- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#387
Jilid 12 [Part 268]
Spoiler for :
ARYA SALAKA kemudian berhasil menguasai dirinya dan memperoleh keseimbangan. Sehingga dengan demikian ia menjadi agak tenang. Maka dicobanya untuk menyampaikan pernyataan terima kasih kepada rakyat yang menyambutnya itu.
Namun bagaimanapun juga, suaranya masih terdengar gemetar.
Mahesa jenar tersenyum mendengar uraian Arya Salaka yang masih terasa bongkah-bongkah itu. Meskipun demikian kata-kata itu cukup untuk dapat menenangkan rakyatnya. Namun masih juga terdengar teriakan-teriakan yang meminta Arya untuk berbicara lebih banyak lagi.
Kemudian tampillah Bantaran, yang meminta kepada rakyat Banyubiru yang tetap teguh pada pendiriannya itu, untuk memberi kesempatan kepada Arya Salaka beristirahat.
Dengan demikian maka anak-anak Banyubiru itu kemudian perlahan-lahan meninggalkan pintu barak dimana Arya Salaka masih berdiri bersama dengan kawan-kawan seperjalanannya. Namun kemudian Bantaran tidak mempersilakannya masuk kembali, tetapi mereka dipersilakan untuk pergi ke pondok yang lebih kecil, yang telah dipersiapkan untuk mereka.
Meskipun demikian, karena mereka sama sekali tidak menduga bahwa di dalam rombongan itu akan terdapat dua orang gadis, maka dengan tergesa-gesa mereka terpaksa menyiapkan tempat lain untuk keperluan itu. Demikianlah mereka kemudian dipersilakan beristirahat di tempat masing-masing.
Mantingan dan Wirasaba memerlukan mengunjungi Mahesa Jenar, meskipun hanya sebentar, untuk berkenalan lebih dekat lagi dengan Arya Salaka dan Kebo Kanigara. Setelah itu maka ditinggalkannya mereka bertiga, setelah dipersilakan mereka makan sekadarnya.
Sedang Wanamerta segera terjun ke dalam lingkungan anak-anak Banyubiru yang sudah lama terpisah dengannya, dan kemudian tidur bersama mereka. Malam itu rasanya berjalan demikian cepat. Mahesa Jenar, Kebo Kanigara dan Arya Salaka segera tenggelam ke dalam mimpi. Demikian juga di dalam pondok yang lain. Rara Wilis dan Endang Widuri yang dikawani oleh Nyi Penjawi, segera tertidur pula.
Di luar pondok itu, tampaklah beberapa orang berjaga-jaga dengan cermatnya. Sebab dalam tanggapan mereka, keselamatan gadis-gadis itu sangat tergantung kepada penjagaan yang mereka lakukan. Ketika mereka terbangun pada pagi harinya, dan kemudian keluar dari pondok masing-masing, tampaklah betapa cerahnya matahari pagi.
Sinar-sinarnya yang menembus daun-daun pepohonan terpercik di atas tanah lembab, membuat gambaran-gambaran yang menyenangkan. Seolah-olah gambaran anak-anak yang dengan lincahnya berloncat-loncatan dengan penuh kegembiraan menyambut hari yang bakal datang. Sedang angin pagi mengalir lambat membawa udara sejuk segar.
Pada hari itu Mahesa Jenar, Kebo Kanigara dan Arya Salaka diantar oleh Bantaran, Penjawi, Mantingan, Wirasaba dan Wanamerta melihat-lihat keadaan di sekitar barak-barak itu. Melihat persiapan-persiapan yang mereka lakukan. Dari mereka itulah Mahesa Jenar mengetahui bahwa sebagian besar rakyat Banyubiru tetap menanti kedatangan kepala daerah perdikan mereka. ternyata dengan bantuan yang mengalir tak henti-hentinya. Meskipun dengan bersembunyi-sembunyi mereka dapat mengirimkan makanan, pakaian dan senjata. Bahkan anak-anak Banyubiru telah mendapat perkakas yang cukup untuk membuka hutan.
Karena itulah rombongan itu bukan saja rombongan orang-orang yang menyingkirkan diri, namun mereka termasuk perintis-perintis pula dalam perluasan daerah pertanian Banyubiru. Sebab disamping mempersiapkan diri mereka untuk datang kembali ke Banyubiru, mereka ternyata telah membuka hutan dan membuat tanah pertanian.
Pada hari-hari berikutnya, Mahesa Jenar, Arya Salaka dan kawan-kawannya sempat melihat kesiapsiagaan anak-anak Banyubiru itu. Mereka mendapat kesempatan untuk melihat anak-anak Banyubiru itu berlatih.
Mula-mula Mahesa Jenar menjadi heran melihat kemajuan yang pesat dibandingkan masa-masa Banyubiru beberapa tahun yang lalu. Justru setelah mereka didorong ke tengah-tengah hutan. Tetapi keheranan itu kemudian lenyap ketika ia melihat Mantingan dan Wirasaba berada diantara mereka. Agaknya kedua orang itu, disamping Penjawi dan Bantaran, yang telah bekerja mati-matian untuk melatih anak-anak Banyubiru itu.
Melihat tingkat pengetahuan laskar Banyubiru itu, Arya Salaka pun berbangga pula. Ternyata bahwa mereka lebih maju daripada laskar Gedangan. Sebaliknya, apa yang diduga Bantaran sebelumnya ternyata benar-benar terjadi. Dengan kehadiran Arya Salaka, laskar Banyubiru merasa mendapat suatu karunia yang tiada taranya. Mereka menjadi semakin teguh pada tekadnya. Kembali ke Banyubiru.
Tetapi meskipun demikian Bantaran, Penjawi dan beberapa orang pemimpin laskar Banyubiru itu masih tetap bimbang. Bukan karena meragukan kesetiaan laskarnya, yang menurut penilaiannya telah menyerahkan diri mereka bulat-bulat sampai tetes darah terakhir. Tetapi sebagai seorang pemimpin, mereka berkewajiban menilai kekuatan mereka sendiri untuk diperbandingkan dengan kekuatan lawan mereka.
MEREKA harus tidak menutup mata terhadap kenyataan yang ada. Mereka harus memperhitungkan bahwa laskar Pamingit yang bergabung dengan sebagian orang-orang Banyubiru yang tidak setia terdapatlah nama-nama besar seperti Ki Ageng Lembu Sora dan Sawung Sariti. Disamping itu Bantaran dan kawan-kawannya selalu meragukan apakah kira-kira yang akan dilakukan Ki Ageng Sora Dipayana apabila benar-benar terjadi bentrokan antara dua kekuatan itu. Di pihaknya, ia yakin bahwa Kebo Kanigara dapat diketengahkan. Bantaran pernah melihat sendiri, paman guru Mahesa Jenar itu berhasil menyelamatkan diri setelah bertempur melawan sepuluh orang pengawal Lembu Sora. Tetapi bila Ki Ageng Sora Dipayana melibatkan diri dalam perselisihan itu, apakah Kebo Kanigara dapat mengimbanginya?
Kemudian Bantaran harus menilai Mahesa Jenar pula. Dahulu, sepengetahuannya, Mahesa Jenar memiliki ilmu setingkat dengan Gajah Sora. Ki Ageng Gajah Sora sendiri pernah mengatakan. Tetapi sekarang Ki Ageng lembu Sora pesat sekali maju. Ia mendapat tuntunan yang tiada henti-hentinya dari Ki Ageng Sora Dipayana, sehingga Lembu Sora sekarang telah melampaui kakaknya, Gajah Sora. Sedang Mahesa Jenar, apakah yang diperolehnya selama ini, meskipun berada di lingkungan paman gurunya?
Apalagi kemudian pimpinan laskar Banyubiru harus memperhitungkan pula Arya Salaka, yang mau tidak mau akan berhadapan kepentingan dengan Sawung Sariti. Apa yang mereka lihat sekarang, Sawung Sariti benar-benar telah menjadi seorang pemuda yang luar biasa.
Ia dengan beraninya menghadapi lawan-lawannya sebagai seekor ayam jantan di arena pertarungan. Selain itu ia dapat bergerak dengan sangat lincahnya seperti seekor burung sariti di udara. Apalagi ia pun telah mendapat tempaan dari kakeknya. sehingga anak muda itu benar-benar memiliki ilmu yang menakutkan.
Meskipun dari Wanamerta, Bantaran telah mendengar apa yang pernah terjadi antara Arya Salaka dan Sawung Sariti, namun ia menganggap bahwa Sawung Sariti kemudian telah lebih maju lagi dengan pesatnya, disamping dugaan-dugaan bahwa Wanamerta agak terlalu bangga terhadap Arya Salaka. Dalam pada itu pimpinan laskar Banyubiru itu tidak mengada-ada. Namun sebagai pemimpin ia harus bertindak hati-hati. Meskipun demikian ia tidak sampai hati untuk mengatakannya kepada Mahesa Jenar yang kemudian diharap akan dapat memimpin laskar Banyubiru.
Yang dapat mereka lakukan kemudian hanyalah sebuah pernyataan untuk meminta Mahesa Jenar memimpin laskar Banyubiru. Sebab mau tidak mau mereka harus mengakui bahwa Mahesa Jenar kecuali memiliki ilmu yang lebih tinggi daripada setiap orang yang ada, mereka juga mengetahui bahwa Mahesa Jenar adalah bekas seorang perwira prajurit Demak. Tentu saja Mahesa Jenar tidak menolak. Bahkan ia merasa mendapat jalan untuk menentukan cara laskar Banyubiru berbuat. Ia ingin membuat laskar Banyubiru laskar yang kecuali baik dalam tata cara bertempur, juga harus merupakan laskar yang baik dalam bertindak. Di dalam atau di luar lingkaran pertempuran.
Maka sejak saat itulah Mahesa Jenar mengambil pimpinan dari tangan Bantaran dan Penjawi. Dan sejak itu pula Mahesa Jenar menyelenggarakan latihan yang lebih teratur untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
Demikianlah, akhirnya Mahesa Jenar sampai pada suatu saat dimana ia menganggap bahwa waktunya telah tiba untuk berbuat sesuatu ke arah penyelesaian masalah Banyubiru. Karena itulah maka segera mengadakan persiapan-persiapan terakhir.
Dalam pada itu adalah diluar dugaan sama sekali, ketika tiba-tiba datanglah seorang yang ditugaskan untuk tinggal di Banyubiru, yang mengabarkan bahwa Banyubiru, sebuah desas-desus yang tersebar luas mengatakan bahwa keris-keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten kini berada di Banyubiru.
Mahesa Jenar terkejut mendengar khabar itu. Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten jelas berada di tangan Panembahan Ismaya. Tetapi kenapa tiba-tiba orang mendesas-desuskan bahwa keris itu berada di Banyubiru…?
Mula-mula kepada orang yang membawa khabar itu Mahesa Jenar menanyakan, kira-kira dari manakah sumber berita itu. Tetapi orang itu pun sama sekali tidak mengetahui. Namun ia dapat mengatakan bahwa karena itulah maka di Banyubiru timbul kegelisahan. Sebab adanya desas-desus itu akan banyak akibat yang dapat terjadi. Karena itulah Mahesa Jenar merasa bahwa ia telah didesak oleh keadaan untuk bertindak lebih cepat. Ia masih teringat jelas bahwa golongan hitam pun sangat memerlukan keris-keris itu. Sebenarnya ia sama sekali tidak percaya, bahwa kedua keris itu dengan tiba-tiba saja berada di Banyubiru, sebab ia yakin bahwa tak seorang pun yang dikenalnya, dapat melampaui segala macam ilmu yang dimiliki
Panembahan Ismaya. Seandainya dua-tiga orang sakti sekalipun yang datang ke Bukit Karang Tumaritis, pasti orang-orang itu tidak akan berhasil mendapatkan Kyai Nagasasra dan Kyai sabuk Inten, apalagi orang-orang Banyubiru. Biarpun mereka datang bersama-sama. Ki Ageng Sora Dipayana, Ki Ageng lembu Sora dan Sawung Sariti beserta seluruh laskarnya. Karena itu ia akhirnya sampai suatu kesimpulan bahwa di belakang desas-desus itu pasti tersembunyi suatu maksud.
Namun bagaimanapun juga, suaranya masih terdengar gemetar.
Quote:
“Saudara-saudaraku dari Banyubiru. Yang pertama-tama akan aku sampaikan kepada kalian, adalah pernyataan terima kasih yang sebesar-besarnya atas sambutan kalian yang sama sekali tidak aku duga. Seterusnya, karena aku masih sangat lelah perkenankanlah aku beristirahat dahulu. Besok pembicaraanku akan aku perpanjang lagi.”
Mahesa jenar tersenyum mendengar uraian Arya Salaka yang masih terasa bongkah-bongkah itu. Meskipun demikian kata-kata itu cukup untuk dapat menenangkan rakyatnya. Namun masih juga terdengar teriakan-teriakan yang meminta Arya untuk berbicara lebih banyak lagi.
Kemudian tampillah Bantaran, yang meminta kepada rakyat Banyubiru yang tetap teguh pada pendiriannya itu, untuk memberi kesempatan kepada Arya Salaka beristirahat.
Quote:
“Nah saudara-saudaraku…” katanya,
“Sekarang berilah kesempatan tamu-tamu kita beristirahat. Juga kalian dapat beristirahat sekarang, kecuali mereka yang bertugas. Sebab di hadapan kalian terbentanglah lautan yang penuh dengan badai dan taufan yang harus kalian renangi."
"Siapa tahu, besok atau bahkan nanti, kalian harus sudah menerjuninya.”
“Sekarang berilah kesempatan tamu-tamu kita beristirahat. Juga kalian dapat beristirahat sekarang, kecuali mereka yang bertugas. Sebab di hadapan kalian terbentanglah lautan yang penuh dengan badai dan taufan yang harus kalian renangi."
"Siapa tahu, besok atau bahkan nanti, kalian harus sudah menerjuninya.”
Dengan demikian maka anak-anak Banyubiru itu kemudian perlahan-lahan meninggalkan pintu barak dimana Arya Salaka masih berdiri bersama dengan kawan-kawan seperjalanannya. Namun kemudian Bantaran tidak mempersilakannya masuk kembali, tetapi mereka dipersilakan untuk pergi ke pondok yang lebih kecil, yang telah dipersiapkan untuk mereka.
Meskipun demikian, karena mereka sama sekali tidak menduga bahwa di dalam rombongan itu akan terdapat dua orang gadis, maka dengan tergesa-gesa mereka terpaksa menyiapkan tempat lain untuk keperluan itu. Demikianlah mereka kemudian dipersilakan beristirahat di tempat masing-masing.
Mantingan dan Wirasaba memerlukan mengunjungi Mahesa Jenar, meskipun hanya sebentar, untuk berkenalan lebih dekat lagi dengan Arya Salaka dan Kebo Kanigara. Setelah itu maka ditinggalkannya mereka bertiga, setelah dipersilakan mereka makan sekadarnya.
Sedang Wanamerta segera terjun ke dalam lingkungan anak-anak Banyubiru yang sudah lama terpisah dengannya, dan kemudian tidur bersama mereka. Malam itu rasanya berjalan demikian cepat. Mahesa Jenar, Kebo Kanigara dan Arya Salaka segera tenggelam ke dalam mimpi. Demikian juga di dalam pondok yang lain. Rara Wilis dan Endang Widuri yang dikawani oleh Nyi Penjawi, segera tertidur pula.
Di luar pondok itu, tampaklah beberapa orang berjaga-jaga dengan cermatnya. Sebab dalam tanggapan mereka, keselamatan gadis-gadis itu sangat tergantung kepada penjagaan yang mereka lakukan. Ketika mereka terbangun pada pagi harinya, dan kemudian keluar dari pondok masing-masing, tampaklah betapa cerahnya matahari pagi.
Sinar-sinarnya yang menembus daun-daun pepohonan terpercik di atas tanah lembab, membuat gambaran-gambaran yang menyenangkan. Seolah-olah gambaran anak-anak yang dengan lincahnya berloncat-loncatan dengan penuh kegembiraan menyambut hari yang bakal datang. Sedang angin pagi mengalir lambat membawa udara sejuk segar.
Pada hari itu Mahesa Jenar, Kebo Kanigara dan Arya Salaka diantar oleh Bantaran, Penjawi, Mantingan, Wirasaba dan Wanamerta melihat-lihat keadaan di sekitar barak-barak itu. Melihat persiapan-persiapan yang mereka lakukan. Dari mereka itulah Mahesa Jenar mengetahui bahwa sebagian besar rakyat Banyubiru tetap menanti kedatangan kepala daerah perdikan mereka. ternyata dengan bantuan yang mengalir tak henti-hentinya. Meskipun dengan bersembunyi-sembunyi mereka dapat mengirimkan makanan, pakaian dan senjata. Bahkan anak-anak Banyubiru telah mendapat perkakas yang cukup untuk membuka hutan.
Karena itulah rombongan itu bukan saja rombongan orang-orang yang menyingkirkan diri, namun mereka termasuk perintis-perintis pula dalam perluasan daerah pertanian Banyubiru. Sebab disamping mempersiapkan diri mereka untuk datang kembali ke Banyubiru, mereka ternyata telah membuka hutan dan membuat tanah pertanian.
Pada hari-hari berikutnya, Mahesa Jenar, Arya Salaka dan kawan-kawannya sempat melihat kesiapsiagaan anak-anak Banyubiru itu. Mereka mendapat kesempatan untuk melihat anak-anak Banyubiru itu berlatih.
Mula-mula Mahesa Jenar menjadi heran melihat kemajuan yang pesat dibandingkan masa-masa Banyubiru beberapa tahun yang lalu. Justru setelah mereka didorong ke tengah-tengah hutan. Tetapi keheranan itu kemudian lenyap ketika ia melihat Mantingan dan Wirasaba berada diantara mereka. Agaknya kedua orang itu, disamping Penjawi dan Bantaran, yang telah bekerja mati-matian untuk melatih anak-anak Banyubiru itu.
Melihat tingkat pengetahuan laskar Banyubiru itu, Arya Salaka pun berbangga pula. Ternyata bahwa mereka lebih maju daripada laskar Gedangan. Sebaliknya, apa yang diduga Bantaran sebelumnya ternyata benar-benar terjadi. Dengan kehadiran Arya Salaka, laskar Banyubiru merasa mendapat suatu karunia yang tiada taranya. Mereka menjadi semakin teguh pada tekadnya. Kembali ke Banyubiru.
Tetapi meskipun demikian Bantaran, Penjawi dan beberapa orang pemimpin laskar Banyubiru itu masih tetap bimbang. Bukan karena meragukan kesetiaan laskarnya, yang menurut penilaiannya telah menyerahkan diri mereka bulat-bulat sampai tetes darah terakhir. Tetapi sebagai seorang pemimpin, mereka berkewajiban menilai kekuatan mereka sendiri untuk diperbandingkan dengan kekuatan lawan mereka.
MEREKA harus tidak menutup mata terhadap kenyataan yang ada. Mereka harus memperhitungkan bahwa laskar Pamingit yang bergabung dengan sebagian orang-orang Banyubiru yang tidak setia terdapatlah nama-nama besar seperti Ki Ageng Lembu Sora dan Sawung Sariti. Disamping itu Bantaran dan kawan-kawannya selalu meragukan apakah kira-kira yang akan dilakukan Ki Ageng Sora Dipayana apabila benar-benar terjadi bentrokan antara dua kekuatan itu. Di pihaknya, ia yakin bahwa Kebo Kanigara dapat diketengahkan. Bantaran pernah melihat sendiri, paman guru Mahesa Jenar itu berhasil menyelamatkan diri setelah bertempur melawan sepuluh orang pengawal Lembu Sora. Tetapi bila Ki Ageng Sora Dipayana melibatkan diri dalam perselisihan itu, apakah Kebo Kanigara dapat mengimbanginya?
Kemudian Bantaran harus menilai Mahesa Jenar pula. Dahulu, sepengetahuannya, Mahesa Jenar memiliki ilmu setingkat dengan Gajah Sora. Ki Ageng Gajah Sora sendiri pernah mengatakan. Tetapi sekarang Ki Ageng lembu Sora pesat sekali maju. Ia mendapat tuntunan yang tiada henti-hentinya dari Ki Ageng Sora Dipayana, sehingga Lembu Sora sekarang telah melampaui kakaknya, Gajah Sora. Sedang Mahesa Jenar, apakah yang diperolehnya selama ini, meskipun berada di lingkungan paman gurunya?
Apalagi kemudian pimpinan laskar Banyubiru harus memperhitungkan pula Arya Salaka, yang mau tidak mau akan berhadapan kepentingan dengan Sawung Sariti. Apa yang mereka lihat sekarang, Sawung Sariti benar-benar telah menjadi seorang pemuda yang luar biasa.
Ia dengan beraninya menghadapi lawan-lawannya sebagai seekor ayam jantan di arena pertarungan. Selain itu ia dapat bergerak dengan sangat lincahnya seperti seekor burung sariti di udara. Apalagi ia pun telah mendapat tempaan dari kakeknya. sehingga anak muda itu benar-benar memiliki ilmu yang menakutkan.
Meskipun dari Wanamerta, Bantaran telah mendengar apa yang pernah terjadi antara Arya Salaka dan Sawung Sariti, namun ia menganggap bahwa Sawung Sariti kemudian telah lebih maju lagi dengan pesatnya, disamping dugaan-dugaan bahwa Wanamerta agak terlalu bangga terhadap Arya Salaka. Dalam pada itu pimpinan laskar Banyubiru itu tidak mengada-ada. Namun sebagai pemimpin ia harus bertindak hati-hati. Meskipun demikian ia tidak sampai hati untuk mengatakannya kepada Mahesa Jenar yang kemudian diharap akan dapat memimpin laskar Banyubiru.
Yang dapat mereka lakukan kemudian hanyalah sebuah pernyataan untuk meminta Mahesa Jenar memimpin laskar Banyubiru. Sebab mau tidak mau mereka harus mengakui bahwa Mahesa Jenar kecuali memiliki ilmu yang lebih tinggi daripada setiap orang yang ada, mereka juga mengetahui bahwa Mahesa Jenar adalah bekas seorang perwira prajurit Demak. Tentu saja Mahesa Jenar tidak menolak. Bahkan ia merasa mendapat jalan untuk menentukan cara laskar Banyubiru berbuat. Ia ingin membuat laskar Banyubiru laskar yang kecuali baik dalam tata cara bertempur, juga harus merupakan laskar yang baik dalam bertindak. Di dalam atau di luar lingkaran pertempuran.
Maka sejak saat itulah Mahesa Jenar mengambil pimpinan dari tangan Bantaran dan Penjawi. Dan sejak itu pula Mahesa Jenar menyelenggarakan latihan yang lebih teratur untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
Demikianlah, akhirnya Mahesa Jenar sampai pada suatu saat dimana ia menganggap bahwa waktunya telah tiba untuk berbuat sesuatu ke arah penyelesaian masalah Banyubiru. Karena itulah maka segera mengadakan persiapan-persiapan terakhir.
Dalam pada itu adalah diluar dugaan sama sekali, ketika tiba-tiba datanglah seorang yang ditugaskan untuk tinggal di Banyubiru, yang mengabarkan bahwa Banyubiru, sebuah desas-desus yang tersebar luas mengatakan bahwa keris-keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten kini berada di Banyubiru.
Mahesa Jenar terkejut mendengar khabar itu. Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten jelas berada di tangan Panembahan Ismaya. Tetapi kenapa tiba-tiba orang mendesas-desuskan bahwa keris itu berada di Banyubiru…?
Mula-mula kepada orang yang membawa khabar itu Mahesa Jenar menanyakan, kira-kira dari manakah sumber berita itu. Tetapi orang itu pun sama sekali tidak mengetahui. Namun ia dapat mengatakan bahwa karena itulah maka di Banyubiru timbul kegelisahan. Sebab adanya desas-desus itu akan banyak akibat yang dapat terjadi. Karena itulah Mahesa Jenar merasa bahwa ia telah didesak oleh keadaan untuk bertindak lebih cepat. Ia masih teringat jelas bahwa golongan hitam pun sangat memerlukan keris-keris itu. Sebenarnya ia sama sekali tidak percaya, bahwa kedua keris itu dengan tiba-tiba saja berada di Banyubiru, sebab ia yakin bahwa tak seorang pun yang dikenalnya, dapat melampaui segala macam ilmu yang dimiliki
Panembahan Ismaya. Seandainya dua-tiga orang sakti sekalipun yang datang ke Bukit Karang Tumaritis, pasti orang-orang itu tidak akan berhasil mendapatkan Kyai Nagasasra dan Kyai sabuk Inten, apalagi orang-orang Banyubiru. Biarpun mereka datang bersama-sama. Ki Ageng Sora Dipayana, Ki Ageng lembu Sora dan Sawung Sariti beserta seluruh laskarnya. Karena itu ia akhirnya sampai suatu kesimpulan bahwa di belakang desas-desus itu pasti tersembunyi suatu maksud.
fakhrie... dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas