- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#548
Jilid 16 [Part 384]
Spoiler for :
Quote:
“AKU yakin akan hal itu,” potong Ki Ageng Gajah Sora,
“Selama Arya masih berada di dekat adi Mahesa Jenar.”
“Aku hampir tak berdaya,” jawab Mahesa Jenar,
“Pertempuran itu sudah berada di ujung hidung Arya Salaka. Untunglah Ki Ageng Sora Dipayana berusaha sekuat tenaga. Lebih dari itu agaknya Tuhan telah mengambil keputusan, bahwa Banyubiru dan Pamingit akan diselamatkan dari bencana kemusnahan.”
“Kakang benar,” sahut Gajah Alit,
“Kalau pertempuran itu tak dapat dicegah, di atas bangkai rakyat Banyubiru dan Pamingit akan menari-nari rianglah tokoh-tokoh golongan hitam dari daerah yang berserak-serak itu. Dari Gunung Tidar, Nusakambangan, Rawa Pening, Mentaok dan Lembah Gunung Cermai.”
“Selama Arya masih berada di dekat adi Mahesa Jenar.”
“Aku hampir tak berdaya,” jawab Mahesa Jenar,
“Pertempuran itu sudah berada di ujung hidung Arya Salaka. Untunglah Ki Ageng Sora Dipayana berusaha sekuat tenaga. Lebih dari itu agaknya Tuhan telah mengambil keputusan, bahwa Banyubiru dan Pamingit akan diselamatkan dari bencana kemusnahan.”
“Kakang benar,” sahut Gajah Alit,
“Kalau pertempuran itu tak dapat dicegah, di atas bangkai rakyat Banyubiru dan Pamingit akan menari-nari rianglah tokoh-tokoh golongan hitam dari daerah yang berserak-serak itu. Dari Gunung Tidar, Nusakambangan, Rawa Pening, Mentaok dan Lembah Gunung Cermai.”
Demikianlah kemudian pembicaraan mereka berkisar dari satu soal ke soal lain. Bahkan kemudian Paningron dan Gajah Alit tidak dapat menyembunyikan kekaguman mereka atas Mahesa Jenar dan Kebo Kanigara, katanya,
Quote:
“Tak seorang pun yang mampu membunuh Nagapasa dan Sima Rodra seorang diri. Namun Kakang Kebo Kanigara dan Kakang Mahesa Jenar telah melakukan hal itu.”
Kebo Kanigara mengerutkan keningnya.
“Adakah Adi melihat peristiwa itu?”
“Kami tidak,” jawab Gajah Alit,
“Tetapi orang-orang kami menyaksikan, setidak-tidaknya mendengar kabar tentang perisitwa itu. Juga kami telah mendengar, bahwa Arya Salaka telah mampu bertempur seorang melawan seorang dengan Lawa Ijo. Sungguh suatu kemajuan di luar dugaan ayahnya. Itulah agaknya yang mendorong Kakang Gajah Sora untuk menilai sendiri kemampuan Arya Salaka itu.”
Kebo Kanigara mengerutkan keningnya.
“Adakah Adi melihat peristiwa itu?”
“Kami tidak,” jawab Gajah Alit,
“Tetapi orang-orang kami menyaksikan, setidak-tidaknya mendengar kabar tentang perisitwa itu. Juga kami telah mendengar, bahwa Arya Salaka telah mampu bertempur seorang melawan seorang dengan Lawa Ijo. Sungguh suatu kemajuan di luar dugaan ayahnya. Itulah agaknya yang mendorong Kakang Gajah Sora untuk menilai sendiri kemampuan Arya Salaka itu.”
Mahesa Jenar tersenyum. Gajah Sora pun kemudian berceritera, bagaimana mereka bertiga bergegas untuk sampai ke Banyubiru, ketika mereka mendengar bahwa keadaan Banyubiru sudah sedemikian gawat. Namun mereka terlambat. Meskipun demikian mereka berlega hati. Yang terjadi kemudian adalah pertempuran justru antara laskar Banyubiru bersama-sama dengan laskar Pamingit melawan laskar golongan hitam di Pamingit.
Mereka jumpai Banyubiru telah kosong. Karena itu merekapun segera pergi ke Pamingit. Namun pertempuran di Pamingit itupun telah selesai. Seorang petugas yang ditanam oleh Paningron melaporkan, bahwa Mahesa Jenar, Kebo Kanigara dan Arya Salaka justru pergi ke Banyubiru, karena Pasingsingan mendahului mereka.
Quote:
“Nah, Adi Mahesa Jenar…” tanya Gajah Sora kemudian,
“Bagaimana dengan Pasingsingan?”
Kemudian Mahesa Jenar lah yang berceritera. Pasingsingan terbunuh oleh Pasingsingan.
“Ceritera tentang Pasingsingan itu panjang, Kakang,” kata Mahesa Jenar kemudian,
“Lain kali akan aku ceriterakan selengkapnya. Kepada Kakang, kepada Ki Ageng Sora Dipayana, Ki Ageng Pandan Alas, Titis Anganten, dan yang lain-lain.”
“Mereka juga belum mengetahui?” tanya Gajah Sora.
Mahesa Jenar menggelengkan kepalanya.
“Belum. Belum seorangpun yang tahu.”
“Bagaimana dengan Pasingsingan?”
Kemudian Mahesa Jenar lah yang berceritera. Pasingsingan terbunuh oleh Pasingsingan.
“Ceritera tentang Pasingsingan itu panjang, Kakang,” kata Mahesa Jenar kemudian,
“Lain kali akan aku ceriterakan selengkapnya. Kepada Kakang, kepada Ki Ageng Sora Dipayana, Ki Ageng Pandan Alas, Titis Anganten, dan yang lain-lain.”
“Mereka juga belum mengetahui?” tanya Gajah Sora.
Mahesa Jenar menggelengkan kepalanya.
“Belum. Belum seorangpun yang tahu.”
Sejenak merekapun berdiam diri. Dalam saat-saat yang demikian, Mahesa Jenar mengamat-amati pakaian yang dikenakan oleh Gajah Alit dan Paningron. Ia menarik nafas panjang. Pakaiannya seperti yang dipakai Gajah Alit itupun pernah dipakainya. Pakaian perwira pengawal raja. Beskap hitam, sabuk kuning keemasan dan ikat kepala biru. Kain panjang, sapit urang, celana hitam berpelisir kuning. Sebilah keris berwarangka emas terselip di pinggangnya. Sedang Paningron pun memakai pakaian kebesarannya. Mirip dengan pakaian Gajah Alit, tetapi ia tidak berikat pinggang kuning, stagennya agak berwarna emas dengan permata yang berkilat-kilat. Juga di pinggang Paningron terselip sebilah keris dengan warangka gayaman.
Tetapi ketika Mahesa Jenar sedang berangan-angan, berkatalah Gajah Sora,
Quote:
“Adi Mahesa Jenar, banyak yang ingin aku ketahui, dan banyak yang ingin aku dengarkan, tetapi baiklah lain kali kami lanjutkan. Aku sudah rindu menyampaikan sujud kepada Ayah, Sora Dipayana.”
Mahesa Jenar mengangkat wajahnya. Jawabnya,
“Aku kira demikian sebaiknya. Wulungan akan bersama-sama dengan kita.”
“Meskipun demikian…” Gajah Sora meneruskan,
“Adi Paningron mempunyai satu kepentingan lain, yang barangkali Adi Mahesa Jenar mengetahuinya.”
Mahesa Jenar mengerutkan keningnya, ia bertanya,
“Apakah itu?”
“Tidak begitu penting,” sahut Paningron.
Mahesa Jenar mengangkat wajahnya. Jawabnya,
“Aku kira demikian sebaiknya. Wulungan akan bersama-sama dengan kita.”
“Meskipun demikian…” Gajah Sora meneruskan,
“Adi Paningron mempunyai satu kepentingan lain, yang barangkali Adi Mahesa Jenar mengetahuinya.”
Mahesa Jenar mengerutkan keningnya, ia bertanya,
“Apakah itu?”
“Tidak begitu penting,” sahut Paningron.
Mahesa Jenar mengangguk-angguk kecil. Ia menunggu persoalan apa pula yang dibawa oleh Paningron ini. Apakah tentang dirinya, atau yang lain? Paningron memandang kepada Gajah Alit. Belum lagi mendengar sepatah kata pun, ia telah mengangguk-angguk. Kemudian kepada Mahesa Jenar ia berkata,
Quote:
“Tidak penting, Kakang.”
Bersambung…
fakhrie... dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas