- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#240
Jilid 8 [Part 176]
Spoiler for :
DEMIKIANLAH, tidak sampai dua pekan, padi telah masak.
Tetapi demikian orang pergi menuai, demikian Manahan dan Bagus Handaka mulai minta diri kepada tetangga-tetangganya, bahwa ia tidak dapat tinggal lebih lama lagi di pedukuhan itu.
Tentu saja, hal itu sangat mengejutkan mereka, yang mengira bahwa Manahan dan anaknya akan tetap tinggal bersama mereka sampai hari tuanya.
Meskipun kata-kata itu diucapkan dalam nada yang kasar seperti tubuhnya, namun sebenarnya itu adalah suatu pernyataan yang jujur dari rasa persahabatannya.
Hampir semua orang yang mendengar, mengerutkan dahinya. Mereka merasa aneh bahwa seseorang sampai kehilangan bapaknya. Tetapi meskipun demikian ternyata mereka tidak berhasil mencegah. Manahan serta Bagus Handaka pergi meninggalkan mereka. Banyak pula kawan-kawan Handaka yang menjadi kecewa karena kepergiannya.
Maka dengan rendah hati Manahan menyerahkan seluruh hasil panennya kepada para tetangganya, dan dengan hati yang agak berat pula, setelah bergaul hampir tiga tahun dengan para nelayan yang kasar namun berhati bersih, ia terpaksa meninggalkan mereka. Suatu hal yang terpaksa berulang kali dialaminya. Menetap di suatu tempat dan kemudian meninggalkannya, dan kembali ia harus berjalan menyusur jalan-jalan pedukuhan, hutan dan lereng-lereng gunung serta lembah-lembah yang hijau padat.
Tetapi kali ini Manahan tidak membawa muridnya menyembunyikan diri, tetapi bahkan sebaliknya. Mereka berusaha mendekati Banyubiru untuk mengambil ancang-ancang atas perjuangan yang bakal dilakukan. Mereka harus lebih dahulu mengetahui seluk-beluk daerah itu dan mengetahui tanggapan rakyatnya terhadap pimpinan daerah yang sebenarnya tidak berhak sama sekali itu.
Dengan Kyai Bancak, tanda kebesaran Banyubiru yang berwujud sebuah ujung tombak, di pinggangnya, setelah dilepas dari tangkainya, Bagus Handaka berjalan dengan tegapnya menuju ke arah selatan. Manahan yang berjalan di belakangnya memandangi anak itu dengan bangga. Ia mengharap agar Bagus Handaka benar-benar dapat menjadi seorang anak yang kuat dan berhati mulia seperti harapan ayahnya.
Tetapi dengan demikian Manahan jadi teringat kepada Gajah Sora. Apakah kira-kira yang terjadi atasnya? Namun ia percaya bahwa Gajah Alit dan Paningron dapat membantu kesulitannya. Setidak-tidaknya memperingan tuduhan yang ditimpakan atasnya.
Perjalanan Manahan dan Handaka kemudian sampai pada daerah hutan dan kemudian mereka harus menyusur kaki gunung Slamet, membelok kearah timur.
Demikianlah dari hari ke hari mereka selalu berjalan tanpa henti-hentinya. Ternyata kekuatan jasmaniah Bagus Handaka cukup memuaskan. Ia sama sekali tetap segar dan lincah. Disamping itu selama perjalanan mereka, masih sempat juga Manahan memberikan tambahan pengetahuan kepada muridnya. Dan bahkan karena kecerdasan Bagus Handaka, maka dapatlah ia menemukan unsur-unsur gerak yang bagus, yang ditirunya dari gerak-gerak binatang buas.
Dengan tuntunan gurunya, Bagus Handaka yang hampir menghabiskan waktunya selama perjalanan itu dengan memperhatikan gerak-gerik kera-kera yang berloncatan dari dahan ke dahan, maka kemudian ia berhasil menirukan beberapa bagian, yang dapat dileburnya ke dalam unsur-unsur gerak yang telah dimilikinya.
Handaka juga senang sekali memperhatikan perkelahian antar binatang. Dari binatang yang paling buas sampai binatang yang paling lemah. Diperhatikannya pula, bagaimana seekor kancil berhasil melepaskan diri dari terkaman serigala-serigala yang buas, dan bagaimana seekor banteng dengan tangguhnya menanti serangan seekor harimau dan kemudian dengan tanduk-tanduknya yang tajam membinasakannya.
Dengan demikian Bagus Handaka mendapatkan berbagai macam pengetahuan dari alam. Manahan sendiri sebenarnya kagum atas ketangkasan otak muridnya, maka ia menjadi semakin bangga bahwa tidak sia-sialah ia menuntun anak itu.
Karena itu, Manahan selalu memberinya petunjuk-petunjuk atas kemungkinan kemungkinan yang dapat dimanfaatkan dari setiap gerak yang dilihatnya. Kecuali gerak-gerak binatang, juga gerak-gerak dari benda-benda yang lain, seperti angin pusaran, air bah dan bahkan kelincahan gerak nyala api.
DI sepanjang perjalanan itu, tidak sedikitlah pengetahuan yang ditangkap oleh Handaka. Dan karena itu pula ia sama sekali tidak merasakan suatu kejemuan atau keletihan selama ia bersama-sama dengan gurunya menyusuri jalan-jalan hutan yang lebat dan sulit.
Setelah meninggalkan lembah kaki gunung Slamet, mereka mulai dengan perjalanan yang tidak kalah sulitnya. Mereka menyusur tebing pegunungan Prau, setelah melampaui beberapa pedukuhan yang tak berarti.
Tetapi meskipun mereka sama sekali tidak mengenal letih, namun kadang-kadang mereka terpaksa berhenti pula untuk beberapa lama di suatu tempat. Kadang-kadang sampai satu dua bulan, kadang-kadang malahan lebih. Setelah itu kembali mereka meneruskan perjalanan mereka sambil berbuat bermacam-macam kebajikan.
Di tempat-tempat yang pernah dilewati oleh mereka itu, banyaklah hal-hal yang ditinggalkannya. Pemberitahuan tentang banyak hal. Tentang pertanian dan sebagainya.
Karena itu mereka selalu meninggalkan kesan yang baik, sehingga nama Manahan dan Bagus Handaka menjadi banyak dikenal orang.
Pada suatu kali mereka memasuki sebuah pedukuhan yang sepi di ujung hutan. Penduduknya yang menamakan pedukuhannya itu Gedangan, terdiri dari petani-petani yang menggarap sawah dengan cara yang sederhana sekali. Mereka masih belum begitu menaruh perhatian kepada saluran-saluran air. Untunglah bahwa tanah mereka adalah tanah yang subur, sehingga meskipun dengan cara-cara yang sangat sederhana, hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan.
Berbeda dengan pengalaman-pengalaman mereka, Manahan dan Bagus Handaka ketika memasuki pedukuhan itu, mengalami penerimaan yang aneh. Hampir setiap mata memandang mereka dengan penuh kecurigaan. Manahan dan Handaka merasakan keasingan penerimaan itu. Karena itu mereka bersikap hati-hati dan berusaha untuk tidak menyinggung perasaan mereka.
Kepada salah seorang dari para petani yang sedang berdiri di pematang, Manahan bertanya dengan hormatnya,
Orang itu tidak segera menjawab. Tetapi sekali dua kali ia melemparkan pandangannya kepada beberapa orang yang bertebaran menggarap sawah di sekitarnya.
Baru setelah beberapa saat ia menjawab,
Kembali orang itu ragu-ragu dan kembali ia menebarkan pandangannya kepada orang-orang yang sedang menggarap sawah di sekitarnya. Tiba-tiba ia menunjuk pada salah seorang daripadanya sambil berkata,
Manahan menoleh menurut arah tangan orang itu. Dilihatnya di sudut desa berdiri seorang yang bertubuh pendek kokoh dengan urat-urat yang menonjol. Namun matanya membayangkan kejernihan hatinya.
Setelah mengucapkan terimakasih, segera Manahan dan Handaka berjalan ke arah orang bertubuh pendek itu. Dan kemudian dengan hormatnya Manahan bertanya,
Tiba-tiba saja setelah mengalami peristiwa itu, timbullah keinginan Manahan untuk mengetahui lebih banyak hal lagi. Karena itu timbul pula keinginan untuk bermalam.
Maka kemudian kata Manahan,
Manahan mengangguk perlahan-lahan. Ia menjadi semakin ingin untuk mengetahui lebih banyak lagi. Karena itu katanya,
Orang yang bertubuh pendek serta bermata jernih itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian setelah berpikir sejenak ia menjawab,
Tetapi demikian orang pergi menuai, demikian Manahan dan Bagus Handaka mulai minta diri kepada tetangga-tetangganya, bahwa ia tidak dapat tinggal lebih lama lagi di pedukuhan itu.
Tentu saja, hal itu sangat mengejutkan mereka, yang mengira bahwa Manahan dan anaknya akan tetap tinggal bersama mereka sampai hari tuanya.
Quote:
"He…, kau mau kemana lagi Manahan?" tanya salah seorang dari mereka yang bertubuh pendek, kasar dan berambut tegak.
"Kami telah menerima kau dengan baik, tetapi kau agaknya tidak betah tinggal di pantai."
"Kami telah menerima kau dengan baik, tetapi kau agaknya tidak betah tinggal di pantai."
Meskipun kata-kata itu diucapkan dalam nada yang kasar seperti tubuhnya, namun sebenarnya itu adalah suatu pernyataan yang jujur dari rasa persahabatannya.
Quote:
"Maafkan Kakang," jawab Manahan.
"Aku terpaksa meninggalkan kalian karena aku masih mempunyai pekerjaan yang lain."
"Apa yang harus kau kerjakan?" tanya yang lain, seorang nelayan yang kurus dan berkumis tipis.
"Aku masih harus mencari bapakku," jawab Manahan berbohong.
Orang yang kurus dan berkumis tipis itu mengerutkan keningnya, lalu sambungnya,
"Kemana bapakmu pergi…?"
Manahan menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu yang aku tidak tahu. Karena itu aku harus mengelilingi seluruh pulau untuk menemukannya."
"Aku terpaksa meninggalkan kalian karena aku masih mempunyai pekerjaan yang lain."
"Apa yang harus kau kerjakan?" tanya yang lain, seorang nelayan yang kurus dan berkumis tipis.
"Aku masih harus mencari bapakku," jawab Manahan berbohong.
Orang yang kurus dan berkumis tipis itu mengerutkan keningnya, lalu sambungnya,
"Kemana bapakmu pergi…?"
Manahan menggeleng-gelengkan kepala.
"Itu yang aku tidak tahu. Karena itu aku harus mengelilingi seluruh pulau untuk menemukannya."
Hampir semua orang yang mendengar, mengerutkan dahinya. Mereka merasa aneh bahwa seseorang sampai kehilangan bapaknya. Tetapi meskipun demikian ternyata mereka tidak berhasil mencegah. Manahan serta Bagus Handaka pergi meninggalkan mereka. Banyak pula kawan-kawan Handaka yang menjadi kecewa karena kepergiannya.
Maka dengan rendah hati Manahan menyerahkan seluruh hasil panennya kepada para tetangganya, dan dengan hati yang agak berat pula, setelah bergaul hampir tiga tahun dengan para nelayan yang kasar namun berhati bersih, ia terpaksa meninggalkan mereka. Suatu hal yang terpaksa berulang kali dialaminya. Menetap di suatu tempat dan kemudian meninggalkannya, dan kembali ia harus berjalan menyusur jalan-jalan pedukuhan, hutan dan lereng-lereng gunung serta lembah-lembah yang hijau padat.
Tetapi kali ini Manahan tidak membawa muridnya menyembunyikan diri, tetapi bahkan sebaliknya. Mereka berusaha mendekati Banyubiru untuk mengambil ancang-ancang atas perjuangan yang bakal dilakukan. Mereka harus lebih dahulu mengetahui seluk-beluk daerah itu dan mengetahui tanggapan rakyatnya terhadap pimpinan daerah yang sebenarnya tidak berhak sama sekali itu.
Dengan Kyai Bancak, tanda kebesaran Banyubiru yang berwujud sebuah ujung tombak, di pinggangnya, setelah dilepas dari tangkainya, Bagus Handaka berjalan dengan tegapnya menuju ke arah selatan. Manahan yang berjalan di belakangnya memandangi anak itu dengan bangga. Ia mengharap agar Bagus Handaka benar-benar dapat menjadi seorang anak yang kuat dan berhati mulia seperti harapan ayahnya.
Tetapi dengan demikian Manahan jadi teringat kepada Gajah Sora. Apakah kira-kira yang terjadi atasnya? Namun ia percaya bahwa Gajah Alit dan Paningron dapat membantu kesulitannya. Setidak-tidaknya memperingan tuduhan yang ditimpakan atasnya.
Perjalanan Manahan dan Handaka kemudian sampai pada daerah hutan dan kemudian mereka harus menyusur kaki gunung Slamet, membelok kearah timur.
Demikianlah dari hari ke hari mereka selalu berjalan tanpa henti-hentinya. Ternyata kekuatan jasmaniah Bagus Handaka cukup memuaskan. Ia sama sekali tetap segar dan lincah. Disamping itu selama perjalanan mereka, masih sempat juga Manahan memberikan tambahan pengetahuan kepada muridnya. Dan bahkan karena kecerdasan Bagus Handaka, maka dapatlah ia menemukan unsur-unsur gerak yang bagus, yang ditirunya dari gerak-gerak binatang buas.
Dengan tuntunan gurunya, Bagus Handaka yang hampir menghabiskan waktunya selama perjalanan itu dengan memperhatikan gerak-gerik kera-kera yang berloncatan dari dahan ke dahan, maka kemudian ia berhasil menirukan beberapa bagian, yang dapat dileburnya ke dalam unsur-unsur gerak yang telah dimilikinya.
Handaka juga senang sekali memperhatikan perkelahian antar binatang. Dari binatang yang paling buas sampai binatang yang paling lemah. Diperhatikannya pula, bagaimana seekor kancil berhasil melepaskan diri dari terkaman serigala-serigala yang buas, dan bagaimana seekor banteng dengan tangguhnya menanti serangan seekor harimau dan kemudian dengan tanduk-tanduknya yang tajam membinasakannya.
Dengan demikian Bagus Handaka mendapatkan berbagai macam pengetahuan dari alam. Manahan sendiri sebenarnya kagum atas ketangkasan otak muridnya, maka ia menjadi semakin bangga bahwa tidak sia-sialah ia menuntun anak itu.
Karena itu, Manahan selalu memberinya petunjuk-petunjuk atas kemungkinan kemungkinan yang dapat dimanfaatkan dari setiap gerak yang dilihatnya. Kecuali gerak-gerak binatang, juga gerak-gerak dari benda-benda yang lain, seperti angin pusaran, air bah dan bahkan kelincahan gerak nyala api.
DI sepanjang perjalanan itu, tidak sedikitlah pengetahuan yang ditangkap oleh Handaka. Dan karena itu pula ia sama sekali tidak merasakan suatu kejemuan atau keletihan selama ia bersama-sama dengan gurunya menyusuri jalan-jalan hutan yang lebat dan sulit.
Setelah meninggalkan lembah kaki gunung Slamet, mereka mulai dengan perjalanan yang tidak kalah sulitnya. Mereka menyusur tebing pegunungan Prau, setelah melampaui beberapa pedukuhan yang tak berarti.
Tetapi meskipun mereka sama sekali tidak mengenal letih, namun kadang-kadang mereka terpaksa berhenti pula untuk beberapa lama di suatu tempat. Kadang-kadang sampai satu dua bulan, kadang-kadang malahan lebih. Setelah itu kembali mereka meneruskan perjalanan mereka sambil berbuat bermacam-macam kebajikan.
Di tempat-tempat yang pernah dilewati oleh mereka itu, banyaklah hal-hal yang ditinggalkannya. Pemberitahuan tentang banyak hal. Tentang pertanian dan sebagainya.
Karena itu mereka selalu meninggalkan kesan yang baik, sehingga nama Manahan dan Bagus Handaka menjadi banyak dikenal orang.
Pada suatu kali mereka memasuki sebuah pedukuhan yang sepi di ujung hutan. Penduduknya yang menamakan pedukuhannya itu Gedangan, terdiri dari petani-petani yang menggarap sawah dengan cara yang sederhana sekali. Mereka masih belum begitu menaruh perhatian kepada saluran-saluran air. Untunglah bahwa tanah mereka adalah tanah yang subur, sehingga meskipun dengan cara-cara yang sangat sederhana, hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan.
Berbeda dengan pengalaman-pengalaman mereka, Manahan dan Bagus Handaka ketika memasuki pedukuhan itu, mengalami penerimaan yang aneh. Hampir setiap mata memandang mereka dengan penuh kecurigaan. Manahan dan Handaka merasakan keasingan penerimaan itu. Karena itu mereka bersikap hati-hati dan berusaha untuk tidak menyinggung perasaan mereka.
Kepada salah seorang dari para petani yang sedang berdiri di pematang, Manahan bertanya dengan hormatnya,
Quote:
"Kakang, apakah aku diperkenankan untuk memasuki pedukuhan ini?"
Orang itu tidak segera menjawab. Tetapi sekali dua kali ia melemparkan pandangannya kepada beberapa orang yang bertebaran menggarap sawah di sekitarnya.
Baru setelah beberapa saat ia menjawab,
Quote:
"Siapakah kau berdua?"
"Aku bernama Manahan dan ia anakku, Handaka," jawab Manahan.
Mendengar nama itu, orang itu mengernyitkan alisnya. Agaknya nama itu asing baginya. Kemudian terdengar ia berkata,
"Entahlah aku tak tahu. Berkatalah kepada lurah kami."
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya, sambil bertanya pula,
"Di manakah Bapak Lurah itu?"
"Maksudku, di mana rumahnya?" sambung Manahan.
"Aku bernama Manahan dan ia anakku, Handaka," jawab Manahan.
Mendengar nama itu, orang itu mengernyitkan alisnya. Agaknya nama itu asing baginya. Kemudian terdengar ia berkata,
"Entahlah aku tak tahu. Berkatalah kepada lurah kami."
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya, sambil bertanya pula,
"Di manakah Bapak Lurah itu?"
"Maksudku, di mana rumahnya?" sambung Manahan.
Kembali orang itu ragu-ragu dan kembali ia menebarkan pandangannya kepada orang-orang yang sedang menggarap sawah di sekitarnya. Tiba-tiba ia menunjuk pada salah seorang daripadanya sambil berkata,
Quote:
"Bertanyalah kepada orang itu."
Manahan menoleh menurut arah tangan orang itu. Dilihatnya di sudut desa berdiri seorang yang bertubuh pendek kokoh dengan urat-urat yang menonjol. Namun matanya membayangkan kejernihan hatinya.
Setelah mengucapkan terimakasih, segera Manahan dan Handaka berjalan ke arah orang bertubuh pendek itu. Dan kemudian dengan hormatnya Manahan bertanya,
Quote:
"Adakah Bapak ini Lurah dari pedukuhan ini?"
Orang itu menggelengkan kepalanya, sambil menjawab,
"Bukan Ki Sanak, aku bukan lurah di sini. Adakah kau punya keperluan dengan lurahku?"
Manahan menganggukkan kepalanya.
"Demikianlah, aku mempunyai sedikit keperluan."
"Apakah keperluan itu?" tanya orang yang bertubuh pendek.
Orang itu menggelengkan kepalanya, sambil menjawab,
"Bukan Ki Sanak, aku bukan lurah di sini. Adakah kau punya keperluan dengan lurahku?"
Manahan menganggukkan kepalanya.
"Demikianlah, aku mempunyai sedikit keperluan."
"Apakah keperluan itu?" tanya orang yang bertubuh pendek.
Tiba-tiba saja setelah mengalami peristiwa itu, timbullah keinginan Manahan untuk mengetahui lebih banyak hal lagi. Karena itu timbul pula keinginan untuk bermalam.
Maka kemudian kata Manahan,
Quote:
"Sebenarnya keperluanku hanyalah akan mohon izin untuk bermalam barang semalam dua, setelah aku berjalan beberapa hari terus-menerus tanpa beristirahat."
Orang yang bertubuh pendek itu mengernyitkan keningnya. Kemudian ia bertanya pula,
"Siapakah kau berdua?"
"Aku adalah seorang perantau dan bernama Manahan. Sedang anak ini adalah anakku, bernama Handaka," jawab Manahan memperkenalkan diri.
Dengan seksama orang itu mengamat-amati mereka berdua. Baru sesaat kemudian ia berkata,
"Saat ini lurah kami sedang menerima beberapa orang tamu. Karena itu mungkin tak ada tempat lagi bagi kalian untuk bermalam di rumah lurah kami."
"Kalaupun tempat itu ada, pastilah lurah kami dengan terpaksa tidak akan mengizinkan kalian bermalam di sana."
Orang yang bertubuh pendek itu mengernyitkan keningnya. Kemudian ia bertanya pula,
"Siapakah kau berdua?"
"Aku adalah seorang perantau dan bernama Manahan. Sedang anak ini adalah anakku, bernama Handaka," jawab Manahan memperkenalkan diri.
Dengan seksama orang itu mengamat-amati mereka berdua. Baru sesaat kemudian ia berkata,
"Saat ini lurah kami sedang menerima beberapa orang tamu. Karena itu mungkin tak ada tempat lagi bagi kalian untuk bermalam di rumah lurah kami."
"Kalaupun tempat itu ada, pastilah lurah kami dengan terpaksa tidak akan mengizinkan kalian bermalam di sana."
Manahan mengangguk perlahan-lahan. Ia menjadi semakin ingin untuk mengetahui lebih banyak lagi. Karena itu katanya,
Quote:
"Bukan maksudku untuk bermalam di rumah Pak Lurah. Meskipun aku ditempatkan di kandang kuda sekalipun, asal aku diizinkan bermalam untuk melepaskan lelah barang semalam dua malam, aku akan mengucapkan terimakasih."
Orang yang bertubuh pendek serta bermata jernih itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Kemudian setelah berpikir sejenak ia menjawab,
Quote:
"Menilik wajah-wajah kalian yang merah hitam terbakar terik matahari, serta menilik pakaian kalian maka aku percaya bahwa kalian telah menempuh jarak yang sangat jauh. Maka adalah kewajiban kami untuk memberikan sekadar tempat melepaskan lelah bagi kalian berdua. Karena itu maka kalian akan aku bawa pulang ke rumahku, di sana kalian dapat bermalam. Sebab selain Lurah di pedukuhan ini, aku pun termasuk orang yang harus membantu pekerjaannya."
fakhrie... dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas