- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#150
Jilid 5 [Part 107]
Spoiler for :
Pandan Alas yang sejak tadi tampaknya acuh tak acuh saja, setelah melihat Pasingsingan bersenjata, menjadi agak terkejut juga. Perlahan-lahan ia berdiri dan dengan mata yang berapi-api ia memandang Pasingsingan seperti memandang hantu. Rupa-rupanya orang tua itu pun telah menjadi marah.
Pasingsingan tidak segera menjawab, agaknya ia sedang mengingat-ingat. Baru beberapa lama kemudian ia berkata,
Mendengar kata-kata Pasingsingan itu bergeloralah dada Pandan Alas yang biasanya senang berkelakar. Meskipun demikian ia masih berkata tenang,
Jawaban yang diucapkan meskipun diucapkan alam nada yang rendah, tetapi mempunyai akibat yang hebat sekali. Pasingsingan yang telah sekian lama menahan kemarahannya, mendengar kata-kata Pandan Alas dengan darah yang menggelegak.
Maka dijawabnya hampir berteriak,
Ketegangan yang memuncak telah melibat otak Gajah Sora dan Mahesa Jenar. namun mereka melihat Pandan Alas tersenyum pahit sambil berkata:
”
lalu tiba-tiba saja ditangan orang tua itu bercahayalah sinar yang kemilau. Itulah pusaka Pandan Alas yang dahsyat, yang bernama Kiai Sigar Penjalin.
Suasana segera menjadi hening sepi, tetapi diliputi oleh ketegangan yang memuncak. Gajah Sora dan Mahesa Jenar duduk diatas kuda masing-masing seperti patung. Meskipun didalam dada mereka bergolak berpuluh macam persoalan yang simpang siur sebab dihadapan mereka dua orang tokoh sakti akan bertanding mati-matian sehingga meeka berdua merasa perlu untuk mempergunakan pusak masing-masing.
Karena itu, maka pertempuran yang akan berlangsung pasti akan merupakan pertempuran antara hidup dan mati.
Tetapi sampai beberapa saat, mereka masih berpijak pada tempatnya masing-masing. Tak seorangpun dari kedua tokoh sakti yang bergerak. Sehingga terdengar kembali suara Ki Ageng Pandan Alas berkata:
Tetapi Pasingsingan tidak juga bergerak dan tidak menyahut pula. Ketika kata-katanya tidak mendapat sambutan, kembali Pandan Alas berkata
Mendengar kata Ki Ageng Pandan Alas itu tampaklah tubuh Pasingsingan bergetar serta tangannya yang memegang pusaka itu menggigil hebat. Ia sama sekali tidak menjawab, tetapi terdengar ia menggeram hebat untuk menahan marahnya. Meskipun demikian Pasingsingan masih tidak bergerak dari tempatnya.
Sampai Ki Ageng Pandan Alas berkata;
Mendengar kata Ki Ageng Pandan Alas tergetarlah dada Gajah Sora dan Mahesa Jenar. Mereka segera teringat kepada kedua pusaka yang hilang itu. Maka jawab Gajah Sora
Kata-kata itu menggelegar seperti guruh yang meledak diatas kepala Ki Ageng Pandan Alas dan Pasingsingan, sehingga Ki Ageng Pandan Alas terloncat maju mendekati Gajah Sora sambil berteriak;
Quote:
"Pasingsingan…, kau ingat bahwa dahulu kita pernah bertempur?"
Pasingsingan tidak segera menjawab, agaknya ia sedang mengingat-ingat. Baru beberapa lama kemudian ia berkata,
Quote:
"Aku ingat, Pandan Alas."
"Barangkali waktu itu kita baru pertama kali bertempur. Bukankah begitu?," sambung Pandan Alas.
Kembali Pasingsingan mengingat-ingat.
"Apakah maksudmu dengan menceritakan kembali masa-masa yang telah lama silam itu. Banyak hal yang sudah tak dapat aku ingat kembali."
"Aneh…," sahut Pandan Alas,
"pertemuan yang menarik itu, kau kira, baik kau maupun aku tak akan melupakannya."
"Ya, aku ingat," jawab Pasingsingan kesal.
"Waktu itu aku mengira kalau kau adalah seorang penjahat yang sedang menyembunyikan wajah aslimu di belakang kedokmu yang jelek itu. Tetapi setelah kita bertempur tiga hari tiga malam tanpa berkesudahan, barulah kita saling bertanya."
"Pandan Alas…" potong Pasingsingan,
"adakah kau sedang mengorek rasa persahabatanku supaya aku memaafkan kau sekarang ini? Ketahuilah, aku sudah terlanjur mencabut pisauku ini. Maka pisau ini harus menemukan korbannya. Kalau kau menyesal telah mencampuri urusanku, kau boleh pergi. Tetapi tikus-tikus ini tetap di tanganku."
"Barangkali waktu itu kita baru pertama kali bertempur. Bukankah begitu?," sambung Pandan Alas.
Kembali Pasingsingan mengingat-ingat.
"Apakah maksudmu dengan menceritakan kembali masa-masa yang telah lama silam itu. Banyak hal yang sudah tak dapat aku ingat kembali."
"Aneh…," sahut Pandan Alas,
"pertemuan yang menarik itu, kau kira, baik kau maupun aku tak akan melupakannya."
"Ya, aku ingat," jawab Pasingsingan kesal.
"Waktu itu aku mengira kalau kau adalah seorang penjahat yang sedang menyembunyikan wajah aslimu di belakang kedokmu yang jelek itu. Tetapi setelah kita bertempur tiga hari tiga malam tanpa berkesudahan, barulah kita saling bertanya."
"Pandan Alas…" potong Pasingsingan,
"adakah kau sedang mengorek rasa persahabatanku supaya aku memaafkan kau sekarang ini? Ketahuilah, aku sudah terlanjur mencabut pisauku ini. Maka pisau ini harus menemukan korbannya. Kalau kau menyesal telah mencampuri urusanku, kau boleh pergi. Tetapi tikus-tikus ini tetap di tanganku."
Mendengar kata-kata Pasingsingan itu bergeloralah dada Pandan Alas yang biasanya senang berkelakar. Meskipun demikian ia masih berkata tenang,
Quote:
"Kenapa kau takut mendengar ceritera-ceritera masa silam Pasingsingan? Adakah sesuatu yang telah menyiksa perasaanmu sehingga kau tidak berani mengingatnya lagi?"
"Persetan dengan masa lampau," bentak Pasingsingan.
"Masa itu tak akan kembali lagi. Yang penting bagiku adalah masa kini dan masa depan perguruanku. Itu sebabnya aku berkeras untuk menemukan Nagasasra dan Sabuk Inten."
Kembali terdengar suara tertawa Pandan Alas yang dipaksakan. Katanya;
“tetapi hari ini adalah kelangsungan dari hari kemarin dan seterusnya. Hidupmu sekarang adalah kelanjutan dari hidupmu 25 tahun yang lalu.”
“Omongan orang sekarat,” bantah Pasingsingan.
“Aku pata menjalani kehidupanku kini tanpa masa lampau itu. Dan masa lampau itu sama sekali tak berarti bagiku.”
“Sebab masa lampau dari Pasingsingan itu bukan milikmu,” jawab Pandan Alas.
"Persetan dengan masa lampau," bentak Pasingsingan.
"Masa itu tak akan kembali lagi. Yang penting bagiku adalah masa kini dan masa depan perguruanku. Itu sebabnya aku berkeras untuk menemukan Nagasasra dan Sabuk Inten."
Kembali terdengar suara tertawa Pandan Alas yang dipaksakan. Katanya;
“tetapi hari ini adalah kelangsungan dari hari kemarin dan seterusnya. Hidupmu sekarang adalah kelanjutan dari hidupmu 25 tahun yang lalu.”
“Omongan orang sekarat,” bantah Pasingsingan.
“Aku pata menjalani kehidupanku kini tanpa masa lampau itu. Dan masa lampau itu sama sekali tak berarti bagiku.”
“Sebab masa lampau dari Pasingsingan itu bukan milikmu,” jawab Pandan Alas.
Jawaban yang diucapkan meskipun diucapkan alam nada yang rendah, tetapi mempunyai akibat yang hebat sekali. Pasingsingan yang telah sekian lama menahan kemarahannya, mendengar kata-kata Pandan Alas dengan darah yang menggelegak.
Maka dijawabnya hampir berteriak,
Quote:
“Apa perdulimu. Bahkan aku sendiri tidak perduli kepada masa lampau itu. Dan sekarang menghadapi saat terakhirmu kau tidak usah mengigau tentang Pasingsingan. Apakah aku Pasingsingan sahabatmu ataukah Pasingsingan yang lain tidaklah penting bagimu. Tetapi Pasingsingan yang sekarang berada dihadapanmu inilah yang akan menentukan saat terakhirmu bersama-sama dengan kedua orang yang terlalu sombong itu. Nah bersedialah untuk mati. Aku sudah hampir mulai.”
Ketegangan yang memuncak telah melibat otak Gajah Sora dan Mahesa Jenar. namun mereka melihat Pandan Alas tersenyum pahit sambil berkata:
”
Quote:
Nah kalau demikian aku yang seharusnya menentukan sikap pula. Kau tidak usah menyebut lagi demi persahabatan kita, sebab persahabatan diantara kita tidak pernah kita alami. Kalau aku menyebut masa lampau itu hanyalah supaya aku yakin dengan siapa aku berhadapan. Sebab terhadap Pasingsingan sahabatku itu, tak mungkin aku bersikap keras. Sekarang silahkan mulai,”
lalu tiba-tiba saja ditangan orang tua itu bercahayalah sinar yang kemilau. Itulah pusaka Pandan Alas yang dahsyat, yang bernama Kiai Sigar Penjalin.
Suasana segera menjadi hening sepi, tetapi diliputi oleh ketegangan yang memuncak. Gajah Sora dan Mahesa Jenar duduk diatas kuda masing-masing seperti patung. Meskipun didalam dada mereka bergolak berpuluh macam persoalan yang simpang siur sebab dihadapan mereka dua orang tokoh sakti akan bertanding mati-matian sehingga meeka berdua merasa perlu untuk mempergunakan pusak masing-masing.
Karena itu, maka pertempuran yang akan berlangsung pasti akan merupakan pertempuran antara hidup dan mati.
Tetapi sampai beberapa saat, mereka masih berpijak pada tempatnya masing-masing. Tak seorangpun dari kedua tokoh sakti yang bergerak. Sehingga terdengar kembali suara Ki Ageng Pandan Alas berkata:
Quote:
“Pasingsingan, silahkan mulai. Aku sudah siap.”
Tetapi Pasingsingan tidak juga bergerak dan tidak menyahut pula. Ketika kata-katanya tidak mendapat sambutan, kembali Pandan Alas berkata
Quote:
“Pasingsingan, kau jangan takut aku akan maju bersama kedua anak-anak itu. Sebenarnya aku merasa kurangperlu untuk mempergunakan pisau dapur yang tak berharga ini untuk melawanmu, tetapi aku tidak ingin merendahkanmu, sehingga terpaksa aku mempergunakannya juga. Meskipun demikian baiklah aku katakan kepadamu, bahwa mungkin karena kau sama sekali tak menghargai masa lampaumu itulah maka terasa ilmumu mengalami kemunduran.”
Mendengar kata Ki Ageng Pandan Alas itu tampaklah tubuh Pasingsingan bergetar serta tangannya yang memegang pusaka itu menggigil hebat. Ia sama sekali tidak menjawab, tetapi terdengar ia menggeram hebat untuk menahan marahnya. Meskipun demikian Pasingsingan masih tidak bergerak dari tempatnya.
Sampai Ki Ageng Pandan Alas berkata;
Quote:
“Gajah Sora dan Mahesa Jenar, kenapa kalian datang kemari ?. Tak usahlah kalian menonton orang tua bermain-main. Barangkali bagi kalian lebih baik apabila kalian kembali dan menjaga kedua keris itu.”
Mendengar kata Ki Ageng Pandan Alas tergetarlah dada Gajah Sora dan Mahesa Jenar. Mereka segera teringat kepada kedua pusaka yang hilang itu. Maka jawab Gajah Sora
Quote:
“Ki Ageng, ketika aku pulang tadi, aku masih sempat menyaksikan pusaka itu dicuri oleh Pasingsingan, tetapi aku sama sekali tak berdaya untuk menahannya.”
Kata-kata itu menggelegar seperti guruh yang meledak diatas kepala Ki Ageng Pandan Alas dan Pasingsingan, sehingga Ki Ageng Pandan Alas terloncat maju mendekati Gajah Sora sambil berteriak;
Quote:
“apa katamu? kedua pusaka itu hilang diambil Pasingsingan ?.”
Belum lagi Gajah Sora menjawab terdengar Pasingsingan menyahut;
“Gila, kau jangan mencoba memutar balikkan keadaan. Tipu muslihat yang tak berharga itu jangan kau pamerkan dihadapanku, supaya aku tidak lagi berusaha untuk mendapatkan pusaka dari tanganmu.”
Maka terdengarlah Gajah Sora berkata,
“Ki Ageng Pandan Alas, aku berkata sebenarnya bahwa kedua keris itu telah hilang.”
Belum lagi Gajah Sora menjawab terdengar Pasingsingan menyahut;
“Gila, kau jangan mencoba memutar balikkan keadaan. Tipu muslihat yang tak berharga itu jangan kau pamerkan dihadapanku, supaya aku tidak lagi berusaha untuk mendapatkan pusaka dari tanganmu.”
Maka terdengarlah Gajah Sora berkata,
“Ki Ageng Pandan Alas, aku berkata sebenarnya bahwa kedua keris itu telah hilang.”
fakhrie... dan 10 lainnya memberi reputasi
11
Kutip
Balas