- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#236
Jilid 8 [Part 174]
Spoiler for :
DENGAN otak yang dipenuhi oleh berbagai pertanyaan, Bagus Handaka mencoba sedapat-dapatnya untuk bangun dan kemudian bertahan duduk di atas pasir pantai.
Adakah gurunya menunggu sampai ia mampu untuk melawannya kembali…?
Ternyata Manahan tidak berbuat demikian. Juga ternyata gurunya itu tidak membunuhnya. Malahan kemudian gurunya itu duduk pula di sampingnya dan dengan wajah yang jernih berkata,
Untuk sesaat Bagus Handaka jadi termenung. Memang selama itu ia belum pernah menyebut-nyebut bentuk tubuh lawan-lawannya. Dan sekarang tiba-tiba gurunya menanyakan hal itu. Maka dicobanya sekali lagi untuk membayangkan kembali kelima orang itu berturut-turut.
Dengan mengingat-ingat mengerti sepenuhnya maksud pertanyaan gurunya, karena itu setelah merenung beberapa lama ia menjawab hampir berteriak,
Mendengar pertanyaan gurunya, tiba-tiba Handaka menjadi ragu. Memang sepintas lalu, apalagi di dalam gelapnya malam, wajah-wajah mereka tampak berbeda-beda.
Bagus Handaka menatap Manahan dengan pandangan yang aneh. Apa yang terjadi lima malam berturut-turut telah cukup memusingkan kepalanya. Apalagi malam yang keenam itu. Segalanya menjadi semakin kabur dan penuh teka-teki.
Melihat Bagus Handaka kebingungan, berkatalah Manahan,
Mendengar perkataan itu Handaka terkejut bukan main, sampai ia tergeser ke samping. Matanya semakin membayangkan kebingungan yang memenuhi hatinya.
Handaka mendengarkan kata-kata gurunya itu dengan saksama, meskipun sikap gurunya itu tidak kalah membingungkan pula.
Mendengar pertanyaan Bagus Handaka, Manahan jadi terharu. Jawabnya sambil membelai kepala anak itu,
Diam-diam Manahan memuji di dalam hati. Benar-benar anak ini berhati bersih dan setia. Karena itu Manahan menjadi semakin terharu. Namun demikian ia berusaha agar wajahnya sama sekali tidak membayangkan perasaannya.
Handaka menjadi sangat tertarik. Karena itu ia menggeser duduknya semakin dekat dengan gurunya.
Bagus Handaka menarik nafas dalam-dalam. Mengertilah ia sekarang bahwa orang yang datang setiap malam itu sama sekali tidak akan membunuhnya seperti gurunya itu pula.
Sekarang semuanya menjadi agak jelas bagi Handaka. Ternyata orang itu datang kepadanya dengan maksud baik. Menuntunnya untuk berlatih lebih keras. Dan tahulah ia sekarang kenapa pada malam-malam pertama, kedua dan ketiga orang itu seolah-olah hanya memiliki unsur-unsur gerak yang itu-itu saja, sehingga dengan demikian ia berhasil menguasai unsur-unsur itu, serta kemudian pada malam-malam berikutnya tanpa disengajanya unsur-unsur itu terselip pada gerak-gerak perlawanannya, sedang lawan-lawannya dapat memberikan perlawanan sebaik-baiknya dan diulang-ulangnya pula.
Karena itu, dadanya jadi bergelora. Apalagi ketika gurunya berkata,
Handaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Hal itu sama sekali tak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa seorang yang sakti, bahkan lebih sakti dari gurunya, datang kepadanya dengan cara-cara yang aneh.
Handaka memandang Manahan dengan mata yang bertanya-tanya. Ia sama sekali tidak tahu maksud perkataan itu. Sampai Manahan melanjutkan,
Adakah gurunya menunggu sampai ia mampu untuk melawannya kembali…?
Ternyata Manahan tidak berbuat demikian. Juga ternyata gurunya itu tidak membunuhnya. Malahan kemudian gurunya itu duduk pula di sampingnya dan dengan wajah yang jernih berkata,
Quote:
"Sudahkah kau ingat keenam orang yang menyerangmu?"
Sambil mengangguk, Bagus Handaka menjawab sekenanya saja,
"Sudah, Bapak."
"Baik…" sahut Manahan,
"Kau pernah berkata kepadaku tentang wajah-wajah dari kelima orang itu, sedang orang yang keenam telah aku saksikan sendiri. Tetapi kau belum pernah menceriterakan kepadaku bagaimanakah bentuk tubuh kelima orang yang menyerangmu itu."
Sambil mengangguk, Bagus Handaka menjawab sekenanya saja,
"Sudah, Bapak."
"Baik…" sahut Manahan,
"Kau pernah berkata kepadaku tentang wajah-wajah dari kelima orang itu, sedang orang yang keenam telah aku saksikan sendiri. Tetapi kau belum pernah menceriterakan kepadaku bagaimanakah bentuk tubuh kelima orang yang menyerangmu itu."
Untuk sesaat Bagus Handaka jadi termenung. Memang selama itu ia belum pernah menyebut-nyebut bentuk tubuh lawan-lawannya. Dan sekarang tiba-tiba gurunya menanyakan hal itu. Maka dicobanya sekali lagi untuk membayangkan kembali kelima orang itu berturut-turut.
Quote:
"Bagaimanakah dengan orang yang pertama?" tanya Manahan.
Dengan masih mencoba mengingat-ingat orang itu Bagus Handaka menjawab,
"Orang itu bertubuh tegap tinggi dan berdada bidang."
"Orang kedua?" desak Manahan.
Dengan masih mencoba mengingat-ingat orang itu Bagus Handaka menjawab,
"Orang itu bertubuh tegap tinggi dan berdada bidang."
"Orang kedua?" desak Manahan.
Dengan mengingat-ingat mengerti sepenuhnya maksud pertanyaan gurunya, karena itu setelah merenung beberapa lama ia menjawab hampir berteriak,
Quote:
"Semuanya bertubuh tegap tinggi dan berdada bidang."
"Lalu bagaimanakah pendapatmu mengenai mereka itu?" tanya Manahan pula.
Bagus Handaka diam menimbang-nimbang. Tetapi kemudian ia berkata,
"Itu adalah aneh, Bapak. Tubuh mereka berenam hampir bersamaan. Hanya wajah merekalah yang agaknya berbeda-beda."
"Kau yakin bahwa wajah mereka berbeda-beda?" desak Manahan.
"Lalu bagaimanakah pendapatmu mengenai mereka itu?" tanya Manahan pula.
Bagus Handaka diam menimbang-nimbang. Tetapi kemudian ia berkata,
"Itu adalah aneh, Bapak. Tubuh mereka berenam hampir bersamaan. Hanya wajah merekalah yang agaknya berbeda-beda."
"Kau yakin bahwa wajah mereka berbeda-beda?" desak Manahan.
Mendengar pertanyaan gurunya, tiba-tiba Handaka menjadi ragu. Memang sepintas lalu, apalagi di dalam gelapnya malam, wajah-wajah mereka tampak berbeda-beda.
Quote:
"Sayang, aku tak dapat menangkapnya," gumam Bagus Handaka.
Terdengarlah Manahan tertawa pendek, lalu katanya,
"Inginkah kau menangkapnya?"
"Ya," jawab Handaka.
"Aku ingin tahu kenapa mereka menyerang aku."
"Dan kenapa aku menjadi orang ketujuh?" tanya Manahan pula.
Terdengarlah Manahan tertawa pendek, lalu katanya,
"Inginkah kau menangkapnya?"
"Ya," jawab Handaka.
"Aku ingin tahu kenapa mereka menyerang aku."
"Dan kenapa aku menjadi orang ketujuh?" tanya Manahan pula.
Bagus Handaka menatap Manahan dengan pandangan yang aneh. Apa yang terjadi lima malam berturut-turut telah cukup memusingkan kepalanya. Apalagi malam yang keenam itu. Segalanya menjadi semakin kabur dan penuh teka-teki.
Melihat Bagus Handaka kebingungan, berkatalah Manahan,
Quote:
"Handaka…. Meskipun aku tidak menyaksikan, namun aku berani meyakinkan bahwa keenam orang yang menyerangmu berturut-turut itu pasti mempunyai persamaan bentuk tubuh. Dan ketahuilah Handaka bahwa kau jangan mimpi untuk dapat menangkapnya."
Mata Handaka masih memancarkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.
"Tetapi orang yang pertama, kedua dan ketiga adalah orang-orang yang belum memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sehingga aku mempunyai kemungkinan yang besar untuk dapat menangkapnya."
Mendengar kata-kata itu Manahan tersenyum.
"Meskipun demikian, bukankah ternyata kau tidak mampu menangkapnya?"
Bagus Handaka mengangguk mengiyakan.
"Jangankan kau Handaka," sambung Manahan,
"Sedang aku pun tidak berani bermimpi untuk dapat menangkapnya."
Mata Handaka masih memancarkan pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan.
"Tetapi orang yang pertama, kedua dan ketiga adalah orang-orang yang belum memiliki ilmu yang cukup tinggi. Sehingga aku mempunyai kemungkinan yang besar untuk dapat menangkapnya."
Mendengar kata-kata itu Manahan tersenyum.
"Meskipun demikian, bukankah ternyata kau tidak mampu menangkapnya?"
Bagus Handaka mengangguk mengiyakan.
"Jangankan kau Handaka," sambung Manahan,
"Sedang aku pun tidak berani bermimpi untuk dapat menangkapnya."
Mendengar perkataan itu Handaka terkejut bukan main, sampai ia tergeser ke samping. Matanya semakin membayangkan kebingungan yang memenuhi hatinya.
Quote:
"Handaka…" kata Manahan seterusnya dengan perasaan iba,
"Sudah sewajarnya kalau kau menjadi bingung karenanya."
"Sudah sewajarnya kalau kau menjadi bingung karenanya."
Handaka mendengarkan kata-kata gurunya itu dengan saksama, meskipun sikap gurunya itu tidak kalah membingungkan pula.
Quote:
"Pertama-tama ketahuilah, bahwa apa yang aku lakukan, tidaklah benar-benar seperti apa yang aku katakan. Otakku masih cukup sehat untuk tidak melakukan hal-hal seperti itu. Sedang apa yang aku lakukan, adalah untuk meyakinkan dugaanku terhadap keenam orang yang telah menyerangmu enam malam berturut-turut. Dengan caraku itu aku kemudian yakin siapakah orang-orang yang datang berturut-turut itu."
"Guru…" potong Handaka dengan penuh haru,
"Jadi Bapak tidak benar-benar mau membunuhku?"
"Guru…" potong Handaka dengan penuh haru,
"Jadi Bapak tidak benar-benar mau membunuhku?"
Mendengar pertanyaan Bagus Handaka, Manahan jadi terharu. Jawabnya sambil membelai kepala anak itu,
Quote:
"Kenapa aku akan membunuhmu?"
"Bukankah Bapak sendiri berkata demikian?" jawab Handaka.
"Dan kau telah mencoba mempertahankan dirimu?" tanya Manahan pula.
"TIDAK, Bapak…."
"Aku sama sekali tidak berusaha untuk menyelamatkan diri, tetapi aku hanya bermaksud untuk menunjukkan hasil pelajaran-pelajaran yang aku terima selama ini pada saat-saat terakhir."
"Bukankah Bapak sendiri berkata demikian?" jawab Handaka.
"Dan kau telah mencoba mempertahankan dirimu?" tanya Manahan pula.
"TIDAK, Bapak…."
"Aku sama sekali tidak berusaha untuk menyelamatkan diri, tetapi aku hanya bermaksud untuk menunjukkan hasil pelajaran-pelajaran yang aku terima selama ini pada saat-saat terakhir."
Diam-diam Manahan memuji di dalam hati. Benar-benar anak ini berhati bersih dan setia. Karena itu Manahan menjadi semakin terharu. Namun demikian ia berusaha agar wajahnya sama sekali tidak membayangkan perasaannya.
Quote:
"Handaka…" kata Manahan kemudian,
"Baiklah aku beritahukan dugaanku atas semua kejadian-kejadian yang berlaku itu, supaya kau tidak terlalu lama menebak."
"Baiklah aku beritahukan dugaanku atas semua kejadian-kejadian yang berlaku itu, supaya kau tidak terlalu lama menebak."
Handaka menjadi sangat tertarik. Karena itu ia menggeser duduknya semakin dekat dengan gurunya.
Quote:
"Handaka…." Manahan melanjutkan,
"Mengucapkan syukur atas semua peristiwa yang berlaku enam malam berturut-turut. Meskipun barangkali untuk dua-tiga hari tubuhmu akan masih terasa sakit-sakit, namun setelah itu kau akan berbangga karenanya."
"Apakah yang dapat aku banggakan Bapak?" tanya Handaka.
Manahan tersenyum, lalu jawabnya,
"Aku telah mencoba untuk memancingmu dalam suatu perkelahian. Apapun alasanmu tetapi kau telah berbuat sebaik-baiknya. Sedang apa yang kau lakukan sebagian adalah bukan hasil pelajaran yang aku berikan."
"Bapak…" potong Handaka,
"Kenapa kau berbuat demikian. Aku tidak pernah belajar kepada siapapun kecuali kepada Bapak."
Kembali Manahan tersenyum.
"Meskipun andaikata unsur-unsur itu tidak kau miliki sekarang, kemudian aku pun akan memberikannya pula. Tetapi kemajuan yang kau capai selama lima hari akan sama dengan kemajuan yang akan kau capai dalam waktu berbulan-bulan apabila hal itu kau pelajari dariku, serta dalam keadaan yang biasa."
Masih saja Handaka belum mengerti maksud gurunya. Sehingga kemudian Manahan berkata pula,
"Handaka…, menurut dugaanku orang yang datang enam malam berturut-turut itu adalah orang yang sama."
"Orang yang sama?" tanya Handaka keheran-heranan.
"Ya," jawab Manahan.
"Orang itu hanya mengubah mukanya sedikit dengan menggores-goreskan warna-warna hitam dan kadang-kadang memasang kumis dan janggut palsu."
"Tetapi tingkat kepandaiannya sama sekali tidak sama, Bapak," potong Handaka.
Sekali lagi Manahan tersenyum.
"Itulah sebabnya kepandaianmu meningkat dengan wajar, meskipun waktunya dipercepat. Dan ketahuilah bahwa yang dapat berbuat demikian hanyalah orang-orang sakti yang berilmu mumpuni."
Handaka menjadi termenung karenanya.
"Jadi apakah maksudnya menyerangku…? Dan kenapa dikatakannya bahwa orang-orang itu akan menangkap aku untuk sebuah pertunjukan pembunuhan…?" tanya Handaka.
"Satu-satunya cara untuk memaksamu bekerja sekeras-kerasnya adalah menakut-nakutimu dengan cara demikian," jawab Manahan.
"Mengucapkan syukur atas semua peristiwa yang berlaku enam malam berturut-turut. Meskipun barangkali untuk dua-tiga hari tubuhmu akan masih terasa sakit-sakit, namun setelah itu kau akan berbangga karenanya."
"Apakah yang dapat aku banggakan Bapak?" tanya Handaka.
Manahan tersenyum, lalu jawabnya,
"Aku telah mencoba untuk memancingmu dalam suatu perkelahian. Apapun alasanmu tetapi kau telah berbuat sebaik-baiknya. Sedang apa yang kau lakukan sebagian adalah bukan hasil pelajaran yang aku berikan."
"Bapak…" potong Handaka,
"Kenapa kau berbuat demikian. Aku tidak pernah belajar kepada siapapun kecuali kepada Bapak."
Kembali Manahan tersenyum.
"Meskipun andaikata unsur-unsur itu tidak kau miliki sekarang, kemudian aku pun akan memberikannya pula. Tetapi kemajuan yang kau capai selama lima hari akan sama dengan kemajuan yang akan kau capai dalam waktu berbulan-bulan apabila hal itu kau pelajari dariku, serta dalam keadaan yang biasa."
Masih saja Handaka belum mengerti maksud gurunya. Sehingga kemudian Manahan berkata pula,
"Handaka…, menurut dugaanku orang yang datang enam malam berturut-turut itu adalah orang yang sama."
"Orang yang sama?" tanya Handaka keheran-heranan.
"Ya," jawab Manahan.
"Orang itu hanya mengubah mukanya sedikit dengan menggores-goreskan warna-warna hitam dan kadang-kadang memasang kumis dan janggut palsu."
"Tetapi tingkat kepandaiannya sama sekali tidak sama, Bapak," potong Handaka.
Sekali lagi Manahan tersenyum.
"Itulah sebabnya kepandaianmu meningkat dengan wajar, meskipun waktunya dipercepat. Dan ketahuilah bahwa yang dapat berbuat demikian hanyalah orang-orang sakti yang berilmu mumpuni."
Handaka menjadi termenung karenanya.
"Jadi apakah maksudnya menyerangku…? Dan kenapa dikatakannya bahwa orang-orang itu akan menangkap aku untuk sebuah pertunjukan pembunuhan…?" tanya Handaka.
"Satu-satunya cara untuk memaksamu bekerja sekeras-kerasnya adalah menakut-nakutimu dengan cara demikian," jawab Manahan.
Bagus Handaka menarik nafas dalam-dalam. Mengertilah ia sekarang bahwa orang yang datang setiap malam itu sama sekali tidak akan membunuhnya seperti gurunya itu pula.
Quote:
"Adakah Bapak mengenal orang yang datang setiap malam itu?" tanya Handaka kemudian.
Manahan menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu. Meskipun aku telah berusaha mengenal gerak-geraknya sebaik-baiknya namun aku tetap tidak dapat mengatakan siapakah dia. Apalagi apa yang diberikan kepadamu selama ini ternyata adalah urut-urutan pelajaran dari ilmuku sendiri yang akan aku berikan pula kepadamu."
Manahan menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak tahu. Meskipun aku telah berusaha mengenal gerak-geraknya sebaik-baiknya namun aku tetap tidak dapat mengatakan siapakah dia. Apalagi apa yang diberikan kepadamu selama ini ternyata adalah urut-urutan pelajaran dari ilmuku sendiri yang akan aku berikan pula kepadamu."
Sekarang semuanya menjadi agak jelas bagi Handaka. Ternyata orang itu datang kepadanya dengan maksud baik. Menuntunnya untuk berlatih lebih keras. Dan tahulah ia sekarang kenapa pada malam-malam pertama, kedua dan ketiga orang itu seolah-olah hanya memiliki unsur-unsur gerak yang itu-itu saja, sehingga dengan demikian ia berhasil menguasai unsur-unsur itu, serta kemudian pada malam-malam berikutnya tanpa disengajanya unsur-unsur itu terselip pada gerak-gerak perlawanannya, sedang lawan-lawannya dapat memberikan perlawanan sebaik-baiknya dan diulang-ulangnya pula.
Karena itu, dadanya jadi bergelora. Apalagi ketika gurunya berkata,
Quote:
"Handaka… orang yang datang berturut-turut itu pastilah seorang yang sakti, jauh lebih sakti dari gurumu ini. Itulah sebabnya aku sama sekali tidak berusaha untuk menangkapnya, sebab hal itu pasti akan sia-sia. Hal itu juga ternyata pula, bahwa orang itu dapat mengetahui bahwa aku berada di sekitar ini meskipun aku telah bersembunyi sebaik-baiknya."
Handaka mengangguk-anggukkan kepalanya. Hal itu sama sekali tak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa seorang yang sakti, bahkan lebih sakti dari gurunya, datang kepadanya dengan cara-cara yang aneh.
Quote:
"Jadi Bapak diketahuinya sebelum Bapak menampakkan diri?"
"Tidak hanya itu saja Handaka…" Manahan meneruskan,
"Sedang aku pun telah menerima nasihatnya pula."
"Nasihat untuk Bapak?" tanya Handaka terkejut.
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bukankah orang itu berkata kepadaku bahwa pertanian bukanlah daerah pelarian. Bukan daerah tempat orang-orang yang berputus asa apabila kewajibannya sendiri sudah tak dapat ditunaikan…?"
"Tidak hanya itu saja Handaka…" Manahan meneruskan,
"Sedang aku pun telah menerima nasihatnya pula."
"Nasihat untuk Bapak?" tanya Handaka terkejut.
Manahan mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bukankah orang itu berkata kepadaku bahwa pertanian bukanlah daerah pelarian. Bukan daerah tempat orang-orang yang berputus asa apabila kewajibannya sendiri sudah tak dapat ditunaikan…?"
Handaka memandang Manahan dengan mata yang bertanya-tanya. Ia sama sekali tidak tahu maksud perkataan itu. Sampai Manahan melanjutkan,
Quote:
"Handaka…, barangkali kau sama sekali tak dapat menghubungkan perkataan-perkataan itu dengan keadaan kita.
Tetapi ketahuilah bahwa ada sesuatu hal yang selama ini belum pernah aku katakan kepadamu, sebab kau masih aku anggap terlalu kanak-kanak."
"Sekarang, aku kira kau telah cukup dewasa untuk mengetahui lebih banyak hal tentang keadaan kita. Keadaan serta kewajiban-kewajibanku dan keadaan serta kewajiban-kewajibanmu."
Tetapi ketahuilah bahwa ada sesuatu hal yang selama ini belum pernah aku katakan kepadamu, sebab kau masih aku anggap terlalu kanak-kanak."
"Sekarang, aku kira kau telah cukup dewasa untuk mengetahui lebih banyak hal tentang keadaan kita. Keadaan serta kewajiban-kewajibanku dan keadaan serta kewajiban-kewajibanmu."
fakhrie... dan 12 lainnya memberi reputasi
13
Kutip
Balas