Kaskus

Story

miniadilaAvatar border
TS
miniadila
[SFTH] Lelaki Berandal Itu Mantanku
CERBUNG ROMANCE full drama yang bikin baper
[SFTH] Lelaki Berandal Itu Mantanku

Prolog


Siapa yang ingin buru-buru menikah? Perempuan mana pun pasti ingin mempersiapkan segalanya dengan matang. Sebelum mengarungi biduk rumah tangga.

Aku mungkin terlalu naif. Berulang kali menjalin hubungan cinta dengan lelaki, akan tetapi ujungnya gagal dan selalu tersakiti.

Deadline menikah terpaksa diberikan orang tuaku kurang lebih enam bulan sebelum hari pernikahan adik kandung perempuan. Nyaris putus asa karenanya. Mengingat rasa trauma patah hati yang menyebabkan dada terasa sesak, tenggorokan tersumpal. Bahkan menghirup oksigen sebanyak apa pun tak mampu meredakan sesak.

Pernah merangkai mimpi lewat coretan buku harian. Berharap mendapatkan jodoh lelaki penyayang dan juga tampan. Kaya atau miskin tak jadi soal bagiku, asalkan saling mencintai.

Jodoh. Lagi-lagi kedua orang tua menanyakan hal itu. Kapan aku bisa mewujudkan keinginan mereka? Saat adik kandung, sepupu yang usianya jauh lebih muda, hari pernikahan mereka telah di depan mata.

Bimbang!

Dia mengantar pulang usai resepsi pernikahan sepupuku, atas permintaan ayah. Itulah awal perkenalanku dengannya.

Sore itu dia mengajak jalan-jalan, setelah beberapa kali menemuiku di rumah. Enggan. Sebenarnya ada rasa malas untuk menerima tawaran jalan-jalan darinya, akan tetapi bujukan ibu mampu meluluhkan hati ini yang angkuh.

"Maukah menjadi istriku?" tanyanya singkat, membuat jantung berdebar hebat dan napas seolah berhenti seketika. Haruskah kuterima lamarannya, di saat deadline dari orang tua hampir habis? Bahkan aku juga baru dua minggu mengenalnya.

Bingung!

Atas desakan deadline menikah, akhirnya kuterima lamarannya.

Resepsi pernikahanku digelar dengan meriah, bahkan adik kandung yang telah menyiapkan pernikahannya matang, malah mengalah akan mengadakan pesta sederhana. Semua dilakukannya agar biaya pernikahan tidak membebani orang tua.

Kejutan demi kejutan saat mengarungi biduk rumah tangga datang menghampiri. Dari sifat, perilaku bahkan masa lalunya yang belum sempat kuketahui sebelumnya, membuat hari-hariku berdebar ketakutan.

"Carikan aku ongkos untuk merantau!" tuturnya tiba-tiba saat datang mengunjungiku setelah pertengkaran hebat yang membuatku pulang ke rumah orang tua.

Sejak kepergian merantau itu, dia tidak pulang. Bahkan secarik kabar pun tak ada sama sekali.

Lelah!

Hampir empat tahun bertahan setia menanti kabar kepulangannya, meskipun saat masih bersama selalu disakiti secara fisik maupun psikis.

Keputusan harus diambil. Meski menyakitkan tapi harus ikhlas. Saat kesetiaan dan pengorbanan tidak dihargai, memilih mengakhiri biduk rumah tangga adalah jalan terbaik.

Next

Ikuti ceritanya di thread ane kali ini ya,GanSis 😍😍😍

Pict : Pinterest
Bab 1 Prolog

[SFTH] Lelaki Berandal Itu Mantanku
Diubah oleh miniadila 09-07-2020 16:27
faridatul.aAvatar border
nomoreliesAvatar border
zafranramonAvatar border
zafranramon dan 73 lainnya memberi reputasi
74
11.1K
361
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32.7KThreadβ€’52KAnggota
Tampilkan semua post
miniadilaAvatar border
TS
miniadila
#211
Lelaki Berandal Itu Mantanku
CERBUNG ROMANCE full drama yang bikin baper

Hasrat Tertunda Berujung Amarah

kaskus-image

Dinar mematut diri di depan cermin, setelah sang penata rias pengantin merapikan make up yang menempel di wajah cantiknya. Tubuh ramping gadis itu dibalut kebaya berbahan tile warna merah marun dipadu dengan rok panjang motif batik.

Acara midodareni segera dimulai. Dinar melongok ke arah benda bulat yang menempel di dinding kamar. Hatinya gelisah, waktu yang telah ditentukan telah melewati batas setengah jam lamanya. Namun, Galih beserta keluarganya belum terdengar kedatangannya.

"Sudah jam segini, kok belum datang juga. Ada apa, sih?" dengkusnya seolah mengeluhkan keadaan.

Setelah beberapa kali melirik jam di dinding yang menitnya kian merangkak, hati Dinar pun semakin berdebar tak karuan. Ia lantas bangkit dari duduk menuju jendela, mengintip suasana di halaman. Riuh redam terdengar keluhan tamu undangan, yang mempertanyakan kedatangan calon suaminya itu.

Gadis semampai itu, kembali duduk di ranjang. Keringat dingin mulai keluar di dahi, tengkuk dan telapak tangan. Bahkan kebaya yang dipakainya mulai basah.

Satu setengah jam telah berlalu dari ketentuan undangan, Dinar semakin panik. Bangun kemudian duduk begitulah seterusnya.

"Jangan mondar-mandir terus Mbak Dinar, nanti dandanannya morat-marit dan make up-nya luntur. Ditunggu aja dengan tenang, pasti datang kok, calon suaminya," bujuk Mbak Rianti yang menemaninya di kamar pengantin.

"Tapi ini udah hampir dua jam, Mbak Rianti. Aku takut dia gak datang. Benar-benar takut, Mbak."

"Tenang dan lebih baik berdoa, Mbak Dinar!" titahnya sembari mengelus lembut pundak gadis yang berbalut kebaya itu.

Dinar menuruti nasihat yang diucapkan Mbak Rianti. Mulutnya tampak komat-kamit seolah membaca mantra untuk beberapa saat.

"Mbak Manten, siap-siap, ya? Calon pengantin laki-lakinya, kabarnya sebentar lagi datang. Ini udah di jalan." Seorang lelaki mengetuk pintu kamar dan memberitahu kabar itu. Dinar menghela napas dalam. Ada rasa sedikit lega memenuhi rongga dada.

Mbak Rianti yang baru saja merapikan alat rias pengantin untuk dimasukkan ke dalam box, bergegas menghampiri Dinar yang duduk di sisi ranjang. Sang penata rias merapikan kebaya dan kain batik yang membalut tubuh rampingnya. Kemudian menyentuh dahi Dinar yang penuh embun keringat dengan tisu.

"Wahhh ... udah cantik, Mbak Dinar," ujarnya sembari menyapukan kuas ke wajah.

Dinar tersenyum, akan tetapi jantungnya berdegup kencang, merasakan gugup.

🌺🌺🌺

Setelah menanti lebih dari dua jam, akhirnya rombongan pengantin lelaki tiba. Dinar dan Galih saling duduk berhadapan diapit kedua orang tua masing-masing, tentunya ditemani juga oleh kerabat yang lain.

Dari jarak dua meter Dinar menatap wajah calon suaminya yang sejak datang terlihat murung. Kontras dengan dirinya yang merasa lega dan senang.

Sesi saling memakaikan cincin di jari manis dan menyerahkan seserahan di acara midodareni pun dimulai. Dinar dan Galih didaulat untuk berdiri saling berhadapan. Kecewa. Dinar seketika merasa kecewa. Senyum merekah yang ia tampilkan untuk Galih tak ada balasan. Calon suaminya itu masih saja muram dan tampak kaku.

"Bukankah seharusnya ia tak canggung lagi melakukan sesi ini? Ia pernah menikah dan ini kedua kalinya denganku," gerutu batin Dinar.

Hambar. Rasanya tak se-spesial yang dibayangkan Dinar. Acara yang seharusnya berlangsung dengan hangat ternodai dengan sikap murung dan kaku sang calon suami.

"Mas, kenapa sih sejak datang masih cemberut aja? Gak enak tau, diliat orang." Dinar mencoba bertanya ketika acara berakhir. Seolah hatinya tak sanggup lagi menahan kesal yang sejak tadi terpendam.

"Kamu pengen tau? Bener pengen tau?!" gertak Galih disertai sorot mata yang tajam.

Tak ingin orang-orang yang masih tersisa di halaman memperhatikan, gadis itu menarik lengan calon duaminya agar mengikutinya masuk rumah.

"Iya, aku pengen tau, Mas. Sejak tadi kamu udah membuatku deg-degan dan takut. Aku takut terjadi macam-macam denganmu dan keluarga karena gak datang-datang. Begitu datang, bukannya seneng, kamu justru cemberut dari awal hingga akhir acara."

Tiba di ruang tamu, Dinar menumpahkan semua rasa yang menyesakkan dada dengan buliran bening yang meleleh di pipi.

"Aku lagi sebel sama Mbakku. Semua keperluan dia yang urus, tapi begitu mau berangkat tadi, mobil yang disewa belum dibayar uang mukanya. Aku masih mondar-mandir cari pemiliknya dengan mendatangi rumahnya, tadi. Itu yang membuatku telat datang," dalih Galih panjang lebar kemudian melepas jaz, menyisakan kemeja panjang warna putih untuk membalut tubuh bagian atas.

Dinar mengusap kasar air mata dengan telapak tangan. Kemudian menatap wajah Galih yang mulai tersenyum.

"Jangan marah-marah lagi, Mas! Aku takut dan gemeteran jika melihat orang marah," ujar Dinar sembari menggeser letak duduk agar lebih dekat dengan Galih.

"Iya," jawab Galih singkat.

Galih lantas meraih tangan dan saling menyelipkan di sela-sela jemari. Diletakkannya genggaman tangan di paha. Dinar membalas dengan menatap cincin yang melingkar di jari manis masing-masing yang terpaut jadi satu.

"Mas, bentar lagi pulang ato menginap di rumah Mbah Mitro?" tanya Dinar sembari menyandarkan kepala di pundak lelaki yang sebentar lagi sah menjadi suaminya.

"Pulang ajalah. Gak enak nginep di rumah orang, meskipun udah dipinjamkan untuk tempat pihak laki-laki. Emang kamu pengen, aku nginep, tho?" goda Galih sembari menyentuh lembut pinggang calon istrinya.

"Gak. Pulanglah! Aku takut kalo nginep di sini, malah gak bisa tidur. Soalnya besok harus fit, Mas."

"Ya udah, aku pulang sekarang aja, ya?"

"Jangan mabuk-mabukan lagi ya, Mas!" pesan gadis itu, sebelum Galih beranjak pulang.

🌺🌺🌺

Baju pengantin beludru panjang warna hitam membalut tubuh ramping Dinar. Prosesi demi prosesi acara adat pengantin Jawa ia ikuti dari Subuh hingga kini duduk di pelaminan.

Iringan musik gamelan dan tembang khas Jawa mengalun khidmat saat memasuki sesi acara "Temu Temanten". Berdiri beberapa meter dari pelaminan, Galih tampak gagah memakai baju pengantin berbahan dan berwarna yang sama dengan sang mempelai wanita. Ia berjalan perlahan menghampiri Dinar yang tengah berdiri di depan pelaminan untuk menyambutnya.

Dinar menarik napas dalam, saat Galih
memandangnya dengan tersenyum. Rasa hangat seketika menjalar ke seluruh tubuh. Tidak seperti tadi pagi saat mengucapkan ijab kabul, Galih tampak gugup dan harus mengulangi ikrar suci. Namun, sekarang ia tampak santai.

"Lah! Kok sudah diinjak duluan ini, bagaimana? Belum disuruh," seru Sesepuh adat yang memimpin acara.

Dinar tampak menahan tawa saat tiba-tiba Galih menginjak telur sebelum dikomando. Dia pun menutup mulut dengan sebelah tangannya, menahan tawa malu.

Usai acara membasuh kaki sang calon suami dengan air kembang tujuh rupa, Dinar pun menggandeng lengannya. Mereka berjalan menuju pelaminan.

Waktu seolah berjalan cepat hingga di akhir acara. Usai tamu bersalaman dan berpamitan pulang, Galih ikut membantu keluarga gadis yang telah berstatus istrinya itu, membersihkan dan merapikan rumah.

🌺🌺🌺

Lelaki yang telah sah menjadi suami Dinar muncul dari balik pintu berkalung handuk. Ia mengenakan kaos yang pas melekat di tubuh, memperlihatkan dadanya yang bidang dan bercelana pendek.

"Din, tolong simpankan handuk ke kamar mandi! Aku gak enak mondar-mandir," pintanya seraya melemparkan handuk ke kasur.

Dinar terpaksa bangun dari duduk dengan menahan rasa nyeri di perut sejak acara ijab kabul berlangsung.

Suasana rumah mulai sepi. Sanak saudara yang tadi berkumpul satu per satu berpamitan pulang. Kedua orang tua Dinar juga tampak lelah hingga istirahat lebih awal.

Atap dapur yang berbahan seng terdengar nyaring saat gerimis mulai turun. Setelah menenggak air dingin dari dalam kulkas, Dinar segera kembali ke kamar.

"Udah, Din?" tanya Galih saat melihat Dinar membuka pintu kamar.

"Udah. Kayaknya gerimis deh, Mas," ujarnya saat menyugar rambut di depan cermin.

"Malah enak tho, Din? Dingin-dingin empuk. Makanya, cepet sini, tho!" serunya .

Dinar menghampirinya yang tengah berbaring di kasur dengan posisi telentang. Sigap diraihnya cepat tubuh, kemudian kepala ia sandarkan di lengannya yang kekar.

Lampu kamar berganti lampu duduk yang berpijar temaram.

"Mas, maafkan aku. Malam ini jangan dulu, ya?" ucap Dinar seraya menyentuh lembut pipi sang suami.

Tak ada sahutan. Seketika Galih mendorong tubuh sang istri, lantas bangun dari tidurnya. Ia bergegas memakai celana jeans yang menggantung di balik daun pintu kamar dan jaket berbahan sama dengan celana. Wajah yang tadinya hangat berubah berang sejak Dinar menunda keinginannya untuk mengajak berhubungan intim.

Galih meraih kontak motor kesayangan Dinar di meja. Dengan langkah cepat keluar kamar. Dinar yang tidak sempat mencegahnya, mendengar suara kencang mesin motor dipacu.

"Siapa tho, Din, yang bawa motor ngebut?" suara sang ayah di luar kamar membuat Dinar tersentak. Sang ayah terbangun gara-gara ulah Galih.

"Mas Galih, Yah."

"Lha, malam pertama kok malah pergi. Mau ke mana, tho, Din hujan-hujan begini?" gerutu sang ayah.

"Gak tau, Yah," sahutnya seraya menghela napas dalam.

Dinar tak habis pikir dengan sifat Galih. Terkadang lembut, sesaat kemudian berubah berang. Sejak awal kenal dengannya, ia sering kali berbohong pada Dinar. Dari masalah kerja hingga seringnya meminjam uang tanpa dikembalikan.

Dinar meringkuk sendiri di sisi kasur. Meskipun bukan malam pertama lagi, setidaknya malam ini mereka telah sah menjadi suami istri. Seharusnya mereka saling mendekap manja, walaupun menyalurkan syahwat tidak dipenuhi sang istri malam ini.

Sebagai seorang istri, Dinar yang menolak, bukan berarti seterusnya tak ingin memenuhi kewajiban melayani suami. Hanya saja, ia merasa lelah dan merasakan perut nyeri serta mual. Tepat hari ini, seharusnya dirinya mendapatkan tamu bulanan. Mungkin telat atau memang telah hamil?

Next

Pict : Pinterest

Hasrat Tertunda Berujung Amarah

kaskus-image
Diubah oleh miniadila 14-08-2020 14:50
ismilaila
Arikempling78
WardahRos
WardahRos dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Tutup
Ikuti KASKUS di
Β© 2025 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.