Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bangke.ditiangAvatar border
TS
bangke.ditiang
Korban Pelecehan Seksual Bersuara: Gereja Katolik Mengkhianati Saya
Laporan Tirto dan The Jakarta Post tentang pelecehan seksual yang dilakukan seorang pastor di gereja Katolik Maria Bunda Karmel Paroki Tomang, Jakarta Barat, mendorong lebih banyak korban angkat bicara.

Salah satunya adalah Anna, yang minta namanya disamarkan, menghubungi tim kolaborasi setelah sehari laporan terbit.

Anna mengisahkan pengalamannya dilecehkan romo berinisial H itu saat menjadi siswa di Sekolah Katolik Sang Timur, terletak di sebelah Gereja Maria Bunda Karmel. Pelecehan seksual itu terjadi saat Anna melakukan pengakuan dosa menjelang Natal dan Paskah.

“Biasanya hanya ada dua pastor yang bertugas menerima pengakuan dosa ratusan murid," kata Anna. “Salah satu romo yang selalu bertugas adalah dia (Anna menyebut nama romo tersebut)."

Pastor itu “meletakkan telapak tangannya ke arah saya—ke arah dada saya, dan pelan-pelan menggerakkannya naik-turun," ungkap Anna.

Anna merasa bingung kala itu. “Saya ingat bertanya-tanya sendiri, ‘Apakah itu sikap biasa saja, gestur tanda mengasihi kami?—yang bertahun-tahun datang mengaku dosa kepada dia," ujar Anna.

Pelecehan itu terjadi berkali-kali sampai Anna lulus sekolah. “Tiap kali meninggalkan ruang pengakuan (di kapel), saya bingung, tapi tidak tahu apa yang harus pikirkan atau lakukan."

Pengakuan dosa siswa Sang Timur di sebuah kapel, alih-alih di ruang pengakuan dosa tradisional yang dipartisi, terjadi karena jumlah murid yang banyak sementara romo yang bertugas terbatas. Itu memungkinkan para pastor berkontak langsung dengan siswa, tanpa diketahui oleh siapa pun. (Laporan kami, 'Bungkamnya Korban Kekerasan Seksual Demi Nama Baik Gereja Katolik', mengangkat dua penyintas, Sisca dan Ellen, yang mengisahkan kejadian pelecehan oleh pelaku yang sama.)

Anna tak pernah menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun, untuk waktu cukup lama, termasuk kepada ibunya. Ia berasumsi ceritanya akan mudah dibantah karena Romo H punya citra “tidak berbahaya, penuh kasih, dan sudah tua." Ketika usianya 23-24 tahun, Anna mulai paham atas apa yang dilakukan Romo H bukan hal biasa atau gestur mengasihi belaka. “Apa yang dia lakukan itu salah. Itu eksploitasi, manipulasi… It was an abuse," kata Anna.

Sekitar 10 tahun kemudian, saat berkumpul dengan kawan-kawannya, Anna terkejut saat mendengar dua dari empat kawannya dari Sekolah Sang Timur mengalami hal sama, oleh pelaku yang sama.

“Saya tahu ada yang enggak benar dengan pendeta ini. Dan selama bertahun-tahun, kita semua hidup dengan fakta dan kebenaran bahwa dia telah menyalahgunakan kekuasaan dan otoritasnya, and exploited the innocence of these Catholic girls."

Vivian, juga minta namanya disamarkan, mengisahkan Romo H pernah mencium di bagian sudut bibirnya beberapa kali saat memberikan berkat. Pastor ini terkenal selalu berada di selasar gereja Maria Bunda Karmel tiap pagi untuk memberikan berkat kepada murid-murid yang akan masuk kelas.

“Mayoritas emang anak-anak SMA karena itu emang jalan kita kalau mau masuk sekolah. Lewatin selasar itu. Kalau anak TK, SD, SMP, enggak lewat situ," ungkap Vivian, mengingat kejadian sekitar 2013 dan 2014.

“Romonya kadang cuma berkatin aja gitu, doa, dan bikin salib di kening. Mostly, sambil megang pipi kita gitu pas doanya; kadang abis bikin salib, kening kita dicium. Kadang pipi kanan-kiri. Nah, aku ada beberapa kali yangg dicium pipi tapi mepet ke bibir," cerita Vivian.

Awalnya, Vivian mengira ciuman itu hanya bentuk afeksi sang romo yang sudah berusia lanjut terhadap anak-anak. Meski canggung, Vivian tak pernah menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun sampai ia membaca laporan kami. Beberapa kawannya ternyata mengalami hal sama, ujar Vivian.

Namun, dalam kasus Vivian, Romo H masih mengontaknya beberapa kali. Romo itu mengirim pesan menanyakan kabarnya—apakah sudah menikah—dan meminta Vivian mengirimkan foto terbarunya. Pesan terakhir pada Mei lalu.

Rupanya, sejumlah kawan Vivian menerima pesan bernada serupa dari romo H, ujar Vivian.

Anna dan Vivian langsung menyebutkan nama romo pelaku kepada tim kolaborasi. Vivian menebak nama romo itu karena modus pelecehan seksual serupa dialami Ellen, penyintas yang kisahnya kami tulis dalam laporan perdana. Sementara Anna berkata, “Cuma dia—(menyebut nama)—yang melecehkan saya. Cuma dia yang mencium teman-teman saya sebelum mereka keluar ruang pengakuan (kapel)."

Februari lalu saat kami mengonfirmasi kisah pelecehan yang dialami Sisca dan Ellen, untuk seri laporan perdana kami, Romo Kepala Paroki Mari Bunda Karmel saat itu, Andreas Yudhi Wiyadi, membantahnya. Ia bilang tak pernah mendengar laporan apa pun mengenai pelecehan seksual yang dilakukan oleh romo tersebut. Selama dia menjadi romo kepala, “Kapel enggak pernah digunakan buat pengakuan dosa."

Romo Kepala yang baru, Krispinus Ginting, tak merespons pertanyaan kami mengenai apakah ada tindakan yang diambil gereja menyusul laporan pertama kami soal dugaan pelecehan seksual oleh Romo H.

Romo H, terduga pelaku pelecehan seksual, tak mengangkat telepon dari upaya konfirmasi kami; ia hanya membaca pesan WhatsApp yang kami kirimkan.

Kepala Ordo Karmel Romo Budiono mengklaim kepada kami bahwa ia selalu terbuka dengan laporan kekerasan seksual. “[Korban] harus melaporkan langsung kepada kami (ordo), lengkap dengan nama dan alamat," ungkapnya.

Hal itu tentu saja menyulitkan para penyintas karena risiko identitas mereka terbuka, dan kemungkinan menjadi korban untuk kali kedua sangat besar karena tak ada jaminan keamanan dari gereja.

Dianggap ’Wajar’ oleh Orangtua
Vivian sempat memberitahu apa yang dilakukan oleh Romo H kepada orangtuanya. Tetapi, orangtuanya berkata yang dilakukan Romo H adalah hal “wajar".

“Jadi aku dulu percaya kalau apa yang dilakuin romo ini tuh normal dan sebenarnya dia baik, penuh kasih sayang, dan lain-lain," ujar Vivian. “Turned out, beberapa temenku juga reaksi ortu-nya gitu. Mungkin itu juga yang bikin kami jadi repress pengalaman ini."

Pengalaman sama terhadap Anna: “Ibu saya tidak bereaksi persis seperti yang saya harapkan." Anna berkata “bukan berarti saya tahu harus berharap reaksi apa dari ibu saya, tapi dia tenang dan tanpa diduga acuh tak acuh."

Ibu Anna mempercayai kisah anaknya, tapi tak tahu harus berbuat apa. “Saat itu ibu saya memberitahu saya bahwa dia mendengar cerita serupa dari salah satu tetangga kami yang putrinya sekelas dengan saya!"

Kami mengontak dokter spesialis psikiatri anak Fransiska Kaligis mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh orangtua ketika mendengar anaknya mendapatkan pelecehan seksual, yang dalam kasus ini, para penyintas remaja ini belum mampu dan belum paham saat itu untuk mendefinisikan tindakan Romo H adalah pelecehan seksual. Kesadaran bahwa itu pelecehan seksual tumbuh seiring mereka dewasa. Saat kejadian, para penyintas hanya merasa aneh, canggung, bahwa tingkah Romo H itu “seharusnya salah"—tetapi sulit diungkapkan.

Fransiska Kaligis berpendapat laporan pelecehan atau kekerasan seksual kepada anak seharusnya ditindaklanjuti serius. Gunanya untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin muncul setelahnya. “Trauma seperti itu bisa memengaruhi anak melihat dirinya sendiri, orang lain, dan dunia mereka," katanya. (Fakta bahwa keempat penyintas, dan mereka mengisahkan pengalaman serupa teman-temannya, atas kejadian 10 sampai 30 tahun lalu itu dengan detail ingatan yang jelas, bisa kami sebut adalah pengalaman traumatis.)



Baca juga: Penyangkalan Kekerasan Seksual di Balik Tembok Tebal Gereja Katolik
Penyangkalan Gereja Mengabaikan Panduan Vatikan
Minim respons atau bahkan penyangkalan dari pejabat Gereja Katolik di Indonesia atas dugaan pelecehan seksual telah mengabaikan seruan dan panduan Vatikan.

Pedoman baru tentang penyelidikan dan pelaporan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dan lainnya oleh kaum klerus telah dikeluarkan oleh Vatikan. Salah satu poinnya menggarisbawahi laporan dapat berasal dari sumber anonim, yaitu dari orang tak dikenal.

“Anonimitas sumber seharusnya tidak otomatis mengarah pada anggapan bahwa laporan itu palsu," tulis Vademecum, atau manual, yang dirilis Vatikan pada 16 Juli 2020.

Di dalamnya menjelaskan, di antara hal lain, laporan yang kurang spesifik seperti nama, tanggal, waktu, dan lain-lain “harus dinilai dengan tepat dan, jika memungkinkan, diperhatikan sebaik-baiknya."

Pedoman terbaru ini mengatur bagaimana gereja membuka penyelidikan awal setelah menerima “dugaan pelanggaran" yang dilakukan oleh kaum klerus. Kemungkinan pelanggaran ini bisa berasal dari laporan media (termasuk media sosial)," tulis buku manual.

Dengan kata lain, laporan kolaborasi 'Nama Baik Gereja' antara Tirto dan The Jakarta Post sudah menyediakan sumber material yang cukup bagi Gereja Katolik di Indonesia untuk mengusut ada kemungkinan pelanggaran dan seharusnya bisa memulai penyelidikan kasus-kasus pelecehan atau kekerasan seksual.

Paus Fransiskus, melalui motu proprio berjudul “Vos Estis Lux Mundi" (“kamu adalah terang dunia"), mewajibkan setiap Keuskupan dan Ordo di dunia untuk mendirikan “satu atau lebih sistem yang terbuka, stabil, dan mudah diakses untuk penyerahan laporan" tentang pelecehan seksual oleh para klerus dan religius, penggunaan pornografi anak, dan tindakan penyembunyian pelecehan itu. Tenggatnya, Juni 2020. Namun, sampai saat ini, Gereja Katolik di Indonesia belum memilikinya.

“Gereja telah mengkhianati saya," tulis Anna dalam pesannya kepada tim kolaborasi

https://www.google.com/amp/s/amp.tir...nati-saya-fXAZ



Diubah oleh KS06 13-08-2020 09:36
jazzcoustic
mony372an
gembaladomba666
gembaladomba666 dan 8 lainnya memberi reputasi
3
2.7K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Tampilkan semua post
otakgakdipakeAvatar border
otakgakdipake
#16
FILOSOFI HIDUP&AGAMA SEBENARNYA= AGAMA BUDDHA.
Makanya silakan pindah ke FILOSOFI HIDUP&AGAMA YANG SEBENARNYA=

7 Ajaran Utama Buddha, Agama Paling Damai di Dunia

Buddha diagungkan bukan karena kekayaan, keindahan, atau lainnya. Beliau diagungkan karen kebaikan, kebijaksanaan, dan pencerahanNya. Inilah alasan mengapa kita, seorang Buddhis, menganggap ajaran Buddha sebagai jalan hidup tertinggi.

Apa sajakah keunggulan-keunggulan yang menumbuhkan kekaguman kita terhadap ajaran Buddha?

1. Ajaran Buddha tidak membedakan kelas / kasta
Buddha mengajarkan bahwa manusia menjadi baik atau jahat bukan karena kasta atau status sosial, bukan pula karena percaya atau menganut suatu kepercayaan. Seseorang baik atau jahat karena perbuatannya. Dengan berbuat jahat, seseorang menjadi jahat, dan dengan berbuat baik, seseorang menjadi baik. Setiap orang, apakah ia raja, orang miskin atau pun orang kaya, bisa masuk surga atau neraka, atau mencapai Nibbana, dan hal itu bukan karena kelas atau pun kepercayaannya.

2. Ajaran Buddha mengajarkan belas kasih yang universal
Buddha mengajarkan kita untuk memancarkan metta (kasih sayang dan cinta kasih) kepada semua makhluk tanpa kecuali. Terhadap manusia, janganlah membedakan bangsa. Terhadap hewan, janganlah membedakan jenisnya. Metta harus dipancarkan kepada semua hewan termasuk yang terkecil seperti serangga.

3. Dalam ajaran Buddha, tidak seorang pun diperintahkan untuk percaya
Sang Buddha tidak pernah memaksa seseorang untuk mempercayai ajaranNya. Semua adalah pilihan sendiri, tergantung pada hasil kajian masing-masing individu. Buddha bahkan menyarankan, “Jangan percaya apa yang Kukatakan kepadamu sampai kamu mengkaji dengan kebijaksanaanmu sendiri secara cermat dan teliti apa yang Kukatakan.” Ajaran Buddha tidak terlalu dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan dan kritik-kritik terhadap ajaranNya. Jelaslah bagi kita bahwa ajaran Buddha memberikan kemerdekaan atau kebebasan berpikir.

4. Agama Buddha mengajarkan diri sendiri sebagai pelindung
Buddha bersabda, “Jadikanlah dirimu pelindung bagi dirimu sendiri. Siapa lagi yang menjadi pelindungmu? Bagi orang yang telah berlatih dengan sempurna, maka dia telah mencapai perlindungan terbaik.”

Ini bisa dibandingkan dengan pepatah bahasa Inggris, “God helps those who help themselves” –Tuhan menolong mereka yang menolong dirinya sendiri. Inilah ajaran Buddha yang menyebabkan umat Buddha mencintai kebebasan dan kemerdekaan, dan menentang segala bentuk perbudakan dan penjajahan.

Buddha tidak pernah mengutuk seseorang ke neraka atau pun menjanjikan seseorang ke surga, atau Nibbana; karena semua itu tergantung akibat dari perbuatan tiap-tiap orang, sementara Buddha hanyalah guru atau pemimpin. Seperti tertulis dalam Dhammapada, “Semua Buddha, termasuk Saya, hanyalah penunjuk jalan.” Pilihan untuk mengikuti jalanNya atau tidak, tergantung pada orang yang bersangkutan.

5. Ajaran Buddha adalah ajaran yang suci
Yang dimaksudkan di sini adalah ajaran tanpa pertumpahan darah.
Dari awal perkembangannya sampai sekarang, lebih dari 2500 tahun –ajaran Buddha tidak pernah menyebabkan peperangan. Bahkan, Buddha sendiri melarang penyebaran ajaranNya melalui senjata dan kekerasan.

6. Ajaran Buddha adalah ajaran yang damai dan tanpa monopoli kedudukan
Dalam Dhammapada, Buddha bersabda, “Seseorang yang membuang pikiran untuk menaklukkan orang lain akan merasakan kedamaian.” Pada saat yang sama, Beliau memuji upaya menaklukkan diri sendiri. Beliau berkata, “Seseorang yang menaklukkan ribuan orang dalam perang bukanlah penakluk sejati. Tetapi seseorang yang hanya menaklukkan seorang saja yaitu dirinya sendiri, dialah pemenang tertinggi.”

Di sini, menaklukkan diri sendiri terletak pada bagaimana mengatasi kilesa (kekotoran batin). Andaikan semua orang menjadi umat Buddha, maka diharapkan manusia akan beroleh perdamaian dan kebahagiaan. Buddha mengatakan bahwa semua makhluk harus dianggap sebagai sahabat atau saudara dalam kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian. Beliau juga mengajarkan semua umat Buddha untuk tidak menjadi musuh orang-orang tidak satu keyakinan atau pun menganggap mereka sebagai orang yang berdosa. Beliau mengatakan bahwa siapa saja yang hidup dengan benar, tak peduli kepercayaan apapun yang dianutnya, mempunyai harapan yang sama untuk memperoleh kebahagiaan di kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang. Sebaliknya, siapapun yang menganut ajaran Buddha tetapi tidak mempraktikkannya, hanya akan memperoleh sedikit harapan akan pembebasan dan kebahagiaan.

Dalam ajaran Buddha, setiap orang memiliki hak yang sama untuk mencapai kedudukan yang tinggi. Dengan kata lain, setiap orang dapat mencapai Kebuddhaan.

7. Ajaran Buddha mengajarkan hukum sebab dan akibat
Buddha mengajarkan bahwa segala sesuatu muncul dari suatu sebab. Tiada suatu apapun yang muncul tanpa alasan.

Kebodohan, ketamakan, keuntungan, kedudukan, pujian, kegembiraan, kerugian, penghinaan, celaan, penderitaan –semua adalah akibat dari keadaan-keadaan yang memiliki sebab.

Akibat-akibat baik muncul dari keadaan-keadaan yang baik, dan akibat buruk muncul dari penyebab-penyebab buruk pula. Kita sendiri yang menyebabkan keberuntungan dan ketidakberuntungan kita sendiri. Tidak ada Tuhan atau siapapun yang dapat melakukannya untuk kita. Oleh karena itu, kita harus mencari keberuntungan kita sendiri, bukan membuang-buang waktu menunggu orang lain melakukannya untuk kita. Jika seseorang mengharapkan kebaikan, maka dia hanya akan berbuat kebaikan dan berusaha menghindari pikiran dan perbuatan jahat.

Prinsip-prinsip sebab dan akibat; suatu kondisi yang pada mulanya sebagai akibat akan menjadi sebab dari kondisi yang lain, dan seterusnya seperti mata rantai. Prinsip ini sejalan dengan pengetahuan modern yang membuat ajaran Buddha tidak ketinggalan zaman daripada kepercayaan-kepercayaan lain di dunia.

“Dhamma itu indah pada awalnya, indah pada pertengahannya dan indah pada akhirnya”

Sumber: [url]https://indonesianbuddhistsociety.wo...aran-buddha-2/[/url]
Bonus: 
wolfzmus
dionisius.al246
dionisius.al246 dan wolfzmus memberi reputasi
0
Tutup
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.