Chapter 6
Quote:
Kondisi taman jauh lebih kondusif setelah seniornya Lio yaitu Sterling datang untuk memisahkan juniornya itu. Namun mereka harus segera menyelesaikan supaya tidak ada orang yang iseng melihat kejadian ini. Apalagi Djohan yang belum bisa mengontrol kekuatan Beaters nya.
“Apa dia masih belum bisa mengendalikan kekuatannya?” tanya Sterling.
“Belum, dia baru saja siuman. Dan begini akhirnya…,” jawab Lio yang jemari kanannya mulai berubah menjadi normal.
“Ok…aku mengerti…..”
Sterling mulai berjalan mendekati Djohan, kuda-kuda Djohan masih menunjukan bahwa ia siap menyerang kapan saja.
“Oi rekrutan baru! Aku akan melakukan sesuatu padamu, tapi tenang, ini akan membuat kondisimu jauh lebih baik,” Sterling berlari menuju Djohan.
“Orang ini,” tangan kanannya siap menyerang, namun dengan mudahnya dipegang oleh Sterling.
“Tarik nafas kuat-kuat,” kata terakhir Sterling sebelum telapak tangannya menepuk dada Djohan dengan sangat keras.
“AGH!” jantungnya berdetak sangat keras, ia tidak mampu menyeimbangankan posisinya.
Karena Sterling memegangi tangannya, Djohan tidak sampai jatuh.
“Maaf, tapi kami para Beaters memiliki kelemahan di daerah itu,” ucap Sterling. “apalagi bentukanmu yang masih manusia seperti ini, sangat mudah ditaklukan.
Pergerakan di bagian dada Djohan semakin menjadi-jadi, rasa penarasan membuatnya melihat dadanya sendiri.
“Ini?....,” Djohan kaget ketika melihat seperti ada sesuatu yang bersarang didadanya itu, tepatnya area organ jantung berada
“Itu adalah Beat, aku juga punya,” Sterling membuka kancing atas kemejanya, Djohan dapat melihat dengan jelas bentukannya sekarang. “mereka ini sejenis kumbang, tetapi bukan. Berkat Beat ini kami menjadi monster Beaters, sama seperti mu…”
Perlahan tangan kanan Djohan berubah menjadi bentuk semula, setelah detak jantungnya berirama wajar. Djohan duduk termenung, mengetahui bahwa memang sekarang ia bukanlah seorang manusia lagi. Seekor kumbang besar yang bernama Beat juga bersarang ditubuhnya.
“Awalnya memang terasa berat, tapi percayalah aku juga pernah berada di posisimu ini. tapi berpikirlah bahwa ini kesempatan kedua dalam hidup, tidak semua orang berhasil meraihnya.” Sterling menambahkan. “jika kamu tidak keberatan, besok-besok aku akan mengajarimu bagaimana caranya mengendalikan kekuatanmu itu. Sejujurnya kami kekurangan orang saat ini.”
“Kekurangan orang untuk membunuh orang-orang?” tanya Djohan lirih sambil menundukan kepalanya.
Sterling tersenyum, berlutut dan menyimpan satu tangannya di pundak Djohan.
“Kami memburu para kriminal, manusia rendah lainnya. Memang tidak adil kelihatannya, tapi cara ini memang lebih ampuh. Karena meminimalisir keributan yang ditimbulkan, seperti kasusmu kemarin. Jejaknya benar-benar hilang bukan? Orang-orang Surban City tidak terbebani dengan berita-berita seperti itu. Dan satu lagi, kami tidak diberikan wewenang tuk menumpas Beaters lainnya. Terutama Non Clan Beaters, kenapa? Karena tugas itu sudah diberikan kepada organisasi lain.”
Sterling beranjak, lalu memutar badannya membelakangi Djohan.
“Tampaknya kamu masih membutuhkan waktu, jika sudah siap tinggal mendatangi kami,” Sterling lalu membawa Vivian dan Lio pergi dari taman itu.
Kini Djohan sendiri di taman, tangan manusianya yang terlepas pun secara mengejutkan sudah menjadi busuk dan kelihatannya akan musnah dengan sendirinya. Matahari semakin naik, satu dua orang mulai berjalan melewati taman ini. Djohan segera bangun dan berjalan menuju apartemennya.
Pintu apartemennya tidak terkunci, Djohan membukanya lalu takjub dengan apa yang dilihatnya. Aparetemennya menjadi jauh lebih bersih, tidak ada sampah yang menumpuk di sudut apartemen. Semua kotoran menghilang tanpa bekas. Beberapa kantung belanjaan juga terlihat di meja. Djohan menghampirinya, ada sebuah kertas di sana.
“Selamat bergabung! Keluarga baru!” tertulis dari Solo, wanita berdada besar yang ia lihat ketika pertama kali ia bangun.
Djohan membuka kulkas yang jauh lebih bersih, tidak ada sisa-sisa minuman yang menempel dilapisan pintunya. Kulkasnya berisikan bahwa bahan makanan lain dan juga beberapa botol bir, di salah satu botol birnya ada kertas yang menempel. Djohan meraih kertas itu dan membacanya lagi.
“Jika ingin meminum dengan racikan terbaik, kamu tahu harus kemana. Tuk sekarang bir dingin dulu saja yah!” tertulis dari Gonzalo.
Djohan duduk di sofa, kembali lagi termenung. Karena keluarganya saja, terutama ayahnya menganggap dirinya sebagai sampah dalam keluarga. Tapi orang-orang ini yang bahkan Djohan saja belum mengenalnya dengan dekat tapi mau memberikannya makanan dan minuman. Bahkan membereskan apartemennya menjadi lebih layak tuk ditempati.
“Mereka jauh lebih manusia dari monster sungguhan,” ucap Djohan sambil menarik senyum.