Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

fitrahilhami4Avatar border
TS
fitrahilhami4
MENGURUS ANAK PEREMPUAN
Petualangan Tanpa Akhir
===

Dahulu, aku mengira mengurus anak perempuan jauh lebih gampang daripada anak cowok. Pikirku, anak cewek bakal lebih kalem, gemesin, lebih nurut. Ternyata anggapan itu meleset. Sebab, pada realitanya, aku dan istri harus nyetok kesabaran berlapis-lapis saat mengurus si bungsu Kayla.

Bungsu kami ini suka ngambek, mutungan, tapi sekaligus doyan ngatur-ngatur. Kombinasi dua sifat yang bikin kami sering dilanda pusing. Kalau dia sedang main masak-masakan, kami harus ikut dan nurut pada perintahnya.

“Abi duduk sini,” ucap Kayla.

Aku menurut.

“Abi mau beli apa?” Dia menunjuk dagangan di depannya.

“Adek jualan apa?”

“Ada es krim, ada sayur sop.”

Aku jadi mikir, emang ada ya orang jual es krim sambil jual sayur-sayuran?

“Ya sudah, abi beli es krim,” kataku.

“Tapi es krimnya habis.”

Habis kok ditawarin tadi?

“Ya sudah, sayur sop saja.”

“Sayur sop gak enak.”

Gak enak kenapa dijual, Nduk?

“Ayo beli apa, Abi?” Kayla memaksa.

“Katanya sudah habis semua?”

“Sayur sop masih ada, kok.”

“Katanya gak enak.”

“Gak papa dimakan Abi saja.”

Aku mengembuskan nafas panjang. Semua yang gak enak emang jadi jatahku.

“Ya sudah, Abi mau sayur sop yang gak enak itu.” Aku berkata. Terdengar suara cekikikan dari istri yang sedang mengajari Ayas membaca.

“Mana uangnya?” Kayla menjulurkan tangan.

“Berapaan?”

“Lima ribu.”

Ya Allah mahal amat. Barang gak enak juga.

Aku kemudian berakting seperti orang sedang mengambil uang dalam kantong, lalu menyerahkannya pada Kayla. Dia berakting seolah-olah sedang membuatkan sop yang rasanya gak enak itu, lalu menyuruhku memakannya. Aku mengangguk dan segera memakannya.

Tapi aku lupa kalau cara makan sop pun sudah diatur oleh Kayla.

“Jangan gitu makannya, Abiii! Mangkoknya harus ditaruh di meja dulu.”

“Aduh, iya. Lupa, Dek.”

Terlambat. Untuk urusan naruh mangkok pun, sudah bisa membuatnya marah. Dia merengek. Gondok, karena aku tidak makan sesuai dengan protokol darinya. Dan Kayla tak mau main lagi sama aku. Sekarang dia ke uminya, minta main bareng. Kulihat wajah istri langsung pucat, seperti tidak sedang diajak main, tapi sedang diteror. Dia sudah paham, melenceng sedikit dari aturan yang dibuat si bungsu saat main, artinya dia siap mendengar rengekan.

***

Si kecil ini juga punya kebiasaan memilih baju sendiri. Sehabis mandi, dia akan ke kamar, buka lemari lalu membongkar semua isi di dalamnya. Kayla melarang aku atau uminya berada di dekatnya saat memilih baju. Jika tidak, ia akan nangis. Kalau hanya milih satu baju untuk dipakai sampai sore sih tidak masalah, tapi si kecil ini seperti terobsesi jadi artis cilik macam Aiswa Nahla, youtuber yang suka nyanyi sholawat itu. Sedikit-sedikit Kayla nyanyi sholawat.

Dia sengaja menamai baju-bajunya. Baju gamis hitam motif bunga, dia namai: “Baju sholatullah. Gamis kuning motif kupu-kupu dikasih nama: “Baju Salamullah. Yang terakhir gamis pink dia kasih nama: “Baju Ya Nabi Ya Nabi”. Repotnya, beda lagu yang mau dinyanyikan, beda pula baju yang dipakai. Baju yang dipakai harus sesuai lirik dan judul lagunya.

Saat nyanyi, Kayla akan minta uminya videoin. Hasil video itu akan dia lihat berulang kali sampai bosen yang dengarnya juga.

Kebiasaan memilih dan berganti baju sendiri itu lama-lama bikin aku capek juga karena harus membereskan ulang tumpukan baju yang dibongkar Kayla. Akhirnya, diam-diam aku pindahin baju-baju si bungsu di rak yang lebih tinggi. Tapi keputusanku itu salah besar. Sebab, aku jadi lebih capek karena tiap habis mandiin si kecil, aku harus gendong Kayla yang tambah hari tambah berat, agar dia bisa memilih baju di rak paling atas.

Selain suka milih baju, Kayla juga suka pilih-pilih siapa yang harus melayani ketika dia butuh sesuatu. Seperti mau pipis, dia hanya mau diantar dan dicebokin Umi meski Uminya sedang repot. Begitupula saat akan minum, yang ngambilin minum harus uminya, gak boleh dari tangan orang lain. Pernah di suatu malam Kayla minta minum, aku pun bangun dan mengambilkan minum. Namun saat balik di kamar, si kecil malah nangis. Minta air minum itu harus uminya yang ambilin. Aku kasihan lihat istri yang sedang bobo nyenyak harus terjaga hanya untuk mengambil air minum di gelas lain. Begitu pula kalau sedang mandi, harus sama Umi, jika tidak dia bakal nangis kencang.

Satu dua kali, tak masalah. Tapi semakin ke sini, sikap Kayla itu mengundang emosi.

“Kalau mau minum, mau apapun, gak perlu milih siapa yang ngambilin. Abi atau umi yang ngambilin itu sama saja. Repot, Dek. Ini masakan gosong, gara-gara kamu minta cebok sama Umi. Sama Abi gapapa, toh.” Istri mengomel. Namun, esoknya kejadian itu berulang lagi.

Dan akhir-akhir ini Kayla punya kebiasaan baru. Yakni, apa-apa harus dia yang melakukan. Mencet lampu, nyalain tivi, buka pintu, mandi, ambilin kunci, harus dia semua yang melakukan. Jika kami sedang keluar rumah, maka harus dia yang bukain pintu. Pernah suatu malam ketika akan bobo, aku mematikan lampu kamar, seketika itu pula Kayla nangis kencang. Aku lupa, harusnya dia yang mematikan lampu. Dia nangis terus meski aku sudah menyalakan lampu kembali, dan menyuruh dia mematikannya lagi. Tangisan itu bikin rasa kantuk lenyap seketika.

Sejak saat itu, kami lebih berhati-hati kalau akan melakukan sesuatu. Jika akan keluar rumah, kami akan lihat terlebih dahulu, apakah ada Kayla? Kalau ada, maka kami akan menyuruh dia membukakan pintu. Begitu pula ketika pulang dari jalan-jalan, kami harus menunggu dia yang membukakan kunci pintu. Kayla menangis saat kami bantu membukakan pintu, tapi dia sendiri kesulitan bagaimana cara memasukkan dan memutar kunci agar pintunya terbuka. Saat itulah istri bilang,

“Bang, ayo umroh dulu. Pulang umroh, baru dah pintu ini kebuka.”

Aku ngikik, bisa aja kau Markonah.

Semuanya jadi lambat, karena apa-apa harus nunggu si kecil yang melakukan.

Saat mandi pun demikian, pernah suatu hari dia minta antar mandi oleh aku. Tapi di kamar mandi dia nangis, mutung gak mau lanjut mandi gara-gara aku refleks menyiram tubuhnya. Aku lupa harusnya Kayla sendiri yang nyiram badan pakai gayung. Setelah itu dia berdiri sambil nangis, disabunin gak mau, sikat gigi juga gak mau. Aku capek. Aku sebal. Dan akhirnya kubawa dia ke kamar tidur, lalu menutup pintu, mengurungnya di dalam. Di dalam kamar, Kayla menangis kencang.

“Bang, kasihan Kayla.” Istri bertutur.

“Biar jera, Neng. Masa’ dikit-dikit nangis. Salah dikit nangis. Bisa konslet otakku denger Kayla nangis terus. Mending yang ditangisin hal-hal penting, ini gak penting dia nangis macam abis kena pukul.”

Aku benar-benar tak tahu menghadapi anak ini. Kata trainer parenting, jangan ajari anak dengan kekerasan bila ingin anak jadi penurut. Tapi gimana lagi, dahulu aku sangat lembut banget menghadapi sikap Kayla, saking lembutnya sampai aku jadi lelembut. Hasilnya, dia malah menjadi-jadi, nangis terus untuk hal yang gak penting macam mencetin lampu. Mau tak mau aku pakai cara tegas semi keras. Istri juga pernah mengingatkanku agar jangan lupa mendoakan Kayla setiap abis sholat.

“Sudah, Neng. Aku bahkan sebut nama Adek dalam doa, aku bacain al-fatihah khusus untuk dia. Supaya jadi anak nurut, gak suka nangis.”

“Berarti harus ditambah doa lain, Bang.”

Aku mengangguk, bisa jadi. Dulu, si sulung Ayas juga pernah susah diatur, sering ngamuk, bikin sebal, tapi setelah tahu ilmu ‘menyebut nama anak dalam doa lalu menutupnya dengan al-fatihah’ Alhamdulillah, sekarang Ayas lebih mudah diatur. Tapi cara yang sama ternyata tidak mempan buat Adeknya.

Tak berapa lama kemudian, suara tangisan Kayla terhenti. Aku tersenyum penuh kemenangan.

“Tuh, Neng, lihat,” ucapku pada istri. “Emang harus dikerasi dikit, biar gak keras juga watak Adek. Tuh, dia gak nangis lagi. Pasti jera itu. Besok-besok kalau dia nangis gak jelas lagi, biar aku taruh di kamar sendirian.”

Istri mengangguk. Lalu kami pun membuka pintu untuk Kayla.

Dan betapa terkejutnya aku tatkala melihat Kayla membongkar-bongkar isi lemari. Baju-baju berserakan di lantai. Oh, ternyata dia gak nangis lagi karena fokus berantakin baju? Emosiku rasanya sudah mencapai ubun-ubun, bulu ketiak berguruan, hidung mendenguskan udara panas, sepanas hatiku. Tanganku bergetar, pingin rasanya aku puter telinga anak kecil itu sampe merah.

Saat itulah istri menyentuh pundakku, “Bang, sabar. Abang kan pemateri kulwap parenting. Harus bisa kasih contoh yang baik.”

Aku meremas jari.

Arrgghh! Nyesel pernah jadi pemateri parenting. Kan jadi gak all out gini marahnya!

Duh, niat hati bikin Kayla jera, malah sekarang aku yang kapok.

Di tengah malam, aku sering tak bisa tidur sebab memikirkan banyak hal. Tentang pandemi covid-19 yang tak kelar-kelar, sekolah diliburkan entah sampai kapan, pekerjaan yang diberhentikan, kontrakan rumah yang kemahalan, tentang rencana hijrah ke desa istri dan segera pingin pindahan, terutama memikirkan tentang sifat si kecil yang sering bikin kepala nyut-nyutan.

Khusus poin terakhir, aku jadi teringat sebuah nasihat dari orang tua dan nasihat ini pernah aku tulis sebagai materi kulwap parenting. Nasihat ini diawali dengan sebuah analogi, bila kita tiba-tiba didatangin gubernur, lalu ia menitipkan anaknya dengan imbalan 30 juta sehari. Apa reaksi kita? Senang aja atau seneng banget?

Andai pun ternyata anak gubernur yang dititipin itu suka nangis, rewel, banyak maunya, nakal. Apakah kita akan marah-marah padanya? Tidak. Kenapa? Karena selain ingat bakal dapat imbalan 30 juta sehari, kita juga ingat anak itu titipan sang gubernur. Betapa kecewa sang gubernur bila tahu titipannya ternyata tidak dijaga dengan penuh kesabaran.

Seperti itulah anak kita. Dia bukan hanya titipan gubernur, tapi titipan Allah, Tuhannya si gubernur, bahkan Tuhannya Semesta Alam. Dan Allah tidak hanya menjanjikan 30 juta sehari pada kita sebagai imbalan merawat titipan-Nya, melainkan dijanjikan surga dengan segala kenikmatan yang tidak bisa dijangkau pikiran manusia. Jika kita memahami konsep ‘titipan’ ini dengan baik, insyaAllah akan berkurang rasa sebal kita ketika melihat tingkah anak. Kita akan lebih sabar kala menemaninya bertumbuh.

Meski itu tidak mudah. Tapi apa salahnya dicoba.

Petualangan ini masih berlanjut, Kawan. Dan aku harus belajar dan terus belajar merawat amanah terindah ini dengan baik.

****

Surabaya, 07 Agustus 2020
Fitrah Ilhami


wa.me/6288218909378
Diubah oleh fitrahilhami4 15-08-2020 05:54
bukhorigan
nomorelies
nomorelies dan bukhorigan memberi reputasi
2
324
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Tampilkan semua post
bukhoriganAvatar border
bukhorigan
#1
nice share.
fitrahilhami4
fitrahilhami4 memberi reputasi
1
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.