- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#138
Jilid 5 [Part 98]
Spoiler for :
Dengan langkah yang tergesa-gesa, Wanamerta naik ke pendapa untuk menemui Ki Ageng Gajah Sora. Tetapi sejenak kemudian ia telah turun kembali. Dipanggilnya beberapa orang pengiringnya untuk diberi perintah-perintah. Setelah itu segera orang-orangnya meloncat ke atas kuda masing-masing dan sekejap kemudian mereka telah lenyap di balik regol halaman.
Mahesa Jenar menarik nafas dalam-dalam. Ia lega melihat kecepatan bertindak Gajah Sora. Tetapi ia sama sekali tidak berani mencampurinya apabila tidak diminta.
Ketika orang-orang itu telah pergi, Wanamerta kembali ke pendapa, untuk mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan Ki Ageng Gajah Sora.
Sementara itu wajah langit di sebelah barat mulai membayang cahaya kemerah-merahan. Dan sejalan dengan semakin rendahnya matahari, hati Mahesa Jenar menjadi semakin tegang pula. Teringat jelas kata-kata Sima Rodra tua bahwa ia sama sekali belum melepaskan keinginannya untuk memiliki kembali keris Nagasasra dan Sabuk Inten.
Mahesa Jenar mulai menghubung-hubungkan, apakah orang-orang berkuda itu mempunyai hubungan dengan kata-kata Sima Rodra itu.
Belum lagi ia mendapat suatu kesimpulan apapun, maka masuklah seseorang ke dalam ruangannya untuk meminta Mahesa Jenar naik ke pendapa.
Di dalam pendapa itu ternyata telah hadir pula kecuali Wanamerta, juga Ki Ageng Lembu Sora dan beberapa orang pengiringnya. Juga tampak beberapa orang pembantu Gajah Sora dalam melakukan tugasnya sebagai kepala daerah perdikan.
Menghadapi beberapa tokoh itu, Mahesa Jenar teringat pada masa-masa ia masih menjadi seorang prajurit. Sesudah itu, ia biasa menghadapi setiap masalah seorang diri. Dan sekarang ia akan menghadapi suatu masalah, dimana ia tidak berdiri sendiri. Karena itu disamping ketegangan yang ada di dalam hatinya, sedikit membersit kegembiraannya pula.
TERNYATA Ki Ageng Gajah Sora pada saat itu sedang membicarakan masalah orang-orang berkuda yang berada di sekitar kota. Orang-orang berkuda itu tidak saja datang dari arah timur seperti yang ditemui oleh Mahesa Jenar, tetapi menurut laporan, orang-orang berkuda semacam itu datang pula dari arah barat. Maka jelaslah sudah bahwa mereka mempunyai maksud yang jahat.
Pada pertemuan itu Mahesa Jenar mendengar pula kesediaan Ki Ageng Lembu Sora untuk tidak pulang pada hari itu. Ia bermaksud untuk turut serta berjaga-jaga apabila ada hal-hal yang tidak dikehendaki.
Kata-kata itu tegas bagi Mahesa Jenar. Meskipun Gajah Sora tidak menyebut-nyebut tentang kedua pusaka simpanannya, tetapi ia telah minta kepada Mahesa Jenar untuk bersama-sama mempertahankan pusaka-pusaka itu.
Sementara itu, terdengarlah derap kuda dengan kencangnya berlari memasuki halaman. Seorang pemuda yang tegap kuat segera menghentikan kuda itu dan langsung meloncat turun. Dengan langkah yang tergesa-gesa ia naik ke pendapa menghadap Ki Ageng Gajah Sora.
Menilik wajahnya, pasti ia membawa sesuatu berita yang penting. Untuk beberapa lama ia tidak berkata apa-apa sambil memandangi orang-orang yang hadir. Tampaknya ia ragu-ragu untuk menyampaikan sesuatu.
Ki Ageng Gajah Sora melihat keragu-raguannya, maka katanya,
Lalu dengan tangkasnya ia meloncat turun dan dengan kecepatan luar biasa, ia naik ke punggung kudanya. Sekejap kemudian derap kuda itu telah semakin jauh dan lenyap.
Wanamerta segera memerintahkan seorang untuk membunyikan tanda bahaya. Dan sebentar kemudian telah meraung-raung hampir di seluruh kota Banyubiru, bunyi titir yang bersahut-sahutan.
Orang-orang yang duduk di pendapa itu wajahnya menjadi bertambah tegang. Mereka masih menanti perintah, apakah yang harus mereka kerjakan.
Tetapi Ki Ageng Gajah Sora sendiri dapat melakukan tugasnya dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Pada saat itu gelap malam telah mulai turun. Batang-batang pohon di halaman menjadi semakin kabur diselubungi oleh kehitaman malam yang bertambah pekat.
Tiba-tiba di daerah utara tampaklah langit berwarna darah. Disusul oleh bunyi kentongan tiga kali lima kali ganda, berturut-turut.
Dengan mata yang memancarkan kemarahan Ki Ageng Gajah Sora memandang kearah langit yang membara diarah utara itu. Tetapi meskipun demikian ia masih bersikap tenang.
Meskipun kata-kata itu diucapkan dengan perlahan-lahan tetapi artinya adalah besar sekali. Gajah Sora sendiri telah merasa perlu untuk sewaktu-waktu bertindak. Menurut perhitungannya, orang-orang yang mendatangi Banyubiru itu pasti terdiri dari orang-orang yang tak dapat direndahkan.
Wanamerta tidak lagi mau membuang waktu. Maka segera diperintahkan seorang untuk menyiapkan kuda-kuda mereka. Berbareng dengan itu Ki Ageng Lembu Sorapun telah memerintahkan orangnya untuk mempersiapkan kuda-kuda mereka pula.
Mahesa Jenar menarik nafas dalam-dalam. Ia lega melihat kecepatan bertindak Gajah Sora. Tetapi ia sama sekali tidak berani mencampurinya apabila tidak diminta.
Ketika orang-orang itu telah pergi, Wanamerta kembali ke pendapa, untuk mengadakan pembicaraan-pembicaraan dengan Ki Ageng Gajah Sora.
Sementara itu wajah langit di sebelah barat mulai membayang cahaya kemerah-merahan. Dan sejalan dengan semakin rendahnya matahari, hati Mahesa Jenar menjadi semakin tegang pula. Teringat jelas kata-kata Sima Rodra tua bahwa ia sama sekali belum melepaskan keinginannya untuk memiliki kembali keris Nagasasra dan Sabuk Inten.
Mahesa Jenar mulai menghubung-hubungkan, apakah orang-orang berkuda itu mempunyai hubungan dengan kata-kata Sima Rodra itu.
Belum lagi ia mendapat suatu kesimpulan apapun, maka masuklah seseorang ke dalam ruangannya untuk meminta Mahesa Jenar naik ke pendapa.
Di dalam pendapa itu ternyata telah hadir pula kecuali Wanamerta, juga Ki Ageng Lembu Sora dan beberapa orang pengiringnya. Juga tampak beberapa orang pembantu Gajah Sora dalam melakukan tugasnya sebagai kepala daerah perdikan.
Menghadapi beberapa tokoh itu, Mahesa Jenar teringat pada masa-masa ia masih menjadi seorang prajurit. Sesudah itu, ia biasa menghadapi setiap masalah seorang diri. Dan sekarang ia akan menghadapi suatu masalah, dimana ia tidak berdiri sendiri. Karena itu disamping ketegangan yang ada di dalam hatinya, sedikit membersit kegembiraannya pula.
TERNYATA Ki Ageng Gajah Sora pada saat itu sedang membicarakan masalah orang-orang berkuda yang berada di sekitar kota. Orang-orang berkuda itu tidak saja datang dari arah timur seperti yang ditemui oleh Mahesa Jenar, tetapi menurut laporan, orang-orang berkuda semacam itu datang pula dari arah barat. Maka jelaslah sudah bahwa mereka mempunyai maksud yang jahat.
Pada pertemuan itu Mahesa Jenar mendengar pula kesediaan Ki Ageng Lembu Sora untuk tidak pulang pada hari itu. Ia bermaksud untuk turut serta berjaga-jaga apabila ada hal-hal yang tidak dikehendaki.
Quote:
"Adi Mahesa Jenar… sebenarnya aku tidak mau mengganggu kesenangan Adi di Banyu Biru ini sebagai seorang tamu. Tetapi tiba-tiba keadaan orang-orang itu mendatangi daerah yang tak berarti sama sekali ini. Kalau mereka bermaksud merampas harta benda, maka di daerah miskin ini sama sekali akan mengecewakan mereka. Tetapi bagaimanapun kami terpaksa mempertahankan diri terhadap apapun yang pernah kami miliki," kata Gajah Sora beberapa saat kemudian.
Kata-kata itu tegas bagi Mahesa Jenar. Meskipun Gajah Sora tidak menyebut-nyebut tentang kedua pusaka simpanannya, tetapi ia telah minta kepada Mahesa Jenar untuk bersama-sama mempertahankan pusaka-pusaka itu.
Sementara itu, terdengarlah derap kuda dengan kencangnya berlari memasuki halaman. Seorang pemuda yang tegap kuat segera menghentikan kuda itu dan langsung meloncat turun. Dengan langkah yang tergesa-gesa ia naik ke pendapa menghadap Ki Ageng Gajah Sora.
Menilik wajahnya, pasti ia membawa sesuatu berita yang penting. Untuk beberapa lama ia tidak berkata apa-apa sambil memandangi orang-orang yang hadir. Tampaknya ia ragu-ragu untuk menyampaikan sesuatu.
Ki Ageng Gajah Sora melihat keragu-raguannya, maka katanya,
Quote:
"Katakanlah apa yang telah kau lihat."
"Ki Ageng…" katanya di sela-sela nafasnya yang mengalir cepat,
"Pasukan Paman Sanepa telah terlibat dalam suatu pertempuran dengan kira-kira 30 orang berkuda yang datang dari arah barat."
"Tigapuluh…?" ulang Gajah Sora.
"Ya, Ki Ageng," jawab pemuda itu.
"Berapa orang yang dibawa oleh pamanmu?" tanya Ki Ageng.
"25 Orang, Ki Ageng," jawabnya.
"Seimbang," kata Ki Ageng.
"Tetapi kau boleh membawa orang-orang Sanjaya bersamamu. Nah, pergilah. Di sana ada 10 orang."
"Baik, Ki Ageng."
"Ki Ageng…" katanya di sela-sela nafasnya yang mengalir cepat,
"Pasukan Paman Sanepa telah terlibat dalam suatu pertempuran dengan kira-kira 30 orang berkuda yang datang dari arah barat."
"Tigapuluh…?" ulang Gajah Sora.
"Ya, Ki Ageng," jawab pemuda itu.
"Berapa orang yang dibawa oleh pamanmu?" tanya Ki Ageng.
"25 Orang, Ki Ageng," jawabnya.
"Seimbang," kata Ki Ageng.
"Tetapi kau boleh membawa orang-orang Sanjaya bersamamu. Nah, pergilah. Di sana ada 10 orang."
"Baik, Ki Ageng."
Lalu dengan tangkasnya ia meloncat turun dan dengan kecepatan luar biasa, ia naik ke punggung kudanya. Sekejap kemudian derap kuda itu telah semakin jauh dan lenyap.
Quote:
"Kita sudah mulai," kata Gajah Sora yang tampaknya masih tenang saja.
"Kakang Wanamerta," sambung Gajah Sora,
"Suruhlah membunyikan tanda bahaya, supaya orang-orang kita di segenap arah mempersiapkan diri dan mengerti bahwa di salah satu sudut kota ini telah terjadi bentrokan."
"Kakang Wanamerta," sambung Gajah Sora,
"Suruhlah membunyikan tanda bahaya, supaya orang-orang kita di segenap arah mempersiapkan diri dan mengerti bahwa di salah satu sudut kota ini telah terjadi bentrokan."
Wanamerta segera memerintahkan seorang untuk membunyikan tanda bahaya. Dan sebentar kemudian telah meraung-raung hampir di seluruh kota Banyubiru, bunyi titir yang bersahut-sahutan.
Orang-orang yang duduk di pendapa itu wajahnya menjadi bertambah tegang. Mereka masih menanti perintah, apakah yang harus mereka kerjakan.
Tetapi Ki Ageng Gajah Sora sendiri dapat melakukan tugasnya dengan tenang dan tidak tergesa-gesa.
Pada saat itu gelap malam telah mulai turun. Batang-batang pohon di halaman menjadi semakin kabur diselubungi oleh kehitaman malam yang bertambah pekat.
Tiba-tiba di daerah utara tampaklah langit berwarna darah. Disusul oleh bunyi kentongan tiga kali lima kali ganda, berturut-turut.
Quote:
"Kebakaran," kata Wanamerta.
Dengan mata yang memancarkan kemarahan Ki Ageng Gajah Sora memandang kearah langit yang membara diarah utara itu. Tetapi meskipun demikian ia masih bersikap tenang.
Quote:
"Siapakah yang berada di sana?" tanya Gajah Sora kepada Wanamerta.
"Adi Pandan Kuning," jawab Wanamerta singkat.
"Pandan Kuning…?" ulang Gajah Sora.
Ya.
"Kalau begitu mereka pasti terdiri dari orang-orang pilihan pula, sehingga di hadapan Paman Pandan Kuning, mereka berhasil membakar rumah," kata Gajah Sora hampir bergumam.
"Paman…," kata Gajah Sora kemudian,
"Suruh seseorang sediakan kuda-kuda kami."
"Adi Pandan Kuning," jawab Wanamerta singkat.
"Pandan Kuning…?" ulang Gajah Sora.
Ya.
"Kalau begitu mereka pasti terdiri dari orang-orang pilihan pula, sehingga di hadapan Paman Pandan Kuning, mereka berhasil membakar rumah," kata Gajah Sora hampir bergumam.
"Paman…," kata Gajah Sora kemudian,
"Suruh seseorang sediakan kuda-kuda kami."
Meskipun kata-kata itu diucapkan dengan perlahan-lahan tetapi artinya adalah besar sekali. Gajah Sora sendiri telah merasa perlu untuk sewaktu-waktu bertindak. Menurut perhitungannya, orang-orang yang mendatangi Banyubiru itu pasti terdiri dari orang-orang yang tak dapat direndahkan.
Wanamerta tidak lagi mau membuang waktu. Maka segera diperintahkan seorang untuk menyiapkan kuda-kuda mereka. Berbareng dengan itu Ki Ageng Lembu Sorapun telah memerintahkan orangnya untuk mempersiapkan kuda-kuda mereka pula.
Diubah oleh nandeko 08-08-2020 10:27
fakhrie... dan 9 lainnya memberi reputasi
10
Kutip
Balas