lagi mengusap wajah Karebet yang basah oleh keringat. Dan kembali persoalan itu hanyut satu persatu di kepalanya, berlari berurutan seperti kuda yang sedang berpacu. Dan akhirnya sampailah ia ke ujung kenangannya.
Malam itu langit cerah yang ditandai oleh sepotong bulan muda. Ketika Karebet mengangkat wajahnya, yang tampak dihadapannya bukan pedukuhan Tingkir yang hijau kehitam-hitaman, tetapi sebuah dataran yang luas dengan daun-daun padi yang menghijau melapisinya. Warna-warna semburat kuning yang dilemparkan oleh bulan sepotong di langit tampak berkilat-kilat memantul dipermukaan air Rawa Pening.
fakhrie... dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas