sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
4Love: Tentang Patah Hati, Kesetiaan, Obsesi, dan Keteguhan Hati



Quote:


Spoiler for Daftar Bab:


Diubah oleh sandriaflow 01-12-2020 12:11
santinorefre720
blackjavapre354
rizetamayosh295
rizetamayosh295 dan 25 lainnya memberi reputasi
26
14.5K
134
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.2KAnggota
Tampilkan semua post
sandriaflowAvatar border
TS
sandriaflow
#84
Bab 39: Bukan Sebuah Pilihan
REVAN

Debur ombak di sore hari terasa berbeda pesonanya. Dua sejoli itu tengah asik terhanyut dalam lamunan. Mereka tak banyak bicara karena terdiam menikmati alam yang tengah menawarkan eksotika yang berbeda.

“Ehm, aku pengen jujur satu hal sama kamu,” ucap Revan usai hening beberapa lama.
“Kamu mau ngomong apa, Mas?” tanya Dara dengan polos. Wajah manis gadis itu terlihat lebih cantik akibat pancaran senja yang berwarna kekuningan.

“Aku pengen serius sama kamu. Aku ingin kamu menjadi pemberhentian terakhirku,” jawab Revan penuh ketenangan.

Untuk sesaat, tak ada satu kata yang muncul dari bibir Dara. Wajahnya tertunduk ke bawah. Ia memainkan pasir pantai dengan jari telunjuknya seolah hendak menggambar sesuatu. Sekilas, ada keraguan yang timbul. Mungkin, pertanyaan itu memang sulit untuk dijawab.

“Maaf, Mas. Bukan aku menolak cinta kamu, tetapi aku butuh waktu untuk berpikir. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan,” balas Dara.

Jawaban Dara membuat Revan terhenyak. Seketika, pancaran harapan pada kedua matanya meredup. Ia kembali ragu dengan Dara.
***

Kantin fakultas terlihat cukup ramai saat ini. Revan bersama dengan teman-temannya duduk di salah satu meja sambil mengisi perut mereka yang sedang kelaparan. Tanpa sengaja, Revan dikejutkan oleh kehadiran Dara yang muncul secara tiba-tiba.

Satu hal yang membuat dia kacau detik ini adalah Dara terlihat berbicara santai dengan seorang lelaki. Wajah lelaki itu tampak agak samar-samar. Kepalanya berpikir keras, mengingat-ingat siapa sebenarnya lelaki tersebut. Sementara itu, kedua mata Revan tak bisa berhenti mengamati mereka berdua.

Beberapa detik kemudian, dia akhirnya menyadari bahwa lelaki yang sedang berbicara dengan Dara saat ini adalah salah satu anggota BEM universitas yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri. Karena Revan pernah menjabat sebagai ketua HMJ, ia pernah berinteraksi dengan lelaki itu dalam sebuah forum.

Dengan cepat, ia membuka ponselnya dan mencari informasi mengenai identitas lelaki tersebut. Ia membuka akun resmi dari BEM universitas dan seperti yang dia duga, nama lelaki itu sesuai persis dengan nama yang disebutkan oleh Dara pada saat mereka di Surabaya saat itu.

Wajah tenang Revan perlahan mendadak menjadi gusar hingga membuat teman-temannya heran setengah mati.

***

Seharian suntuk dia menyendiri di dalam kamar. Dia mencoba untuk tidak menghubungi Dara, meskipun gadis itu tak henti-hentinya bertanya kabar. Saat ini yang ia perlukan hanyalah waktu untuk sendiri.

Revan memutar lagu-lagu galau dari ponsel pintarnya. Dihisapnya rokok yang tergapit di tangannya dengan pelan-pelan sembari mengingat semua kenangan yang sudah mereka lewati.

Dari kaca jendela, angin malam berhembus. Dingin dan menyayat. Seperti menyadarkan bahwa kenyataan itu terkadang sangat pahit untuk diterima. Revan merasa dipecundangi oleh keadaan. Ia sepertinya kalah telak. Rivalnya memiliki jabatan yang lebih tinggi dari dia di kampus. Bukan hal yang mengherankan, jika pada akhirnya Dara lebih memilih Kevin dibanding dia.

Lamunan Revan mendadak buyar ketika sebuah notifikasi yang muncul di layar ponsel pintarnya. Sebuah pesan untuk bertemu dari nomor tak dikenal.
***

Revan datang sesuai dengan waktu dan tempat yang telah mereka sepakati. Saat ini, ia tengah berada di sebuah bangunan yang agak tua dan jauh dari keramaian. Sejak dari rumah, ia sudah menyiapkan mentalnya sekuat mungkin.

Ingar bingar suara kendaraan terdengar sayup-sayup di telinga Revan. Tak lama kemudian, seorang lelaki yang memiliki perawakan agak tinggi baru saja sampai dengan menaiki motor Ninja warna hijau. Dia adalah Kevin.

Tanpa basa-basi, Kevin perlahan turun dari motornya dan melabrak Revan dengan suara yang tinggi menggelegar.

“Aku minta kamu jauhin Dara,” ucapnya dengan lantang.
“Maaf, kau siapa? Kau nggak berhak melarang aku dekat dengan dia,” timpal Revan dengan nada yang emosi.

Spontan, sebuah bogem mentah melayang ke pipi Revan. Untungnya, ia masih bisa berdiri tegak dan tak membiarkan dirinya terjerembab ke tanah. Sontak, ia langsung memberikan serangan balasan.

Adegan baku hantam pun tak bisa dielakkan. Mereka berdua saling beradu pukulan secara beringas. Adrenalin Revan terpacu dan ia mengerahkan semua tenaganya agar lelaki brengsek itu tidak serta merta meremehkannya.

Meskipun Revan tidak memiliki kemampuan bela diri, paling tidak dia bisa berkelahi secara jantan layaknya seorang lelaki. Fisiknya cukup kuat untuk membuat tubuh Kevin terpelanting hingga membuat dia bertekuk lutut di depan Revan.

“Aku salah, maaf…” ujarnya minta ampun. Dia yang awalnya berlagak sok jagoan kini meringkuk seperti anak ayam pesakitan.
“Lain kali, jangan meremahkan orang! Aku tahu kau ini punya jabatan tinggi di organisasi kampus. Nggak seperti aku. Namun, masalahku dengan Dara itu bukan urusanmu. Toh, dia belum tentu memilihmu,” balas Revan terengah-engah karena kehabisan tenaga.

Perlahan tapi pasti, Kevin beranjak bangun dan langsung menancapkan kunci motornya lalu kabur.

Revan masih terdiam di tempat. Ia mengobrak-abrik rambutnya karena muak dengan kenyataan yang masih penuh ambigu ini. Ditendangnya kaleng minuman bersoda yang tergeletak di dekat kakinya sekeras mungkin.

Sebelum Dara memberikan jawaban, hidupnya tidak akan pernah tenang.

coxi98
coxi98 memberi reputasi
1
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.