- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#120
Jilid 4 [Part 86]
Spoiler for :
Belum lagi mereka selesai menempatkan diri, muncullah dari balik-balik padas beberapa orang berkuda. Meskipun gelap malam masih menyeluruh, tetapi remang-remang mereka dapat juga menyaksikan tubuh-tubuh orang-orang berkuda itu.
TEPAT di muka goa mereka menghentikan kuda mereka, dan langsung dengan suara lantang terdengar salah seorang dari mereka berteriak,
Suara itu melontar memukul dinding-dinding padas dan dipantulkan kembali berturut-turut beberapa kali. Namun tak ada jawaban yang terdengar. Berkali-kali orang itu berteriak-teriak memanggil, tetapi juga tak pernah ada jawaban. Akhirnya mereka berhenti berteriak-teriak.
Dan sejenak kemudian terdengar langkah seekor kuda menjauh.
Sementara itu Gajah Sora dan Mahesa Jenar beruntung dapat menyaksikan orang-orang berkuda itu dengan jelas. Yang berkuda paling depan adalah dua orang yang gagah tegap, meskipun badannya tidak begitu besar. Mukanya tampak panjang meruncing, dan masing-masing menggenggam sebuah cemeti panjang. Mereka tampaknya hampir seperti dua orang kembar.
Ketika Mahesa Jenar sedang menduga-duga, terdengarlah Gajah Sora berbisik,
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Itulah mereka yang bernama Uling Putih dan Uling Kuning. Kedatangan mereka sudah pasti untuk menuntut dendam akibat terbunuhnya salah seorang kepercayaannya.
Sebentar kemudian datanglah beberapa orang berlari-lari ke arah goa itu pula.
Mereka adalah anak buah Sima Rodra yang tertidur karena kekuatan sirep Gajah Sora. Salah seorang diantaranya, yang gemuk agak pendek, bertubuh kuat seperti seekor orang hutan, maju mendekati sepasang Uling yang masih saja duduk di atas kudanya.
Rupanya kakak-beradik Uling itu sama sekali tak memperhatikan sapa itu. Bahkan salah seorang dari mereka membentak,
Ternyata Uling Kuning hatinya lebih mudah terbakar daripada kakaknya. Hampir saja ia memutar cemetinya kalau Uling Putih tidak mencegahnya. Sedang Sakayon pun telah pula menarik pedang pendek tetapi besar seperti tubuhnya.
Sakayon yang merasa mendapat kemenangan, membusungkan dadanya sambil menjawab,
Orang yang disuruhnya itu segera berlari ke dalam goa. Tetapi sebentar kemudian ia telah muncul kembali dengan nafas yang terengah-engah.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi ia meloncat dengan tangkasnya masuk ke dalam goa. Menilik geraknya maka Sakayon pun pasti termasuk orang yang berilmu tinggi. Mungkin ia adalah kepercayaan Suami-Istri Sima Rodra. Sakayon telah keluar dari dalam goa. Gerak-geriknya menunjukkan kegelisahan hatinya. Sejenak kemudian tanpa berkata apapun ia berlari kesamping goa dimana Sima Rodra tadi lenyap.
ULING KUNING yang lebih kasar itu tidak berkata apapun, tetapi segera ia meloncat turun dari kudanya dan langsung masuk goa.
Rupanya Uling Putih tidak tega membiarkan adiknya memasuki goa seorang diri. Sebab mungkin ada hal-hal yang tidak beres. Karena itu ia pun segera meloncat turun dan cepat-cepat menyusul memasuki goa itu.
Sejenak suasana menjadi sepi. Masing-masing diam sambil menunggu kakak-beradik itu keluar dari mulut goa.
Sementara itu, ketika semua perhatian dicurahkan ke mulut goa, berbisiklah Gajah Sora,
Rupanya Mahesa Jenar pun telah memperhitungkan demikian, sehingga ia segera menyetujuinya.
Maka sebentar kemudian, Gajah Sora dan Mahesa Jenar dengan hati-hati sekali menyelinap dari satu rumpun ke rumpun yang lain, dari balik padas yang satu ke padas yang lain. Selangkah demi selangkah mereka berhasil mendekati gerbang yang menghadap ke utara.
Gerbang ini dalam keadaan biasanya selalu dijaga dengan kuatnya oleh orang-orang kepercayaan Sima Rodra. Tetapi orang-orang itu sekarang sedang berkumpul di depan goa untuk dapat mencegah kalau sepasang Uling itu akan berbuat sesuatu. Maka dengan tidak banyak mendapat kesulitan, Gajah Sora dan Mahesa Jenar berhasil keluar melewati gerbang yang menganga tak terjaga.
TEPAT di muka goa mereka menghentikan kuda mereka, dan langsung dengan suara lantang terdengar salah seorang dari mereka berteriak,
Quote:
"Hei Sima Rodra, sudah gilakah engkau. Kau biarkan semua penjaga-penjagamu tidur?"
Suara itu melontar memukul dinding-dinding padas dan dipantulkan kembali berturut-turut beberapa kali. Namun tak ada jawaban yang terdengar. Berkali-kali orang itu berteriak-teriak memanggil, tetapi juga tak pernah ada jawaban. Akhirnya mereka berhenti berteriak-teriak.
Quote:
"Ada sesuatu yang tidak beres. Hai salah seorang dari kamu, bangunkan semua orang yang tidur. Juga pengawal-pengawal gerbang," kata salah seorang diantara orang-orang itu kepada pengikutnya.
"Baik Ki Lurah," jawab salah satu diantaranya.
"Baik Ki Lurah," jawab salah satu diantaranya.
Dan sejenak kemudian terdengar langkah seekor kuda menjauh.
Sementara itu Gajah Sora dan Mahesa Jenar beruntung dapat menyaksikan orang-orang berkuda itu dengan jelas. Yang berkuda paling depan adalah dua orang yang gagah tegap, meskipun badannya tidak begitu besar. Mukanya tampak panjang meruncing, dan masing-masing menggenggam sebuah cemeti panjang. Mereka tampaknya hampir seperti dua orang kembar.
Ketika Mahesa Jenar sedang menduga-duga, terdengarlah Gajah Sora berbisik,
Quote:
"Itulah Sepasang Uling dari Rawa Pening. Yang di sebelah kanan itulah yang tua, yang disebut Uling Putih, sedang yang lain adalah Uling Kuning."
Mahesa Jenar mengangguk-anggukkan kepalanya. Itulah mereka yang bernama Uling Putih dan Uling Kuning. Kedatangan mereka sudah pasti untuk menuntut dendam akibat terbunuhnya salah seorang kepercayaannya.
Sebentar kemudian datanglah beberapa orang berlari-lari ke arah goa itu pula.
Mereka adalah anak buah Sima Rodra yang tertidur karena kekuatan sirep Gajah Sora. Salah seorang diantaranya, yang gemuk agak pendek, bertubuh kuat seperti seekor orang hutan, maju mendekati sepasang Uling yang masih saja duduk di atas kudanya.
Quote:
"Salam kami untuk Sepasang Uling dari Rawa Pening," katanya.
Rupanya kakak-beradik Uling itu sama sekali tak memperhatikan sapa itu. Bahkan salah seorang dari mereka membentak,
Quote:
"Hai, Sakayon, di manakah suami-istri macan liar itu?"
Rupanya yang dipanggil Sakayon itu tersinggung juga hatinya.
"Buat apa kau cari mereka?" jawabnya.
"Jangan banyak cakap. Cari mereka," bentak Uling Kuning...
Terdengar Sakayon mendengus, .
"Hemm…. Kau kira kau bisa memerintah aku…? Tanyakan dengan baik, aku akan menyuruh salah seorang untuk memanggilnya."
Sepasang Uling yang kasar itu menjadi marah.
"Kalau kau masih juga berlagak, aku patahkan lehermu," teriaknya.
Tetapi Sakayon sama sekali tidak takut. Malahan terdengar ia tertawa.
"Kau jangan main sekarat di sini. Katakan apa perlumu. Kalau suami-istri Sima Rodra tidak ada, akulah yang harus menyelesaikan semua soal."
Rupanya yang dipanggil Sakayon itu tersinggung juga hatinya.
"Buat apa kau cari mereka?" jawabnya.
"Jangan banyak cakap. Cari mereka," bentak Uling Kuning...
Terdengar Sakayon mendengus, .
"Hemm…. Kau kira kau bisa memerintah aku…? Tanyakan dengan baik, aku akan menyuruh salah seorang untuk memanggilnya."
Sepasang Uling yang kasar itu menjadi marah.
"Kalau kau masih juga berlagak, aku patahkan lehermu," teriaknya.
Tetapi Sakayon sama sekali tidak takut. Malahan terdengar ia tertawa.
"Kau jangan main sekarat di sini. Katakan apa perlumu. Kalau suami-istri Sima Rodra tidak ada, akulah yang harus menyelesaikan semua soal."
Ternyata Uling Kuning hatinya lebih mudah terbakar daripada kakaknya. Hampir saja ia memutar cemetinya kalau Uling Putih tidak mencegahnya. Sedang Sakayon pun telah pula menarik pedang pendek tetapi besar seperti tubuhnya.
Quote:
"Jangan layani dia, Kuning," kata Uling Putih, sambil menarik kekang kudanya dan melangkah beberapa langkah maju.
"Baiklah Sakayon… aku tunduk kepada peraturanmu. Tolong, katakan kepada Suami-Istri Sima Rodra bahwa aku ingin menemui mereka," kata Uling Kuning.
"Baiklah Sakayon… aku tunduk kepada peraturanmu. Tolong, katakan kepada Suami-Istri Sima Rodra bahwa aku ingin menemui mereka," kata Uling Kuning.
Sakayon yang merasa mendapat kemenangan, membusungkan dadanya sambil menjawab,
Quote:
"Itulah namanya tamu yang tahu diri."
Lalu katanya kepada salah seorang anak buahnya,
"Panggilkan Ki Lurah. Katakan bahwa kakak-beradik dari Rawa Pening ingin menemuinya."
Lalu katanya kepada salah seorang anak buahnya,
"Panggilkan Ki Lurah. Katakan bahwa kakak-beradik dari Rawa Pening ingin menemuinya."
Orang yang disuruhnya itu segera berlari ke dalam goa. Tetapi sebentar kemudian ia telah muncul kembali dengan nafas yang terengah-engah.
Quote:
"Kakang Sakayon…, Ki Lurah tidak ada di dalam goa. Bahkan ruang penyimpanan yang tidak pernah terbuka itu pun tampaknya telah dibuka dengan paksa," katanya gugup.
"Hei…!" teriak Sakayon terkejut.
"Hei…!" teriak Sakayon terkejut.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi ia meloncat dengan tangkasnya masuk ke dalam goa. Menilik geraknya maka Sakayon pun pasti termasuk orang yang berilmu tinggi. Mungkin ia adalah kepercayaan Suami-Istri Sima Rodra. Sakayon telah keluar dari dalam goa. Gerak-geriknya menunjukkan kegelisahan hatinya. Sejenak kemudian tanpa berkata apapun ia berlari kesamping goa dimana Sima Rodra tadi lenyap.
Quote:
"Mereka telah mempergunakan pintu rahasia ini. Pasti terjadi sesuatu atas mereka," teriaknya.
Kemudian kembali ia berlari ke arah tamu-tamunya.
"Mereka telah lenyap. Untuk tiga hari setidak-tidaknya kalian tak akan dapat menemui mereka. Sedangkan kedua pusaka yang disimpannya itu telah lenyap pula. Kalau yang mengambil Suami-Istri Sima Rodra, mereka tidak perlu memecahkan pintu," katanya dengan nafas yang memburu.
"Keris itu lenyap…?" tanya Uling Putih. Suaranya pun menunjukkan suatu kecemasan yang sangat.
"Kalau kata-katanya betul, pasti akan menimbulkan suasana yang panas dalam pertemuan kami nanti," katanya.
Kemudian kembali ia berlari ke arah tamu-tamunya.
"Mereka telah lenyap. Untuk tiga hari setidak-tidaknya kalian tak akan dapat menemui mereka. Sedangkan kedua pusaka yang disimpannya itu telah lenyap pula. Kalau yang mengambil Suami-Istri Sima Rodra, mereka tidak perlu memecahkan pintu," katanya dengan nafas yang memburu.
"Keris itu lenyap…?" tanya Uling Putih. Suaranya pun menunjukkan suatu kecemasan yang sangat.
"Kalau kata-katanya betul, pasti akan menimbulkan suasana yang panas dalam pertemuan kami nanti," katanya.
ULING KUNING yang lebih kasar itu tidak berkata apapun, tetapi segera ia meloncat turun dari kudanya dan langsung masuk goa.
Quote:
”Kau tidak percaya?,” teriak Sakayon,
“Baiklah, lihatlah sendiri.”
“Baiklah, lihatlah sendiri.”
Rupanya Uling Putih tidak tega membiarkan adiknya memasuki goa seorang diri. Sebab mungkin ada hal-hal yang tidak beres. Karena itu ia pun segera meloncat turun dan cepat-cepat menyusul memasuki goa itu.
Sejenak suasana menjadi sepi. Masing-masing diam sambil menunggu kakak-beradik itu keluar dari mulut goa.
Sementara itu, ketika semua perhatian dicurahkan ke mulut goa, berbisiklah Gajah Sora,
Quote:
“Tuan, bukankah kita dapat mempergunakan kesempatan ini untuk menyingkir dari kandang macan ini?“
Rupanya Mahesa Jenar pun telah memperhitungkan demikian, sehingga ia segera menyetujuinya.
Quote:
“Baik Tuan, tetapi jalan mana yang akan kita lalui?”
"Apakah Tuan belum melihat gerbang dari benteng Sima Rodra ini?" tanya Gajah Sora.
"Belum," jawab Mahesa Jenar,
"Aku memasuki halaman ini dengan memanjat dinding belakang."
Tampaklah Gajah Sora tersenyum.
"Akh, Tuan kurang hati-hati. Seharusnya Tuan mengetahui lebih dahulu sebelum berbuat sesuatu, arah-arah mana yang dapat Tuan lewati kalau bahaya datang. Atau setidaknya Tuan telah memiliki pengetahuan tentang itu," katanya.
Mahesa Jenar tersenyum pula.
"Tuan benar. Aku memang kurang hati-hati. Tetapi apakah sekarang kita dapat melewati gerbang?" sahutnya.
"Tentu," jawab Gajah Sora,
"Orang-orang yang menjaganya sedang berkumpul di sini."
"Kalau demikian marilah kita pergi," sahut Mahesa Jenar lagi.
"Apakah Tuan belum melihat gerbang dari benteng Sima Rodra ini?" tanya Gajah Sora.
"Belum," jawab Mahesa Jenar,
"Aku memasuki halaman ini dengan memanjat dinding belakang."
Tampaklah Gajah Sora tersenyum.
"Akh, Tuan kurang hati-hati. Seharusnya Tuan mengetahui lebih dahulu sebelum berbuat sesuatu, arah-arah mana yang dapat Tuan lewati kalau bahaya datang. Atau setidaknya Tuan telah memiliki pengetahuan tentang itu," katanya.
Mahesa Jenar tersenyum pula.
"Tuan benar. Aku memang kurang hati-hati. Tetapi apakah sekarang kita dapat melewati gerbang?" sahutnya.
"Tentu," jawab Gajah Sora,
"Orang-orang yang menjaganya sedang berkumpul di sini."
"Kalau demikian marilah kita pergi," sahut Mahesa Jenar lagi.
Maka sebentar kemudian, Gajah Sora dan Mahesa Jenar dengan hati-hati sekali menyelinap dari satu rumpun ke rumpun yang lain, dari balik padas yang satu ke padas yang lain. Selangkah demi selangkah mereka berhasil mendekati gerbang yang menghadap ke utara.
Gerbang ini dalam keadaan biasanya selalu dijaga dengan kuatnya oleh orang-orang kepercayaan Sima Rodra. Tetapi orang-orang itu sekarang sedang berkumpul di depan goa untuk dapat mencegah kalau sepasang Uling itu akan berbuat sesuatu. Maka dengan tidak banyak mendapat kesulitan, Gajah Sora dan Mahesa Jenar berhasil keluar melewati gerbang yang menganga tak terjaga.
fakhrie... dan 8 lainnya memberi reputasi
9
Kutip
Balas