- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#588
Jilid 17 [Part 403]
Spoiler for :
Quote:
“Jangan berpikir demikian Sawung Sariti,” jawab Kebo Kanigara.
“Adalah kewajiban manusia untuk saling membantu. Mungkin pada suatu saat aku akan memerlukan bantuanmu pula.”
“Adalah kewajiban manusia untuk saling membantu. Mungkin pada suatu saat aku akan memerlukan bantuanmu pula.”
Sawung Sariti tidak menjawab. Tetapi hatinya menjadi terharu. Apakah Kebo Kanigara akan berbuat demikian manisnya pula seandainya dirinya berhasil membunuh Arya Salaka?
Quote:
“Hem…” Ia menggeram.
Perasaan sesal meronta-ronta di dalam dadanya. Sesal atas segala macam pekertinya yang jauh tersesat ke daerah nafsu.
Mereka pun kemudian berjalan ke arah yang berbeda-beda. Arya Salaka dan Mahesa Jenar ke Sarapadan, sedang Kebo Kanigara mendukung Sawung Sariti ke Pamingit.
Yang berdiri kebingungan adalah Karebet. Ia memandang Arya Salaka dengan permintaan, apakah boleh pergi bersamanya.
Quote:
“Tidakkah Kakang Karang Tunggal pergi bersama Paman Kebo Kanigara?” tanya Arya Salaka,
“Barangkali Paman Kebo Kanigara perlu bantuan Kakang, mendukung Adi Sawung Sariti. Di Pamingit nanti kita bertemu. Barangkali Kakang Karang Tunggal banyak mampunyai ceritera yang menarik.”
“Oh!” Karebet seperti tersadar dari mimpi. Bukankah ia dapat membantu pamannya itu. Karena itu maka katanya,
“Baiklah Adi, aku membantu Paman Karang Jati.”
“Barangkali Paman Kebo Kanigara perlu bantuan Kakang, mendukung Adi Sawung Sariti. Di Pamingit nanti kita bertemu. Barangkali Kakang Karang Tunggal banyak mampunyai ceritera yang menarik.”
“Oh!” Karebet seperti tersadar dari mimpi. Bukankah ia dapat membantu pamannya itu. Karena itu maka katanya,
“Baiklah Adi, aku membantu Paman Karang Jati.”
Dan berlari-larilah Karebet menyusul pamannya. Ketika ia telah berjalan di belakang pamannya, berkatalah ia perlahan-lahan,
Quote:
“Paman, biarlah Adi Sawung Sariti aku dukung.”
Kebo Kanigara menoleh. Tapi ia tidak segera menjawab. Karena itu hati Karang Tunggal menjadi berdebar-debar. Akhirnya ia berjalan sambil menundukkan kepalanya. Hatinya berdesir ketika pamannya itu bertanya,
Quote:
“Kenapa kau berada di sini, Karebet?”
Kepala Karebet menjadi semakin tunduk. Ia benar-benar takut kepada pamannya itu.
“Kenapa?” ulang Kebo Kanigara.
Karebet masih belum dapat menjawab. Karena itu hatinya menjadi semakin kecut.
Tiba-tiba berkatalah Karang Jati,
“He, Karebet. Kau akan ikut aku ke Pamingit?”
“Ya, Paman,” jawab Karebet singkat.
“Bagus, kau akan dapat menemui kawan-kawanmu dari pasukan Nara Manggala,” sambung Kebo Kanigara. Karebet terkejut.
“Nara Manggala?” ulangnya.
“Ya,” jawab Kebo Kanigara acuh tak acuh.
“Ki Gajah Alit, dan para pejabat rahasia Demak, Ki Paningron.”
“Benarkah keduanya di sini?” desak Karebet semakin terkejut.
“Kenapa?” tanya Kebo Kanigara.
Karebet terdiam.
Kepala Karebet menjadi semakin tunduk. Ia benar-benar takut kepada pamannya itu.
“Kenapa?” ulang Kebo Kanigara.
Karebet masih belum dapat menjawab. Karena itu hatinya menjadi semakin kecut.
Tiba-tiba berkatalah Karang Jati,
“He, Karebet. Kau akan ikut aku ke Pamingit?”
“Ya, Paman,” jawab Karebet singkat.
“Bagus, kau akan dapat menemui kawan-kawanmu dari pasukan Nara Manggala,” sambung Kebo Kanigara. Karebet terkejut.
“Nara Manggala?” ulangnya.
“Ya,” jawab Kebo Kanigara acuh tak acuh.
“Ki Gajah Alit, dan para pejabat rahasia Demak, Ki Paningron.”
“Benarkah keduanya di sini?” desak Karebet semakin terkejut.
“Kenapa?” tanya Kebo Kanigara.
Karebet terdiam.
Sekali lagi pandangan matanya terbanting di tanah. Ia tidak tahu apa yang harus dikatakan.
Quote:
“Karebet…” kata Kebo Kanigara kemudian,
“Seharusnya kau menjadi gembira. Bukankah kau akan bertemu dengan perwira-perwira dari pasukan Demak? Aku dengar, kau pun telah menjadi lurah Wira Tamtama.”
“Ya, Paman, tetapi…” Karebet tak dapat meneruskan kata-katanya.
“Tetapi kenapa?” desak Kebo Kanigara.
Sekali lagi Karebet terbungkam. Akhirnya terdengar Kebo Kanigara berkata dengan suara yang berat,
“Karebet, apakah yang sebenarnya terjadi?”
“Seharusnya kau menjadi gembira. Bukankah kau akan bertemu dengan perwira-perwira dari pasukan Demak? Aku dengar, kau pun telah menjadi lurah Wira Tamtama.”
“Ya, Paman, tetapi…” Karebet tak dapat meneruskan kata-katanya.
“Tetapi kenapa?” desak Kebo Kanigara.
Sekali lagi Karebet terbungkam. Akhirnya terdengar Kebo Kanigara berkata dengan suara yang berat,
“Karebet, apakah yang sebenarnya terjadi?”
Karebet masih berjalan dengan muka tunduk di belakang pamannya. Ia tidak berani mengatakan apa yang telah terjadi sehingga ia diusir dari Kraton Demak. Bahwa ia masih hidup dan lepas dari kemarahan Sultan yang lebih besar lagi, adalah karena Sultan sejak semula telah tertarik kepada keperwiraan dan kecekatannya, sehingga kasih yang dilimpahkan kepadanya agak berlebihan dibanding dengan para prajurit lainnya.
Kemudian terdengar Kebo Kanigara berkata,
Quote:
“Aku sudah tahu apa yang kau lakukan di Demak, Adol bagus. Kau sangka di seluruh kolong langit ini hanya kau sendiri seorang laki-laki?”
Hati Karebet menjadi semakin berdebar-debar. Dan karena itu wajahnya menjadi semakin tumungkul memandang pundaknya. Ia menyangka bahwa pamannya akan memarahinya. Namun sebenarnya Kebo Kanigara pun sayang benar kepada kemenakannya yang nakal itu.
Quote:
Maka katanya,
“Karebet, bagaimanakah pertimbanganmu? Apakah kau akan menemui para perwira dari prajurit Demak itu?”
“Karebet, bagaimanakah pertimbanganmu? Apakah kau akan menemui para perwira dari prajurit Demak itu?”
Beberapa saat Karebet diam. Ia menjadi berlega hati ketika pamannya tidak memaki-makinya. Setelah debar jantungnya mereda, ia berkata,
Quote:
“Aku kira lebih baik tidak, Paman.”
“Nah, kalau demikian, jangan ikuti aku. Pergilah ke Banyubiru. Setelah semuanya selesai, aku akan ke sana mengantarkan Arya Salaka. Aku akan menemuimu. Dan kau harus berkata sebenarnya apa yang telah terjadi dan apa yang pernah kau lakukan.”
“Baik Paman,” jawab Karebet.
“Aku sekarang berada di rumah Ki Buyut atau yang dikenal Ki Lemah Telasih.”
“Nah, pergilah. Apakah kau sudah tahu jalan yang harus kau tempuh?” tanya Kebo Kanigara.
“Nah, kalau demikian, jangan ikuti aku. Pergilah ke Banyubiru. Setelah semuanya selesai, aku akan ke sana mengantarkan Arya Salaka. Aku akan menemuimu. Dan kau harus berkata sebenarnya apa yang telah terjadi dan apa yang pernah kau lakukan.”
“Baik Paman,” jawab Karebet.
“Aku sekarang berada di rumah Ki Buyut atau yang dikenal Ki Lemah Telasih.”
“Nah, pergilah. Apakah kau sudah tahu jalan yang harus kau tempuh?” tanya Kebo Kanigara.
Sebenarnya ia tahu bahwa hampir seluruh jalan di sekitar pegunungan Merapi, Merbabu, Slamet, Ungaran, Murya, Sindara, Sumbing, Lawu, Kelut, Kawi sampai di daerah barat dan timur telah dilintasinya.
Ket.
SADAK KINANG (selembar atau dua lembar sirih dengan kinang siap dinikmati) masih bergulir. Seorang pembaca menulis. Ternyata ada yang menerjemahkan kematian Arya Palindih akibat sadak kinang oleh Karebet adalah perlambang bahwa Arya Palindih diperdaya melalui bujuk rayu wanita. Siapa lagi yang makan sirih, apalagi kalau sirihnya sudah siap dilahap oleh siapa saja.
SADAK KINANG (selembar atau dua lembar sirih dengan kinang siap dinikmati) masih bergulir. Seorang pembaca menulis. Ternyata ada yang menerjemahkan kematian Arya Palindih akibat sadak kinang oleh Karebet adalah perlambang bahwa Arya Palindih diperdaya melalui bujuk rayu wanita. Siapa lagi yang makan sirih, apalagi kalau sirihnya sudah siap dilahap oleh siapa saja.
Bersambung…
fakhrie... dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas