Kaskus

Story

abangruliAvatar border
TS
abangruli
The Second Session 2 - The Killing Rain . Mystic - Love - Humanity
The Second Session 2 - The Killing Rain . Mystic - Love - Humanity
Note from Author
Salam! Gue ucapin banyak terima kasih buat yang masih melanjutkan baca kisah tentang Danang dan Rhea. Sorry banget untuk dua chapter awal sempat gue masukin di The Second yang pertama. Soalnya waktu itu gue belum sempat bikin cover dll, hehe...

Nah berhubung sekarang dah sempat bikin cover, akhirnya gue bisa secara resmi memboyong The Second – Session 2 ke trit baru. Session kedua ini gue cukup lama nyari inspirasinya. Soalnya gue gak mau terjebak kembali menyamai alur cerita lama, jadi terpaksa nyari sesuatu yang rada-rada shocking. Harus cukup heboh untuk bisa membawa nuansa baru ke cerita Danang dan Rhea ini.

Apa itu?
Ya dengan ada Killing Rain.
Apa itu Killing Rain?
Ah ente kebanyakan nanya nih.. hehe.. Baca aja di tiga chapter awal. Yang jelas di cerita kali ini, tetap ada nuansa magis dengan adanya sosok Wulan (ternyata dulu pernah jadi pacarnya Danang lhooo... Haaaa?! Kok bisaaa.....).
Tetap ada romansa full of love dengan hadirnya Rhea.
Tetap ada unsur horror karena adanya Emon. Lho? Maaf salah. Maksudnya ada unsur komed dengan adanya Emon. Yaa.. kalau ente bisa liat mukanya Emon, emang jadi komedi seram sih.. wkwkwkw..
Dan ditambah lagi ada tokoh baru yang kemaren hanya cameo sekarang jadi bakal sering muncul. Siapakah dia??
Jeng jeng..
Upin Ipin!
Haaaaa???
Ya bukanlah!
Tapii... Yoga! Si anak indigo!
Tau lah kalo indigo gini senengnya apa.. liat demit dan kawan-kawannya! Hehehe..
So! Siap-siap ngerasain manis asem asin di cerita ini!

Akhirul kalam,
Selamat ‘menyaksikan’ yaa!
Ruli Amirullah


Bagi yang belum baca The Second Session 1.. klik dibawah ini yaa
The Second Session 1 - Jadikan Aku yang Kedua


The Second
Session 2 – The Killing Rain

Spoiler for Chapter 1 - Back to the Past:


Index
Chapter 2 - Live From New York
Chapter 3 - The Killing Rain
Chapter 4 - Death Experience
Chapter 5 - Kesurupan
Chapter 6 - Mata dibalas Mata
Chapter 7 - Chaos
Chapter 8 - Contingency Plan
Chapter 9 - Kemelut di Tengah Kemelut
Chapter 10 - Please Welcome, Khamaya!
Chapter 11 - Mengundi Nasib
Chapter 12 - Vision
Chapter 13 - First Rain
Chapter 14 - Between Dream and Rhea
Chapter 15 - Dilema
Chapter 16 - Ready to Take Off
Chapter 17 - Melayang di Tengah Maut
Chapter 18 - Walking in Dream
Chapter 19 - In The Middle of The War
Chapter 20 - Missing
Chapter 21 - Yoga
Chapter 22 - Sleeping with The Enemy
Chapter 23 - Who is Mya?
Chapter 24 – I Miss You Rhea
Chapter 25 - Telepati
Chapter 26 - Next Level of Telephaty
Announcement New Index & Format
Diubah oleh abangruli 02-06-2021 20:27
pulaukapokAvatar border
namakuveAvatar border
fblackidAvatar border
fblackid dan 36 lainnya memberi reputasi
33
24.1K
1.1K
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThread51.9KAnggota
Tampilkan semua post
abangruliAvatar border
TS
abangruli
#19
Chapter 7 – Chaos

Aku bangun pada pukul 09.30. Sinar matahari menyeruak masuk ke jendela kamar hotel. Seolah menyapaku. Tapi untuk apa? Aku sedang tak ada minat untuk bertegur sapa dengan siapapun. Termasuk mentari. Hariku seolah pecah berderai. Bagai vas kristal yang jatuh menghantam lantai keramik. Orang lain mungkin punya waktu sebulan untuk menikmati hidup, tapi aku tidak. Sewaktu-waktu setan sialan itu akan kembali datang. Tak tanggung-tanggung, misinya adalah untuk membunuhku dengan cara yang telah ditekadkan. Memenggal kepalaku. Biar menggelinding bagai bola kaki. Menyebalkan. Tak ada cara lain apa?

Aku mendengus entah kenapa. Kemudian menarik nafas panjang. Sepertinya aku mulai kacau. Tapi dunia sendiripun kini sudah kacau. Ancaman hujan meteor merusak hidup semua orang. Mengguncang tatanan yang tadinya sudah rapi tersusun. Walau bukan berarti kiamat, tapi kematian tetap saja menghantui ketenangan tidur semua manusia. Aku pun merasa tidurku tadi tidak tenang. Apalagi terdengar suara klakson silih saling tumpang tindih dari luar. Berisik sekali! Mirip jalan kebisingan di jalanan Jakarta saat lampu merah mati dan semua orang saling serobot. Ternyata gak di Rabat gak di Jakarta sama aja. Huh...

Kuraih ponsel dan melihat pesan yang masuk. Ratusan. Dari berbagai group yang aku ikuti. Semua pasti membahas tentang meteor.Walau begitu mataku hanya terpaku pada pesan dari Rhea.
“Mas apa kabar pagi ini?”
Singkat dan hanya satu pesan. Terkirim sejak dua jam lalu. Aku tersenyum sendiri. Untuk menyapa Rhea ternyata aku masih minat.
“Halo Rhea... nanti kamu jangan lupa ya beli tiket. Nanti aku transfer uang untuk bayar.” kataku mengingatkan. Sebenarnya aku yakin ia tidak lupa. Aku hanya meyakinkan bahwa ia tak perlu khawatir tentang uang. Aku tadinya ingin bercerita lebih lanjut tentang peristiwa semalam, tapi aku urungkan. Lebih baik tunggu ia jawab dulu. Sembari menanti balasan dari Rhea aku mulai membaca pesan lain satu persatu. Mataku membesar membaca aneka informasi yang ada. Wah gawat.Ternyata benar, dunia mulai panik. Nilai mata uang mulai ambruk, penarikan dana besar-besaran mulai terjadi. Mereka berlomba membeli bahan makanan. Bahkan di beberapa negara penjarahan mulai tak terelakan. Semua orang sepertinya hendak menimbun makanan sebanyak-banyaknya. Chaos. Duh mengerikan sekali. Teringat sesuatu, aku mencoba melihat account bank via mobile banking. Satu menit, dua menit, tiga menit. Hang. Duh beneran error. Gila. Apa ini berarti uangku gak bisa ditarik?
Tiba-tiba terdengar suara hantaman keras dari luar.
Apa itu?! apakah itu meteor?!

Aku melompat dari kasur dan berlari menuju jendela kamar hotel. Mataku semakin membesar melihat suasana di jalan seberang hotel. Macet total! Ternyata ini bukan macet biasa. Ini pasti macet karena panic buying. Soalnya semua orang menekan klakson tanpa henti, semua mobil berusaha mencari celah walau sesenti sekalipun. Traffic light tak mereka indahkan. Gak peduli mau warna merah hijau atau kuning, semua mobil maju. Polisi sudah lenyap. Banyak pula yang memilih berjalan kaki sambil menenteng barang. Sumber suara hantaman tadi sepertinya akibat sebuah mobil besar warna hitam yang menabrak mobil kecil didepannya. Pengemudi mobil kecil itu emak-emak yang langsung turun dan gebrak-gebrak kaca mobil hitam. Gak ada takutnya sama sekali. Pengemudi mobil hitam tadi sepertinya tak peduli pada omelan wanita tua tadi dan tidak keluar mobil sama sekali. Sementara lengkingan klakson semakin menjadi-jadi. Gila ini. Apa hal yang sama terjadi di belahan dunia lain?

Aku mengalihkan diri ke layar TV dan menekan tombol hijau pada remote. Mencoba mencari info tentang keadaan di tempat lain. Dan kerusuhan ternyata ada dimana-mana, kota besar maupun kecil. Yang menjadi sasaran adalah toko dan pusat perbelanjaan. Semua orang kalap, mencari bahan makanan sebanyak-banyaknya. Penimbunan dimulai.

Ini mah kiamat sebelum kiamat. Rusuh.

Aku teringat Rhea. Dengan cepat jemariku menggeser-geser layar ponsel dan menghubungi Rhea. Hanya terdengar nada sambung dan sambung. Lama sekali diangkatnya, aku mulai khawatir. Sambungan terputus otomatis karena terlalu lama tidak diangkat. Sekali lagi aku menekan icon untuk menelepon.

Angkatlah Rhea. Angkatlah..

TOK TOK TOK!
Tiba-tiba pintuku kembali digedor. Mirip tadi malam. Aku meletakkan ponsel ke dalam saku. Ada apa lagi ini?

“Siapa..?” tanyaku dengan suara keras. Kalau Emon kesurupan lagi aku ogah datang. Daripada kepalaku tiba-tiba ditebas oleh mahluk yang merasuki Emon.

“Iniiiiii Emoooon... cepetin bukaan pintuuuu...” jerit Emon diluar. Kebalik ya ngomongnya, harusnya kan cepetan bukain pintu, bukan cepetin bukaan pintu. Tapi sepertinya ia memang sedang panik. Orang panik susunan otaknya biasanya emang berantakan.

Wah tapi wait, tunggu sebentar. Ini Emon asli kah? Atau si mahluk itu sedang menyamar? Setelah kejadian kemaren dan adanya ancaman pembunuhan atas diriku, maka mulai sekarang aku gak boleh mudah percaya, “Asli Emon?” tanyaku dari balik pintu. Kutahan pintu dengan tubuh 75 kg milikku, agar setan itu tak mendobrak masuk.

“Eh setan! Cepetan buka! Eike takut banget!”

Anjrit, malah aku yang dipanggil setan, suaranya terdengar sangat ketakutan. Tapi aku harus waspada, setan jaman sekarang sering nonton sinetron, pasti pintar tipu muslihat juga, siapa tahu sebenernya dia yang setan...“apa buktinya?!”

“Mau bukti apa? Gila lu ya?! cepetan bukkaaaa...” jeritnya lagi.

Kalau dari tingkahnya, aku merasa 80% dia emang Emon. Jerit-jerit gak karuan itu sifatnya kalau panik. Tapi adanya kemungkinan 20% membuat aku tetap gak mau kehilangan kewaspadaan. Butuh suatu pembuktian, “kalau elu emang Emon bener, ayo coba jawab.. Siapa nama panjang nyokap gue?”

Selama dua detik gak ada jawaban. Aku tegang menanti apa yang akan ia jawab, tapi pada detik ketiga terdengar suara Emon...

“Eh bencong! Mana gue tahu nama panjang nyokap lu! Lu kira gue bokap elu apa?!” hardik Emon dengan suara yang semakin melengking. Aku terkekeh walau sebal dipanggil bencong. Tapi sekarang aku yakin 100% dia Emon, karena Emon yang asli memang tak tahu nama panjang ibuku.

Aku membuka pintu dan bagai dengan kecepatan cahaya Emon menerjang masuk ke dalam kamar, berlari ke arah tempat tidur dan kemudian bergulung ke dalam selimut. Karena badannya yang gempal, masih terlihat badannya setengah kebawah. Ini jadi mirip burung onta yang sedang ketakutan, hanya kepalanya yang ngumpet sementara badannya tetap terlihat, “Aduuuh eike takuuuuuut...... semua rusuuuuh... di depan hotel juga mulai kacauuu.... tulung eikeee.....”

“Tenang cong...” kataku membalas ucapannya tadi, “besok kita balik ke Jakarta yaa... kebetulan Rhea.. eh Mya juga mau ikut kok..”

“Eh dodol! Mau pulang naek apa? Naek onta apa?!” balas Emon sengit masih dari balik selimut.
“Elu tuh manggil guenya ganti mulu! Tadi setan, trus bencong sekarang dodol! Lu kira gue channel TV apa bisa lu ganti seenak udel lu?!”

“Ya abis otak lu pake dong! Pulang naek apa??”

“Apa sih maksud elu? Ya naek pesawat lah! Lu aja naek onta!”

“Eh setan!...”

“Nah balik lagi ke setan... “

“Bodo ah! Bergaul kenapa... cari info kenapa? Makanya jangan molor mulu! Tau gak lu... Kita gak bisa naek pesawat! Maskapai yang kita pake kemaren sekarang dah gak operasional! Cancel! Penerbangan dibatalkan! Hampir semua penerbangan close!!” kata Emon dengan kesal

Ebused, “Waduh.... trus gimana kita bisa pulang?!” tanyaku reflek. Ini pertanyaan bego, harusnya gak aku tanyakan ke Emon. Karena dia pasti menghujatku, wong dia kemari karena bingung pulang pake apa. Ini malah aku tanya lagi...

“Ini malah tanya balik! Waaaaaa.........”

Aku berdiri dengan bingung. Gak ngerti harus berbuat apa selain menyaksikan Emon yang menangis sejadi-jadinya di tengah gulungan selimut. Tiba-tiba ponselku berdering. Aha! Rhea! Aku segera menjawab panggilannya, “Rhea kamu dimana??”

“Mas kamu baek-baek aja? Kamu dimana?”

“Di hotel... ini gimana sih...”

“Iya mas.. situasi kacau. Ini ada pesan dari KBRI, semua WNI harap berkumpul di KBRI untuk menjaga keselamatan. Apa mas tahu jalan kesini?”

“Jalanan macet total depan hotel. Gimana aku bisa kesana?!”

“Iya... semua jalanan macet. Kalau bisa jalan kaki aja mas... ikutin maps di ponsel mas..

“Okay.... aku sama Emon segera kesana..”

“Bawa semua barang berharga mas... kita gak tahu situasi kedepannya gimana...”

“Iya.. thanks Rhea.. kamu udah di KBRI?”

“Udah... segera ya mas... aku tunggu..”

Aku menutup telepon dan segera mengemas barang, “Mon.. buruan ambil barang yey... kita segera ke KRBI sekarang... jangan yang berat-berat, ambil aja yang penting. Kita jalan kaki kesana. Gue pokoknya mau jalan cepet.. gue gak mau nungguin yey kalo yey jalannya pelan gara-gara bawa barang banyak...” kataku memberi intruksi. Ini sepertinya aku pun mulai panik, soalnya selama ini gak pernah ber yey-yey bahkan dengan Emon sekalipun.

“hah?! Jalan kaki?!”

“Ya kalo lu mau naek onta silahkan aja... cepetan! Gue tunggu di lobby 10 menit lagi!”

Emon segera meluncur keluar.

Aku menarik nafas panjang dan termenung. Aku pikir aku akan menikmati masa tuaku dengan tenang. Huff... untuk sesaat aku merasa lelah...

[Bersambung]
suryaassyauqie3
itkgid
namakuve
namakuve dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.