papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
Pelet Orang Banten





Assalamualaikum wr.wb.



Perkenalkan, aku adalah seorang suami yang saat kisah ini terjadi, tepat berusia 30 tahun. Aku berasal dari Jawa tengah, tepatnya disebuah desa kecil yang dikelilingi oleh perbukitan, yang masih termasuk kedalam wilayah kabupaten Purbalingga.

Aku, bekerja disebuah BUMN sebagai tenaga kerja outsourcing di pinggiran kota Jakarta.


Kemudian istriku, adalah seorang perempuan Sumatra berdarah Banten. Kedua orang tuanya asli Banten. Yang beberapa tahun kemudian, keduanya memutuskan untuk ber-transmigrasi ke tanah Andalas bagian selatan. Disanalah kemudian istriku lahir.

Istriku ini, sebut saja namanya Rara ( daripada sebut saja mawar, malah nantinya jadi cerita kriminal lagi emoticon-Leh Uga), bekerja disebuah pabrik kecil, di daerah kabupaten tangerang, sejak akhir tahun 2016. Istriku, karena sudah memiliki pengalaman bekerja disebuah pabrik besar di wilayah Serang banten, maka ia ditawari menduduki jabatan yang lumayan tinggi dipabrik tersebut.


Dan alhamdulillah, kami sudah memiliki seorang anak perempuan yang saat ini sudah berusia 8 tahun. Hanya saja, dikarenakan kami berdua sama-sama sibuk dalam bekerja, berangkat pagi pulang malam, jadi semenjak 2016 akhir, anak semata wayang kami ini, kami titipkan ditempat orang tuaku di Jawa sana.


Oya, sewaktu kejadian ini terjadi (dan sampai saat ini), kami tinggal disebuah kontrakan besar dan panjang. Ada sekitar 15 kontrakan disana. Letak kontrakan kami tidak terlalu jauh dari pabrik tempat istriku bekerja. Jadi, bila istriku berangkat, ia cukup berjalan kaki saja. Pun jika istirahat, istriku bisa pulang dan istirahat dirumah.


Oke, aku kira cukup untuk perkenalannya. Kini saatnya aku bercerita akan kejadian NYATA yang aku alami. Sebuah kejadian yang bukan saja hampir membuat rumah tangga kami berantakan, tapi juga nyaris merenggut nyawaku dan istriku !
emoticon-Takut

Aku bukannya ingin mengumbar aib rumah tanggaku, tapi aku berharap, agar para pembaca bisa untuk setidaknya mengambil hikmah dan pelajaran dari kisahku ini
emoticon-Shakehand2


*


Bismillahirrahmanirrahim



Senin pagi, tanggal 10 februari 2020.


Biasanya, jam 7 kurang sedikit, istriku pamit untuk berangkat bekerja. Tapi hari ini, ia mengambil cuti 2 hari ( Senin dan selasa ), dikarenakan ia hendak pergi ke Balaraja untuk melakukan interview kerja. Istriku mendapatkan penawaran kerja dari salah satu pabrik yang ada disana dan dengan gaji yang lebih besar dari gaji yang ia terima sekarang.


Karena hanya ada 1 motor, dan itu aku gunakan untuk kerja, ia memutuskan untuk naik ojek online saja.


Awalnya aku hendak mengantarnya
emoticon-Ngacir tapi jam interview dan jam aku berangkat kerja sama. Akhirnya, aku hanya bisa berpesan hati-hati saja kepadanya.


Pagi itu, kami sempat mengobrol dan berandai-andi jika nantinya istriku jadi untuk bekerja di balaraja.

"Kalau nanti bunda jadi kerja disana, gimana nanti pulang perginya ?" kataku agak malas. Karena memikirkan bagaimana aku harus antar jemput.

"Nanti bunda bisa bisa ajak 1 anak buah bunda dari pabrik lama, yah," jawab istriku, "nanti dia bunda ajak kerja disana bareng. Kebetulan rumah dia juga deket disini-sini juga."

Wajahku langsung cerah begitu tahu, kalau aku nantinya tidak terlalu repot untuk antar jemput.

"Siapa emang, bun?" tanyaku, "Diki?"

Diki adalah salah satu anak buah istriku dipabrik ini. Diki juga sudah kami anggap sebagai adik sendiri. Selain sesama orang lampung, juga karena kami sudah mengenal sifat anak muda itu.

"Bukan," jawab istriku.

Aku langsung memandang istriku dengan heran.

"Terus siapa?"

"Sukirman, yah. Dia anak buah bunda juga. Kerjanya bagus, makanya mau bunda ajak buat bantu bunda nanti disana."

"Kenapa bukan diki aja, bun?" tanyaku setengah menuntut.

Istriku menggelengkan kepalanya.

"Diki masih diperluin dipabrik bunda yang lama. Gak enak juga main asal ambil aja sama bos. Kalo kirman ini, dia emang anak buah bunda. Kasihan, yah. Dia disini gajinya harian. Mana dia anak udah 2 masih kecil-kecil lagi." Istriku menerangkan panjang lebar.

Aku akhirnya meng-iyakan perkataannya tersebut. Aku berfikir, "ah, yang penting aku gak susah. Gak capek bolak balik antar jemput. Lagian maksud istriku juga baik, membantu anak buahnya yang susah."

"Ya udah, bun. Asalkan jaga kepercayaan ayah ya sayang," aku akhirnya memilih untuk mempercayainya.


Jam 09:00 pas, aku berangkat kerja. Tak lupa aku berpamitan kepada istriku. Setelah itu aku berangkat dengan mengendarai sepeda motor berjenis matic miliku.


Waktu tempuh dari kontrakanku ketempat kerja sekitar 40-50 menit dengan jalan santai. Jadi ya seperti biasa, saat itu aku menarik gas motorku diantara kecepatan 50 km/jam.


Tapi tiba-tiba, saat aku sudah sampai disekitaran daerah Jatiuwung. Motorku tiba-tiba saja mati
emoticon-Cape deeehh


"Ya ampun, kenapa nih motor. Kok tau-tau mati," kataku dalam hati.


Aku lalu mendorong motorku kepinggir. Lalu aku coba menekan stater motor, hanya terdengar suara "cekiskiskiskis...," saja
emoticon-Ngakak


Gagal aku stater, aku coba lagi dengan cara diengkol. 


Motor aku standar 2. Lalu aku mulai mengengkol.


Terasa enteng tanpa ada angin balik ( ya pokoknya ngemposlah ) yang keluar dari motor.


"Ya elah, masa kumat lagi sih ini penyakit," ujarku mengetahui penyebab mati mendadaknya motorku ini.


Penyebabnya adalah los kompresi
emoticon-Cape d... Penyakit ini, memang dulu sering motorku alami. Tapi itu sudah lama sekali, kalau tidak salah ingat, motorku terakhir mengalami los kompresi adalah sekitar tahun 2017.


Lalu, entah mengapa. Aku tiba-tiba saja merasakan perubahan pada moodku. 


Yang awalnya baik-baik saja sedari berangkat, langsung berubah menjadi jelek begitu mengalami kejadian los kompresi ini.


Hanya saja, aku mencoba untuk bersabar dengan cara memilih langsung mendorong motorku mencari bengkel terdekat.


Selama mendorong motor ini, aku terus menerus ber-istighfar didalam hati. Soalnya, gak tau kenapa, timbul perasaan was-was dan pikiran-pikiran buruk yang terus melintas dibenak ini.


"Astaghfirullah...Astaghfirullah...semoga ini bukan pertanda buruk," kalimat itu terus kuulang-ulang didalam hati.


Alhamdulillah, tak lama kemudian, aku menemukan sebuah bengkel. Aku langsung menjelaskan permasalahan motorku.


Oleh si lay, aku disarankan untuk ganti busi. Aku sih oke-oke saja. Yang penting cepet beres. Karena aku tidak mau terlambat dalam bekerja.


"Bang, motornya nanti lubang businya aku taruh oli sedikit ya," kata si lay itu padaku. Lalu lanjutnya, "nanti agak ngebul sedikit. Tapi tenang aja, bang. Itu cuman karena olinya aja kok. Nanti juga ilang sendiri."


"Atur aja bang," kataku cepat.


Sekitar 5 menit motorku diperbaiki olehnya. Dan benar saja, motorku memang langsung menyala, tapi kulihat ada asap yang keluar dari knalpot motorku.


"Nanti jangan kau gas kencang dulu, bang," katanya.


"Oke,"


Setelah membayar biaya ganti busi dan lainnya. Aku langsung melanjutkan perjalananku.


Aku sampai dikantor telat 5 menit. Yakni jam 10:05. Jam operasional kantorku sudah buka. Aku langsung menjelaskan penyebab keterlambatanku kepada atasanku. Syukurnya, merek mengerti akan penjelasan ku. Hanya saja, kalau nanti ada apa-apa lagi, aku dimintanya untuk memberikan kabar lewat telepon atau WA.


Aku lalu, mulai bekerja seperti biasa lagi.


Jam menunjukan pukul 12:00 wib.


Itu adalah jam istirahat pabrik istriku. Aku lalu menulis chat untuknya. Contreng 2, tapi tak kunjung dibacanya. Aku lalu berinisiatif untuk menelponnya. Berdering, tapi tak diangkat juga.


"Kemana ini orang....," kataku agak kesal.


"Ya udahlah, nanti juga ngabarin balik," ujarku menghibur diri.


Jam 13:30 siang, disaat aku hendak melaksanak ibadah solat Dzuhur. HPku berdering. 


Kulihat disana tidak tertera nama, hanya nomer telpon saja.


"Nomer siapa nih," desisku.


Awalnya aku malas untuk mengangkatnya.


Tapi sekali lagi nomer itu meneleponku.


Dan, entah kenapa jantungku tiba-tiba saja berdetak lebih cepat. Hatiku langsung merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan akan aku dapatkan, bila aku mengangkat telpon ini.


Dengan berdebar, aku lalu menekan tombol hijau di HPku.


"Halo, Assalamualaikum...," jawabku.


"Halo, waalaikumsalam...," kata si penelpon.


"Maaf, ini siapa ya ?" tanyaku.


"Ini saya, mas. Sumarno," jawabnya.


"Oh, mas Sumarno," kataku.


Sumarno adalah laki-laki yang diserahi tanggung jawab untuk mengawasi dan mengurus kontrakan tempatku tinggal.


"Ada apa ya, mas ?" tanyaku dengan jantung berdebar-debar.


"Maaf mas sebelumnya," jawab mas Sumarno.


Aku menunggu kelanjutan kalimat mas Sumarno ini dengan tidak sabar.


Lalu, penjaga kontrakan kami ini melanjutkan ucapannya. Ucapan yang membuat lututku lemas, tubuhku menggigil hebat. Sebuah ucapan yang rasanya tidak akan terjadi selama aku mengenal istriku. Dari sejak kami berpacaran sampai akhirnya kami menikah.


Mas Sumarno berkata, "Mbak Rara berduaan sama laki-laki didalam kontrakan sekarang. Dan pintu dikunci dari dalam."



***



Part 1

Pelet Orang Banten




Quote:




Part 2

Teror Alam Ghaib


Quote:




Terima kasih kepada agan zafin atas bantuannya, dan terutama kepada para pembaca thread ini yang sudah sudi untuk mampir dilapak saya

emoticon-Nyepi






*


Silahkan mampir juga dicerita saya yang lainnya


Diubah oleh papahmuda099 04-04-2024 21:27
ridom203
sampeuk
bebyzha
bebyzha dan 248 lainnya memberi reputasi
235
320.3K
3.1K
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Tampilkan semua post
papahmuda099Avatar border
TS
papahmuda099
#749
Indramayu bag.2

Isi Peti







Mendengar ucapan kakek aku merasa lega. Pun begitu dengan wajah bapak itu terlihat dari raut wajahnya yang tersenyum senang.


Kakek lalu mengangsurkan kembali peti itu kepada bapak.


Oleh bapak peti itu diterima, lalu dengan mengucap bismillah bapak membuka kotak itu.


"Wusss...,"


Begitu peti kayu itu dibuka, aku bisa merasakan hawa dingin dan panas yang silih berganti keluar. Dan itu membuat bulu kudukku berdiri.
emoticon-Takut


Meskipun aku tak bisa melihat, tapi entah kenapa aku bisa merasakan kan bahwa banyak sekali sosok yang tak kasat mata yang berdiri mengelilingi kami berlima.


tapi kemudian kulihat kakek memberikan isyarat kepada bapak agar bapak menutup kembali peti kayu itu.


"Jangan di sini, nang. Kita pindah ke dalam saja," ujar kakek.


"Iya, pak," jawab bapak.


Oleh bapak kotak itu ditutup.


Dan anehnya, semua rasa merinding yang kurasakan ikut menghilang.
emoticon-Bingung


Istriku dan nenek segera membereskan tempat di mana tadi kami duduk di teras. Karena kami akan pindah ke ruangan dalam.


Setelah kami berlima pindah ke ruang dalam, kembali kami berlima mengelilingi peti itu.


Sebelum membuka, bapak terlebih dahulu meminta izin kepada kakek dan nenekku.


Kedua orang itu mengangguk.


Kembali dengan mengucapan bismillah, berapa membuka kotak itu perlahan-lahan. 


"Wusss...,"


Kembali perasaan merinding kurasakan. Ruang tamu di rumah kakek seperti penuh dengan orang-orang yang tak kasat mata.


Kucoba untuk melirik kearah istriku, ternyata dia juga mungkin merasakan apa yang kurasakan. Itu terlihat dari raut wajahnya yang menegang.


Aku menggenggam erat tangannya, menunjukkan bahwa aku ada di sampingnya.


Istriku menoleh ke arahku dan ia tersenyum. Meskipun senyumannya seperti senyuman orang yang terpaksa.


Aku juga melirik kearah kakek dan nenek, kulihat mereka berdua tampak biasa-biasa saja. Tidak seperti aku dan istriku yang tegang dengan suasana ini.


Lalu terakhir aku melihat ke arah bapak, bapak ternyata tengah tersenyum senang. Seperti anak kecil yang menemukan mainannya kembali.


Aku yang penasaran dengan isi dari peti itu mencoba melongok ke arah peti.


"Loh, kosong," desisku.
emoticon-Bingung


Iya memang benar. Ternyata tidak ada apapun di dalam peti itu. 


Padahal aku pikir, aku akan melihat barang-barang pusaka milik bapak. akan tetapi nyatanya tidak ada satupun barang yang ada di kotak itu.


Jadi kenapa bapak bisa senang itu?


Tapi kemudian aku langsung berpikir, bahwa barang-barang itu sebenarnya ada. Akan tetapi diselubungi oleh hal gaib, sehingga tidak bisa dipandang oleh mata telanjang. Jadi hanya orang-orang yang memiliki ilmu ilmu tertentu saja lah yang bisa melihatnya.


Berpikiran sampai di situ aku lalu mengangguk-anggukan kepala. Karena teori yang baru saja terpikir memang masuk akal.


Aku akhirnya memilih duduk diam sambil memperhatikan keadaan. Tetapi hawa dingin dan panas yang terus-menerus saling berganti-gantian membuatku merasa kurang nyaman.


Setelah bapak memperhatikan seluruh isi kotak itu, yang di mataku tidak ada, bapak lalu menutup kembali kotak peti itu.


Bapak seperti bisa mendengarkan isi hatiku. Karena itu bapak melihat ke arahku dan berkata.


"Kamu bisa nggak lihat isi kotak ini?"


Aku menggelengkan kepala.


Bapak lalu beralih memandang istriku.


"Kalau kamu, neng. Bisa nggak lihat isi kotak ini?"


"Sedikit, nggak bisa semuanya pak," jawaban istriku membuatku terkejut.


"Keturunan orang Banten...," Kataku dalam hati.
emoticon-Sorry


Dari sini aku sedikit menyesal dengan kebodohanku. Karena dahulu saat aku masih SMA, bapak sempat ingin menurunkan ilmu ilmunya kepadaku. Tapi aku menolaknya. Karena aku pikir waktu itu, ilmu itu tidak bermanfaat bagi ku sama sekali. Hanya penderitaan lah yang kurasakan karena orang tuaku memiliki ilmu tersebut.


Tapi kini aku sungguh merutuki kenaifan waktu itu. Ternyata ilmu-ilmu itu berguna di saat-saat kita membutuhkannya.


"Apa yang neng lihat di dalam peti?" Tanya bapak.


"Sesuatu seperti wayang kulit, tapi bukan dari kulit. Soalnya yang Rara lihat wayang itu seperti keras, gak fleksibel kaya wayang dari kulit, pak. Mungkin terbuat dari kayu," jawab istriku sedikit ragu dengan jawabannya.


Bapak mengangguk-angguk sambil tangannya terus mengelus-elus peti itu.


"Benar, memang ada dua buah wayang didalam kotak ini. Kedua wayang itulah senjata andalan bapak jaman dulu. Keduanya terbuat dari kayu jati. Namanya adalah wayang Hanoman dan wayang Rahwana. Perlambang kebaikan dan kejahatan," kata bapak sedikit menyombongkan diri.
emoticon-Cape deeehh

mulustrasi kayu jati yang dibuat wayang



"Dan kenapa kamu tidak bisa melihat isi dalam kotak ini," kata bapak sambil melihat ke arahku, "itu karena memang sengaja bapak lakukan, supaya jika nanti ada orang lain yang menemukan kotak ini, mereka tidak bisa menemukan apa-apa di dalamnya. Sebelum bapak kubur, bapak meminta tolong kepada guru bapak supaya menyamarkannya dan memindahkannya ke alam gaib. Sehingga hanya orang-orang tertentu lah yang bisa melihat isi kotak ini. Dan itu pun hanya sekilas saja. Juga tidak memiliki wujud kasar yang bisa dipegang."


Aku mengerti dan menganggukkan kepala.


Berapa lalu menoleh kearah kakek, salah meminta nasehat.


Kakek yang paham segera berkata.


"Kalau begitu, sebaiknya kamu besok pergi ke Cirebon ke tempat guru kamu, Nang. Mudah-mudahan beliau masih sehat. Karena sudah hampir 3 tahun ini ini bapak tidak pernah sambung rasa lagi dengannya."


Bapak mengangguk.


Kembali kakek berkata, "besok kamu pergi saja sama anakmu naik motor bapak. Biarlah menantumu itu di rumah saja. Bantu-bantu emakmu di rumah, sekalian mau diajak keliling untuk kenalan sama saudara-saudara kamu di sini. Gimana?"


Istriku menganggukan kepalanya.


"Ya sudah kalau gitu, sekarang kalian semua istirahat. Biar besok segar, ya," kata nenek.


Bapak lalu membereskan kotaknya dan membawanya ke kamar yang biasa bapak tempati.


Istriku membantu nenek membereskan ruang tamu yang baru saja kami gunakan.


Sedangkan kakek melangkah keluar. Aku aku segera menemui kakek.


"Kek," siapaku.


"Ada apa, cu?" Banyak kakek melihatku menyusulnya.


"Mamang Jum kemana?" Tanyaku kepada kakek perihal keberadaan pamanku, yang adalah adik bungsu dari bapak. Mamang Jum ini usianya hampir sebayaku dan memang sengaja diplot oleh bapak untuk tetap tinggal menemani kakek dan nenek di kampung.


Sebelum menjawab pertanyaanku kakek menarik dan menghembuskan nafas panjang terlebih dahulu.


"Nggak tahu, cu. Paling nanti juga pulang pas tengah malam, kalau nggak subuh," jawab kakek.


"Kerja atau gimana, kek?" Tanyaku penasaran dengan kegiatan pamanku itu.


Kakek hanya mengangkat bahunya saja.


"Kakak juga nggak tahu, apa yang mamang kamu lakukan. Disuruh bantu kakek di sawah, nggak mau. Disuruh kerja yang di dekat sini, nggak mau juga. Hehhh....," Kata kakek sambil menghembuskan nafas.


Kemudian kakek terdiam sambil memandang ke arah pohon mangga yang ada di depan kami.


Akupun mengikuti perbuatan kakek. Aku memandang pohon itu lekat-lekat, di kegelapan malam pohon itu seperti makhluk hitam tinggi besar yang berdiri dihadapanku. Ujung daun-daunnya yang bergoyang-goyang ditiup angin malam, seperti melambai-lambai, seperti mengajakku untuk mendekatinya.


Aku yang mulai merinding segera mengalihkan pandangan ke tempat dimana tadi aku dan bapak membongkar tanah untuk mencari peti.


Pandanganku kualihkan kembali ke langit, memandang bintang bintang dan bulan yang bersinar di atas sana.


Aku sesekali mendesah, membayangkan kehidupan normalku rusak gara-gara tingkah laku orang-orang yang tidak tahu diri. Orang-orang yang mengganggu kehidupan keluarga orang lain demi memuaskan hasrat pribadi mereka tanpa memperdulikan akibat dari perbuatan mereka.


Tiba-tiba aku mendengar suara nenek memanggil namaku dan kakek. Ternyata nenek menyuruhku dan kakek untuk masuk ke dalam.


"Sudah malam Nang, nanti kamu sakit. Kakek juga nih, udah tua juga bandel aja dibilangin. Nanti kalau sakit, nenek juga yang repot," kata nenek memarahi aku dan kakek.


Kakek hanya tertawa.


Aku sendiri tersenyum sambil kemudian memeluk nenek. Ingin rasanya aku memelukmu erat kedua orang ini. Orang-orang yang dulu sempat pengasuhku sewaktu aku bersekolah di sini.


Di ruang tamu, ternyata sudah disiapkan tikar pandan.

mulustrasi bree



Aku memandang nenek.


Nenek hanya tersenyum sambil berkata.


"Malam ini kita semua akan tidur di ruang tamu."


"Loh kenapa nggak di kamar aja, nek? Kalau saya sih enggak masalah, tapi kakek dan nenek ini loh. Nanti masuk angin," kataku.


"Udah ikutin aja kata nenek," kata bapak yang baru keluar dari kamar sambil membawa selimut, "Nanti kamu juga tahu kenapa nenek berbuat seperti itu."


aku yang masih sedikit keheranan akhirnya tak bisa berbuat apa-apa lagi.


Sekitar pukul 11 malam, kami berlima pun berbaring diatas tikar pandan.


Istriku berada di tengah-tengah, diapit oleh kakek dan nenek. Sedangkan aku dan bapak tidur di pinggir. Aku di samping kakek dan bapak di samping nenek.


Sebelum tidur, nenek terlebih dahulu meminta tolong kepada bapak untuk menelpon adik bungsunya agar malam ini tidak usah pulang. 


"Nang, bilangin sama Jum. Pulangnya besok pagi aja," kata nenek.


Bapak pun segera menelpon adik bungsunya. Namun setelah dicoba beberapa kali teleponnya tidak diangkat-angkat juga. Sehingga bapak memutuskan untuk mengirimkan pesan kepadanya.


Setelah itu keadaan menjadi sunyi. Apalagi begitu lampu ruang tamu dimatikan. Keadaan menjadi remang-remang. Aku yang selalu kepikiran dengan semua keadaanku menjadi susah tidur. Apalagi begitu perkataan bapak terngiang kembali olehku.


"Nanti kamu juga tahu kenapa nenek berbuat seperti itu," 


Kata-kata bapak itu semakin terasa ada kejanggalan begitu aku menghubungkannya dengan kemampuan nenek yang memiliki ilmu "weruh sakdurunge winarah."


"Akh... Pasti akan terjadi sesuatu malam ini. Sehingga nenek menyuruh kami semua untuk tidur di ruang tamu. Apalagi dengan menggunakan tikar bukan kasur," kataku dalam hati.


"Tik...tok...tik...tok,"


Bunyi suara jarum jam yang berada di ruang tamu terasa begitu nyaring kudengar di tengah keheningan malam ini.


Samar-samar aku bisa mendengar pakai yang sedikit mendengkur disampingku. Pun begitu dengan bapak yang di sisi lainnya.


"Mungkin hanya aku yang masih belum bisa tidur," ujarku dalam hati.


Malam itu entah kenapa apa aku merasa sangat gelisah. Aku berguling ke sana ke sini mencari posisi tidur yang enak. Miring ke kiri, kekanan, tengkurap, telentang, semuanya salah. Aku sungguh sangat gelisah.


Di dalam keremangan malam, aku membuka mataku dan memperhatikan jarum jam di dinding.


"Edan, sudah mau jam satu malam aja," gerutuku dalam hati.


Aku memejamkan mata, tapi semakin kupaksa untuk terpejam rasa kantukku semakin menjauh. Sehingga aku benar-benar tidak mengantuk sama sekali. 


Apalagi suara cicak yang kudengar malam itu, mereka bersuara dengan nyaring dan berisik.


"Ckckck....ckckckck...,"


"Tik...tok...tik...tok,"


Suara cicak dan suara jam di dinding kurasakan sangat berirama.


Kini, dalam keadaan telentang aku membuka mataku lebar-lebar menatap ke arah langit-langit rumah nenek.


Sambil berpikir kesana kesini, aku juga memperhatikan plafon rumah nenek yang sudah mulai rusak di sana-sini.


"Hem..., Sebelum pulang nanti aku harus bilang sama bapak untuk membetulkan plafon rumah nenek," pikirku.


Di saat aku sedang sibuk memperhatikan semua kerusakan plafon rumah nenek, tiba-tiba saja mataku melihat sesuatu yang sangat mendebarkan.


Ya...


Ditengah keheningan dan keremangan malam, aku melihat sesuatu yang yang sangat aneh dan cukup untuk membuat jantungku berdebar-debar.


Dari arah atas plafon, tiba-tiba saja muncul seberkas cahaya merah yang turun tepat di atas kami berlima.

mulustrasi lageee



Mataku yang memang sedari tadi terbuka makin terbuka lebar. Dengan jelas aku bisa melihat cahaya merah itu turun dari atas plafon dan melayang mendekati kami.


Seketika aku hampir saja berteriak.


Namun, saat urat-urat ku di leher sudah menegang dan bersiap untuk mengeluarkan suara kencang. 


Tiba-tiba saja tubuhku merasakan sebuah sentuhan yang ternyata itu berasal dari tangan kakek.


Dengan sentuhan tangannya kakek memberiku isyarat untuk diam dan memperhatikan saja cahaya merah itu.


Aku menuruti nih syarat kakek yang entah bagaimana bisa aku pahami.


Aku terdiam dengan mata yang sedikit kupejamkan. Karena saat aku melihat kakek, beliaupun memejamkan matanya seperti orang yang tertidur.


Kuperhatikan saja cahaya merah itu.


Mula-mula, cahaya merah itu mengitari kami berlima. Jaraknya mungkin sekitar 1 meter dari kami.


Setelah cahaya merah itu memutari kami berlima, cahaya merah itu naik lagi ke atas sampai hampir menyentuh atap plafon rumah.


Dan tiba-tiba, cahaya merah itu menghujam ke bawah tepat ke arah istriku berada.


"Wusss...,'


Aku yang memperhatikan dengan mata sedikit terpejam langsung melotot dan hampir bergerak bangun. Namun lagi-lagi tangan kakek menahan gerakan tubuhku.


Aku yang khawatir dengan keadaan istriku dengan terpaksa menahan diri.


aku bisa melihat dengan jelas, ketika cahaya merah yang sedikit lagi mengenai perut istriku, kembali melesat ke arah atas dan berhenti tempat di dekat plafon.


Tak lama kemudian, kejadian itu terulang kembali.


Cahaya merah itu melesat dengan cepat ke arah perut istriku. Namun kembali gagal. Sekitar 5 senti lagi cahaya itu akan menabrak perut istriku, merah itu malah kembali ke atas. Begitu terus berulang-ulang sampai kuhitung ada 10 kali.


Setelah gagal dan gagal, cahaya merah itu kembali melesat ke atas dan menembus atap plafon.


Keringat dingin mengucur deras dari seluruh tubuhku. Jantungku seperti dipompa melihat kejadian barusan.


Aku ingin bangun tapi tangan kakek masih terus menekan ku. Tapi tak selang berapa lama, tangan kakek yang menekan ku terlepas. 


Aku segera terduduk dan langsung memperhatikan dengan cermat seluruh tubuh istriku.


Tapi aku semakin kaget setelah aku melihat kakek, nenek, dan bapak ikut bangun dari tidurnya.


Mereka bertiga tersenyum ke arahku.


Aku sendiri hanya bisa terdiam sambil melihat ke arah mereka bertiga berganti-ganti.


"Ada apa sebenarnya ini, kek?"







***
Diubah oleh papahmuda099 21-08-2020 06:52
redrices
sulkhan1981
dewiyulli07
dewiyulli07 dan 56 lainnya memberi reputasi
57
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.