- Beranda
- Stories from the Heart
Pelet Orang Banten
...
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten

Assalamualaikum wr.wb.
Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.
Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.
Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.
Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi
), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.
Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.
Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini

*
Bismillahirrahmanirrahim
Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.
Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.
Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.
Awalnya aku hendak mengantarnya
tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.
"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.
"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."
Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.
"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"
Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.
"Bukan," jawab istriku.
Aku langsung memandang istriku dengan heran.
"Terus siapa?"
"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."
"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.
Istriku menggelengkan kepalanya.
"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.
Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."
"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.
Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.
Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.
Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati

"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.
Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja

Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol.
Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.
Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.
"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.
Penyebabnya adalah los kompresi
Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku.
Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.
Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.
Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.
"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.
Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.
Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.
"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."
"Atur aja bang," kataku cepat.
Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.
"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.
"Oke,"
Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.
Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.
Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.
Jam menunjukan pukul 12:00 wib.
Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.
"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.
"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.
Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering.
Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.
"Nomer siapa nih," desisku.
Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.
Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.
Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.
Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.
"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.
"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.
"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.
"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.
"Oh, mas Sumarno," kataku.
Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.
"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.
"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.
Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.
Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.
Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."
***
Part 1
Pelet Orang Banten
Quote:
Part 2
Teror Alam Ghaib
Quote:
Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

*
Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya
Diubah oleh papahmuda099 05-04-2024 04:27
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
333.7K
3.1K
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•1Anggota
Tampilkan semua post
TS
papahmuda099
#909
Batara Karang
Entah sudah yang keberapa kali aku membolak-balikkan tasbih ditanganku. Sudah penat dan bosan rasanya. Tapi, aku selalu berusaha untuk mengingat kembali untuk apa dan sebab apa aku melakukan semua ini. Maka, ketika aku menemukan jawabannya, semangatku kembali membara.
Tapi, aku merasakan bahwa aku memang benar-benar mulai bosan dengan segala ritual ini. Mungkin, kalau saja aku tahu wiridan-wiridan lainnya, maka aku tidak akan jenuh dengan bacaan yang itu-itu saja.
Aku lalu memutuskan untuk membuka mataku.
Hanya remang-remang yang bisa kulihat. Beberapa kali aku mengucek-ucek mata agar terbiasa dengan suasananya.
Setelah beberapa saat, mataku mulai terbiasa dengan suasana temaram ini.
Dihadapanku, bapak masih duduk tenang dengan tasbih yang tetap berputar seiring dengan jari jemarinya.
Lalu disebelahnya juga duduk bersila sambil menundukkan kepalanya.
Tunggu dulu!
Siapa orang itu?
Karena seingatku, hanya aku dan bapak yang berada didalam kamar ini. Tidak ada orang lain yang masuk.
Karena aku yakin dengan hal ini.
Se-khusuknya aku, tapi aku pasti akan mendengar bila ada seseorang yang membuka pintu dan masuk kedalam kamar ini.
Tapi, aku yakin seyakin-yakinnya bahwa tidak ada satu orangpun yang masuk kedalam kamar ini.
Jadi, siapa orang yang duduk bersila disamping bapak sekarang?
Aku jujur tidak tahu.
Jantungku mulai berdebar-debar.
Didalam diriku saat ini tengah ramai bertanya-tanya, tentang siapakah orang yang duduk bersila itu?
Dengan mata yang sedikit kupejamkan karena takut, aku mencoba untuk bisa memperhatikan sosok misterius yang sedang duduk bersila disamping bapak.
Namun, berhubung kondisi didalam kamar ini agak gelap. Maka penglihatanku agak sedikit tidak jelas.
Aku hanya mampu untuk melihat bahwa sosok itu adalah seorang laki-laki karena bentuk perawakannya yang seperti bapak, besar. Kemudian dari segi pakaian, laki-laki itu berpakaian seperti orang-orang jaman dulu, ringkas.
Lalu dikepalanya aku juga melihat ada seikat kain yang melilit. Membuat rambutnya yang sedikit panjang terikat rapi.
Disaat aku tengah sibuk memperhatikan penampilannya, tiba-tiba saja ia berbalik badan. Seolah sadar bahwa aku memperhatikannya.
Deg!
Jantungku seperti lupa caranya untuk berdetak begitu sorot matanya menatapku tajam.
Dan....
"Wusss...,"
Sosok itu hilang begitu saja.
Tapi, meskipun hanya sesaat, aku bisa melihatnya dengan sedikit jelas.
Laki-laki itu memiliki wajah keriputan disana-sini. Menandakan bahwa usianya sudah lanjut. Tapi, saat matanya melihatku, aku bisa merasakan bahwa dikedua matanya itu tersimpan muatan ilmu yang hebat. Sorot matanya itu hidup. Tajam dan menusuk.
Aku menarik nafas dan menghembuskannya dengan cepat dan panjang. Lega rasanya.
Himpitan didadaku saat mataku bertemu dengan mata laki-laki tua tadi, langsung menghilang.
Aku lalu berusaha untuk mengatur nafasku. Agar tidak mengganggu konsentrasi bapak.
Setelah tenang, aku kembali untuk larut kedalam wiridan.
Tapi, bayang-bayang kakek aneh tadi kembali datang dan membuatku tak bisa berkonsentrasi.
Setelah dicoba berkali-kali dan gagal, aku akhirnya menyerah.
Aku membuka mataku kembali.
Aku menjelajahi seluruh area kamar ini. Hanya sedikit yang bisa kulihat, sisanya gelap dan remang-remang saja.
"Hmm, kira-kira sampai kapan harus begini terus," kataku dalam hati.
Aku lalu mencoba memperhatikan bapak yang masih khusuk dalam wiridannya. Jari jemarinya masih sibuk memainkan bola-bola kecil tasbihnya. Mulutnya juga masih berkomat-kamit. Matanya juga terpejam rapat.
"Hemmm...," Aku lagi-lagi menghembuskan nafas berat.
"Srek....,"
Sebuah sentuhan tipis dari belakang tubuhku sungguh mengejutkanku.
Reflek aku menoleh kebelakang.
Sekilas aku melihat sebuah kain putih yang seperti melayang dan menembus kedalam tembok kamar.
Merinding seketika.

Aku langsung memepet tubuh bapak. Sebodo amat bapak mau keganggu atau tidak. Yang pasti, aku tengah dilanda ketakutan saat itu.
Dengan sedikit gemetar, aku mencoba meraih tubuh bapak.
Tapi aneh.
Padahal, jarak antara aku dan bapak sangat dekat. Hanya terpisah sejengkal tangan saja. Tapi entah kenapa, tanganku seperti tidak sampai-sampai ketubuh bapak.

Gemetar tanganku saat itu.
Bukan, bukan hanya tangan, tapi seluruh badan tepatnya.
Padahal hanya sepotong kain putih yang menembus tembok. Tapi gak tau kenapa, mendadak aku sangat ketakutan.
Tanganku yang ingin meraih tubuh bapak seperti bergerak sangat lambat. Padahal otakku sudah berkali-kali menyuruh agar tangan segera sampai. Tapi anehnya, seperti tanganku menembus udara yang mengandung ruang dan waktu yang lain, tangan ini bergerak sangat lambat.
"Astaghfirullah, kenapa juga ini," desahku dalam hati.
Aku sadar, sangat sadar dengan keanehan ini. Jelas waktu berjalan normal di sekitarku. Tapi entah ada apa, tanganku bergerak sangat lambat didekat bapak.
Sampai keringat keluar dari dahiku, tanganku masih belum sampai. Ingin rasanya tangan ini kutarik, tapi ada sesuatu yang mendorongku untuk terus meneruskan maksudku untuk mencengkeram bapak.
Disaat aku tengah fokus akan keanehan tanganku, tiba-tiba dari belakang seperti ada angin yang bertiup pelan, tapi mengagetkan.
Sekujur bulu halus di tubuhku berdiri.
Merinding seketika.
Kepala dan leherku langsung mendadak kaku.
Otakku langsung menyuruhku untuk tidak menoleh kebelakang.
Dan aku menyetujui sepenuhnya ide itu.
Kembali ada sesuatu yang mengenai rambut bagian atasku, tepat di ubun-ubun.
"Serrrr...,"
Sekali lagi bulu kudukku berdiri.
"Ya Allah, apalagi ini," tanyaku dalam hati disela-sela ketakutan yang semakin menjadi.
Kemudian tiba-tiba dari arah belakang terdengar sebuah bisikan.
"Aku adalah jin pendamping dari Ki buyut jabang bayi. Dan barusan sosok yang yang kamu lihat adalah sosok dari Ki buyut jabang bayi, leluhurmu."
Begitu aku mendengar bisikan itu tiba-tiba sebuah perasaan aneh muncul.
Bukan, bukan perasaan merinding ketakutan. Tetapi merinding karena sebab lain. Bisa dibilang merinding karena senang.
Dan begitu aku merasa senang, tanganku yang tadinya bergerak amat lambat untuk memegang bapak. Tiba-tiba langsung bisa menyentuh tubuh bapak.
Bahkan, karena aku tadi mengerahkan hampir seluruh tenaga untuk mendorong maju tanganku yang bergerak lambat. Dan kemudian tiba-tiba tanganku menjadi normal kembali, maka tanpa sengaja tanganku yang tadinya berniat untuk menyentuh, malah jadi mendorong.
Kontan bapak yang sedang khusyuk dalam wiridnya, terdorong dan terjatuh ke depan.
Dalam kagetnya latah bapakku keluar.
"K*****!" Teriaknya kaget.
Aku sendiri juga ikut terkejut karena teriakan bapak.

Sontak aku segera memberikan isyarat dengan jari telunjuk yang bersilang di atas bibir.
"Sssttt...., Jangan ngomong jorok apa," bisikku.
Bapak sendiri memukul bahuku sambil berkata, "kamu ngapain tadi mendorong bapak?"
"Hehehe, enggak apa-apa. Nanti deh saya ceritain," jawab ku.
Disaat aku aku dan bapak tengah bercakap-cakap, sebuah kejadian yang sungguh mengagetkanku terjadi.
Dari tembok dihadapanku muncul sesosok tinggi besar berwarna hitam.
Melihat dari penampakan wujudnya, aku mengira itu adalah sosok genderuwo.

Dengan muka yang terkejut dan tangan yang gemetar karena kaget aku memukul-mukul pundak bapak berkali-kali.
Bapakku juga sepertinya paham dengan kelakuanku yang sedikit aneh.
"I..i..itu pap, dibelakang bapak ada g..ge..genderuwo," kataku terbata-bata.

Bapak yang mendengarkan perkataanku, lalu menarik nafasnya dalam-dalam dan menghembuskannya. Bapak sepertinya tengah mempersiapkan diri.
Sebelum berbalik badan, bapak terlebih dahulu memegang tanganku dan menaruhnya kembali dipangkuanku.
Dengan menepuk-nepuk tanganku, bapak lalu berbalik badan.
Jarak antara bapak yang masih duduk bersila, dengan sosok genderuwo itu mungkin hanya sekitar 1 meter saja.
Aku melihat bapak menatap mata dari genderuwo itu. Tidak lama, sekitar 10 detik saja.
Kulihat bapak menganggukkan kepalanya.
Kemudian bapak menoleh kepadaku.
"Itu bukan genderuwo, Nang. Tapi Batara karang atau bisa juga disebut jenglot," katanya tenang.

Aku yang mendengar perkataan bapak, dengan sedikit memberanikan diri menatap wujud hitam dihadapan kami.
Aku melihat dari arah kaki sampai kemudian batas matanya.
Memang, bagi orang awam sepertiku akan sangat sulit membedakan kan mana yang genderuwo dan mana yang Batara karang. Karena keduanya berwujud amat sangat mirip. Sama-sama tinggi, berwujud hitam, memiliki taring panjang yang menonjol, juga rambut gimbal yang awut-awutan dan panjang.
Namun, aku saat itu itu sudah memiliki pegangan, meskipun baru ilmu yang cetek. Sehingga sedikitnya aku bisa merasakan, bahwa Aura yang dikeluarkan oleh Batara karang sangat berbeda dengan Aura yang dikeluarkan oleh genderuwo.
Saat ini, di hadapan Batara karang. Aku bisa merasakan Aura yang sedikit panas. Yang memancar keluar dari tubuhnya.
Matanya yang berwarna merah menyorot tajam ke arahku begitu mata kami saling bertatapan.
"Tuan...,"
Aku terkejut ketika batara karang itu memanggil bapakku dengan sebutan tuan.
"Hahaha..., Sudah lama kita tidak jumpa," kata bapak tertawa senang.
"Itu karena Tuan membuang kami begitu saja. Sehingga kami akhirnya tidak bisa menampakan diri di dunia tuan lagi," kata Batara karang itu.
"Maaf, maaf. Aku terpaksa melepaskan kalian lagi karena aku aku sedang mengalami masalah ketika itu," jawab bapak.
"Tapi, aku sekarang membutuhkan bantuan dari kalian semua semua untuk menyelesaikan sebuah masalah yang saat ini sedang dihadapi oleh keturunanku," kata bapak lagi.
Mendengar hal itu, batara karang itu melihat ke arahku.
aku yang saat itu sudah yakin bahwa batara karang ini adalah jin peliharaan bapak, sedikit merasa tenang.
Batara karang itu memperhatikanku dengan cermat, kemudian ia kembali melihat kearah bapak.
"Kami semua selamat di alam gaib, diurus oleh leluhur tuan. Ki buyut jabang bayi. Dan barusan, telah menghadap 4 kakek-kakek cebol kehadapan Ki buyut jabang bayi, sambil membawa peti kayu milik tuan. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi tak lama setelah keempat kakek cebol itu pergi. Ki buyut jabang bayi memanggilku, dan menyuruhku untuk pergi mendahului menemui tuan di kediaman Kyai ini." Batara karang itu menjelaskan kepada bapak.
Bapak menganggukkan kepalanya.
"Iya, sebelum kamu ke sini. Aku juga sudah bertemu dengan Ki buyut jabang bayi. Dan alhamdulillah, semua ilmu yang dulu sempat aku buang, bisa dikembalikannya lagi dengan izin yang maha kuasa," kata bapak.
Aku yang memperhatikan percakapan antar kedua makhluk yang berbeda dimensi ini mulai memahami siapa sosok yang tadi di duduk di samping bapak.
"Jadi itu yang namanya Ki buyut jabang bayi,"
Aku lalu mendengar bapak berkata lagi.
"Sekarang kamu kembalilah ke alam gaib dan bergabung dengan teman-temanmu yang lain di dalam kotak."
Batara karang hidup mengangguk hormat.
Dan...
"Slup,"
Tubuh raksasanya menghilang masuk kembali ke dalam tembok kamar.
Setelah batara karang itu pergi, bapak menggeser duduknya menghadap ke arahku.
"Alhamdulillah, Nang. Doa kita ternyata dikabulkan oleh Allah SWT," katanya dengan raut wajah yang senang.
"Alhamdulillah ya, pap," kataku.
"Sebentar lagi akan datang makhluk dari alam gaib yang akan mengantarkan kotak milik bapak. Salah satunya adalah leluhur kamu, Ki buyut jabang bayi. Nanti jangan kaget ya," kata bapak.
Aku mengangguk.
Aku lalu berusaha menenangkan diri dengan teknik pernapasan kan yang dulu pernah diajarkan oleh bang gunadi kepadaku.
***
Diubah oleh papahmuda099 11-09-2020 20:48
ha9xm5 dan 60 lainnya memberi reputasi
61
Tutup