- Beranda
- Stories from the Heart
Kisah Horor: Mess Trainer
...
TS
re.dear
Kisah Horor: Mess Trainer
Kisah horor: Mess Trainer
Spoiler for WARNING:
Cerita ini 80% Fiksi, 10% dapet nanya orang, 9% mengarang bebas, 1% kenyataan. Silahkan diambil apa yang bisa diambil.
Quote:
Akhir 2017 lalu kontrak kerjaku habis & pihak manajemen enggan untuk memperpanjangnya, alhasil bertambahlah satu pengangguran baru di negeri ini.
Namun karena saya ini orang rajin & tak mengenal kata menyerah apalagi urusan duit & perut, dalam satu minggu saya sudah mendapatkan pekerjaan baru lagi.
Namun karena saya ini orang rajin & tak mengenal kata menyerah apalagi urusan duit & perut, dalam satu minggu saya sudah mendapatkan pekerjaan baru lagi.

Quote:
Hanya saja, posisi yang saya ajukan perlu ditraining terlebih dahulu di kantor pusat di daerah T selama 1 bulan, karena masa training, gaji juga hanya dibayar 60% dari total yang seharusnya.
Bukan laki-laki namanya kalo cuma gini aja nyerah, saya sanggupin. & Dimulailah kisah penyiksaan dengan dalih 'training' ini dimulai.
Bukan laki-laki namanya kalo cuma gini aja nyerah, saya sanggupin. & Dimulailah kisah penyiksaan dengan dalih 'training' ini dimulai.
Quote:
Orang-orang memanggil saya sam, kepanjangan dari Samiun. Laki-laki dengan tinggi secukupnya, berat badan ideal cenderung gembul, juga berperawakan manis. Kata ayah saya, saya mirip aktor Indra. L Brugman versi gosong. Lain kepala, lain isi. Ibu malah bilang saya mirip aktor india Amitha Bacchan versi lokal. Apapun itu, saya berpendapat saya lebih mirip Brad Pitt yang kelamaan main layangan.
Sesampainya di kota T, setelah seharian di kantor. Akhirnya saya ditunjukkan pada sebuah mess dimana saya akan tinggal selama masa training ini.
Messnya berbentuk huruf "U" tapi lebih ke huruf "n" sih sebetulnya. Soalnya gerbang depan itu langsung berhadapan dengan kantor administrasi umum, belakangnya ada tempat parkir lalu gedung lantai 3 di sebalah kiri sebagai mess khusus laki-laki, lalu ditutup oleh gedung lain yang terlihat seperti gudang penyimpanan barang-barang keperluan konter.
Ada 6 orang yang saat itu menempuh masa training bareng saya.
Sesampainya di kota T, setelah seharian di kantor. Akhirnya saya ditunjukkan pada sebuah mess dimana saya akan tinggal selama masa training ini.
Messnya berbentuk huruf "U" tapi lebih ke huruf "n" sih sebetulnya. Soalnya gerbang depan itu langsung berhadapan dengan kantor administrasi umum, belakangnya ada tempat parkir lalu gedung lantai 3 di sebalah kiri sebagai mess khusus laki-laki, lalu ditutup oleh gedung lain yang terlihat seperti gudang penyimpanan barang-barang keperluan konter.
Ada 6 orang yang saat itu menempuh masa training bareng saya.
Quote:
Saya masih ingat kawan sepenanggungan. 2 orang dari jawa tengah yang punya aksen kental, tapi otak encer. Lukman yang lebih tinggi dari Reza tapi Reza lebih putih dari Lukman.
1 orang dari Lampung, Agus, badannya berisi, tegap, putih, sipit. Paling sering bilang dia cina gagal, soalnya kurang oriental. Mas Agus ini cewenya banyak. Paling jago kalo urusan gombal. Kabag aja yang janda berumur bisa dia taklukan selama masa training.
2 lagi dari Cianjur. Iman yang paling soleh diantara kita semua, berbanding terbalik dengan Fikri yang lebih slengean. Kata-kata andalannya "only God can jugde me." Kadang ditimpali oleh tafsir ayat kitab suci yang dikutip oleh Iman sebagai balasannya.
1 orang dari Lampung, Agus, badannya berisi, tegap, putih, sipit. Paling sering bilang dia cina gagal, soalnya kurang oriental. Mas Agus ini cewenya banyak. Paling jago kalo urusan gombal. Kabag aja yang janda berumur bisa dia taklukan selama masa training.
2 lagi dari Cianjur. Iman yang paling soleh diantara kita semua, berbanding terbalik dengan Fikri yang lebih slengean. Kata-kata andalannya "only God can jugde me." Kadang ditimpali oleh tafsir ayat kitab suci yang dikutip oleh Iman sebagai balasannya.
Quote:
Dimulailah kisah saya bersama rekan-rekan ini dalam menghadapi malam-malam yang selalu punya cerita. Kadang lucu, kadang gawat.
Spoiler for eps.1: shift:
Disini setiap orang selalu bergiliran dalam pemberian materi pelatihan. Alhasil dalam satu minggu kami semua jarang berkumpul secara lengkap (bahkan weekend sekalipun kami masih kerja).
itu kerja apa dikerjain?
Ngga apa-apalah, namanya juga nyari duit.
Kejadiannya sore itu, saya masuk shift malam bersama Iman. Masuk jam 4 sore pulang jam 7 pagi. Capek? Jangan ditanya.
Sementara yang lain masuk jam 7 pagi & pulang jam 4 sore. Kebalik & gampang diingat pembagiannya.
Jam 10 malam saya & Iman sedang istirahat, karena jam 11 malam nanti laporan staf konter pada masuk, pasti sibuk. Makanya, mumpung masih santai kita ngopi dulu barang sebatang dua batang mah.
Ngga ada angin, ngga ada hujan, ngga ada mantan, ngga ada selingkuhan, Fikri yang notabene anak paling bengal tiba-tiba lari ke arah kita yang lagi asik menikmati nikotin.
"Gua ngikut tidur disinilah, boleh ya?"
Pintanya tiba-tiba, terlihat keringat sebesar biji salak jatuh dari kening & ketiaknya.
"Emang mess kenapa?"
Selidikku.
"Gua liat ada cewe di lantai 3."
Jawabnya singkat masih dengan nafas tersengal.
"Paling ada anak cewe yang lagi main disitu. Jangan mikir yang nggak-nggak."
Iman berujar.
"Heh curut purba! Mess cewe kan jauh dari mess kita. Ngapain mereka kesini?"
Kesalnya.
"Emang ceritanya gimana? Lagian lu ngapain ke lantai 3? Udah tau disitu kosong."
Sergahku.
"Loh? Emang kosong ta? Kirain ada yang nempatin loh. Soalnya waktu itu pas gua ke atas buat ambil jemuran abis magrib, kayak banyak orang ngobrol di kamar-kamar lantai 3."
Iman menambahi.
"Apa gua bilang kan?"
Seolah fikri didukung oleh pernyataan iman itu.
Tumben, biasanya mereka selalu bertentangan.
"Yaudah sih, asal jangan ganggu aja. Kalopun itu hantu. Masing-masing aja kan bisa?"
Usulku asal.
"Masing-masing gimana? Kalo dia suka jail nampakin gitu? Suka ketawa-ketawa gitu?"
Fikri mendengus kesal.
"Ya itu masing-masingnya, dia ketawa kita dengerin. Kita dengerin, dia ketawa. Ngga ganggu kan?"
Aku masih ngotot.
"TERSERAH!"
Fikri pergi menuju gudang, sepertinya dia akan meminta izin untuk bisa tidur disini (tanpa bantu-bantu tentunya).
itu kerja apa dikerjain?
Ngga apa-apalah, namanya juga nyari duit.
Kejadiannya sore itu, saya masuk shift malam bersama Iman. Masuk jam 4 sore pulang jam 7 pagi. Capek? Jangan ditanya.
Sementara yang lain masuk jam 7 pagi & pulang jam 4 sore. Kebalik & gampang diingat pembagiannya.
Jam 10 malam saya & Iman sedang istirahat, karena jam 11 malam nanti laporan staf konter pada masuk, pasti sibuk. Makanya, mumpung masih santai kita ngopi dulu barang sebatang dua batang mah.
Ngga ada angin, ngga ada hujan, ngga ada mantan, ngga ada selingkuhan, Fikri yang notabene anak paling bengal tiba-tiba lari ke arah kita yang lagi asik menikmati nikotin.
"Gua ngikut tidur disinilah, boleh ya?"
Pintanya tiba-tiba, terlihat keringat sebesar biji salak jatuh dari kening & ketiaknya.
"Emang mess kenapa?"
Selidikku.
"Gua liat ada cewe di lantai 3."
Jawabnya singkat masih dengan nafas tersengal.
"Paling ada anak cewe yang lagi main disitu. Jangan mikir yang nggak-nggak."
Iman berujar.
"Heh curut purba! Mess cewe kan jauh dari mess kita. Ngapain mereka kesini?"
Kesalnya.
"Emang ceritanya gimana? Lagian lu ngapain ke lantai 3? Udah tau disitu kosong."
Sergahku.
"Loh? Emang kosong ta? Kirain ada yang nempatin loh. Soalnya waktu itu pas gua ke atas buat ambil jemuran abis magrib, kayak banyak orang ngobrol di kamar-kamar lantai 3."
Iman menambahi.
"Apa gua bilang kan?"
Seolah fikri didukung oleh pernyataan iman itu.
Tumben, biasanya mereka selalu bertentangan.
"Yaudah sih, asal jangan ganggu aja. Kalopun itu hantu. Masing-masing aja kan bisa?"
Usulku asal.
"Masing-masing gimana? Kalo dia suka jail nampakin gitu? Suka ketawa-ketawa gitu?"
Fikri mendengus kesal.
"Ya itu masing-masingnya, dia ketawa kita dengerin. Kita dengerin, dia ketawa. Ngga ganggu kan?"
Aku masih ngotot.
"TERSERAH!"
Fikri pergi menuju gudang, sepertinya dia akan meminta izin untuk bisa tidur disini (tanpa bantu-bantu tentunya).
Spoiler for Absen:
kejadiannya di kantor umum yang depan mess. Saat itu saya sedang mengerjakan laporan, karena masih training jadi pengerjaannya memakan waktu lama (alasan aja ini mah).
Seperti pinang dibelah dua, kawan senasib saya juga tengah sibuk di ujung sana dengan pekerjaannya.
"Man, kalo udah beres, tungguin ya. Barengan kita keluarnya."
Pintaku tanpa menoleh ke arahnya.
"Kebalik mas, kalo situ udah beres, tungguin saya."
Balasnya.
"Loh? Bukannya laporanmu tinggal sedikit lagi? Tadi siang kan hampir beres."
Ucapku penasaran.
"Dimarahin sama bu Dewi, harus ngulang lagi dari awal."
Dengusnya kesal.
"Hahahaha! Tenang aja, aku orangnya setia kawan kok."
Ucapku yang tak lama kemudian segera mematikan komputer.
"Tuh kan? Makanya tungguin."
Lukman memelas.
Namun sayang,
Pak satpam muncul dari depan.
"Kalian kok belum selesai? Hampir magrib loh ini."
Ujarnya.
"Sedikit lagi pak, tuh temen saya."
Balasku.
"Pokoknya sebelum magrib udah selesai ya?"
Katanya sambil berlalu keluar.
Kami saling bertukar pandang, sama-sama berkata dalam pikiran "kayaknya ada yang gak beres."
Seolah memahami telepati, Lukman langsung kebut laporannya, terdengar dari suara keyboard yang ia hantam dengan kecepatan menyamai keyboard warrior saat membela hal yang ia anggap perlu dibela.
Kurang dari 20 menit lebih dikit, kerjaannya selesai. Tanpa menunggu aba-aba kami langsung turun ke bawah untuk melakukan absen pulang.
Baru saja kaki ini menuruni anak tangga pertama tiba-tiba terdengar suara mesin absen.
"terimakasih"
Mampus!
Siapa yang absen pulang? Kita sudah tau kalo ngga ada lagi yang kerja setelah kita.
Tukar pandang kembali terjadi.
Kali ini, kita sama-sama tertegun. Jam menunjukkan 5 menit lagi adzan magrib berkumandang di surau seberang. Pilihannya, tunggu adzan berkumandang atau jurus 'terobos ajalah.'
"Gimana?"
Lukman membuka percakapan.
"Gak ada jaminan nanti setelah magrib gak ada lagi yang muncul. Mess cuma dibelakang. Perjuangan kita singkat. Paling beberapa meter doang."
Aku meyakinkan.
"Oke, gua terima."
Ujarnya sambil menghela nafas panjang.
Kami turun dengan perlahan, berharap tidak ada siapapun didepan mesin absen.
Anak tangga sudah terlewati setengah dengan sempurna, diiringi detak jantung yang kian memacu.
Mesin absen terlihat!
Sial!
Tak ada orang yang terlihat. Jujur aku berharap ada seorang batang manusia yang entah siapa baru saja selesai & bersiap pulang.
Jika tak ada orang, maka bisa jadi yang tadi absen makhluk lain.
Tegang menyelimuti, air liur kutelan dengan usaha besar. Ini bukan main-main.
Saat anak tangga terakhir paling bawah kami injak, terdengar suara menangis di lantai atas yang kami tinggali barusan.
Alhasil lomba lari tanpa dengan tujuan mesin absen langsung terjadi. Lomba berebutan absen juga menjadi garis finish, dilanjut pintu keluar kami berhamburan.
Sialan!
Masa setan jam segini udah keluar?
Saat kami tiba diluar, aku melihat ke arah jendela lantai dua dimana suara tangisan tadi berasal. Sekilas, bayangan seseorang seperti terlihat melewati jendela itu.
Rambut panjang, gaun putih.
Melihat kami yang baru keluar dari gedung dengan kondisi nafas yang tinggal separuh, satpam hanya berkata.
"Itu mbak Yuni, dia meninggal gantung diri karena hamil diluar nikah sama manajer cabang sini dulunya, padahal semua orang tau kalo manajer itu udah punya anak istri. Entah alasannya supaya apa dia gantung diri di sekitar pegangan tangga lantai 3 ke lantai 2. Mayatnya tergantung sampe besok pagi baru ketauan. Padahal orangnya cantik, baik. Tapi malah kenal buaya."
Tak lupa, asap rokok menyelingi setiap kata-katanya.
"Tapi, mess aman kan?"
Aku bertanya dengan waswas.
"Kadang, semakin sedikit tau, semakin bagus."
Ujarnya sambil berlalu.
"Sok bijak amat sih tu satpam?"
Ejek Lukman sambil memegangi lututnya yang gemetar.
"Udahlah, yok balik ke mess. Masing-masing aja kita."
Sahutku berjalan menjauh sambil Lukman mengekor tak lupa mendumel karena bisa saja mess menjadi lebih parah dari ini.
Seperti pinang dibelah dua, kawan senasib saya juga tengah sibuk di ujung sana dengan pekerjaannya.
"Man, kalo udah beres, tungguin ya. Barengan kita keluarnya."
Pintaku tanpa menoleh ke arahnya.
"Kebalik mas, kalo situ udah beres, tungguin saya."
Balasnya.
"Loh? Bukannya laporanmu tinggal sedikit lagi? Tadi siang kan hampir beres."
Ucapku penasaran.
"Dimarahin sama bu Dewi, harus ngulang lagi dari awal."
Dengusnya kesal.
"Hahahaha! Tenang aja, aku orangnya setia kawan kok."
Ucapku yang tak lama kemudian segera mematikan komputer.
"Tuh kan? Makanya tungguin."
Lukman memelas.
Namun sayang,
Pak satpam muncul dari depan.
"Kalian kok belum selesai? Hampir magrib loh ini."
Ujarnya.
"Sedikit lagi pak, tuh temen saya."
Balasku.
"Pokoknya sebelum magrib udah selesai ya?"
Katanya sambil berlalu keluar.
Kami saling bertukar pandang, sama-sama berkata dalam pikiran "kayaknya ada yang gak beres."
Seolah memahami telepati, Lukman langsung kebut laporannya, terdengar dari suara keyboard yang ia hantam dengan kecepatan menyamai keyboard warrior saat membela hal yang ia anggap perlu dibela.
Kurang dari 20 menit lebih dikit, kerjaannya selesai. Tanpa menunggu aba-aba kami langsung turun ke bawah untuk melakukan absen pulang.
Baru saja kaki ini menuruni anak tangga pertama tiba-tiba terdengar suara mesin absen.
"terimakasih"
Mampus!
Siapa yang absen pulang? Kita sudah tau kalo ngga ada lagi yang kerja setelah kita.
Tukar pandang kembali terjadi.
Kali ini, kita sama-sama tertegun. Jam menunjukkan 5 menit lagi adzan magrib berkumandang di surau seberang. Pilihannya, tunggu adzan berkumandang atau jurus 'terobos ajalah.'
"Gimana?"
Lukman membuka percakapan.
"Gak ada jaminan nanti setelah magrib gak ada lagi yang muncul. Mess cuma dibelakang. Perjuangan kita singkat. Paling beberapa meter doang."
Aku meyakinkan.
"Oke, gua terima."
Ujarnya sambil menghela nafas panjang.
Kami turun dengan perlahan, berharap tidak ada siapapun didepan mesin absen.
Anak tangga sudah terlewati setengah dengan sempurna, diiringi detak jantung yang kian memacu.
Mesin absen terlihat!
Sial!
Tak ada orang yang terlihat. Jujur aku berharap ada seorang batang manusia yang entah siapa baru saja selesai & bersiap pulang.
Jika tak ada orang, maka bisa jadi yang tadi absen makhluk lain.
Tegang menyelimuti, air liur kutelan dengan usaha besar. Ini bukan main-main.
Saat anak tangga terakhir paling bawah kami injak, terdengar suara menangis di lantai atas yang kami tinggali barusan.
Alhasil lomba lari tanpa dengan tujuan mesin absen langsung terjadi. Lomba berebutan absen juga menjadi garis finish, dilanjut pintu keluar kami berhamburan.
Sialan!
Masa setan jam segini udah keluar?
Saat kami tiba diluar, aku melihat ke arah jendela lantai dua dimana suara tangisan tadi berasal. Sekilas, bayangan seseorang seperti terlihat melewati jendela itu.
Rambut panjang, gaun putih.
Melihat kami yang baru keluar dari gedung dengan kondisi nafas yang tinggal separuh, satpam hanya berkata.
"Itu mbak Yuni, dia meninggal gantung diri karena hamil diluar nikah sama manajer cabang sini dulunya, padahal semua orang tau kalo manajer itu udah punya anak istri. Entah alasannya supaya apa dia gantung diri di sekitar pegangan tangga lantai 3 ke lantai 2. Mayatnya tergantung sampe besok pagi baru ketauan. Padahal orangnya cantik, baik. Tapi malah kenal buaya."
Tak lupa, asap rokok menyelingi setiap kata-katanya.
"Tapi, mess aman kan?"
Aku bertanya dengan waswas.
"Kadang, semakin sedikit tau, semakin bagus."
Ujarnya sambil berlalu.
"Sok bijak amat sih tu satpam?"
Ejek Lukman sambil memegangi lututnya yang gemetar.
"Udahlah, yok balik ke mess. Masing-masing aja kita."
Sahutku berjalan menjauh sambil Lukman mengekor tak lupa mendumel karena bisa saja mess menjadi lebih parah dari ini.
Sepertinya sudah terlalu panjang,
Baiklah saya update lewat komentar saja.
Update cerita:
eps.3 nasi uduk
eps.4 Cinta segitiga(empat)
eps.5 last but not least
Diubah oleh re.dear 28-08-2020 20:59
padasw dan 19 lainnya memberi reputasi
20
6.1K
Kutip
55
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
re.dear
#7
Eps.4 Cinta segi tiga [empat]
Kata orang cinta itu buta, tapi masih bisa ngeraba mana brio mana vario. Termasuk kalangan 'mereka' yang kadang jatuh hati sama manusia.
Kalo udah gini tinggal pilih aja,
Hidup sukses tapi harus mesra-mesraan tiap malem sama mbak 'K',
Atau hidup miskin tapi harus digangguin sama Mbak 'K'.
Tapi ibaratnya seperti itulah yang Mas Reza alami. Meskipun ujungnya mbak K dibuat patah hati supaya gak ganggu lagi.
Kasian sih, mudah-mudahan setelah patah hati, karir mbak 'K' di dunia alam lain sana melejit, banyak endors, keluarin album, ya semoga hidup (matinya) nya lebih enteng lah biar cepet move on.
Kata orang cinta itu buta, tapi masih bisa ngeraba mana brio mana vario. Termasuk kalangan 'mereka' yang kadang jatuh hati sama manusia.
Kalo udah gini tinggal pilih aja,
Hidup sukses tapi harus mesra-mesraan tiap malem sama mbak 'K',
Atau hidup miskin tapi harus digangguin sama Mbak 'K'.
gak ada yang enak sih.
Tapi ibaratnya seperti itulah yang Mas Reza alami. Meskipun ujungnya mbak K dibuat patah hati supaya gak ganggu lagi.
Kasian sih, mudah-mudahan setelah patah hati, karir mbak 'K' di dunia alam lain sana melejit, banyak endors, keluarin album, ya semoga hidup (matinya) nya lebih enteng lah biar cepet move on.
Quote:
Masih pada inget kan kejadian mess lantai 3 gimana? Menurut saksi yang berprofesi sebagai penjual nasi uduk yang melihat penghuni lantai 3 di malam hari.
Nah, kalo lupa juga ngga apa-apa sih. Mas Reza yang saat itu memang jadwalnya shift pagi berniat untuk menanyakan sejarah mess ke cewe yang dia deketin.
Seperti pepatah, ada udang dibalik bakwan, mas Reza mendekati Mbak Zara (nama asli yang disamarkan), lalu bertanya perihal kemana hubungan mereka akan berlabuh,
Tentunya setelah bertanya perihal penghuni mess lantai 3.
"Ra, itu mess awalnya dibangun buat apa sih sebenarnya?"
Ujar mas Reza membuka percakapan di waktu istirahat.
"Big boss awalnya punya niatan buat bikin Lembaga Pelatihan Kemampuan (LPK) komputer gitu, mas. Tapi katanya baru jalan bentar eh mogok. Jadi bangunan yang paling ujung yang isinya komputer itu dikosongin gitu aja."
Jelas Zara sambil sibuk ngunyah nasi padang yang ada di depan Mas Reza.
"Kalo bangunan itu bisa kebayang sih kenapa, kalo bangunan kedua yang dijadiin mess?"
Susul Mas Reza bertanya.
"Itu emang buat mess, cuman karena jarang banget buka lowongan, jadi seringnya kosong. Soalnya jajaran manajernya waktu itu gak buka banyak cabang di luar kota, jadi gak selalu butuh mess buat para trainer. Nah setelah jajaran manajer diganti, invasi cabang kemana-mana, mess akhirnya bisa kepake setelah 2 tahun kosong gitu aja."
Lanjut Zara.
"Termasuk pos satpam depan?"
Mas Reza masih menyelidiki.
"Kalo pos satpam udah dari awal dibangun. Dia kan jaga cuma malem doang tuh, soalnya ada puluhan komputer kan disitu."
Zara kembali menjelaskan.
"Terus kapan kita jadian?"
Tanya mas Reza tiba-tiba.
Mendengar pertanyaan seperti itu, Zara tersedak lengkuas yang dia kira rendang.
"Kira-kira dong kalo nembak. Gak liat apa gua lagi makan?"
Kesal Zara yang mengambil kembali lengkuas yang jatuh lalu lanjut mengunyah.
"Belum lima menit."
Susul gumamnya.
"Jorok, untung cantik."
Mas Reza memberi tanggapan atas kelakuannya.
Sebelum mendapat tanggapan lain, tiba-tiba Mas Agus muncul dari pintu kantin (ada pintunya ya, jadi gak usah loncat jendela).
"Hai Zara, cantik banget sih."
Sapa Mas Agus.
"Halo mas Agus, gombal banget sih."
Respon Zara.
"Ngapain lu kesini gus? Bukannya lu masuk shift malem?"
Mas Reza bertanya seolah memberi sinyal.
'FAIR PLAY DONG ANJIM'
"Eh gua kesini bukan tanpa sebab ye, gua mau tanya soal kejadian tadi pagi di warung nasi uduk."
Mas Agus memberi alasan.
"Mas Agus beli nasi uduk depan mess? Ih padahal kan penjual itu katanya pake jin penglaris tau."
Zara mulai julidnya.
"Ah urusan itu mah nanti lah, tanggung udah diperut makanannya. Itu loh dia liat penghuni lantai 3."
Mas Agus mencoba mengendalikan situasi.
"Tanya aja sama mas Reza. Aku baru aja cerita."
Zara seolah menyudahi percakapan itu dengan berlalu pergi.
"Ape lu liat-liat?"
Tanya mas Reza saat mereka tak sengaja bertatap mata.
"Ngga jadi deh, males gua nanya soal penjelasan si Zara ke elu. Lu cerita aja ntar ke si Sam, biar gua tanya dia."
Ujar pria bertubuh atletis itu sambil pergi & tak lupa mengambil es jeruk milik mas Reza.
Ternyata tanpa disadari oleh ketiganya, mbak 'K' memperhatikan hubungan cinta segitiga ini. Merasa (calon) kekasihnya terancam ditikung, mbak 'K' ini langsung mengambil tindakan ekstrim.
Sore itu, sebelum magrib, salah seorang staff admin umum tiba-tiba menangis sesenggukan. Sebut saja mbak Risa (nama asli yang disamarkan lagi). Dia terlihat telungkup di pojokan.
Saat itu yang melihat & langsung bertanya kenapa adalah Mas Bram (sebut aja gitu, kebanyakan karakter, cape juga).
"Kamu kenapa Ris?"
Tanya mas Bram yang tampak khawatir.
"Hiks...hiks...hii..hii...hi..."
Dijawab oleh mbak Risa dengan tangisan lalu tertawa yang melengking.
Saat itu, aku yang ada di gudang lantai bawah bahkan sempat mendengar tawanya yang membuat bergidik.
Dalam sekejap, ruangan itu penuh. Banyak yang ingin menonton kesurupannya mbak Risa.
Orang pintar yang merupakan tokoh masyarakat sekitar dipanggil untuk mengkondisikan mbak Risa.
"Kenapa kamu mengganggu anak ini?"
Tegas Ki Arum (nama ngarang, lupa nanya).
"Soalnya kalo ganggu kamu, dicuekin mulu."
Jawab si hantu yang ternyata sad-ghost.
"Heh serius anjim! Lu mau apa?"
Ki Arum emosi.
"Ih males nge gas mulu."
Eh si hantu malah rundung.
Akhirnya mas Agus turun tangan, dengan kepercayaan dirinya yang melewati batas normal. Dia bertindak.
"Halo mbak cantik, namanya siapa boleh kenalan?"
Sapa mas Agus.
"Halo mas Agus gombal, orang-orang memanggil saya 'K' kepanjangan dari 'Ke*eyi'. Udah denger lagu saya?"
Si hantu tak kalah.
"Maaf ngga maen yutup, ngga ada kuota."
Jawab mas Agus.
"Dih ganteng tapi miskin."
Si hantu mengejek.
"Jangan bahas harta, lu mau apa sebenarnya?"
Mas Agus malah emosi.
"Kamu tadi ngapain hah tatap-tatapan sama mas Reza? Kamu mau rebut mas Reza dari saya?"
Si hantu yang kini emosi.
Seketika semua orang di ruangan itu melihat ke arah mas Reza, lalu ke arah mas Agus secara bergantian. Lalu ke arahku terakhir.
Seperti mengerti, mereka mengangguk maklum.
"setan alas gak ada akhlak! Gua normal!"
Bantah mas Reza yang tiba-tiba berteriak di belakang barisan.
"Beneran mas?"
Tanya si hantu seolah gak percaya.
"Tanya si Sam, dia saksi terpercaya."
Mas Reza melakukan pembelaan.
"Iya bener kok mbak 'K', koleksi 3gp, Mp4, dari brrrrzer sama JVA aja ada 3 tera. Gak mungkin mas Reza belok."
Aku membela mas Reza karena melihat kondisinya yang disalahkan.
Seolah mengerti, si hantu pergi meninggalkan tubuh mbak Risa tergeletak lemas begitu saja.
Meninggalkan aku dengan tatapan amarah mas Reza dan gelak tawa dari semua orang.
"Aku salah ngomong ya mas?"
Tanyaku pada mas Reza.
Nah, kalo lupa juga ngga apa-apa sih. Mas Reza yang saat itu memang jadwalnya shift pagi berniat untuk menanyakan sejarah mess ke cewe yang dia deketin.
Seperti pepatah, ada udang dibalik bakwan, mas Reza mendekati Mbak Zara (nama asli yang disamarkan), lalu bertanya perihal kemana hubungan mereka akan berlabuh,
Tentunya setelah bertanya perihal penghuni mess lantai 3.
"Ra, itu mess awalnya dibangun buat apa sih sebenarnya?"
Ujar mas Reza membuka percakapan di waktu istirahat.
"Big boss awalnya punya niatan buat bikin Lembaga Pelatihan Kemampuan (LPK) komputer gitu, mas. Tapi katanya baru jalan bentar eh mogok. Jadi bangunan yang paling ujung yang isinya komputer itu dikosongin gitu aja."
Jelas Zara sambil sibuk ngunyah nasi padang yang ada di depan Mas Reza.
"Kalo bangunan itu bisa kebayang sih kenapa, kalo bangunan kedua yang dijadiin mess?"
Susul Mas Reza bertanya.
"Itu emang buat mess, cuman karena jarang banget buka lowongan, jadi seringnya kosong. Soalnya jajaran manajernya waktu itu gak buka banyak cabang di luar kota, jadi gak selalu butuh mess buat para trainer. Nah setelah jajaran manajer diganti, invasi cabang kemana-mana, mess akhirnya bisa kepake setelah 2 tahun kosong gitu aja."
Lanjut Zara.
"Termasuk pos satpam depan?"
Mas Reza masih menyelidiki.
"Kalo pos satpam udah dari awal dibangun. Dia kan jaga cuma malem doang tuh, soalnya ada puluhan komputer kan disitu."
Zara kembali menjelaskan.
"Terus kapan kita jadian?"
Tanya mas Reza tiba-tiba.
Mendengar pertanyaan seperti itu, Zara tersedak lengkuas yang dia kira rendang.
"Kira-kira dong kalo nembak. Gak liat apa gua lagi makan?"
Kesal Zara yang mengambil kembali lengkuas yang jatuh lalu lanjut mengunyah.
"Belum lima menit."
Susul gumamnya.
"Jorok, untung cantik."
Mas Reza memberi tanggapan atas kelakuannya.
Sebelum mendapat tanggapan lain, tiba-tiba Mas Agus muncul dari pintu kantin (ada pintunya ya, jadi gak usah loncat jendela).
"Hai Zara, cantik banget sih."
Sapa Mas Agus.
"Halo mas Agus, gombal banget sih."
Respon Zara.
"Ngapain lu kesini gus? Bukannya lu masuk shift malem?"
Mas Reza bertanya seolah memberi sinyal.
'FAIR PLAY DONG ANJIM'
"Eh gua kesini bukan tanpa sebab ye, gua mau tanya soal kejadian tadi pagi di warung nasi uduk."
Mas Agus memberi alasan.
"Mas Agus beli nasi uduk depan mess? Ih padahal kan penjual itu katanya pake jin penglaris tau."
Zara mulai julidnya.
"Ah urusan itu mah nanti lah, tanggung udah diperut makanannya. Itu loh dia liat penghuni lantai 3."
Mas Agus mencoba mengendalikan situasi.
"Tanya aja sama mas Reza. Aku baru aja cerita."
Zara seolah menyudahi percakapan itu dengan berlalu pergi.
"Ape lu liat-liat?"
Tanya mas Reza saat mereka tak sengaja bertatap mata.
"Ngga jadi deh, males gua nanya soal penjelasan si Zara ke elu. Lu cerita aja ntar ke si Sam, biar gua tanya dia."
Ujar pria bertubuh atletis itu sambil pergi & tak lupa mengambil es jeruk milik mas Reza.
Sungguh, hubungan rival ini benar-benar sporti[F].
Ternyata tanpa disadari oleh ketiganya, mbak 'K' memperhatikan hubungan cinta segitiga ini. Merasa (calon) kekasihnya terancam ditikung, mbak 'K' ini langsung mengambil tindakan ekstrim.
Sore itu, sebelum magrib, salah seorang staff admin umum tiba-tiba menangis sesenggukan. Sebut saja mbak Risa (nama asli yang disamarkan lagi). Dia terlihat telungkup di pojokan.
Saat itu yang melihat & langsung bertanya kenapa adalah Mas Bram (sebut aja gitu, kebanyakan karakter, cape juga).
"Kamu kenapa Ris?"
Tanya mas Bram yang tampak khawatir.
"Hiks...hiks...hii..hii...hi..."
Dijawab oleh mbak Risa dengan tangisan lalu tertawa yang melengking.
Saat itu, aku yang ada di gudang lantai bawah bahkan sempat mendengar tawanya yang membuat bergidik.
Dalam sekejap, ruangan itu penuh. Banyak yang ingin menonton kesurupannya mbak Risa.
Orang pintar yang merupakan tokoh masyarakat sekitar dipanggil untuk mengkondisikan mbak Risa.
"Kenapa kamu mengganggu anak ini?"
Tegas Ki Arum (nama ngarang, lupa nanya).
"Soalnya kalo ganggu kamu, dicuekin mulu."
Jawab si hantu yang ternyata sad-ghost.
"Heh serius anjim! Lu mau apa?"
Ki Arum emosi.
"Ih males nge gas mulu."
Eh si hantu malah rundung.
Akhirnya mas Agus turun tangan, dengan kepercayaan dirinya yang melewati batas normal. Dia bertindak.
"Halo mbak cantik, namanya siapa boleh kenalan?"
Sapa mas Agus.
"Halo mas Agus gombal, orang-orang memanggil saya 'K' kepanjangan dari 'Ke*eyi'. Udah denger lagu saya?"
Si hantu tak kalah.
"Maaf ngga maen yutup, ngga ada kuota."
Jawab mas Agus.
"Dih ganteng tapi miskin."
Si hantu mengejek.
"Jangan bahas harta, lu mau apa sebenarnya?"
Mas Agus malah emosi.
"Kamu tadi ngapain hah tatap-tatapan sama mas Reza? Kamu mau rebut mas Reza dari saya?"
Si hantu yang kini emosi.
Seketika semua orang di ruangan itu melihat ke arah mas Reza, lalu ke arah mas Agus secara bergantian. Lalu ke arahku terakhir.
Seperti mengerti, mereka mengangguk maklum.
"setan alas gak ada akhlak! Gua normal!"
Bantah mas Reza yang tiba-tiba berteriak di belakang barisan.
"Beneran mas?"
Tanya si hantu seolah gak percaya.
"Tanya si Sam, dia saksi terpercaya."
Mas Reza melakukan pembelaan.
"Iya bener kok mbak 'K', koleksi 3gp, Mp4, dari brrrrzer sama JVA aja ada 3 tera. Gak mungkin mas Reza belok."
Aku membela mas Reza karena melihat kondisinya yang disalahkan.
Seolah mengerti, si hantu pergi meninggalkan tubuh mbak Risa tergeletak lemas begitu saja.
Meninggalkan aku dengan tatapan amarah mas Reza dan gelak tawa dari semua orang.
"Aku salah ngomong ya mas?"
Tanyaku pada mas Reza.
joyanwoto dan 13 lainnya memberi reputasi
14
Kutip
Balas
Tutup