- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#663
Jilid 19 [Part 431]
Spoiler for :
SEJAK semula Baginda memang telah mengira, bahwa anak yang mampu meloncat mundur melampaui blumbang sambil berjongkok, pasti bukan anak kebanyakan, namun Baginda sama sekali tidak menyangka bahwa anak itu menyimpan ilmu yang sedemikian dahsyatnya. Tetapi alangkah menyesalnya Baginda, bahwa anak itu berada di keputren di malam hari tanpa setahu Baginda.
Pada saat benturan itu terjadi, Karebet pun terkejut bukan kepalang. Aji Rog-rog Asem, yang mampu merontokkan buah-buah asem pada batangnya yang sebesar apapun itu, ternyata hanya mampu mendorong surut lawannya beberapa langkah. Bahkan tangannya itu seakan-akan telah membentur selapis dinding baja yang sama sekali tak tergoyahkan, sehingga kekuatan yang tersalur lewat tangannya itu sebagian telah melontar kembali melemparkan Karebet beberapa langkah mundur. Bahkan kemudian terasa, tangannya itu nyeri dan nafasnya menjadi sesak. Sesaat Karebet itu berdiri kaku. Kepalanya menjadi pening, dan seakan-akan bintang-bintang di langit itu beterbangan turun mengerumuni kepalanya.
Ketika perlahan-lahan kesadarannya telah pulih kembali, dilihatnya lawannya itu masih tegak beberapa langkah dihadapannya. Betapa Karebet menjadi semakin marah, sehingga matanya itu seakan-akan menjadi menyala. Baginda, seorang yang memiliki berbagai pengetahuan, kini sekali lagi terkejut ketika ditatapnya mata Karebet. Mata itu benar-benar seperti mata kucing di malam yang gelap. Seakan-akan cahaya yang biru hijau memancar dari dalamnya. Dan karena itulah maka Baginda menjadi semakin menyesali keadaan.
Anak itu benar-benar anak luar biasa. Dengan demikian Baginda menjadi semakin tertarik kepadanya. Tetapi bagi seorang raja dan sebagai seorang ayah, Baginda tidak dapat membiarkan peristiwa ini terjadi tanpa persoalan. Sebab dengan demikian, maka baik Baginda sebagai raja maupun sebagai ayah, akan kehilangan nilai-nilainya yang wajar, apabila persoalan yang tak pada tempatnya itu dibiarkannya. Seandainya, ya, seandainya pada saat itu Baginda menjumpai orang lain, bukan Karebet dan tidak memiliki ilmu sedahsyat Aji Rog-rog Asem serta Lembu Sekilan, serta dari matanya tidak membayang cahaya yang biru kehijauan, maka Baginda pasti sudah akan bersikap lain. Mungkin Baginda akan memaksa putrinya untuk masuk ke bilik bundanya, dan menangkap anak itu sebagai seorang pencuri atau apapun yang masuk ke dalam istana.
Dengan demikian, maka orang itu akan dapat dihukum berat.
Tetapi kini yang dihadapi adalah seorang anak muda yang jarang-jarang ditemuinya. Alangkah baiknya anak itu dalam kedudukannya dalam pasukan Wira Tamtama. Namun, betapapun ia harus mendapat hukuman dari perbuatannya itu. Baginda tidak sempat berangan-angan. Tiba-tiba ia melihat Karebet meloncat seperti serigala lapar menerkam mangsanya. Namun Baginda bukan sekadar anak kambing yang hanya mampu mengembik. Ketika Baginda menyadari betapa berbahayanya serangan yang masih dilambari dengan Aji Rog-rog Asem itu, maka Baginda segera mengelak. Namun Baginda kini berhasrat untuk segera menyelesaikan perkelahian itu sebelum orang lain melihatnya. Sebab apabila orang lain melihat perkelahian itu, melihat putri dan Karebet, maka Baginda tidak akan menyelamatkan nama putrinya dari aib yang mencoreng kening, dan wajah Baginda pun akan tercoreng karenanya.
Karena itu, segera Baginda mateg aji kebanggaannya, Bajra Geni. Aji yang ampuh bukan buatan. Namun Baginda benar-benar tidak mau membunuh atau melukai Karebet. Karena itu, Baginda mengambil cara yang tidak berbahaya bagi lawannya. Dengan kecepatan yang tak disangka-sangka oleh Karebet, Baginda melontar menyusul arah lawannya yang terbang beberapa jengkal di sampingnya, karena terkamannya dihindari.
Dengan Aji yang dahsyat itu, Baginda memukul Karebet, namun tidak pada tubuhnya. Baginda sengaja mengayunkan tangannya di wajah Karebet, tanpa menyentuhnya.
Tetapi alangkah terkejutnya Karebet. Baginda tidak melepaskan Aji Bajra Geni sepenuhnya, namun getarannya telah cukup kuat untuk menggetarkan tubuh Karebet. Karebet pun terkejut bukan kepalang. Terasa wajahnya seakan-akan disiram api. Karena itu, maka dengan serta merta ia meloncat beberapa langkah surut. Dengan tubuh gemetar ia memandang orang yang sebagian wajahnya terselubung oleh kain ikat kepala itu. Dan didengarnya orang itu tertawa.
ORANG itu masih tertawa berkepanjangan meskipun tidak terlalu keras. Kemudian terdengar ia berkata,
Karebet tidak menjawab. Dengan marahnya ia menggeram. Tetapi ia benar-benar telah dapat mengambil suatu kepastian, bahwa ia tidak akan mampu mengalahkan orang itu. Karena itu Karebet menjadi semakin cemas. Ia sama sekali tidak mencemaskan nasibnya, bahkan sampai mati sekalipun. Namun bagaimana kemudian dengan putri itu? Belum lagi ia menemukan cara untuk menyelamatkan Putri itu, maka terdengar orang yang berdiri di hadapannya itu berkata,
Kata-kata Karebet tersangkut di kerongkongan karena kemarahannya yang meluap-luap.
Sedang Putri Sultan itu menjadi bertambah mengigil ketakutan. Perlahan-lahan wajahnya beredar di antara batang-batang perdu di petamanan. Namun hatinya menjadi bingung. Ia akan dapat berteriak memanggil beberapa peronda. Tetapi apa katanya tentang Karebet dan orang yang berselubung kain itu?
Dalam kebingungan Putri itu mendengar orang berselubung itu berkata,
Telinga Karebet menjadi merah karenanya. Kemarahannya telah benar-benar sampai kepuncak kepalanya. Apalagi ketika ia mendengar orang itu mengulangi,
Sekali lagi Karebet mencoba melihat siapakah yang berdiri di hadapannya. Pamannya? Mahesa Jenar? Pasti bukan. Mungkin orang-orang sakti yang lain? Di istana tidak banyak dijumpai orang-orang yang pernah menggetarkan hatinya. Beberapa orang sakti dari para prajurit berbagai kesatuan telah dikenalnya. Dan orang ini bukanlah salah seorang dari mereka.
Sebelum Karebet mampu memecahkan teka-teki itu. Karebet mendengar orang yang berdiri dihadapannya itu berkata pula,
Karebet menarik alisnya. Orang itu dapat menyebut beberapa nama perwira dari Nara Manggala. Karena itu tiba-tiba menjadi bercuriga. Apakah orang itu orang dalam? Gajah Alit pasti bukan. Panji Danapatipun bukan. Siapa? Dalam kebingungan itu kembali Karebet mendengar orang itu berkata,
Karebet benar-benar mengigil mendengar kata-kata itu. Hampir saja ia menyebut beberapa nama yang pernah dikenalnya di Karang Tumaritis. Namun niatnya diurungkannya. Yang terdengar kemudian hanyalah gemeretak giginya beradu.
Tetapi seperti mendengar seribu guntur meledak bersama di atas kepalanya, kemudian Karebet mendengar orang itu berkata,
Tubuh Karebetpun kemudian menjadi gemetar. Dengan ragu-ragu ia memandang orang yang berdiri dihadapannya. Bajra Geni adalah nama ilmu yang dahsyat, sedahsyat ilmu pamannya dan Mahesa Jenar. Setingkat pula dengan ilmu-ilmu luar biasa lainnya, Lebur Seketi,Cunda Manik dan lain lainnya. Tetapi lebih daripada itu.
Aji Bajra Geni dikenal sebagai ilmu yang dimiliki oleh Sultan Trenggana. Karena itu betapa debar jantung Karebet seakan-akan terhenti. Bahkan darahnyapun seakan tidak mengalir lagi.
Pada saat benturan itu terjadi, Karebet pun terkejut bukan kepalang. Aji Rog-rog Asem, yang mampu merontokkan buah-buah asem pada batangnya yang sebesar apapun itu, ternyata hanya mampu mendorong surut lawannya beberapa langkah. Bahkan tangannya itu seakan-akan telah membentur selapis dinding baja yang sama sekali tak tergoyahkan, sehingga kekuatan yang tersalur lewat tangannya itu sebagian telah melontar kembali melemparkan Karebet beberapa langkah mundur. Bahkan kemudian terasa, tangannya itu nyeri dan nafasnya menjadi sesak. Sesaat Karebet itu berdiri kaku. Kepalanya menjadi pening, dan seakan-akan bintang-bintang di langit itu beterbangan turun mengerumuni kepalanya.
Ketika perlahan-lahan kesadarannya telah pulih kembali, dilihatnya lawannya itu masih tegak beberapa langkah dihadapannya. Betapa Karebet menjadi semakin marah, sehingga matanya itu seakan-akan menjadi menyala. Baginda, seorang yang memiliki berbagai pengetahuan, kini sekali lagi terkejut ketika ditatapnya mata Karebet. Mata itu benar-benar seperti mata kucing di malam yang gelap. Seakan-akan cahaya yang biru hijau memancar dari dalamnya. Dan karena itulah maka Baginda menjadi semakin menyesali keadaan.
Anak itu benar-benar anak luar biasa. Dengan demikian Baginda menjadi semakin tertarik kepadanya. Tetapi bagi seorang raja dan sebagai seorang ayah, Baginda tidak dapat membiarkan peristiwa ini terjadi tanpa persoalan. Sebab dengan demikian, maka baik Baginda sebagai raja maupun sebagai ayah, akan kehilangan nilai-nilainya yang wajar, apabila persoalan yang tak pada tempatnya itu dibiarkannya. Seandainya, ya, seandainya pada saat itu Baginda menjumpai orang lain, bukan Karebet dan tidak memiliki ilmu sedahsyat Aji Rog-rog Asem serta Lembu Sekilan, serta dari matanya tidak membayang cahaya yang biru kehijauan, maka Baginda pasti sudah akan bersikap lain. Mungkin Baginda akan memaksa putrinya untuk masuk ke bilik bundanya, dan menangkap anak itu sebagai seorang pencuri atau apapun yang masuk ke dalam istana.
Dengan demikian, maka orang itu akan dapat dihukum berat.
Tetapi kini yang dihadapi adalah seorang anak muda yang jarang-jarang ditemuinya. Alangkah baiknya anak itu dalam kedudukannya dalam pasukan Wira Tamtama. Namun, betapapun ia harus mendapat hukuman dari perbuatannya itu. Baginda tidak sempat berangan-angan. Tiba-tiba ia melihat Karebet meloncat seperti serigala lapar menerkam mangsanya. Namun Baginda bukan sekadar anak kambing yang hanya mampu mengembik. Ketika Baginda menyadari betapa berbahayanya serangan yang masih dilambari dengan Aji Rog-rog Asem itu, maka Baginda segera mengelak. Namun Baginda kini berhasrat untuk segera menyelesaikan perkelahian itu sebelum orang lain melihatnya. Sebab apabila orang lain melihat perkelahian itu, melihat putri dan Karebet, maka Baginda tidak akan menyelamatkan nama putrinya dari aib yang mencoreng kening, dan wajah Baginda pun akan tercoreng karenanya.
Karena itu, segera Baginda mateg aji kebanggaannya, Bajra Geni. Aji yang ampuh bukan buatan. Namun Baginda benar-benar tidak mau membunuh atau melukai Karebet. Karena itu, Baginda mengambil cara yang tidak berbahaya bagi lawannya. Dengan kecepatan yang tak disangka-sangka oleh Karebet, Baginda melontar menyusul arah lawannya yang terbang beberapa jengkal di sampingnya, karena terkamannya dihindari.
Dengan Aji yang dahsyat itu, Baginda memukul Karebet, namun tidak pada tubuhnya. Baginda sengaja mengayunkan tangannya di wajah Karebet, tanpa menyentuhnya.
Tetapi alangkah terkejutnya Karebet. Baginda tidak melepaskan Aji Bajra Geni sepenuhnya, namun getarannya telah cukup kuat untuk menggetarkan tubuh Karebet. Karebet pun terkejut bukan kepalang. Terasa wajahnya seakan-akan disiram api. Karena itu, maka dengan serta merta ia meloncat beberapa langkah surut. Dengan tubuh gemetar ia memandang orang yang sebagian wajahnya terselubung oleh kain ikat kepala itu. Dan didengarnya orang itu tertawa.
Quote:
“Alangkah dahsyatnya,” geram Karebet di dalam hatinya.
“Tangannya sama sekali tidak menyentuh tubuhku. Namun getaran serta panas ilmunya telah mampu menembus Aji Lembu Sekilan."
“Tangannya sama sekali tidak menyentuh tubuhku. Namun getaran serta panas ilmunya telah mampu menembus Aji Lembu Sekilan."
ORANG itu masih tertawa berkepanjangan meskipun tidak terlalu keras. Kemudian terdengar ia berkata,
Quote:
“Bagaimana Aji Lembu Sekilan. Apakah kau masih akan membanggakan Aji Lembu Sekilan yang setengah matang itu. Aku belum menyentuh kulitmu, tetapi agaknya kau telah merasakan akibatnya. Bahwa kekuatan Ajiku mampu menembus pertahanan Lembu Sekilanmu.”
Karebet tidak menjawab. Dengan marahnya ia menggeram. Tetapi ia benar-benar telah dapat mengambil suatu kepastian, bahwa ia tidak akan mampu mengalahkan orang itu. Karena itu Karebet menjadi semakin cemas. Ia sama sekali tidak mencemaskan nasibnya, bahkan sampai mati sekalipun. Namun bagaimana kemudian dengan putri itu? Belum lagi ia menemukan cara untuk menyelamatkan Putri itu, maka terdengar orang yang berdiri di hadapannya itu berkata,
Quote:
“Nah, apakah kau masih akan melawan.?”
“Jangan menyombongkan diri. Kau lihat aku masih tegak dihadapanmu,” sahut Karebet.
“Hem,” desah orang itu,
“Kau memang keras kepala. Meskipun demikian aku beri kau kesempatan hidup. Tetapi serahkan putri itu kepadaku.”
“Apa?”
“Jangan menyombongkan diri. Kau lihat aku masih tegak dihadapanmu,” sahut Karebet.
“Hem,” desah orang itu,
“Kau memang keras kepala. Meskipun demikian aku beri kau kesempatan hidup. Tetapi serahkan putri itu kepadaku.”
“Apa?”
Kata-kata Karebet tersangkut di kerongkongan karena kemarahannya yang meluap-luap.
Sedang Putri Sultan itu menjadi bertambah mengigil ketakutan. Perlahan-lahan wajahnya beredar di antara batang-batang perdu di petamanan. Namun hatinya menjadi bingung. Ia akan dapat berteriak memanggil beberapa peronda. Tetapi apa katanya tentang Karebet dan orang yang berselubung kain itu?
Dalam kebingungan Putri itu mendengar orang berselubung itu berkata,
Quote:
“Apakah Putri akan memanggil Nara Manggala?”
“Ya,” sahut putri itu tiba-tiba.
Kembali orang itu tertawa. Jawabnya,
“Mereka akan menangkap Karebet dan orang yang berselubung kain itu?”
“Ya,” sahut putri itu tiba-tiba.
Kembali orang itu tertawa. Jawabnya,
“Mereka akan menangkap Karebet dan orang yang berselubung kain itu?”
Telinga Karebet menjadi merah karenanya. Kemarahannya telah benar-benar sampai kepuncak kepalanya. Apalagi ketika ia mendengar orang itu mengulangi,
Quote:
"Anak muda. Tak ada gunanya kau melawan. Ajimu kedua-duanya adalah ilmu yang sama sekali tak berarti bagiku. Dengan duduk bertopang dagu aku pasti akan dapat memunahkannya. Tetapi apakah kau mampu bertahan terhadap ilmuku meskipun kau membentengi dirimu dengan Lembu Sekilan?”
Sekali lagi Karebet mencoba melihat siapakah yang berdiri di hadapannya. Pamannya? Mahesa Jenar? Pasti bukan. Mungkin orang-orang sakti yang lain? Di istana tidak banyak dijumpai orang-orang yang pernah menggetarkan hatinya. Beberapa orang sakti dari para prajurit berbagai kesatuan telah dikenalnya. Dan orang ini bukanlah salah seorang dari mereka.
Sebelum Karebet mampu memecahkan teka-teki itu. Karebet mendengar orang yang berdiri dihadapannya itu berkata pula,
Quote:
“Jangan menunggu aku marah. Biarlah putri itu aku bawa.”
Sekali lagi Karebet menggeram. Sahutnya,
“Lampaui dahulu mayatku. Baru kau bawa Tuan Putri.”
Orang itu mengerutkan keningnya. Kemudian katanya,
“Kau benar-benar keras kepala.”
“Adalah akibat dari perbuatanku. Tebusannya maut,” sahut Karebet, dan diteruskan,
“Apakah kau sangka, sesudah aku, kau akan dapat melepaskan diri dari halaman ini? Kau mati dipenggal oleh Nara Manggala.”
“Tak seorang pun mampu menangkap aku,” jawab orang itu.
“Karebet tidak. Gajah Alit tidak dan Panji Danapati pun tidak.”
Sekali lagi Karebet menggeram. Sahutnya,
“Lampaui dahulu mayatku. Baru kau bawa Tuan Putri.”
Orang itu mengerutkan keningnya. Kemudian katanya,
“Kau benar-benar keras kepala.”
“Adalah akibat dari perbuatanku. Tebusannya maut,” sahut Karebet, dan diteruskan,
“Apakah kau sangka, sesudah aku, kau akan dapat melepaskan diri dari halaman ini? Kau mati dipenggal oleh Nara Manggala.”
“Tak seorang pun mampu menangkap aku,” jawab orang itu.
“Karebet tidak. Gajah Alit tidak dan Panji Danapati pun tidak.”
Karebet menarik alisnya. Orang itu dapat menyebut beberapa nama perwira dari Nara Manggala. Karena itu tiba-tiba menjadi bercuriga. Apakah orang itu orang dalam? Gajah Alit pasti bukan. Panji Danapatipun bukan. Siapa? Dalam kebingungan itu kembali Karebet mendengar orang itu berkata,
Quote:
“Ayo Karebet. Katakan kepadaku, siapakah dari seluruh Demak mampu mengalahkan aku?”
Karebet benar-benar mengigil mendengar kata-kata itu. Hampir saja ia menyebut beberapa nama yang pernah dikenalnya di Karang Tumaritis. Namun niatnya diurungkannya. Yang terdengar kemudian hanyalah gemeretak giginya beradu.
Tetapi seperti mendengar seribu guntur meledak bersama di atas kepalanya, kemudian Karebet mendengar orang itu berkata,
Quote:
“Karebet, katakan, siapa yang mampu melawan Aji Bajra Geni?”
“Bajra Geni. Bajra Geni.” Tanpa sadar Karebet mengulangi kata-kata itu.
“Ya,” sahut orang itu pendek.
“Bajra Geni. Bajra Geni.” Tanpa sadar Karebet mengulangi kata-kata itu.
“Ya,” sahut orang itu pendek.
Tubuh Karebetpun kemudian menjadi gemetar. Dengan ragu-ragu ia memandang orang yang berdiri dihadapannya. Bajra Geni adalah nama ilmu yang dahsyat, sedahsyat ilmu pamannya dan Mahesa Jenar. Setingkat pula dengan ilmu-ilmu luar biasa lainnya, Lebur Seketi,Cunda Manik dan lain lainnya. Tetapi lebih daripada itu.
Aji Bajra Geni dikenal sebagai ilmu yang dimiliki oleh Sultan Trenggana. Karena itu betapa debar jantung Karebet seakan-akan terhenti. Bahkan darahnyapun seakan tidak mengalir lagi.
fakhrie... dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Kutip
Balas