- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#687
Jilid 20 [Part 443]
Spoiler for :
PRABASEMI diam sejenak. Direka-rekanya sebuah nama yang pantas. Baru kemudian ia berkata,
Sekali lagi Santapati mengangguk-angguk, namun keheranannya tidak juga berkurang. Belum pernah ia mendengar peristiwa itu kapan terjadi. Dan kalau yang mengatakan kepadanya bukan Tumenggung Prabasemi sendiri, maka ia pasti tidak akan percaya. Tetapi kali ini yang mengatakan adalah atasannya dan atasan Karebet itu pula. Apalagi sebelum peristiwa ini, maka agaknya Tumenggung Prabasemi terlalu dekat dengan anak muda itu.
Tiba-tiba Santapati terkejut ketika Tumenggung Prabasemi itu membentaknya,
Langkah Santapati terhenti. Kemudian ia memutar tubuhnya kembali menghadap Kiai Tumenggung. Sambil mengangguk dalam ia bertanya,
Santapati mengerutkan keningnya. Aneh. Prabasemi memerlukan memanggil seorang jagal dari Kedung Wuni. Apakah Tumenggung ini akan mengadakan selamatan dengan menyembelih beberapa ekor lembu setelah ia mendapatkan sesuatu dari hutan Santi? Tetapi Santapati tidak berani bertanya. Sekali lagi ia menganggukkan kepalanya dalam-dalam, kemudian mohon diri meninggalkan rumah Tumenggungnya itu. Walaupun di sepanjang jalan tak habis-habisnya ia berpikir.
Tetapi Santapati tidak mau menjadi pusing karenanya. Ia cukup menyampaikan perintah itu, lalu pulang dan tidur nyenyak.
Sembada malam itu benar-benar menghadap Tumenggung Prabasemi. Jagal Kedung Wuni itu adalah saudara seperguruan Tumenggung yang garang itu. Namun nasib mereka ternyata jauh berbeda. Meskipun Sembada lebih dahulu berguru, namun kecerdasan otak Tumenggung Prabasemi memungkinkan Tumenggung itu melampaui kakak seperguruannya. Apalagi dalam beberapa hal Prabasemi berhasil menunjukkan kekhususannya, sehingga karena itulah maka keadaannya Prabasemi jauh lebih baik dari keadaan kakak seperguruannya itu, juga dalam tataran olah keprajuritan dan tata perkelahian Prabasemi sudah berada diatasnya.
KETIKA Prabasemi telah menguraikan maksudnya, maka bertanyalah Sembada,
Sembada mengerutkan keningnya. Tiba-tiba matanya terbelalak ketika ia meilihat Prabasemi melepaskan kamus dan timang emasnya. Cahaya berlian yang berkilat-kilat pada timang itu telah menyilaukan mata Sembada. Ketika Prabasemi mempermainkan timang itu, maka bertanyalah Sembada,
Sembada termenung sesaat. Aji Sapu Angin memang dapat dibanggakannya, namun ia tidak tahu apakah Sapu Angin-nya yang tidak sempurna mampu menembus Lembu Sekilan. Ketika Sembada baru mencoba menilai diri, maka terdengarlah Prabasemi berkata,
Dicobanya oleh Sembada berpikir tentang segala kemungkinan. Dicobanya juga untuk menginat-ingat beberapa nama yang pantas untuk melakukan pekerjaan itu. Tiba-tia ia tersenyum, katanya,
Sembada menggigit bibirnya untuk menahan senyumnya. Ia menjadi sangat gembira atas pemberian itu. Meskipun demikian dengan tamaknya ia berkata,
Quote:
“Namanya Dadungawuk.”
Santapati mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan Prabasemi berkata.,
”Namun sayang. Karebet telah bertindak sendiri. Dadungawuk yang sombong itu dibunuhnya.”
“Hem,” Santapati mengangguk-angguk pula.
“Sayang,” desisnya.
“Tetapi kesalahan itu bukan kesalahan yang terlalu besar. Bukankah Karebet membunuhnya setelah mereka bertengkar?”
“Itu dapat terjadi dalam hubungan perseorangan. Mungkin Karebet tidak bersalah. Tetapi peristiwa ini telah menyeret nama Wira Tamtama ke dalam suatu tempat yang terlalu buruk. Apakah kita, Wira Tamtama tidak ikut menjadi jelek kalau seorang dari kita berbuat sewenang-wenang hanya karena ia seorang Wira Tamtama?”
Santapati mengangguk-angguk kembali. Namun ia bertanya,
“Tetapi apakah hukuman itu sampai sedemikian jauhnya, sehingga setiap orang boleh membunuhnya?”
“Bukankah dengan demikian, berarti bahwa kita, Baginda sendiri, dan semua pemimpin Demak tidak sependapat dengan perbuatannya? Karena itu, jadikanlah peristiwa ini sebagai contoh bagimu.”
Santapati mengangguk-anggukkan kepalanya. Dan Prabasemi berkata.,
”Namun sayang. Karebet telah bertindak sendiri. Dadungawuk yang sombong itu dibunuhnya.”
“Hem,” Santapati mengangguk-angguk pula.
“Sayang,” desisnya.
“Tetapi kesalahan itu bukan kesalahan yang terlalu besar. Bukankah Karebet membunuhnya setelah mereka bertengkar?”
“Itu dapat terjadi dalam hubungan perseorangan. Mungkin Karebet tidak bersalah. Tetapi peristiwa ini telah menyeret nama Wira Tamtama ke dalam suatu tempat yang terlalu buruk. Apakah kita, Wira Tamtama tidak ikut menjadi jelek kalau seorang dari kita berbuat sewenang-wenang hanya karena ia seorang Wira Tamtama?”
Santapati mengangguk-angguk kembali. Namun ia bertanya,
“Tetapi apakah hukuman itu sampai sedemikian jauhnya, sehingga setiap orang boleh membunuhnya?”
“Bukankah dengan demikian, berarti bahwa kita, Baginda sendiri, dan semua pemimpin Demak tidak sependapat dengan perbuatannya? Karena itu, jadikanlah peristiwa ini sebagai contoh bagimu.”
Sekali lagi Santapati mengangguk-angguk, namun keheranannya tidak juga berkurang. Belum pernah ia mendengar peristiwa itu kapan terjadi. Dan kalau yang mengatakan kepadanya bukan Tumenggung Prabasemi sendiri, maka ia pasti tidak akan percaya. Tetapi kali ini yang mengatakan adalah atasannya dan atasan Karebet itu pula. Apalagi sebelum peristiwa ini, maka agaknya Tumenggung Prabasemi terlalu dekat dengan anak muda itu.
Tiba-tiba Santapati terkejut ketika Tumenggung Prabasemi itu membentaknya,
Quote:
“He, mengapa kau berdiri seperti patung. Pergi. Sekarang kalian boleh pergi.”
“Oh” Santapati tergagap, seperti orang yang terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
“Pergi sekarang, dan panggil kakang Sembada untuk datang kemari malam ini.“
“Oh” Santapati tergagap, seperti orang yang terbangun dari tidurnya yang nyenyak.
“Pergi sekarang, dan panggil kakang Sembada untuk datang kemari malam ini.“
Langkah Santapati terhenti. Kemudian ia memutar tubuhnya kembali menghadap Kiai Tumenggung. Sambil mengangguk dalam ia bertanya,
Quote:
“Kakang Sembada yang manakah yang Kiai maksud?”
“Gila. Hanya ada satu Sembada yang aku kenal?”
“Tidak Kiai. Yang sudah aku ketahui ada tiga. Lurah Pasar Paing. Yang kedua Jagal di Kedung Wuni dan yang satu lagi Sembada jajar juru taman di Kasatrian.”
“Bodoh kau. Ada lebih seribu Sembada di seluruh Demak. Tetapi kau harus tahu, manakah yang aku panggil kakang di antara mereka.”
Santapati menjadi bingung. Untung-untungan ia berkata.
“Apakah kakang Sembada Lurah Pasar Paing yang kaya raya itu.”
“Oh, alangkah bodohnya kau. Buat apa aku memanggil Lurah Pasar? Panggil Kakang Sembada, jagal dari Kedung Wuni.”
“Gila. Hanya ada satu Sembada yang aku kenal?”
“Tidak Kiai. Yang sudah aku ketahui ada tiga. Lurah Pasar Paing. Yang kedua Jagal di Kedung Wuni dan yang satu lagi Sembada jajar juru taman di Kasatrian.”
“Bodoh kau. Ada lebih seribu Sembada di seluruh Demak. Tetapi kau harus tahu, manakah yang aku panggil kakang di antara mereka.”
Santapati menjadi bingung. Untung-untungan ia berkata.
“Apakah kakang Sembada Lurah Pasar Paing yang kaya raya itu.”
“Oh, alangkah bodohnya kau. Buat apa aku memanggil Lurah Pasar? Panggil Kakang Sembada, jagal dari Kedung Wuni.”
Santapati mengerutkan keningnya. Aneh. Prabasemi memerlukan memanggil seorang jagal dari Kedung Wuni. Apakah Tumenggung ini akan mengadakan selamatan dengan menyembelih beberapa ekor lembu setelah ia mendapatkan sesuatu dari hutan Santi? Tetapi Santapati tidak berani bertanya. Sekali lagi ia menganggukkan kepalanya dalam-dalam, kemudian mohon diri meninggalkan rumah Tumenggungnya itu. Walaupun di sepanjang jalan tak habis-habisnya ia berpikir.
Quote:
“Buat apakah Kiai Tumenggung memanggil jagal Kedung Wuni?”
Tetapi Santapati tidak mau menjadi pusing karenanya. Ia cukup menyampaikan perintah itu, lalu pulang dan tidur nyenyak.
Sembada malam itu benar-benar menghadap Tumenggung Prabasemi. Jagal Kedung Wuni itu adalah saudara seperguruan Tumenggung yang garang itu. Namun nasib mereka ternyata jauh berbeda. Meskipun Sembada lebih dahulu berguru, namun kecerdasan otak Tumenggung Prabasemi memungkinkan Tumenggung itu melampaui kakak seperguruannya. Apalagi dalam beberapa hal Prabasemi berhasil menunjukkan kekhususannya, sehingga karena itulah maka keadaannya Prabasemi jauh lebih baik dari keadaan kakak seperguruannya itu, juga dalam tataran olah keprajuritan dan tata perkelahian Prabasemi sudah berada diatasnya.
KETIKA Prabasemi telah menguraikan maksudnya, maka bertanyalah Sembada,
Quote:
“Kenapa tidak Adi Tumenggung saja yang melakukannya?”
“Tidak mungkin, Kakang. Aku tidak dapat meninggalkan pekerjaanku. Dan apabila kelak Sultan mengetahui maka keadaanku akan menjadi lebih buruk.”
“Tetapi kemungkinan untuk mengetahui bahwa Kakang yang melakukannya adalah sangat kecil. Sedang kalau aku yang melakukannya, maka dengan mudahnya orang dapat menghubungkan setiap peristiwa. Prabasemi tidak ada di rumahnya pada saat orang menemukan mayat Karebet. Tetapi orang tak akan menghiraukannnya, apakah Kakang Sembada berada dirumah atau tidak pada suatu saat.”
“Tidak mungkin, Kakang. Aku tidak dapat meninggalkan pekerjaanku. Dan apabila kelak Sultan mengetahui maka keadaanku akan menjadi lebih buruk.”
“Tetapi kemungkinan untuk mengetahui bahwa Kakang yang melakukannya adalah sangat kecil. Sedang kalau aku yang melakukannya, maka dengan mudahnya orang dapat menghubungkan setiap peristiwa. Prabasemi tidak ada di rumahnya pada saat orang menemukan mayat Karebet. Tetapi orang tak akan menghiraukannnya, apakah Kakang Sembada berada dirumah atau tidak pada suatu saat.”
Sembada mengerutkan keningnya. Tiba-tiba matanya terbelalak ketika ia meilihat Prabasemi melepaskan kamus dan timang emasnya. Cahaya berlian yang berkilat-kilat pada timang itu telah menyilaukan mata Sembada. Ketika Prabasemi mempermainkan timang itu, maka bertanyalah Sembada,
Quote:
“Adi Tumenggung, sebenarnya pekerjaan itu sangat mudah aku lakukan. Tetapi di mana aku harus mencari Karebet?”
Prabasemi tersenyum.
“Tidak terlalu mudah, Kakang. Kakang harus membawa lima atau enam kawan.”
“Lima atau enam?” mata Sembada tiba-tiba terbeliak,
“Apakah anak itu anak setan?”
“Bukan, sama sekali bukan. Tetapi aku ingin kali ini tidak akan gagal. Lebih baik Kakang kelebihan tenaga daripada Kakang harus mengulanginya lain kali.”
“Baik. Baik,” sahut Sembada,
“Tetapi ke mana aku harus mencari?”
“Kakang, aku sangka anak itu akan pergi jauh-jauh. Ia adalah murid seorang perantau. Namun aku sangka ia akan singgah ke rumahnya di Tingkir. Bukankah anak itu terkenal pula bernama Jaka Tingkir? Nah, Kakang dapat mencoba mendahuluinya. Kakang harus melakukan pekerjaan Kakang itu kalau mungkin, sebelum anak itu sempat sampai ke rumahnya dan berceritera tentang dirinya, supaya tak seorang pun yang akan meributkannya. Ibu angkatnya pasti menyangka bahwa anak itu masih berada di istana sampai beberapa lama. Sedang apabila seseorang menemukan mayatnya, maka biarlah orang menyangka bahwa keluarga Dadaungawuk yang telah membunuhnya.”
“Siapa Dadungawuk itu?”
“Dadungawuk adalah nama anak muda yang dibunuh oleh Karebet itu.”
Sembada mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya,
“Aku akan melakukannya Adi Tumenggung. Tetapi kalau aku tidak dapat menemukannya, maka Adi Tumenggung jangan menyalahkan aku.”
“Semuanya harus dicoba. Malam ini sebaiknya Kakang berangkat dengan orang-orang yang barangkali dapat kakang kumpulkan. Ingat, lima, enam atau tujuh orang. Syukur lebih dari itu. Sebab, selama ini ia ada di dalam kesatuanku, maka aku telah dapat menilai betapa anak itu menyimpan ajian di dalam tubuhnya yang dapat melindunginya, Lembu Sekilan.”
“Lembu Sekilan?” Sekali lagi mata Sembada terbelalak.
“Apakah aku mampu melawan Lembu Sekilan?”
“Jangan terlalu merendahkan dirimu. Bukankah Kakang memiliki Aji Sapu Angin seperti aku?”
Prabasemi tersenyum.
“Tidak terlalu mudah, Kakang. Kakang harus membawa lima atau enam kawan.”
“Lima atau enam?” mata Sembada tiba-tiba terbeliak,
“Apakah anak itu anak setan?”
“Bukan, sama sekali bukan. Tetapi aku ingin kali ini tidak akan gagal. Lebih baik Kakang kelebihan tenaga daripada Kakang harus mengulanginya lain kali.”
“Baik. Baik,” sahut Sembada,
“Tetapi ke mana aku harus mencari?”
“Kakang, aku sangka anak itu akan pergi jauh-jauh. Ia adalah murid seorang perantau. Namun aku sangka ia akan singgah ke rumahnya di Tingkir. Bukankah anak itu terkenal pula bernama Jaka Tingkir? Nah, Kakang dapat mencoba mendahuluinya. Kakang harus melakukan pekerjaan Kakang itu kalau mungkin, sebelum anak itu sempat sampai ke rumahnya dan berceritera tentang dirinya, supaya tak seorang pun yang akan meributkannya. Ibu angkatnya pasti menyangka bahwa anak itu masih berada di istana sampai beberapa lama. Sedang apabila seseorang menemukan mayatnya, maka biarlah orang menyangka bahwa keluarga Dadaungawuk yang telah membunuhnya.”
“Siapa Dadungawuk itu?”
“Dadungawuk adalah nama anak muda yang dibunuh oleh Karebet itu.”
Sembada mengangguk-anggukkan kepalanya. Katanya,
“Aku akan melakukannya Adi Tumenggung. Tetapi kalau aku tidak dapat menemukannya, maka Adi Tumenggung jangan menyalahkan aku.”
“Semuanya harus dicoba. Malam ini sebaiknya Kakang berangkat dengan orang-orang yang barangkali dapat kakang kumpulkan. Ingat, lima, enam atau tujuh orang. Syukur lebih dari itu. Sebab, selama ini ia ada di dalam kesatuanku, maka aku telah dapat menilai betapa anak itu menyimpan ajian di dalam tubuhnya yang dapat melindunginya, Lembu Sekilan.”
“Lembu Sekilan?” Sekali lagi mata Sembada terbelalak.
“Apakah aku mampu melawan Lembu Sekilan?”
“Jangan terlalu merendahkan dirimu. Bukankah Kakang memiliki Aji Sapu Angin seperti aku?”
Sembada termenung sesaat. Aji Sapu Angin memang dapat dibanggakannya, namun ia tidak tahu apakah Sapu Angin-nya yang tidak sempurna mampu menembus Lembu Sekilan. Ketika Sembada baru mencoba menilai diri, maka terdengarlah Prabasemi berkata,
Quote:
“Lembu Sekilan anak itu masih belum sempurna. Karena itu Kakang jangan cemas karenanya. Meskipun demikian kawan-kawan kakang pun harus mampu menyesuaikan diri dengan ilmu anak itu. Mungkin dengan senjata masih mungkin menembus pertahanan ajian anak itu.”
Dicobanya oleh Sembada berpikir tentang segala kemungkinan. Dicobanya juga untuk menginat-ingat beberapa nama yang pantas untuk melakukan pekerjaan itu. Tiba-tia ia tersenyum, katanya,
Quote:
“Kenapa kita tidak minta tolong kepada perguruan Sembirata? Hem, guru itu adalah kawanku. Ia memiliki beberapa kelebihan daripadaku. Sedang beberapa muridnya yang terpercaya dapat aku bawa serta.”
“Terserah kepada Kakang,” kata Prabasemi sambil melemparkan ikat pinggangnya yang bertimang emas dan bertretes berlian.
“Inilah, barangkali Kakang perlu menyangkutkan pedang di pinggang Kakang.”
“Terserah kepada Kakang,” kata Prabasemi sambil melemparkan ikat pinggangnya yang bertimang emas dan bertretes berlian.
“Inilah, barangkali Kakang perlu menyangkutkan pedang di pinggang Kakang.”
Sembada menggigit bibirnya untuk menahan senyumnya. Ia menjadi sangat gembira atas pemberian itu. Meskipun demikian dengan tamaknya ia berkata,
Quote:
“Hem. Aku mengucapkan terima kasih atas pemberianmu Adi. Tetapi aku sangka Kiai Sembirata memerlukan juga timang, meskipun tidak sebaik ini.”
fakhrie... dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas