semua narasi ini adalah hasil introspeksi diri saya dalam menilai memahami meninggalkan kemanusiaan hanya demi sebuah eksistensi dimata sosial dan melupakan eksistensi dimata semesta dan sang pencipta.

Mari kita mulai, Sebenarnya saya hanya bingung dan aneh serta bertanya-tanya Kenapa ya ada sebagian orang Iya hanya sebagian, tidak semuanya.

Semenjak dia beragama dia merasa dirinya paling benar dan sibuk untuk menilai orang lain semenjak kita beragama kita merasa kita yang paling benar kita yang paling baik dan yang lain semuanya salah.



Lalu si agamis yang katanya baik ini dibantah dia akan mencoba mencari teori teori pembenaran yang dia kutip dari kitab-kitab masih mending kalau dari kitabnya Hai dan tidak salah interpretasi atau diajarkan langsung oleh Sang Guru terparah nya lagi Kadang keagamaanmu hanya diukur dari postingan Instagram agamis populer yang di-copy paste.

Ironinya lagi syukur kalau dia sibuk untuk menyalahkan agama lain sesama agama sendiri aja Masih pada ribut meleburkan tatacara lah meributkan ini dan itu Ironi bukan Sudah berapa kali isu agama menjadi masalah di negeri ini sepakat kan bener dong "rasa kemanusiaan kita semakin lama semakin binatang".

Apa nggak bisa gitu memasukkan agama ke wilayah kantong pribadi dimana dia hanya menjadi wilayah privat SMU dengan Sang Pencipta.

Kalau kamu percaya dosa ngapain sih Kamu nambah dosa dengan menjelekan kepercayaan orang lain, Oh di dunia ini kurang lebih ada 3000 agama atau kepercayaan yang benar yang mana.

Ntar aja pada saat kamu mati dan ketemu sang pencipta kamu bisa tanya dia langsung.

Mari kita berandai-andai ketika kamu menganut agama Aa lalu kamu mati dan bertemu dengan Sang Pencipta dan pencipta mengatakan Anda mau benar adalah agama B gimana perasaan sakit hati enggak.

Lalu yang membuat kamu menjadi seorang agamis yang baik dan benar itu apa value dan pengukurnya apa?

Lalu atas hak apa kamu berhak untuk menghakimi orang lain ini berkecamuk di kepala saya.

Kembali ke isu utama tujuan tulisan ini sebenarnya tidak lebih dari rasa lelah prihatin kasihan melihat identitas negeri ini yang makin hari makin kacau.

Saya miris melihat Kejawen Marapu Kaharingan sabulungan.

Dijadikan oleh Allah sebagai penyembah makhluk halus makhluk gaib penyembah bantu penyembah Dewa atau apapun itu seolah game akan sang pencipta hanya milik satu umat yang paling benar.

Logikanya begini loh dahulu uh negeri ini baik-baik saja tuh dengan kepercayaannya kita menguasai Asia Tenggara Siapa yang tidak kenal dengan Sriwijaya atau swarnadwipa atau Jawa Dwipa kebudayaan merupakan penanda peradaban suatu bangsa semakin beradab suatu bangsa.

Pasti kebudayaannya akan semakin tinggi Oleh sebab itu

Sebuah kebudayaan besar mustahil terlepas dari faktor kecerdasan dan kesadaran masyarakat suatu bangsa semakin buruk kesadaran suatu bangsa pasti akan berdampak pada kerusakan semesta dan lingkungan dan berbuntut pada hilangnya identitas Cara merubah cara pandang yang bukan perkara mudah.

Bayangkan saja dari kita lahir kita dicuci dengan hal yang sama jutaan kali miliaran kali batu saja hanya terkena tetesan air bisa bolong paham analogi saya agama dan kebudayaan itu tidak pernah salah Ingat tidak pernah salah yang salah adalah logika berpikirnya please makan makanan yang sehat dan mengandung multivitamin dan kurangi mengkonsumsi pupuk kandang itu.


Referensi: Opini pribadi
Sumber:1
Sumber: Google images


Trima kasih
Dan,Salam.bro