- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#158
Jilid 5 [Part 112]
Spoiler for :
Kini Mahesa Jenar sudah tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Banyak hal yang akan dikatakan untuk menyatakan kebersihannya serta banyak hal lagi yang dapat dikatakan pula tentang ketidakwajaran Lembu Sora. Tetapi terdorong oleh kemarahan yang memuncak maka bibirnya hanyalah tampak bergetar tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Apalagi ketika ia melihat Lembu Sora telah menarik pedangnya, maka tidak ada pilihan lain kecuali bertempur mati-matian.
Segera Mahesa Jenar memusatkan segala kekuatan lahir batin, mengatur jalan pernafasannya dan siap untuk mempergunakan Sasra Birawa dalam pukulan yang pertama. Sebab ia tidak mau menanggung akibatnya apabila Lembu Sora telah memiliki aji Lebur Seketi seperti kakaknya. Maka sebagai seekor banteng murka, ia cepat berdiri dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi ketika Lembu Sora beserta beberapa orang yang berotak kosong serta hanya berpikir pendek untuk dapat disebut sebagai seorang pahlawan tanpa menilik masalahnya lebih dalam lagi, mulai bergerak. Tampaklah dengan kecepatan kilat Gajah Sora meloncat maju ke depan adiknya beserta orang-orang itu.
Dengan wajah merah membara, Gajah Sora berteriak dengan penuh kemarahan,
Lontaran suara yang penuh dengan perasaan marah itu terdengar dahsyat sekali. Beberapa orang yang telah bergerak seperti orang mabuk itu, tiba-tiba seperti terlempar kembali ke alam kesadaran. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang dengan penuh kebaktian dan kesetiaan mengabdikan diri mereka kepada tanah kelahiran serta kepala daerah perdikan mereka.
Tetapi karena itu pulalah dengan mempergunakan kesadaran akan kesetiaan itulah maka mereka kadang-kadang dapat dengan mudah digelincirkan ke dalam suatu perbuatan yang salah, yang justru bertentangan dengan kesetiaan mereka sendiri tanpa sesadar mereka.
Sekarang tiba-tiba pemimpin yang ditakuti, disegani dan dicintai itu seolah-olah telah menantang mereka. Maka tidaklah mustahil bahwa beberapa orang kemudian menjadi gemetar ketakutan seperti seekor tikus di tangan seekor kucing yang ganas.
LEMBU SORA, bagaimanapun angkuhnya, ketika melihat kakaknya benar-benar telah marah, dan benar-benar tidak termakan oleh hasutan-hasutannya itu pun menjadi agak takut pula. Sebab ia tahu betul akan sifat-sifat Gajah Sora. Meskipun dalam banyak hal Gajah Sora selalu mencoba untuk mengalah terhadap adik kesayangan ibunya itu. Tetapi apabila ia telah menentukan suatu sikap, tak seorang pun mampu mengubahnya.
Karena itu dengan kecewa dan menyesal, Lembu Sora mundur beberapa langkah. Lalu katanya,
Sekali lagi Lembu Sora tak berani melawan perintah kakaknya. Dengan segera pedangnya itu disarungkannya pula.
Suasana tegang itu kemudian untuk beberapa saat menjadi semakin tegang. Tak seorangpun yang berani bergerak, meskipun hanya jari kakinya. Bernafaspun mereka menjadi berhati-hati sekali, seolah-olah takut kalau-kalau bunyi nafasnya dapat menambah kemarahan Gajah Sora.
Tak seorangpun mengucapkan sepatah kata. Dengan kepala tunduk, mereka berjalan berebutan untuk lebih dahulu meninggalkan ruangan yang rasa-rasanya menjadi panas sekali. Demikian mereka sampai di halaman, segera mereka meloncat ke atas kuda masing-masing.
Dengan segera kuda-kuda itu dipacu pulang ke rumah masing-masing untuk menyatakan keselamatan mereka kepada keluarga mereka masing-masing yang menanti dengan hati cemas. Sedang beberapa orang lagi bertugas untuk merawat kawan-kawan mereka yang gugur, dan yang terluka pun segera dengan tekun melakukan tugas masing-masing.
Lembu Sora pun segera mengundurkan diri bersama-sama dengan para pengiringnya, ke tempat yang sudah disediakan, di gandok sebelah barat.
Sepeninggal mereka, di dalam ruangan itu tinggallah Gajah Sora, Mahesa Jenar, Ki Lemah Telasih, dan orang-orang yang terluka. Mereka duduk tepekur tanpa berkata-kata. Angan-angan mereka mengalir menuruti pikiran masing-masing.
Suasana segera menjadi hening. Kembali terdengar di kejauhan gonggong anjing-anjing liar berebut makanan. Sedang di ruang itu beberapa orang duduk seperti patung, kaku dan membisu. Tetapi perasaan mereka berputar seperti baling-baling.
Baru beberapa saat kemudian terdengar Gajah Sora berkata,
Mahesa Jenar menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia sama sekali tidak akan dapat melupakan tuduhan pengkhianatan yang dilancarkan oleh Lembu Sora. Terhadap laskar Banyubiru, memang ia tidak menaruh banyak perhatian, sebab mereka hanya terpengaruh oleh hasutan-hasutan Lembu Sora saja. Namun, meskipun demikian, kepada Gajah Sora ia menjawab,
Gajah Sora mengangguk-angguk kecil. Ia dapat merasakan sepenuhnya kekecewaan Mahesa Jenar terhadap adiknya. Karena itu ia berkata menyambung,
Kembali mereka berdiam diri. Dan kembali keadaan ruangan itu menjadi sepi. Sepi dan kaku, seperti garis-garis lurus dari sambungan-sambungan papan gebyok rumah Gajah Sora yang pecah berserakan karena ditembus oleh Gajah Sora dan Mahesa Jenar bersama-sama.
Kesepian itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara rintih Arya Salaka dari dalam ruang tidur Gajah Sora. Mendengar suara itu, hampir bersamaan Gajah Sora, Mahesa Jenar dan Ki Lemah Telasih meloncat, mendekati Arya. Wajah Gajah Sora yang suram itu segera berubah, karena tumbuhnya harapan yang semakin besar, bahwa Arya Salaka akan segera dapat sadar kembali.
Ketika mereka bersama-sama memasuki ruangan itu, mereka melihat Arya sudah mulai menggerakkan kepalanya, dan perlahan-lahan matanya mulai terbuka. Terdengarlah dari mulutnya ia merintih dan akhirnya terdengar Arya perlahan-lahan sekali menangis, meskipun agaknya ia mencoba menahannya kuat-kuat.
Segera Mahesa Jenar memusatkan segala kekuatan lahir batin, mengatur jalan pernafasannya dan siap untuk mempergunakan Sasra Birawa dalam pukulan yang pertama. Sebab ia tidak mau menanggung akibatnya apabila Lembu Sora telah memiliki aji Lebur Seketi seperti kakaknya. Maka sebagai seekor banteng murka, ia cepat berdiri dan bersiap menghadapi segala kemungkinan.
Tetapi ketika Lembu Sora beserta beberapa orang yang berotak kosong serta hanya berpikir pendek untuk dapat disebut sebagai seorang pahlawan tanpa menilik masalahnya lebih dalam lagi, mulai bergerak. Tampaklah dengan kecepatan kilat Gajah Sora meloncat maju ke depan adiknya beserta orang-orang itu.
Dengan wajah merah membara, Gajah Sora berteriak dengan penuh kemarahan,
Quote:
"Hai orang-orang Banyubiru, akulah kepala daerah perdikan di sini. Kalau kalian maju selangkah lagi, kalian akan berhadapan dengan aku."
Lontaran suara yang penuh dengan perasaan marah itu terdengar dahsyat sekali. Beberapa orang yang telah bergerak seperti orang mabuk itu, tiba-tiba seperti terlempar kembali ke alam kesadaran. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang dengan penuh kebaktian dan kesetiaan mengabdikan diri mereka kepada tanah kelahiran serta kepala daerah perdikan mereka.
Tetapi karena itu pulalah dengan mempergunakan kesadaran akan kesetiaan itulah maka mereka kadang-kadang dapat dengan mudah digelincirkan ke dalam suatu perbuatan yang salah, yang justru bertentangan dengan kesetiaan mereka sendiri tanpa sesadar mereka.
Sekarang tiba-tiba pemimpin yang ditakuti, disegani dan dicintai itu seolah-olah telah menantang mereka. Maka tidaklah mustahil bahwa beberapa orang kemudian menjadi gemetar ketakutan seperti seekor tikus di tangan seekor kucing yang ganas.
LEMBU SORA, bagaimanapun angkuhnya, ketika melihat kakaknya benar-benar telah marah, dan benar-benar tidak termakan oleh hasutan-hasutannya itu pun menjadi agak takut pula. Sebab ia tahu betul akan sifat-sifat Gajah Sora. Meskipun dalam banyak hal Gajah Sora selalu mencoba untuk mengalah terhadap adik kesayangan ibunya itu. Tetapi apabila ia telah menentukan suatu sikap, tak seorang pun mampu mengubahnya.
Karena itu dengan kecewa dan menyesal, Lembu Sora mundur beberapa langkah. Lalu katanya,
Quote:
"Maafkan aku, Kakang. Maksudku adalah baik, untuk kepentingan masa datang Kakang dan kesan yang teguh atas kepemimpinan Kakang. Tetapi agaknya Kakang salah terima."
"Sarungkan senjata itu," perintah Gajah Sora.
"Sarungkan senjata itu," perintah Gajah Sora.
Sekali lagi Lembu Sora tak berani melawan perintah kakaknya. Dengan segera pedangnya itu disarungkannya pula.
Suasana tegang itu kemudian untuk beberapa saat menjadi semakin tegang. Tak seorangpun yang berani bergerak, meskipun hanya jari kakinya. Bernafaspun mereka menjadi berhati-hati sekali, seolah-olah takut kalau-kalau bunyi nafasnya dapat menambah kemarahan Gajah Sora.
Quote:
"Lembu Sora…," kembali terdengar suara Gajah Sora.
Tetapi kali ini terasa bahwa kemarahannya telah menurun. Bagaimanapun ia adalah seorang kepala daerah yang bijaksana. Maka sekali ini pun ia menunjukkan kebijaksanaannya.
"Baiklah… kau beritirahat," sambung Gajah Sora,
"mungkin kau terlalu lelah sehingga pikiranmu tak dapat berjalan dengan baik. Juga kalian laskar Banyubiru, aku persilahkan meninggalkan ruangan ini untuk mengaso. Setelah kalian bertempur untuk mempertahankan tanah ini, mungkin sekali otak kalian pun agak terganggu. Tetapi tak apalah…. Sekarang pergilah."
Tetapi kali ini terasa bahwa kemarahannya telah menurun. Bagaimanapun ia adalah seorang kepala daerah yang bijaksana. Maka sekali ini pun ia menunjukkan kebijaksanaannya.
"Baiklah… kau beritirahat," sambung Gajah Sora,
"mungkin kau terlalu lelah sehingga pikiranmu tak dapat berjalan dengan baik. Juga kalian laskar Banyubiru, aku persilahkan meninggalkan ruangan ini untuk mengaso. Setelah kalian bertempur untuk mempertahankan tanah ini, mungkin sekali otak kalian pun agak terganggu. Tetapi tak apalah…. Sekarang pergilah."
Tak seorangpun mengucapkan sepatah kata. Dengan kepala tunduk, mereka berjalan berebutan untuk lebih dahulu meninggalkan ruangan yang rasa-rasanya menjadi panas sekali. Demikian mereka sampai di halaman, segera mereka meloncat ke atas kuda masing-masing.
Dengan segera kuda-kuda itu dipacu pulang ke rumah masing-masing untuk menyatakan keselamatan mereka kepada keluarga mereka masing-masing yang menanti dengan hati cemas. Sedang beberapa orang lagi bertugas untuk merawat kawan-kawan mereka yang gugur, dan yang terluka pun segera dengan tekun melakukan tugas masing-masing.
Lembu Sora pun segera mengundurkan diri bersama-sama dengan para pengiringnya, ke tempat yang sudah disediakan, di gandok sebelah barat.
Sepeninggal mereka, di dalam ruangan itu tinggallah Gajah Sora, Mahesa Jenar, Ki Lemah Telasih, dan orang-orang yang terluka. Mereka duduk tepekur tanpa berkata-kata. Angan-angan mereka mengalir menuruti pikiran masing-masing.
Suasana segera menjadi hening. Kembali terdengar di kejauhan gonggong anjing-anjing liar berebut makanan. Sedang di ruang itu beberapa orang duduk seperti patung, kaku dan membisu. Tetapi perasaan mereka berputar seperti baling-baling.
Baru beberapa saat kemudian terdengar Gajah Sora berkata,
Quote:
"Adi Mahesa Jenar… maafkan kelakuan Lembu Sora beserta beberapa orangku yang sama sekali tidak sopan.
Tetapi percayalah bahwa orang-orangku sama sekali tak mempunyai pandangan yang kurang baik terhadap Adi. Sayang bahwa Lembu Sora telah menyeret mereka ke dalam suatu tindakan yang memalukan."
Tetapi percayalah bahwa orang-orangku sama sekali tak mempunyai pandangan yang kurang baik terhadap Adi. Sayang bahwa Lembu Sora telah menyeret mereka ke dalam suatu tindakan yang memalukan."
Mahesa Jenar menarik nafas dalam-dalam. Sebenarnya ia sama sekali tidak akan dapat melupakan tuduhan pengkhianatan yang dilancarkan oleh Lembu Sora. Terhadap laskar Banyubiru, memang ia tidak menaruh banyak perhatian, sebab mereka hanya terpengaruh oleh hasutan-hasutan Lembu Sora saja. Namun, meskipun demikian, kepada Gajah Sora ia menjawab,
Quote:
"Sudahlah Kakang, mudah-mudahan aku dapat melupakannya. Aku harapkan bahwa Ki Ageng Lembu Sora tidak berbuat hal-hal yang dapat mengeruhkan keadaan."
Gajah Sora mengangguk-angguk kecil. Ia dapat merasakan sepenuhnya kekecewaan Mahesa Jenar terhadap adiknya. Karena itu ia berkata menyambung,
Quote:
"Aku akan mencoba selalu mengawasi anak itu selama ia berada di Banyubiru. Mudah-mudahan ia segan meninggalkan rumah ini untuk tidak menambah pekerjaannku"
Kembali mereka berdiam diri. Dan kembali keadaan ruangan itu menjadi sepi. Sepi dan kaku, seperti garis-garis lurus dari sambungan-sambungan papan gebyok rumah Gajah Sora yang pecah berserakan karena ditembus oleh Gajah Sora dan Mahesa Jenar bersama-sama.
Kesepian itu tiba-tiba dipecahkan oleh suara rintih Arya Salaka dari dalam ruang tidur Gajah Sora. Mendengar suara itu, hampir bersamaan Gajah Sora, Mahesa Jenar dan Ki Lemah Telasih meloncat, mendekati Arya. Wajah Gajah Sora yang suram itu segera berubah, karena tumbuhnya harapan yang semakin besar, bahwa Arya Salaka akan segera dapat sadar kembali.
Ketika mereka bersama-sama memasuki ruangan itu, mereka melihat Arya sudah mulai menggerakkan kepalanya, dan perlahan-lahan matanya mulai terbuka. Terdengarlah dari mulutnya ia merintih dan akhirnya terdengar Arya perlahan-lahan sekali menangis, meskipun agaknya ia mencoba menahannya kuat-kuat.
fakhrie... dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas