- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#677
Jilid 19 [Part 438]
Spoiler for :
TUBUH Karebet benar-benar menggigil. Sedang Tumenggung Prabasemi masih berkata,
Wajah Karebet tiba-tiba menjadi merah menyala. Namun terdengar suaranya gemetar.
Karebet kini tidak dapat berkaka apapun lagi. Tetapi tubuhnya benar-benar gemetar seperti kedinginan. Bahkan kadang-kadang terdengar giginya gemeretak.
Sedangkan Tumenggung Prabasemi masih juga tertawa dan berkata,
Tumenggung Prabasemi terkejut sehingga kata-katanya terputus. Kini ia tidak tertawa lagi.
Ditatapnya tubuh Karebet yang gemetar. Namun ternyata Tumenggung itu salah sangka. Karebet sama sekali tidak gemetar karena ketakutan, tetapi anak muda itu gemetar karena kemarahannya yang telah menjalari seluruh urat darahnya. Sedemikian marahnya anak muda itu, sehingga justru mulutnya jadi terbungkam. Yang berkata kemudian adalah Tumenggung Prabasemi,
Dada Karebet seakan-akan terguncang-guncang mendengar kata-kata Tumenggung Prabasemi itu. Hampir-hampir saja ia tidak dapat menahan kemarahannya. Namun tiba-tiba ia menyadari kebebasannya. Kebebasan seperti yang pernah dimilikinya sebelum ia menjadi seorang prajurit Wira Tamtama. Karena itu, tiba-tiba ia merasa bahwa tidak ada suatu apapun yang mengikatnya. Tak ada ikatan hubungan apapun lagi antara dirinya dengan Tumenggung itu, bahkan antara dirinya dengan tatacara Keprajuritan.
Karena itu ketika ia melihat kepuasan yang membayang di wajah Tumenggung Prabasemi, anak muda itu menjadi geli. Lenyaplah segala kemarahannya, dan bahkan kini seakan-akan anak muda itu diberi kesempatan untuk bermain. Karena itu tiba-tiba ia tersenyum, senyum yang aneh
Karebet itu kini tidak hanya sekedar tersenyum. Penyakitnya benar-benar telah kambuh. Karena itu ia tertawa tergelak-gelak, sehingga Tumenggung Prabasemi menjadi sedemikian herannya.
“Apakah anak ini menjadi gila karena ketakutan?,” katanya didalam hati. Namun ternyata jawaban Karebet meyakinkannya bahwa anak itu tidak gila.
Betapapun juga, bulu roma Karebet meremang. Prabasemi pernah membunuh Bahu dari Tunggul dengan cara mengerikan karena Bahu melawan perintahnya. Dianggapnya Bahu memberontak terhadap Demak. Karena itu, maka orang itu dipergunakannya sebagai contoh bagi mereka yang memberontak terhadap raja. Dibunuhnya Bahu dengan cara yang mengerikan. Digores-goreskannya kulit Bahu dengan duri setelah diikat pada sebatang pohon. Dan dibiarkannya mati sehari setelah itu.
Prabasemi melihat perubahan di wajah Karebet. karena itu timbul kegembiraannya. Katanya,
Prabasemi itu menconcat dengan garangnya menyerang Karebet langsung mengarah kedadanya. Prabasemi benar-benar ingin melumpuhkan anak muda itu sebelum membunuhnya. Karebet benar-benar akan dibunuhnya dengan cara yang pernah dilakukannya itu.
Tetapi Karebet ternyata dapat bergerak dengan lincahnya. Dengan sekali menggeliat ia telah berhasil membebaskan dirinya dari serangan Prabasemi. Bahkan ia sempat berkata,
Sebuah tendangan mendatar mengarah ke lambung kiri Karebet. Namun sekali ini Karebet cukup cekatan untuk menghindarinya. Sifat-sifatnya yang aneh kini telah menguasai otaknya, sehingga betapapun ia terkejut mengalami serangan yang sedemikian cepatnya, namun sempat juga ia berkata,
Dan suaranya bergemna bersahut-sahutan didalam rimba itu. Meskipun demikian, Tumenggung yang garang itu terkejut bukan kepalang. Ternyata Wira Tamtama yang masih muda ini benar-benar tangkas. Sehingga ia mampu mengelakserangannya sampai dua kali tanpa tersentuh sama sekali. Karena itu kemarahan Tumenggung semakin menyala-nyala seakan membakar dadanya. Dengan gigi gemeretak, sekali lagi dikerahkannya tenaganya untuk menyerang lawannya. Sedemikian dahsyatnya, seperti burung Rajawali yang menyambar mangsanya.
Karebet mengerutkan keningnya. Serangan ini benar-benar berbahaya sehingga dengan demikian maka ia tidak dapat lagi tertawa-tawa. Kini dipusatkannya perhatiannya kepada perkelahian itu. Sekali terbersit juga kekagumannya atas lawannya yang mampu bergerak sedemikian cepatnya. namun Karebet mampu mengimbanginya. Sambaran burung Rajawali dapat dielakkannya, bahkan kini serangannyapun datang seperti badai diudara.
Demikianlah pertempuran itu menjadi sangat serunya. karena itu daerah sekitar perkelahian seakan akan timbul angin pusaran. daun-daun bergerak berputaran dan daun-daun kering berguguran ditanah. Ranting ranting yang tersambar tangan mereka berderak-derak patah berserakan. Tanah sekitar mereka seakan telah dibajak, dan tumbuhan perdu dan batang-batang kecil telah roboh terinjak kaki mereka.
Perkelahianpun semakin lama menjadi semakin seru. Masing-masing menjadi kagum akan keprigelan lawannya. Lebih-lebih Prabasemi. Ia pernah mendengar kelebihan Karenet dari kawan-kawannya, namun tidak disangkanya anak itu mampu melawannya. Karena itu maka Tumenggung benar-benar telah kehilangan pengamatan diri. Yang ada diotaknya adalah membunuh.
Karebet harus dibunuh dengan cara apapun.
Sedang Karebetpun sebenarnya mengagumi ketangkasan Prabasemi. Tumenggung yang masih agak lebih tua daripadanya namun ketangkasannya telah sedemikian tinggi sehingga karena itulah maka sepantasnya bahwa Prabasemi cepat menanjak ketempatnya sekarang.
Quote:
“Selama kau masih hidup Karebet, maka perubahan keadaan akan memungkinkan kau untuk kembali ke istana, dan memungkinkan kau berceritera tentang aku. Karena itu, malang benar nasibmu, bahwa aku diperbolehkan mengantarmu sampai ke luar kota. Agaknya betapa besar dosamu, namun Baginda masih juga sayang kepada nyawamu. Sehingga kau masih akan diberi kesempatan untuk pergi ke Bergota. Tetapi dengan demikian Karebet, aku benar-benar tak akan mendapat kesempatan seperti ini. Tetapi sekarang kau bukan apa-apa lagi. Kalau kau mati di sini dan mayatmu dimakan oleh serigala, maka Baginda tidak akan bertanya tentang kau. Kau dengar?”
Wajah Karebet tiba-tiba menjadi merah menyala. Namun terdengar suaranya gemetar.
Quote:
“Tetapi apakah dengan demikian Kiai Tumenggung tidak melanggar perintah Baginda?”
“Melanggar atau tidak melanggar, tak seorangpun yang akan mengetahuinya.”
“Tetapi apakah Kiai Tumenggung berhak berbuat demikian? Baginda telah memutuskan, bahwa aku dibebaskan dari hukuman mati. Aku hanya diusir dari Demak. Kenapa Tumenggung akan berbuat melampaui putusan Baginda?”
Tumenggung Prabasemi tertawa. Ia menjadi sedemikian senangnya melihat Karebet gemetar. Karena itu katanya,
“Karena itu. Karebet. Kau jangan terlalu berani menghina Tumenggung Prabasemi. Aku tidak peduli keputusan yang telah dijatuhkan oleh Baginda. Aku akan berbuat dalam tanggungjawabku. Dan Baginda tidak akan mengetahui, apa yang telah aku lakukan.”
“Tetapi lambat laun Baginda akan mendengarnya juga. Malam ini aku pergi bersama Kiai Tumenggung. Kalau kemudian aku mati, maka sudah pasti Kiai yang membunuhnya.”
“Tak seorang pun akan menemukan mayatmu. Mayatmu besok sebelum fajar sudah akan habis menjadi makanan serigala. Dan kalau kau tidak nampak lagi, maka semua orang pasti hanya menyangka bahwa kau benar-benar sedang menjalani hukuman itu.”
“Melanggar atau tidak melanggar, tak seorangpun yang akan mengetahuinya.”
“Tetapi apakah Kiai Tumenggung berhak berbuat demikian? Baginda telah memutuskan, bahwa aku dibebaskan dari hukuman mati. Aku hanya diusir dari Demak. Kenapa Tumenggung akan berbuat melampaui putusan Baginda?”
Tumenggung Prabasemi tertawa. Ia menjadi sedemikian senangnya melihat Karebet gemetar. Karena itu katanya,
“Karena itu. Karebet. Kau jangan terlalu berani menghina Tumenggung Prabasemi. Aku tidak peduli keputusan yang telah dijatuhkan oleh Baginda. Aku akan berbuat dalam tanggungjawabku. Dan Baginda tidak akan mengetahui, apa yang telah aku lakukan.”
“Tetapi lambat laun Baginda akan mendengarnya juga. Malam ini aku pergi bersama Kiai Tumenggung. Kalau kemudian aku mati, maka sudah pasti Kiai yang membunuhnya.”
“Tak seorang pun akan menemukan mayatmu. Mayatmu besok sebelum fajar sudah akan habis menjadi makanan serigala. Dan kalau kau tidak nampak lagi, maka semua orang pasti hanya menyangka bahwa kau benar-benar sedang menjalani hukuman itu.”
Karebet kini tidak dapat berkaka apapun lagi. Tetapi tubuhnya benar-benar gemetar seperti kedinginan. Bahkan kadang-kadang terdengar giginya gemeretak.
Sedangkan Tumenggung Prabasemi masih juga tertawa dan berkata,
Quote:
“Jangan menyesal saat ini. Semuanya telah terlambat. Aku telah sampai pada suatu keputusan, melenyapkan kau. Tak ada suatu masalah pun yang mengubah rencanaku itu. Meskipun demikian aku bukan seorang yang kejam. Karena itu aku beri kesempatan kau memilih cara yang kau kehendaki menjelang kematianmu itu. Ketahuilah Karebet. Aku akan dapat membunuhmu dengan sekali pukul pada tengkukmu, dadamu atau punggungmu. Nah, sekarang katakanlah, manakah yang harus aku pukul supaya kau…”
“Diam!” Tiba-tiba Karebet yang gemetar itu membentak lantang.
“Diam!” Tiba-tiba Karebet yang gemetar itu membentak lantang.
Tumenggung Prabasemi terkejut sehingga kata-katanya terputus. Kini ia tidak tertawa lagi.
Ditatapnya tubuh Karebet yang gemetar. Namun ternyata Tumenggung itu salah sangka. Karebet sama sekali tidak gemetar karena ketakutan, tetapi anak muda itu gemetar karena kemarahannya yang telah menjalari seluruh urat darahnya. Sedemikian marahnya anak muda itu, sehingga justru mulutnya jadi terbungkam. Yang berkata kemudian adalah Tumenggung Prabasemi,
Quote:
“Karebet, apakah kau sudah menjadi gila, sehingga kau berani membentak aku? Jangan berbuat sesuatu yang akan mencelakakan dirimu. Cara untuk membunuh seseorang ada beberapa macam. Jangan memilih yang paling mengerikan yang dapat aku lakukan.”
Dada Karebet seakan-akan terguncang-guncang mendengar kata-kata Tumenggung Prabasemi itu. Hampir-hampir saja ia tidak dapat menahan kemarahannya. Namun tiba-tiba ia menyadari kebebasannya. Kebebasan seperti yang pernah dimilikinya sebelum ia menjadi seorang prajurit Wira Tamtama. Karena itu, tiba-tiba ia merasa bahwa tidak ada suatu apapun yang mengikatnya. Tak ada ikatan hubungan apapun lagi antara dirinya dengan Tumenggung itu, bahkan antara dirinya dengan tatacara Keprajuritan.
Karena itu ketika ia melihat kepuasan yang membayang di wajah Tumenggung Prabasemi, anak muda itu menjadi geli. Lenyaplah segala kemarahannya, dan bahkan kini seakan-akan anak muda itu diberi kesempatan untuk bermain. Karena itu tiba-tiba ia tersenyum, senyum yang aneh
Quote:
“Tidak Prabasemi, aku tidak menyangka engkau sedang bermain-main,” jawab Karebet.
“He, apa katamu?, kau hanya njangkar saja menyebut namaku?”
“He, apa katamu?, kau hanya njangkar saja menyebut namaku?”
Karebet itu kini tidak hanya sekedar tersenyum. Penyakitnya benar-benar telah kambuh. Karena itu ia tertawa tergelak-gelak, sehingga Tumenggung Prabasemi menjadi sedemikian herannya.
“Apakah anak ini menjadi gila karena ketakutan?,” katanya didalam hati. Namun ternyata jawaban Karebet meyakinkannya bahwa anak itu tidak gila.
Quote:
“Prabasemi. Aku kini telah menjalani hukumanku. Karena itu aku bukan Wira Tamtama lagi. Sekarang aku bukan lagi berada dibawah pimpinanmu, sehingga antara Karebet dan Prabasemi tidak ada lagi tataran yang mengharuskan aku menghormatimu. Kalau kau sebut namaku begitu saja, maka akupun berhak memanggilmu tanpa sebutan apapun. Prabasemi, begitu saja. Ya Prabasemi. Prabasemi, kau dengar ?”
“Setan,” geram Prabasemi.
Kini ia tidak saja dipenuhi dendam didadanya, tetapi kemarahannyapun telah melonjak ke ubun-ubun. Dengan parau ia berkata,
“He Karebet, apakah kau sudah gila. Sudah kukatakan kepadamu, bahwa aku memberi kesempatan kepadamu untuk memilih cara yang sebaik-baiknya untuk mati. Sekarang kau menumbuhkan kemarahanku, sehingga kesempatan itu aku cabut kembali. Sekarang dengarlah, aku akan membunuhmu seperti saat aku membunuh Bahu dari Tunggul. Kau ingat? jangan melawan, supaya aku tidak menjadi marah.”
“Setan,” geram Prabasemi.
Kini ia tidak saja dipenuhi dendam didadanya, tetapi kemarahannyapun telah melonjak ke ubun-ubun. Dengan parau ia berkata,
“He Karebet, apakah kau sudah gila. Sudah kukatakan kepadamu, bahwa aku memberi kesempatan kepadamu untuk memilih cara yang sebaik-baiknya untuk mati. Sekarang kau menumbuhkan kemarahanku, sehingga kesempatan itu aku cabut kembali. Sekarang dengarlah, aku akan membunuhmu seperti saat aku membunuh Bahu dari Tunggul. Kau ingat? jangan melawan, supaya aku tidak menjadi marah.”
Betapapun juga, bulu roma Karebet meremang. Prabasemi pernah membunuh Bahu dari Tunggul dengan cara mengerikan karena Bahu melawan perintahnya. Dianggapnya Bahu memberontak terhadap Demak. Karena itu, maka orang itu dipergunakannya sebagai contoh bagi mereka yang memberontak terhadap raja. Dibunuhnya Bahu dengan cara yang mengerikan. Digores-goreskannya kulit Bahu dengan duri setelah diikat pada sebatang pohon. Dan dibiarkannya mati sehari setelah itu.
Prabasemi melihat perubahan di wajah Karebet. karena itu timbul kegembiraannya. Katanya,
Quote:
“Aku dapat berbuat lebih daripada itu Karebet. Dan jangan sekali-kali mencoba mengandalkan kemudaanmu. Aku memang kagum melihat kau bertempur dalam setiap pertempuran, namun pertempuran yang kau alami adalah pertempuran kecil tak berarti. Karena itu jangan berbangga hati karenanya. Tapi kau sekarang berhadapan dengan Tumenggung Prabasemi. Ya Tumenggung Prabasemi. Ingatlah bahwa Prabsemi adalah seorang yang ditakuti.”
“Tutup mulutmu!,” bentak Prabasemi yang kembali kemarahannya memuncak.
Kini ia benar-benar telah kehilangan kesabaran. Setapak ia melangkah maju sambil menggeram,
“Kau benar-benar sedang sekarat. Kini sebutlah nama ibu dan bapakmu sebelum ajalmu tiba.”
“Bapak ibuku telah mendahului aku. Kalau aku sebut namanya, ia tidak akan dapat bangkit dari kuburnya.”
“Gila!,” teriak Prabasemi.
“Mampus kau anak gila.”
“Tutup mulutmu!,” bentak Prabasemi yang kembali kemarahannya memuncak.
Kini ia benar-benar telah kehilangan kesabaran. Setapak ia melangkah maju sambil menggeram,
“Kau benar-benar sedang sekarat. Kini sebutlah nama ibu dan bapakmu sebelum ajalmu tiba.”
“Bapak ibuku telah mendahului aku. Kalau aku sebut namanya, ia tidak akan dapat bangkit dari kuburnya.”
“Gila!,” teriak Prabasemi.
“Mampus kau anak gila.”
Prabasemi itu menconcat dengan garangnya menyerang Karebet langsung mengarah kedadanya. Prabasemi benar-benar ingin melumpuhkan anak muda itu sebelum membunuhnya. Karebet benar-benar akan dibunuhnya dengan cara yang pernah dilakukannya itu.
Tetapi Karebet ternyata dapat bergerak dengan lincahnya. Dengan sekali menggeliat ia telah berhasil membebaskan dirinya dari serangan Prabasemi. Bahkan ia sempat berkata,
Quote:
“Kiai Tumenggung, bukankah pernah memberi aku nasehat, sebagai seorang Wira Tamtama seharusnya pantang menyerah. Sekali ia maju bertempur, maka ia akan maju terus. Hanya kematianlah yang dapat menghentikan gerak maju itu. Nah bukankah kini aku sedang memenuhi nasehat Ki Tumenggung itu untuk melawan Prabasemi.”
“Tutup mulutmu, atau aku harus menyobeknya.”
“Terserahlah, bukankah kita telah bertempur. Sobeklah kalau kau ingin.”
“Anak Setan,” geram Prabasemi.
“Tutup mulutmu, atau aku harus menyobeknya.”
“Terserahlah, bukankah kita telah bertempur. Sobeklah kalau kau ingin.”
“Anak Setan,” geram Prabasemi.
Sebuah tendangan mendatar mengarah ke lambung kiri Karebet. Namun sekali ini Karebet cukup cekatan untuk menghindarinya. Sifat-sifatnya yang aneh kini telah menguasai otaknya, sehingga betapapun ia terkejut mengalami serangan yang sedemikian cepatnya, namun sempat juga ia berkata,
Quote:
“Prabasemi, kita bertempur untuk satu taruhan yang ternilai harganya. Kalau aku mati, kau akan menjadi menantu Sultan Trenggana. Sedangkan kalau kau yang mati, maka aku akan mendapatkan dua kesempatan. Menggantikan kau sebagai Tumenggung dan mendapatkan puteri yang cantik itu. Bukankah begitu? Tetapi bagaimanapun juga Prabasemi, ternyata kau gila juga seperti aku. Ingatlah apabila puteri itu kelak menjadi isterimu dan kau diangkat menjadi adipati, kesempatan yang pertama menerima hati puteri itu adalah aku, Karebet, anak gembala yang dipungut Sultan Trenggana dari tepi belumbang Mesjid Demak.”
“Tutup mulutmu,” Prabasemi berteriak keras keras.
“Tutup mulutmu,” Prabasemi berteriak keras keras.
Dan suaranya bergemna bersahut-sahutan didalam rimba itu. Meskipun demikian, Tumenggung yang garang itu terkejut bukan kepalang. Ternyata Wira Tamtama yang masih muda ini benar-benar tangkas. Sehingga ia mampu mengelakserangannya sampai dua kali tanpa tersentuh sama sekali. Karena itu kemarahan Tumenggung semakin menyala-nyala seakan membakar dadanya. Dengan gigi gemeretak, sekali lagi dikerahkannya tenaganya untuk menyerang lawannya. Sedemikian dahsyatnya, seperti burung Rajawali yang menyambar mangsanya.
Karebet mengerutkan keningnya. Serangan ini benar-benar berbahaya sehingga dengan demikian maka ia tidak dapat lagi tertawa-tawa. Kini dipusatkannya perhatiannya kepada perkelahian itu. Sekali terbersit juga kekagumannya atas lawannya yang mampu bergerak sedemikian cepatnya. namun Karebet mampu mengimbanginya. Sambaran burung Rajawali dapat dielakkannya, bahkan kini serangannyapun datang seperti badai diudara.
Demikianlah pertempuran itu menjadi sangat serunya. karena itu daerah sekitar perkelahian seakan akan timbul angin pusaran. daun-daun bergerak berputaran dan daun-daun kering berguguran ditanah. Ranting ranting yang tersambar tangan mereka berderak-derak patah berserakan. Tanah sekitar mereka seakan telah dibajak, dan tumbuhan perdu dan batang-batang kecil telah roboh terinjak kaki mereka.
Perkelahianpun semakin lama menjadi semakin seru. Masing-masing menjadi kagum akan keprigelan lawannya. Lebih-lebih Prabasemi. Ia pernah mendengar kelebihan Karenet dari kawan-kawannya, namun tidak disangkanya anak itu mampu melawannya. Karena itu maka Tumenggung benar-benar telah kehilangan pengamatan diri. Yang ada diotaknya adalah membunuh.
Karebet harus dibunuh dengan cara apapun.
Sedang Karebetpun sebenarnya mengagumi ketangkasan Prabasemi. Tumenggung yang masih agak lebih tua daripadanya namun ketangkasannya telah sedemikian tinggi sehingga karena itulah maka sepantasnya bahwa Prabasemi cepat menanjak ketempatnya sekarang.
fakhrie... dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Kutip
Balas