- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#194
Jilid 6 [Part 140]
Spoiler for :
Pada saat itu, Lembu Sora telah dekat benar dengan Arya Salaka yang dengan tombak di tangan masih saja perhatiannya terikat pada pertempuran yang sengit antara Panjawi dan Wadas Gunung, serta laskar Banyubiru melawan laskar-laskar yang menyerangnya.
Ternyata Lembu Sora sudah tidak mau membuang waktu lagi. Meskipun mula-mula ia tampak ragu-ragu, tetapi akhirnya dengan suatu gerakan yang dahsyat ia meloncat sambil mengayunkan pedangnya. Meskipun demikian, karena anak yang berdiri di hadapannya itu, bagaimanapun juga adalah kemenakannya, maka pada saat pedangnya terayun deras, Lembu Sora memejamkan matanya.
Tetapi ia menjadi terkejut sekali ketika pedangnya sama sekali tak menyentuh apapun. Bahkan ia sendiri telah tertarik oleh kekuatannya serta ayunan pedangnya sehingga hampir saja ia tertelungkup. Pada saat Lembu Sora berusaha untuk menguasai dirinya, dilihatnya sebuah bayangan yang melayang menyusup regol samping dan hilang di dalam gelap malam.
Cepat Lembu Sora meloncat menyusulnya, tetapi ia sama sekali tidak dapat lagi melihat bayangan yang telah hilang bersama-sama dengan hilangnya Arya Salaka, beserta tombak tanda kebesaran Banyubiru, Kyai Bancak.
Pada saat yang tepat, ternyata Mahesa Jenar telah berhasil menarik Arya dan langsung dibawanya lari. Ia masih mempunyai kelebihan waktu beberapa saat dari Lembu Sora yang sedang memperbaiki keseimbangannya pada saat ia terbawa oleh pedangnya yang terayun deras. Karena itu Lembu Sora sudah tidak berhasil untuk dapat mengejarnya.
Pada saat itu, dada Lembu Sora terguncang luar biasa. Kegagalannya pada saat yang menentukan itu sangat menyakitkan hatinya. Hampir saja ia menjadi mata gelap dan menghancurkan Banyubiru serta seluruh isinya. Tetapi otaknya yang licin telah menyelamatkannya.
CEPAT Lembu Sora menyelinap, dan dengan kudanya yang tangkas ia berlari kencang-kencang kembali ke Pamingit. Setelah dengan rahasia ia memberikan aba-aba kepada laskar gabungan itu untuk segera meninggalkan Banyubiru, diikuti pula oleh sekutu-sekutunya, tokoh-tokoh golongan hitam, untuk kemudian dengan laskar murni dari Pamingit.
Lembu Sora akan datang kembali, dengan dalih untuk memberi perlindungan kepada daerah perdikan, yang dikuasai oleh kakaknya, yang terpaksa tidak dapat menjalankan kewajibannya.
Arya Salaka yang merasa dirinya ditangkap oleh seseorang tanpa diketahui dari mana arahnya, menjadi terkejut sekali. Dengan gerak diluar kesadarannya ia menusuk orang yang menangkapnya dengan tombaknya, tetapi orang itu sangat tangkasnya, sehingga tombaknya malahan telah dirampasnya.
Dengan demikian Arya menjadi marah dan cemas. Segera ia meronta untuk melepaskan diri. Tetapi ketika ia hampir saja berteriak-teriak, didengarnya orang itu berkata,
Mendengar jawaban itu, hati Arya Salaka segera menjadi sejuk seperti disiram embun. Ketakutan, kecemasan dan kebingungan yang menusuk-nusuk dadanya seketika itu lenyap seperti asap ditiup angin.
Beberapa saat kemudian, setelah Mahesa Jenar merasa aman dari kemungkinan dapat diketemukan oleh Lembu Sora dan laskarnya, segera memberhentikan langkahnya. Nafasnya berjalan cepat, serta jantungnya berdetakan karena perasaan-perasaan yang bercampur-baur di dalam kepalanya.
Setelah mereka berdua agak tenang, berkatalah Mahesa Jenar,
Mendengar keterangan Arya Salaka itu, bergolaklah hati Mahesa Jenar. Ternyata para pemimpin Banyubiru sama sekali masih belum mengetahui bahwa sumber dari segala bencana itu justru Lembu Sora sendiri. Puncak dari kejahatannya adalah suatu usaha untuk membinasakan Arya Salaka. Padahal saat itu, para pemimpin Banyubiru datang minta perlindungan kepadanya.
Mahesa Jenar tidak meneruskan kata-katanya. Ia menjadi ragu, apakah sebaiknya ia harus mengatakan terus terang tentang apa yang terjadi sebenarnya, ataukah ia harus berkata lain.
Arya Salaka menjadi keheran-heranan mendengar kata-kata Mahesa Jenar. Apakah kepentingan orang-orang kita itu membunuhnya? Tetapi baru saja, apa yang telah terjadi, agaknya memang benar. Beberapa orang telah mengejar-ngejar Arya Salaka, dengan senjata terhunus.
Arya menarik nafas panjang. Otaknya yang masih belum cukup masak itu belum dapat menangkap masalah-masalah yang terlalu sulit. Karena itu ia tidak berpikir lebih lanjut. Apalagi sekarang ia sudah merasa bahwa dirinya telah mendapat perlindungan.
Ketika melihat wajah Arya yang seolah-olah masih bersih dari segala macam prasangka, Mahesa Jenar tidak sampai hati untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya, oleh karena kekhianatan pamannya.
Dengan melihat kenyataan itu, ada kemungkinan timbul suatu luka yang berbahaya pada jiwa kanak-kanaknya. Mungkin ia akan kehilangan seluruh kepercayaan pada seseorang. Apalagi orang lain, sedang pamannya sendiri telah melakukan kejahatan terhadap dirinya.
Karena itu, Mahesa Jenar harus berkata lain kepada Arya Salaka, meskipun maksudnya adalah sama. Mengajak Arya Salaka untuk sementara bersembunyi.
Ternyata Lembu Sora sudah tidak mau membuang waktu lagi. Meskipun mula-mula ia tampak ragu-ragu, tetapi akhirnya dengan suatu gerakan yang dahsyat ia meloncat sambil mengayunkan pedangnya. Meskipun demikian, karena anak yang berdiri di hadapannya itu, bagaimanapun juga adalah kemenakannya, maka pada saat pedangnya terayun deras, Lembu Sora memejamkan matanya.
Tetapi ia menjadi terkejut sekali ketika pedangnya sama sekali tak menyentuh apapun. Bahkan ia sendiri telah tertarik oleh kekuatannya serta ayunan pedangnya sehingga hampir saja ia tertelungkup. Pada saat Lembu Sora berusaha untuk menguasai dirinya, dilihatnya sebuah bayangan yang melayang menyusup regol samping dan hilang di dalam gelap malam.
Cepat Lembu Sora meloncat menyusulnya, tetapi ia sama sekali tidak dapat lagi melihat bayangan yang telah hilang bersama-sama dengan hilangnya Arya Salaka, beserta tombak tanda kebesaran Banyubiru, Kyai Bancak.
Pada saat yang tepat, ternyata Mahesa Jenar telah berhasil menarik Arya dan langsung dibawanya lari. Ia masih mempunyai kelebihan waktu beberapa saat dari Lembu Sora yang sedang memperbaiki keseimbangannya pada saat ia terbawa oleh pedangnya yang terayun deras. Karena itu Lembu Sora sudah tidak berhasil untuk dapat mengejarnya.
Pada saat itu, dada Lembu Sora terguncang luar biasa. Kegagalannya pada saat yang menentukan itu sangat menyakitkan hatinya. Hampir saja ia menjadi mata gelap dan menghancurkan Banyubiru serta seluruh isinya. Tetapi otaknya yang licin telah menyelamatkannya.
CEPAT Lembu Sora menyelinap, dan dengan kudanya yang tangkas ia berlari kencang-kencang kembali ke Pamingit. Setelah dengan rahasia ia memberikan aba-aba kepada laskar gabungan itu untuk segera meninggalkan Banyubiru, diikuti pula oleh sekutu-sekutunya, tokoh-tokoh golongan hitam, untuk kemudian dengan laskar murni dari Pamingit.
Lembu Sora akan datang kembali, dengan dalih untuk memberi perlindungan kepada daerah perdikan, yang dikuasai oleh kakaknya, yang terpaksa tidak dapat menjalankan kewajibannya.
Arya Salaka yang merasa dirinya ditangkap oleh seseorang tanpa diketahui dari mana arahnya, menjadi terkejut sekali. Dengan gerak diluar kesadarannya ia menusuk orang yang menangkapnya dengan tombaknya, tetapi orang itu sangat tangkasnya, sehingga tombaknya malahan telah dirampasnya.
Dengan demikian Arya menjadi marah dan cemas. Segera ia meronta untuk melepaskan diri. Tetapi ketika ia hampir saja berteriak-teriak, didengarnya orang itu berkata,
Quote:
"Jangan ribut Arya, kita bersembunyi untuk beberapa saat."
Arya terperanjat mendengar suara itu, suara yang telah dikenalnya.
"Paman Mahesa Jenar?" desisnya.
"Ya," jawab Mahesa Jenar singkat.
Arya terperanjat mendengar suara itu, suara yang telah dikenalnya.
"Paman Mahesa Jenar?" desisnya.
"Ya," jawab Mahesa Jenar singkat.
Mendengar jawaban itu, hati Arya Salaka segera menjadi sejuk seperti disiram embun. Ketakutan, kecemasan dan kebingungan yang menusuk-nusuk dadanya seketika itu lenyap seperti asap ditiup angin.
Beberapa saat kemudian, setelah Mahesa Jenar merasa aman dari kemungkinan dapat diketemukan oleh Lembu Sora dan laskarnya, segera memberhentikan langkahnya. Nafasnya berjalan cepat, serta jantungnya berdetakan karena perasaan-perasaan yang bercampur-baur di dalam kepalanya.
Setelah mereka berdua agak tenang, berkatalah Mahesa Jenar,
Quote:
"Arya, tahukan kau siapakah yang telah menyerang Banyubiru?"
"Tidak Paman," jawab Arya.
"Kapankah serangan itu mulai?" tanya Mahesa Jenar pula.
"Sejak matahari terbenam. Tiba-tiba saja terjadi kerusuhan-kerusuhan di dalam kota. Untunglah bahwa Kakek Wanamerta segera bertindak untuk mengatasi keributan."
"Meskipun demikian ternyata para penyerang itu berkekuatan besar sekali, sehingga untuk keselamatan selanjutnya, Kakek Wanamerta merasa perlu atas persetujuan beberapa pemimpin yang lain serta atas persetujuan Ibu untuk mengirimkan permintaan bantuan ke Pamingit, kepada Paman Lembu Sora, sebab kalau kerusuhan itu berlarut-larut tidak dapat teratasi, maka Banyubiru akan semakin rusak."
"Tidak Paman," jawab Arya.
"Kapankah serangan itu mulai?" tanya Mahesa Jenar pula.
"Sejak matahari terbenam. Tiba-tiba saja terjadi kerusuhan-kerusuhan di dalam kota. Untunglah bahwa Kakek Wanamerta segera bertindak untuk mengatasi keributan."
"Meskipun demikian ternyata para penyerang itu berkekuatan besar sekali, sehingga untuk keselamatan selanjutnya, Kakek Wanamerta merasa perlu atas persetujuan beberapa pemimpin yang lain serta atas persetujuan Ibu untuk mengirimkan permintaan bantuan ke Pamingit, kepada Paman Lembu Sora, sebab kalau kerusuhan itu berlarut-larut tidak dapat teratasi, maka Banyubiru akan semakin rusak."
Mendengar keterangan Arya Salaka itu, bergolaklah hati Mahesa Jenar. Ternyata para pemimpin Banyubiru sama sekali masih belum mengetahui bahwa sumber dari segala bencana itu justru Lembu Sora sendiri. Puncak dari kejahatannya adalah suatu usaha untuk membinasakan Arya Salaka. Padahal saat itu, para pemimpin Banyubiru datang minta perlindungan kepadanya.
Quote:
"Arya…," kata Mahesa Jenar kemudian,
"Ketahuilah bahwa jiwamu terancam. Karena itu sebaiknya kau bersembunyi untuk sementara waktu."
"Ketahuilah bahwa jiwamu terancam. Karena itu sebaiknya kau bersembunyi untuk sementara waktu."
Mahesa Jenar tidak meneruskan kata-katanya. Ia menjadi ragu, apakah sebaiknya ia harus mengatakan terus terang tentang apa yang terjadi sebenarnya, ataukah ia harus berkata lain.
Arya Salaka menjadi keheran-heranan mendengar kata-kata Mahesa Jenar. Apakah kepentingan orang-orang kita itu membunuhnya? Tetapi baru saja, apa yang telah terjadi, agaknya memang benar. Beberapa orang telah mengejar-ngejar Arya Salaka, dengan senjata terhunus.
Arya menarik nafas panjang. Otaknya yang masih belum cukup masak itu belum dapat menangkap masalah-masalah yang terlalu sulit. Karena itu ia tidak berpikir lebih lanjut. Apalagi sekarang ia sudah merasa bahwa dirinya telah mendapat perlindungan.
Ketika melihat wajah Arya yang seolah-olah masih bersih dari segala macam prasangka, Mahesa Jenar tidak sampai hati untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi atas dirinya, oleh karena kekhianatan pamannya.
Dengan melihat kenyataan itu, ada kemungkinan timbul suatu luka yang berbahaya pada jiwa kanak-kanaknya. Mungkin ia akan kehilangan seluruh kepercayaan pada seseorang. Apalagi orang lain, sedang pamannya sendiri telah melakukan kejahatan terhadap dirinya.
Karena itu, Mahesa Jenar harus berkata lain kepada Arya Salaka, meskipun maksudnya adalah sama. Mengajak Arya Salaka untuk sementara bersembunyi.
Quote:
"Arya…, mungkin orang-orang jahat sedang berusaha untuk menangkapmu. Sebab kau sekarang adalah penjabat kepala daerah perdikan Banyubiru. Dengan menangkap kau, orang-orang itu akan mengharapkan keuntungan. Mungkin kau akan dijadikan tanggungan atas suatu pemerasan terhadap Banyubiru. Tetapi juga ada kemungkinan yang lebih berbahaya lagi bagi dirimu, yaitu menghendaki jiwamu," kata Mahesa Jenar.
fakhrie... dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas