Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dchantiqueAvatar border
TS
dchantique
Cintaku Terhalang Bentuk Tubuh


[Event Kaskus Kreator] Benarkah cinta itu harus selalu sempurna?




Ini kisahku 2 tahun lalu, saat pertama dan terakhir kalinya berhubungan dengan seorang lawan jenis. Sebut saja Yudo, yang dikenalkan oleh sepupu nenekku padaku atas permintaan sahabatnya.

Nenek Shofia dan Dedeh, ibu kandung Yudo merupakan sahabat lama yang sudah menjalin kedekatan sejak 4 tahun lalu. Bu Dedeh merasa khawatir pada Yudo, karena setiap punya kekasih tak pernah sesuai dengan keinginannya.

Ada yang matre, suka pakai baju ketat sampai hobi peluk-peluk Yudo dengan mesra. Wajarlah yang berpacaran begitu, tapi entah apa yang diinginkan Bu Dedeh untuk calon pasangan anaknya.

Nenek Shofi yang sangat ingin membantu, tiba-tiba saja ingat aku, yang dikenal masih jomlo. Bukan karena pemilih atau merasa diri ini lebih mulia dari yang lain. Aku merasa takut saja, bila harus memulai hubungan dengan seseorang.

Latar belakangku yang merupakan orang tak punya, ditambah punya paman dan bibi yang mempunyai kelainan sejak lahir, membuat diri ini mustahil ada yang naksir.

 Singkat cerita, tiba-tiba suatu sore Nek Shofia dan Yudo datang ke tempat kerjaku, tanpa sempat memberi tahu. Kebetulan saat itu, aku sedang beres-beres di kantor bagian dalam, tak tahu kedatangan mereka.

Sampai akhirnya, seorang teman memberi tahu dan langsung saja ku temui mereka. Nek Shofia yang ku kenal sebagai wanita yang heboh, teramat antusias mengenalkan kami.

Aku berusaha menghormati, dengan mengulurkan tangan pada Yudo, yang melirikku dari ujung kaki hingga kepala. Jujur, aku risih juga kesal, sadar kok kalau badan ini melar dan enggak ada bentuknya!

Pandangannya seolah meremehkan entah takjub, membuat aku mempunyai pemikiran jika hubungan ini bakal ada kendala.

Segera saja ku tegur, eh dia sepertinya terkejut dan terkesan geragapan, mungkin menyesal karena gadis ini tak sebahenol bayangannya.

Namun jangan salah, biarpun gemuk begini, badanku termasuk tinggi dan pas untuk ukuran orang gendut normal.

 Awalnya, aku kira dia merasa jijik dan setelah itu tak mau menghubungiku lagi tapi ternyata tidak. Dia masih sering ngobrol lewat WA, meskipun tak pernah memberi tahu alamat jejaring sosialnya yang lain.

Dari cara bicaranya, aku sudah merasa yakin dan ingin menjadikan dia pasanganku. Meskipun aku kesal juga, karena harus terus memancing dia untuk mengobrol tanpa ada inisiatif dari Yudo.

Seminggu sudah, kami saling menyapa lewat whatsapp, hingga suatu hari dia berencana datang ke rumahku.

Ibuku yang teramat girang karena anaknya didatangi seorang pria, mendadak membuat pecel dan makanan lainnya. Aku maklumi saja, mungkin itu rasa bahagianya karena aku akan segera memiliki pasangan hidup.

Sayang, Ibuku enggak tahu jika sebenarnya ada yang masih mengganjal di hati. Terlebih sikap Yudo yang seperti terpaksa bertemu denganku, tapi kuabaikan demi kebahagiaan ibu dan keluarga.

Pagi itu, sekitar jam 09 pagi dia pun tiba di rumahku, membuatku mendadak berganti baju dan pakai kerudung.

Ternyata saat bertemu langsung, kita berdua justru lebih menyambung, setidaknya paham ap yang sedang ku bicarakan.

Tiba-tiba di tengah asyiknya berbicara, dia meminta satu hal yang membuatku terperenyak, bertemu orang tuanya.

Entah kenapa, mendadak ada perasaan tak enak dalam hati, seolah ini adalah pertemuan pertama dan terakhirku dengan keluarga Yudo. Berbekal ucapan basmalah, berangkatlah kami menuju rumah Yudo yang hanya berbeda kecamatan denganku.

Sambil membawa makanan buatan ibuku, aku harap ibunda Yudo persis seperti yang diceritakan Nek Shofia, baik dan ramah. Sampailah kami di rumahnya, tapi sebelum itu aku dikenalkan pada sanak saudara lain Yudo.

Dari cara mereka merespon dan tak memandangku rendah, cukup membuktikan bahwa diri ini sudah sangat diterima dengan baik. Namun uwaknya Yudo mewanti-wanti agar aku berdoa, supaya diterima oleh ibunya Yudo.

Melihat sepak terjang ibunya Yudo yang sering menolak calon menantunya membuatku pesimis.

Pakai baju seksi saja, kata Nek Shofia dia menolak mentah-mentah, gimana aku yang tak ada bentuk ini? Lagi-lagi para ipar sepupunya meyakinkanku untuk berani, bukannya membantu menemukan cara untuk menaklukan sang wanita.

Minta bantuan Yudo? Rasanya tak mungkin, mengingat dia itu anak Mami yang luar biasa penurut. Akhirnya, aku hanya bisa pasrah pada Allah semata. Yudo mulai mengajakku ke rumahnya, lalu beruluk salam pada penghuni rumah.

Terdengar suara seorang ibu, yang aku yakin adalah ibunya Yudo. Begitu dibuka, wajah wanita itu mendadak cemas dan mencium kedua pipi anaknya.

Bahkan menanyakan apakah sudah makan atau belum, membuat aku syok menyaksikan kejadian itu.

Seorang berumur 29 tahun diperlakukan layaknya anak-anak? Enggak salah? Seketika aku sadar dan paham, mengapa hati ini tak berhenti berkecamuk.

Ternyata Yudo seorang anak yang terlampau dimanja ibunya, apapun yang perintahkan sudah pasti dituruti. Kalau aku jadi istrinya, alamat harus berbagi Yudo dan banyak-banyak bersabar.

“Udo, darimana saja? Ayo cepet sholat dan makan, nanti perutmu sakit,” begitulah kira-kira yang diucapkan Bu Dede, ibunya Yudo.

“Iya Mah, Udo bentar lagi sholat dan makan, kok. Pan Udo teh habis dari rumahnya Devi, untuk ajak dia kesini,” terdengar suara Yudo menyebut namaku, tak pelak membuatku bergetar karena akan bertemu calon mertua.

“Mana, kenapa enggak diajak masuk?”, sambutan Ibu Yudo cukup baik, saat ku lihat senyum tulus disana.

“Ada ini, Mah. Neng, ayo kesini,” tiba-tiba Yudo memanggilku dengan sebutan Eneng lalu menyuruhku menyalami Bu Dede.

Apakah wajah Bu Dede masih sama? Sikapnya juga apakah tetap heboh, setelah melihat wujud asliku?

Ternyata tidak, seketika raut wajahnya berubah masam dan tak seramah tadi, meski tetap mengajakku masuk.

Saat ku berikan makanan buatan ibuku, dengan agak ketus dia menjawab,” Aduh tak usah repot-repot atuh, kasihan Mamanya. Enggak bawa bingkisan juga tak apa.”

Kalau orang biasa mungkin menganggap biasa kalimat itu, tapi aku tidak. Dari kalimatnya, ku akui ada ketidaksetujuan dalam diri Bu Dede.

Mulai dari duduk berjauhan, hingga sikapnya yang mengambil salep otot, makin menambah rasa tak enak di hati.

Dia pun mulai bertanya-tanya tentang diriku dan keluarga, yang apesnya membuat mulut ini berkata polos.

Menceritakan semua keadaan keluargaku tanpa terkecuali, di saat itulah Bu Dede langsung menjauhiku.

Dari mendadak membelakangi, hingga berkali-kali mengoleskan salep pada kakinya.

Saat itu, aku terlalu naif, berpikir penampilan tak masalah, yang penting saling cinta. Setelah Yudo makan, tiba-tiba dia dipanggil dan disuruh menemu ibunya. Aku pun memilih diluar menunggu.

  Tiba-tiba setelah berbincang ibunya, Yudo meminta aku pulang dengan alasan takut kesorean.

Meskipun curiga, aku lagi-lagi tak ingin banyak bertanya. Seminggu kemudian, Yudo tak ada tanda-tanda memghubungiku kembali.

Setiap aku mengirim pesan tak pernah direspon. Tanteku berinisiatif menghubunginya di whatssap, menanyakan mengapa Yudo tak lagi datang.

Pernyataannya sungguh membuatku sakit hati juga sedih, ibunya tak suka wanita gendut mirip tempayan air. Ditambah ketakutan ibunya yang takut keturunan kami, ada yang mirip saudara-saudara ibuku yang autis.

Astaghfirullah, ku lafadzkan dzikir, kala mendengar kejujuran Yudo pada Uwak. Kenapa dia tak mengabariku? Apakah diriku ini teramat menjijikan, hingga tak layak untuk diberi tahu.

Lalu ku beranikan menanyakan lewat Yudo, tapi jawabannnya sungguh di luar ekspetasi. Dia berpikir aku mau banget, minta akses darinya tanpa terkecuali, padahal niat hati menghubunginya secara baik tanpa ada maksud tertentu.

Akhirnya ku luapkan emosi, berkata jika dia tak tahu tatakrama, terhadap hubungan kami hingga ku putuskan menghapus nama pria itu selamanya dari hidup ini.

Hingga sekarang, aku belum bisa menemukan pria sejati yang bisa ku jadikan teman sampai surgaku. Rasa takut akan penghinaan pada tubuhku, keluargaku dan kondisi ekonomi tak begitu bagus, menjadi penyebabnya.

Mungkin Yudo bukan pria yang pantas untukku, kedatangan dia dalam kehidupanku adalah ujian hidup yang paling berat.

Tak terbayang, bila aku benar-benar harus hidup dengan mertua bermulut kasar dan tajam, plus suka body shamming.

Semoga ceritaku, bisa membuat yang membaca terinspirasi dan tetap semangat mencari calon pasangan hidup.
 
***Tamat***

Ciamis, 03 Mei 2020

Dephie




Sumber Gambar : Kompasiana
Diubah oleh dchantique 30-07-2020 06:11
inginmenghilang
bayumyne
vanilla_91rl
vanilla_91rl dan 62 lainnya memberi reputasi
61
5.3K
201
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Tampilkan semua post
dchantiqueAvatar border
TS
dchantique
#72
[Cerpen] Ku Jaga Takdirku
Tuhan tak akan pernah memberikan takdir yang buruk, karena segala sesuatu pasti ada hikmah dibaliknya. Dia akan memberikan apa yang kita butuhkan, bukan hal yang sedang diinginkan






Quote:




Devi tengah menyapu depan rumahnya, saat para ibu sibuk berbisik di tukang sayur. Jarak para ibu itu dengan pagar rumahnya cukup dekat, hingga dia dapat mendengar perkataan mereka. Cukup mengejutkan, saat tahu dirinyalah yang menjadi topik pembicaraan, tak jauh dari pernikahannya dengan Dokter Yudo satu tahun lalu.

Langsung saja menikah tanpa berpacaran seperti orang lain. Mereka selalu mengomentari perbedaan umurnya dengan sang suami dan berpikir jika dirinya menggunakan ilmu pelet.

"Eh, Bu, tahu nggak tetangga baru kita? Dokter ganteng itu katanya ngajinya bagus banget,lho? padahal sekilas dia kaya artis korea, ya?" kata Tina, ketua PKK komplek Rancamaya yang terkenal hobi menggosip.

"Iya sih. Mirip banget! Tambah kelihatan cakep kalau pakai kacamata. Sayang..." Sukma, sang kader posyandu tak meneruskan perkataannya membuat Ibu-Ibu penasaran.

“Sayang kenapa,Bu? Jangan bikin kita penasaran,dong,” tanya Bu RT, Ninok penasaran.

“Nggak cocok sama Bu Devi, meskipun wajahnya awet muda mirip Lesty Kejora, tetap saja kan dia lebih tua alias perawan tua. Pasti tadinya dia suka milih-milih pria.” kata Sukma begitu semangat menjatuhkan Devi, sejak Yudo menolak permintaan poligami untuk sang anak.

“ Oh pantes, tapi kenapa Pak Dokter masih nggak merasa risih, ya? Padahal dia bisa cari tuh yang lebih muda, kayak anaknya Bu Sukma,” sambung Ninok tanpa dosa.

“ Pak Dokter mungkin kasihan sama Bu Devi, karena umurnya sudah lebih pastinya nggak bakal laku jadi dia yang nikahi. Lelaki yang malang,” kata Tina, membuat ibu-ibu nampak terkejut dan mengasihani nasib Yudo.







  Devi kesal dan segera masuk kembali ke dalam rumah, lalu membanting tubuhnya di sofa. Yudo yang baru saja selesai mengepel bingung melihat istrinya memasang muka kesal, padahal tadi pagi terlihat sumringah sekali saat dinyatakan hamil.

"Istriku kenapa? Dari luar mukanya jadi cemberut begitu,” tanya Yudo penasaran setelah menyimpan peralatannya.
 
"Akang nggak tahu, sih. Apa yang mereka katakan, seburuk itukah aku di mata mereka?” tanya Devi terlihat kesal.

"Mereka siapa, Neng? Terus memangnya apa yang tadi mereka katakan tentangmu? tanya Yudo penasaran.

"Mereka menuduhku memaksa kamu menikah, padahal itu tak benar. Astaghfirulllah, jangan sampai si utun denger aku mendamprat ibu-ibu!" seru Devi seraya meninggalkan suaminya yang bingung, memikirkan pembahasan itu.

“Jangan Su’udzhon, mungkin bukan kamu yang diomongin. Lagian Syahnaya Devinsyira emang pelet aku kok, dengan kelembutan dan ketulusannya,” hibur Yudo menyusul istrinya dan berusaha memberi kenyamanan karena takut kehamilan pertama ini bermasalah.

“ Aku serius, Kang. Kalau kalau nggak percaya, sekarang kamu ke depan dan buktikan sendiri. Aku tidur dulu!” seru Devi seraya menutup pintu.




 Yudo menghela napas dan tersenyum melihat tingkah istrinya dari sejak kenal hingga kini, selalu cepat menyimpulkan sesuatu tanpa menyelidiki kebenarannya lebih dulu.

Ditambah sifatnya yang baper alias terbawa perasaan membuat Yudo selalu berhati-hati bicara, karena istrinya punya rasa minder yang tinggi.

Tak pernah juga yakin jika Yudo mau menikahi karena ketulusan juga kebaikan Devi.

 Devi berbeda dari wanita kebanyakan yang suka belanja tak perlu, foya-foya, minta uang dengan nominal berlebih.

Kenyataannya setiap Devi memberinya uang, wanita itu selalu menyimpan sebagian lainnya di bank bahkan hanya memakai sedikit pengeluaran.

Alasan klasik yang selalu diucapkannya adalah uang itu untuk deposito dan kebutuhan anak mereka saat dewasa nanti, Devi tak mau mereka sepertinya yang tak mampu meraih cita-citanya.

  Meskipun menyimpan luka masa lalunya, yang Yudo tahu istrinya itu selalu ceria, bahkan berusaha membuat orang-orang merasa terbantu olehnya.

Sungguh nikmat tuhan mana yang ia dustakan? Walaupun tubuhnya nggak seindah Putri Indonesia, otaknya secerdas Miss Universe dan mengajinya tak semerdu Qari’ah.

Namun baginya istrinya itu teman bahagia yang dikirim Allah. Matanya yang besar dan hitam melemahkannya, seakan dirinya tak pernah sekalipun merasa seperti itu kala melihatnya.

Senyumnya yang tulus namun menyimpan berbagai duka, membuatnya nekat untuk mendekatinya dengan mengajaknya pulang bareng atau berbicara berdua.





  Namun ia tahu jika sepasang manusia yang bukan mahram dilarang saling berdekatan, karena itulah dipintanya sang pujaan pada Sang Khalik. Akhirnya mereka pun menyatu dan kini akan memiliki anggota baru.

  Dia bukan tak tahu apa yang dialami istrinya, bukan tak sakit mendengar tuduhan keji tersebut. Bahkan ia juga ikut menderita karena sesungguhnya yang mengejar cinta dan mengemis cinta pada Devi adalah dirinya.

Bukan karena Devi sering menolak hingga menggoda pria muda padanya tapi Yudo yang bersikeras bersanding dengan sang wanita.

Yudo merasa jika pemikiran dangkal para Ibu di komplek  harus diluruskan, kebetulan besok sore adalah waktunya pengajian mingguan PKK dan dirinya ditunjuk sebagai pengisi tausyiahnya.








 Rasanya tema saling menghargai dan selalu bersyukur cocok ia bagikan, mengingat belakangan ini istrinya selalu saja merasa terdzholimi.

Demi membuat Devi tersenyum dan tak lagi mengingat rasa kesalnya, Yudo berencana mengingatkan ibu-ibu agar besok hadir di Masjid Al-Mukarromah.

Didekatinya sekumpulan ibu-ibu itu, dengan menguluk salam mereka menoleh serempak lalu melebarkan senyum terindah.


“ Assalamu’alaikum, Para Ibu Sholehah. Sedang pada belanja ya?”  tanya Yudo.

“ Wa’alaikum Salam. Eh, Pak Dokter mau belanja juga. Mana Bu Devinya?” tanya Bu Tina agak salah tingkah, takut jika wanita itu mendengar obrolan mereka.

“ Ada Bu Tin, kebetulan lagi sakit.

Padahal tadi pagi masih sempat menyapu teras depan, entahlah mungkin ibu hamil memang begitu!” ujar Yudo seraya melirik mereka semua, memastikan jika ucapan Devi benar.

Ternyata semuanya terdiam, wajah yang pucat pasi sudah menunjukkan bahwa hal itu benar. Melihat situasi tak enak yang membuat semua terdiam, Bu Ninok pun mencairkan suasana.

“ Alhamdulillah, Sudah berapa bulan Pak Dokter? Harus syukuran ini mah,” timpal Bu Ninok membuat Yudo merasa geli karena terlihat sekali dari pertanyaan itu, ada rasa gugup yang kentara.

“Saya belum tahu pasti. Tapi, kalau boleh saya meminta kehadiran ibu-ibu besok. Ada yang ingin saya sampaikan, bagaimana?” tanya Yudo yang diangguki semua para ibu.

 Keesokan harinya saat waktu pengajian tiba, Devi tampak mematut tubuhnya depan kaca. Gamis yang dibuatkan sahabatnya, Chika  begitu cantik dan terbuat dari bahan yang jatuh.  

  Namun tetap saja, ibu hamil dua bulan itu merasa tak percaya diri, hingga akhirnya sang suami menyakinkannya untuk percaya diri. Tibalah mereka di masjid desa, nampak banyak orang sudah berkumpul.

Mulailah pria bernama Yudo Aryasatya  itu memaparkan bagaimana makna menghargai dan mensyukuri karunia yang Allah berikan. Semua tampak khusyuk mendengarkan, hingga akhirnya masuklah pada sesi tanya jawab dan salah seorang ingin tahu pengamalannya.

“ Saya sendiri bukan orang yang sudah sempurna mengamalkannya. Saya dulu orang yang nggak pandai bersyukur.

Jangankan bersyukur, menghargai saja saya enggan. Dulu ada teman berbadan gemuk juga pendek meminta bantuan, tapi saya menolak karena risih.

Dia sakit hati dan mengatakan saya akan suka pada orang sepertinya serta sulit meraihnya. Beberapa tahun kemudian, semuanya terjadi saat saya bertemu dengannya.

Dia membuat saya tak dapat berkata apapun, seolah menolak saya lewat dengan sikapnya.” ujar Yudo membuat semua orang terutama para ibu mulai paham jika orang itu adalah Devi, sang istri.

“ Saya kecewa bahkan hampir gila, sebab jalan meraihnya begitu terjal. Akhirnya saya memilih melampiaskan dengan membaca kitab suci. Lalu menemukan ayat yang akhirnya menyadarkan saya.

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku ( Al-Baqarah :152).

Jadi saya menganjurkan, lebih baik kita bersyukur dan menghargai pemberian Allah kendati itu tak kita sukai.

Bisa jadi dialah yang terbaik untuk kita,” Yudo menghela nafas sebelum melanjutkan,” Aku akan jaga takdirku sebaik-baiknya.”

***


Ciamis, 01 September 2020

Salam Hangat
Deph Canitik






Terima Kasih


Sumber gambar :

Pinterest (Sebelum dimodifikasi)

Ieu Tea

Ieu Tea
Diubah oleh dchantique 01-09-2020 17:57
ismilaila
inaroses
riwidy
riwidy dan 17 lainnya memberi reputasi
18
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.