- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#142
Jilid 5 [Part 100]
Spoiler for :
Dari jarak yang agak jauh itu, terdengar tidak jelas Lembu Sora memberikan aba-aba, dan sebentar kemudian keadaan segera berubah dengan cepatnya. Pandan Kuning dengan kawan-kawannya segera memotong batas kedua lawannya, sedang Lembu Sora dengan garangnya menyerang yang seorang dari mereka. Maka segera terjadi dua lingkaran pertempuran. Lembu Sora melawan seorang, sedang seorang lagi harus melayani Pandan Kuning dan kawan-kawannya.
Mahesa Jenar tidak menjawab, perhatiannya terikat sekali pada pertempuran yang berlangsung dengan hebatnya. Tetapi kemudian ia menjadi agak bingung melihat ketidak-wajaran dalam pertempuran itu.
Sehabis berkata demikian, Gajah Sora mendera kudanya langsung terjun ke dalam kancah pertempuran.
Sepeninggal Gajah Sora, Mahesa Jenar masih beberapa saat berdiri mengawasi medan. Rupanya Gajah Sora ingin mempergunakan siasat lawan untuk memukul mereka kembali. Pemimpin-pemimpin gerombolan penyerbu itu agaknya telah mengatur siasat dengan cermatnya. Mereka berhasil memancing tokoh-tokoh Laskar Banyubiru untuk berkumpul di dalam satu lingkaran, sedang orang-orangnya akan menjadi agak leluasa untuk menjalankan pengacauan dan pembakaran.
Gajah Sora memaklumi siasat itu. Dan ia juga tidak dapat menyalahkan pemimpin pemimpin laskarnya untuk mengepung pimpinan gerombolan yang tangguh itu. Sebab apabila mereka tidak menghadapi bersama-sama, maka dengan mudahnya mereka akan dibinasakan satu demi satu.
Karena itu, Gajah Sora berhasrat memecahkan siasat itu dengan merusak barisan laskar gerombolan itu. Dengan demikian pemimpin-pemimpin mereka pasti akan mendatanginya tanpa diminta. Sebab pastilah mereka menyangka bahwa tak seorang pun akan mampu menahan laskar mereka yang mereka perkuat, meskipun ada laskar lain yang ada diluar perhitungan, sehingga terpaksa terjadi pertempuran segitiga.
Namun salah satu dari mereka ternyata telah berhasil dengan siasat mereka, dan membakar rumah penduduk yang tak berdaya. Sedang di dalam perhitungan mereka, Gajah Sora sendiri akan tetap berada di rumahnya untuk menjaga pusaka-pusaka yang disimpannya.
Tetapi yang masih belum dapat dipecahkan, baik oleh Mahesa Jenar maupun Gajah Sora, adalah adanya dua laskar yang dalam waktu bersamaan menyerang Banyubiru.
Sedang mereka bertempur pula satu sama lain, meskipun maksud mereka hampir jelas, yaitu menginginkan pusaka-pusaka Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten.
Kecuali itu Mahesa Jenar juga sangat tertarik ketangguhan dua orang tokoh gerombolan yang dengan tangkasnya dapat mempertahankan diri dari kepungan Pandan Kuning serta kawan-kawannya.
PERTEMPURAN berlangsung terus dengan hebatnya. Laskar Banyu Biru telah berjuang mati-matian untuk mencoba mempertahankan tanah mereka serta seluruh isinya.
Dengan munculnya Lembu Sora, keadaan sudah mulai berubah. Lembu Sora ternyata juga merupakan seorang laki-laki yang luar biasa. Pedangnya yang terlalu besar menurut ukuran biasa itu berputar seperti baling-baling yang dengan dahsyatnya selalu melingkari lawannya dengan serangan-serangan maut.
Tetapi lawan Lembu Sora pun memiliki kelincahan yang luar biasa. Sayang bahwa jarak mereka agak jauh dari Mahesa Jenar. Apalagi prajurit-prajurit yang sedang bertempur itu selalu bergerak-gerak membayangi pandangannya, sehingga ia tidak dapat melihat dengan jelas.
Karena tertarik kepada kedua orang pemimpin gerombolan yang perkasa itu, Mahesa Jenar ingin lebih mendekat lagi. Maka segera ia turun dari kudanya dan mengikatkan kuda itu pada sebatang pohon. Dengan perlahan-lahan, ia menerobos medan yang sedang ribut, ia berjalan mendekati Lembu Sora.
Beberapa kali Mahesa Jenar mendapat serangan dari laskar-laskar gerombolan itu, tetapi dengan satu-dua gerakan saja Mahesa Jenar telah dapat merobohkan mereka.
Di bagian lain, di tengah pertempuran itu tiba-tiba terdengar sorak sorai yang riuh rendah. Rupanya Laskar Banyubiru ketika melihat kepala daerah mereka yang perkasa terjun ke arena, mereka menjadi gembira sekali.
Tiba-tiba, seolah-olah tubuh mereka masing-masing mendapat tambahan kekuatan yang hebat. Karena itu mereka bersorak-sorak gemuruh. Dan bersamaan dengan itu gerak mereka menjadi lebih dahsyat.
Sorak sorai itu segera disambut oleh hampir seluruh Laskar Banyubiru yang berada di arena itu.
Dengan kehadiran Lembu Sora, Gajah Sora dan Mahesa Jenar, segera keadaan medan menjadi berubah. Laskar dari kedua gerombolan yang semula bertempur satu sama lain, memusatkan kekuatan mereka untuk menggempur Laskar Banyubiru.
Meskipun demikian, Laskar Banyubiru kini kekuatannya sudah jauh bertambah.
Sejalan dengan itu, lawan Pandan Kuning yang semula bertempur berpasangan, dan kemudian harus melawan seorang diri, merasakan juga tekanan yang semakin berat. Karena itu ia bertempur semakin seru serta mengerahkan seluruh tenaganya. Apalagi ketika didengarnya Laskar Banyubiru bersorak-sorak.
Tiba-tiba dari arah lain terdengarlah sebuah suitan nyaring. Disusul dengan bunyi suitan pula dari orang yang sedang bertempur melawan Pandan Kuning.
Rupanya suitan-suitan itu merupakan tanda-tanda dan perintah. Segera tampaklah beberapa laskar gerombolan berlontaran menyerbu Pandan Kuning dan kawan-kawannya. Mereka mencoba untuk mengganti kedudukan pemimpinnya yang dengan satu gerakan dahsyat memecahkan kepungan Pandan Kuning dan kawan-kawannya. Ia melepaskan diri dari pertempuran itu untuk dapat langsung menghadapi Gajah Sora.
Quote:
"Anak itu punya otak juga," gumam Gajah Sora.
"Ia pasti bermaksud membunuh seorang demi seorang."
"Bukankah ia putra Ki Ageng Sora Dipayana pula?" kata Mahesa Jenar.
Gajah Sora tersenyum.
"Sayang ia agak bengal," jawabnya.
"Ia pasti bermaksud membunuh seorang demi seorang."
"Bukankah ia putra Ki Ageng Sora Dipayana pula?" kata Mahesa Jenar.
Gajah Sora tersenyum.
"Sayang ia agak bengal," jawabnya.
Mahesa Jenar tidak menjawab, perhatiannya terikat sekali pada pertempuran yang berlangsung dengan hebatnya. Tetapi kemudian ia menjadi agak bingung melihat ketidak-wajaran dalam pertempuran itu.
Quote:
"Kakang Gajah Sora, tidakkah Kakang melihat sesuatu yang tidak pada tempatnya?"
"Ya." jawab Gajah Sora.
"Rupa-rupanya ada pertempuran segitiga di daerah ini."
"Tepat, Kakang," kata Mahesa Jenar.
"Lalu apakah yang akan kita lakukan?"
"Biarlah Lembu Sora dan Paman Pandan Kuning melayani lawannya yang rupa-rupanya tidak terlalu membahayakan," jawab Gajah Sora.
"Marilah kita bersihkan saja yang lain, baru kita membantu menangkap kedua orang itu," kata Gajah Sora selanjutnya.
"Ya." jawab Gajah Sora.
"Rupa-rupanya ada pertempuran segitiga di daerah ini."
"Tepat, Kakang," kata Mahesa Jenar.
"Lalu apakah yang akan kita lakukan?"
"Biarlah Lembu Sora dan Paman Pandan Kuning melayani lawannya yang rupa-rupanya tidak terlalu membahayakan," jawab Gajah Sora.
"Marilah kita bersihkan saja yang lain, baru kita membantu menangkap kedua orang itu," kata Gajah Sora selanjutnya.
Sehabis berkata demikian, Gajah Sora mendera kudanya langsung terjun ke dalam kancah pertempuran.
Sepeninggal Gajah Sora, Mahesa Jenar masih beberapa saat berdiri mengawasi medan. Rupanya Gajah Sora ingin mempergunakan siasat lawan untuk memukul mereka kembali. Pemimpin-pemimpin gerombolan penyerbu itu agaknya telah mengatur siasat dengan cermatnya. Mereka berhasil memancing tokoh-tokoh Laskar Banyubiru untuk berkumpul di dalam satu lingkaran, sedang orang-orangnya akan menjadi agak leluasa untuk menjalankan pengacauan dan pembakaran.
Gajah Sora memaklumi siasat itu. Dan ia juga tidak dapat menyalahkan pemimpin pemimpin laskarnya untuk mengepung pimpinan gerombolan yang tangguh itu. Sebab apabila mereka tidak menghadapi bersama-sama, maka dengan mudahnya mereka akan dibinasakan satu demi satu.
Karena itu, Gajah Sora berhasrat memecahkan siasat itu dengan merusak barisan laskar gerombolan itu. Dengan demikian pemimpin-pemimpin mereka pasti akan mendatanginya tanpa diminta. Sebab pastilah mereka menyangka bahwa tak seorang pun akan mampu menahan laskar mereka yang mereka perkuat, meskipun ada laskar lain yang ada diluar perhitungan, sehingga terpaksa terjadi pertempuran segitiga.
Namun salah satu dari mereka ternyata telah berhasil dengan siasat mereka, dan membakar rumah penduduk yang tak berdaya. Sedang di dalam perhitungan mereka, Gajah Sora sendiri akan tetap berada di rumahnya untuk menjaga pusaka-pusaka yang disimpannya.
Tetapi yang masih belum dapat dipecahkan, baik oleh Mahesa Jenar maupun Gajah Sora, adalah adanya dua laskar yang dalam waktu bersamaan menyerang Banyubiru.
Sedang mereka bertempur pula satu sama lain, meskipun maksud mereka hampir jelas, yaitu menginginkan pusaka-pusaka Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten.
Kecuali itu Mahesa Jenar juga sangat tertarik ketangguhan dua orang tokoh gerombolan yang dengan tangkasnya dapat mempertahankan diri dari kepungan Pandan Kuning serta kawan-kawannya.
PERTEMPURAN berlangsung terus dengan hebatnya. Laskar Banyu Biru telah berjuang mati-matian untuk mencoba mempertahankan tanah mereka serta seluruh isinya.
Dengan munculnya Lembu Sora, keadaan sudah mulai berubah. Lembu Sora ternyata juga merupakan seorang laki-laki yang luar biasa. Pedangnya yang terlalu besar menurut ukuran biasa itu berputar seperti baling-baling yang dengan dahsyatnya selalu melingkari lawannya dengan serangan-serangan maut.
Tetapi lawan Lembu Sora pun memiliki kelincahan yang luar biasa. Sayang bahwa jarak mereka agak jauh dari Mahesa Jenar. Apalagi prajurit-prajurit yang sedang bertempur itu selalu bergerak-gerak membayangi pandangannya, sehingga ia tidak dapat melihat dengan jelas.
Karena tertarik kepada kedua orang pemimpin gerombolan yang perkasa itu, Mahesa Jenar ingin lebih mendekat lagi. Maka segera ia turun dari kudanya dan mengikatkan kuda itu pada sebatang pohon. Dengan perlahan-lahan, ia menerobos medan yang sedang ribut, ia berjalan mendekati Lembu Sora.
Beberapa kali Mahesa Jenar mendapat serangan dari laskar-laskar gerombolan itu, tetapi dengan satu-dua gerakan saja Mahesa Jenar telah dapat merobohkan mereka.
Di bagian lain, di tengah pertempuran itu tiba-tiba terdengar sorak sorai yang riuh rendah. Rupanya Laskar Banyubiru ketika melihat kepala daerah mereka yang perkasa terjun ke arena, mereka menjadi gembira sekali.
Tiba-tiba, seolah-olah tubuh mereka masing-masing mendapat tambahan kekuatan yang hebat. Karena itu mereka bersorak-sorak gemuruh. Dan bersamaan dengan itu gerak mereka menjadi lebih dahsyat.
Sorak sorai itu segera disambut oleh hampir seluruh Laskar Banyubiru yang berada di arena itu.
Dengan kehadiran Lembu Sora, Gajah Sora dan Mahesa Jenar, segera keadaan medan menjadi berubah. Laskar dari kedua gerombolan yang semula bertempur satu sama lain, memusatkan kekuatan mereka untuk menggempur Laskar Banyubiru.
Meskipun demikian, Laskar Banyubiru kini kekuatannya sudah jauh bertambah.
Sejalan dengan itu, lawan Pandan Kuning yang semula bertempur berpasangan, dan kemudian harus melawan seorang diri, merasakan juga tekanan yang semakin berat. Karena itu ia bertempur semakin seru serta mengerahkan seluruh tenaganya. Apalagi ketika didengarnya Laskar Banyubiru bersorak-sorak.
Tiba-tiba dari arah lain terdengarlah sebuah suitan nyaring. Disusul dengan bunyi suitan pula dari orang yang sedang bertempur melawan Pandan Kuning.
Rupanya suitan-suitan itu merupakan tanda-tanda dan perintah. Segera tampaklah beberapa laskar gerombolan berlontaran menyerbu Pandan Kuning dan kawan-kawannya. Mereka mencoba untuk mengganti kedudukan pemimpinnya yang dengan satu gerakan dahsyat memecahkan kepungan Pandan Kuning dan kawan-kawannya. Ia melepaskan diri dari pertempuran itu untuk dapat langsung menghadapi Gajah Sora.
fakhrie... dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas