- Beranda
- Stories from the Heart
Naga Sasra & Sabuk Inten
...
TS
nandeko
Naga Sasra & Sabuk Inten

NAGA SASRA & SABUK INTEN
Kisah ini merupakan karangan dari S.H Mintardja. Disini TS sudah mendapatkan ijin untuk sekedar membagikan dan mempermudahkan pembaca untuk menikmati kisah ini dalam bentuk digital
INDEX
Quote:
Spoiler for JILID 1:
Spoiler for JILID 2:
Spoiler for JILID 3:
Spoiler for JILID 4:
Spoiler for JILID 5:
Spoiler for JILID 6:
Part 114
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Part 115
Part 116
Part 117
Part 118
Part 119
Part 120
Part 121
Part 122
Part 123
Part 124
Part 125
Part 126
Part 127
Part 128
Part 129
Part 130
Part 131
Part 132
Part 133
Part 134
Part 135
Part 136
Part 137
Part 138
Part 139
Part 140
Part 141
Part 142
Part 143
Part 144
Part 145
Part 146
Part 147
Part 148
Part 149
Part 150
Spoiler for JILID 7:
Spoiler for JILID 8:
Spoiler for JILID 9:
Spoiler for JILID 10:
Pengarang dan Hakcipta©
Singgih Hadi Mintardja
Singgih Hadi Mintardja
Diubah oleh nandeko 21-10-2021 14:24
whadi05 dan 43 lainnya memberi reputasi
42
61.9K
Kutip
1.2K
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.7KThread•52KAnggota
Tampilkan semua post
TS
nandeko
#59
Jilid 3 [Part 44]
Spoiler for :
SEGERA sesudah itu Jaka Soka bersiap untuk menghancur-lumatkan orang yang telah berani menghinanya. Sementara itu Mahesa Jenar pun telah bersiap pula. Sebab ia tahu benar bahwa lawannya itu adalah orang yang mendapat sebutan Ular Laut yang Ganas dari Nusa Kambangan.
Mereka yang menyaksikan adegan itu, hatinya berdegub, dipenuhi oleh bermacam-macam persoalan. Meskipun ada juga yang merasa tersentuh oleh sindiran Mahesa Jenar, bahwa tak seorang pun diantara mereka yang berani membela gadis yang sedang dalam kesulitan itu. Bahkan ada pula yang mengumpatinya, kecuali para pengawal yang merasa memikul tanggung jawab.
Tetapi tak seorang pun dari mereka yang menaruh setitik harapan kepada perantau yang tolol meskipun berani itu. Bahkan ada yang menganggap kelakuan Mahesa Jenar itu hanya akan menambah kemarahan Jaka Soka, sehingga akan mempercepat kematian mereka tanpa pertimbangan lagi.
Gadis cantik itu sendiri memandang Mahesa Jenar sebagai orang yang aneh. Setelah menyaksikan Mahesa Jenar bersama-sama dengan para pengawal tak dapat memenangkan perkelahian melawan pemuda tampan yang ternyata bernama Jaka Soka itu, tiba-tiba sekarang ia, si perantau itu, ingin melawannya seorang diri.
Disamping perasaan itu, timbul pula suatu perasaan lain yang asing dalam diri gadis itu. Suatu perasaan dimana ia ingin mendapatkan perlindungan dari orang yang aneh itu lebih daripada yang lain-lain, juga lebih daripada para pengawal itu sendiri, meskipun ia tidak tahu apakah orang itu akan dapat melakukannya. Sesaat kemudian, kembali terdengar Jaka Soka menggeram hebat.
Kata-kata itu benar-benar menyeramkan. Tetapi lebih-lebih lagi ketika orang-orang itu melihat tangan Ular Laut itu menjulur dengan dahsyatnya ke arah tulang-tulang iga Mahesa Jenar. Rupanya Jaka Soka yang seakan sedang gila dibakar oleh kemarahannya itu, ingin membunuh lawannya dengan pukulan yang pertama.
Mereka yang menyaksikan gerak Jaka Soka itu tersirat darahnya. Beberapa orang memejamkan matanya, sebab menurut dugaan mereka tulang-tulang iga perantau tolol itu segera akan rontok seluruhnya. Bahkan beberapa orang segera memegangi dada masing-masing, se-olah-olah tulang iga merekalah yang akan lepas berderai-derai.
Untunglah bahwa pada saat itu Mahesa Jenar telah benar-benar siap dan waspada. Sebab ia tahu bahwa lawannya bukanlah lawan biasa, tetapi ia adalah seorang pemuda yang mempunyai nama di kalangan aliran hitam.
Meskipun demikian ia kagum juga melihat kegesitan Ular Laut itu. Melihat serangan yang datang dengan dahsyatnya, segera Mahesa Jenar dengan cepatnya pula mengelak ke samping. Seterusnya ia tidak mau membuang-buang waktu lagi. Karena itu, ketika ia berhasil membebaskan diri dari serangan pertama Jaka Soka, segera ia membuka serangan pula. Sebuah serangan dengan kakinya menyambar perut lawannya.
Tetapi Jaka Soka bukan anak kemarin sore. Ketika ia merasa bahwa serangannya yang pertama gagal, segera ia mengubah sikapnya dan dengan satu gerakan melingkar ia berhasil mengelakkan serangan Mahesa Jenar.
Sebaliknya Mahesa Jenar adalah seorang prajurit yang berpengalaman. Melihat lawannya menghindar, cepat-cepat ia memotong arah dan tahu-tahu ia sudah berada di muka Jaka Soka kembali, sekaligus menyerang dengan tangkasnya ke arah leher lawannya. Jaka Soka menjadi terperanjat bukan buatan. Apalagi sebelumnya ia memandang orang itu sebagai seorang yang tak berarti meskipun mempunyai cukup keberanian. Dengan demikian kewaspadaannya jadi berkurang.
Karena itu, ketika dengan tak diduganya sama sekali lawannya itu dapat bergerak dengan lincahnya, ia tidak sempat mengelakkan diri. Mau tidak mau ia harus melawan serangan itu dengan sebuah pertahanan yang rapat, kalau ia tidak mau binasa.
Karena itu terjadilah suatu benturan yang dahsyat. Mahesa Jenar telah mempergunakan sebagian besar tenaganya, sedangkan Jaka Soka pun telah mengerahkan kekuatannya pula. Akibatnya adalah hebat sekali. Tubuh Mahesa Jenar bergetar hebat dan ia terdorong surut kebelakang. Jaka Soka pun terlempar beberapa depa, dan kemudian meski sudah berusaha, ia tak berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Sehingga ia jatuh beberapa kali berguling, barulah ia berhasil meloncat tegak kembali.
Mengalami hal ini, dada Jaka Soka serasa akan pecah. Darahnya mendidih dan menggelagak sampai kepala. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa lawannya, yang dalam pandangannya semula tidaklah lebih dari seekor kelinci yang tidak tahu diri itu, ternyata memiliki tenaga yang demikian dahsyatnya. Karena itu, matanya menjadi semakin menyala.
Tahulah Jaka Soka sekarang, kenapa tadi ia sama sekali tidak berhasil membunuh seorang pun dari para pengawal yang mengeroyoknya. Rupanya orang ini tidak saja kebetulan menubruk kawan-kawannya, melemparnya dengan pasir pada saat tepat tongkatnya hampir menyambar korban, kemudian jatuh bergulingan menimpa beberapa orang yang dadanya hampir rontok oleh tongkatnya. Hal itu pastilah disengaja untuk menyelamatkan para pengawal itu. Sebab ternyata bahwa orang itu mempunyai kepandaian yang luar biasa.
Mahesa Jenar sendiri terkejut pula mengalami benturan itu. Ternyata tenaga Jaka Soka pun dahsyat, sehingga ia tergetar surut. Dalam hal ini Mahesa Jenar sadar, bahwa Jaka Soka terlalu menganggapnya tak berarti, sehingga apabila Jaka Soka sungguh-sungguh menggempurnya dengan segenap kekuatan dan ilmunya, maka keadaannya pasti akan lain. Bahkan mungkin keadaannya akan berimbang.
Sesaat kemudian, baik Jaka Soka maupun Mahesa Jenar telah mempersiapkan diri kembali untuk memulai perkelahian. Mereka berdua sadar, bahwa kekuatan mereka tidak terpaut banyak. Maka kunci kemenangan dari pertempuran ini terletak dalam kepandaian serta keprigelan mereka membawakan diri dalam keadaan-keadaan yang genting.
SEBENTAR kemudian perkelahian itu segera mulai kembali dengan sengitnya. Cara berkelahi Jaka Soka itu benar-benar seperti ular. Melingkar, melilit lawannya dan mematuk dengan jari-jarinya demikian dahsyatnya. Geraknya cepat dan licin tak terduga-duga.
Sedangkan Mahesa Jenar bersikap lebih tenang. Ia bertempur seperti seekor banteng yang teguh, kokoh dan tangguh. Ia tidak begitu banyak bergerak, tetapi demikian tubuhnya berkisar, menyambarlah udara maut ber-putar-putar.
Perkelahian itu berlangsung demikian dahsyatnya. Mereka bergerak sambar menyambar diantara pepohonan hutan, sehingga terdengarlah suara berderak batang-batang patah kena sambaran tangan mereka yang keras bagaikan besi.
Mereka yang menyaksikan pertempuran itu telah berlari-lari berpencaran. Sedang dalam otak mereka berkecamuk seribu satu pertanyaan mengenai diri perantau aneh itu. Setelah mereka menyaksikan betapa hebat tenaganya, serta betapa dahsyat caranya bertempur, mereka menjadi kebingungan.
Adanya Jaka Soka diantara mereka, serta munculnya Lawa Ijo dengan tiba-tiba itu saja, telah cukup memeningkan kepala mereka. Apalagi keputusan Jaka Soka untuk membunuh mereka semua, karena mereka menyaksikan perbuatannya, menculik seorang gadis. Dan sekarang, tiba-tiba di hadapan mereka muncul seorang lagi, yang semula mereka anggap sama sekali tak berarti, tetapi ternyata dapat mengimbangi ketangkasan Jaka Soka. Karena itu, pastilah akan muncul pula sebuah nama diantara mereka yang akan mengejutkan pula.
Nama orang yang mereka sangka perantau tolol itu.
Di saat yang sedemikian tegangnya, dimana berputar-putar udara yang bernafaskan maut, pecahlah fajar di ujung Timur. Cahayanya yang kuning kemerah-merahan melimpah ke persada bumi yang dipenuhi oleh segala macam pertentangan. Pertentangan-pertentangan yang mudah diselesaikan, pertentangan-pertentangan yang sulit diselesaikan, bahkan kadang-kadang terdapat pertentangan-pertentangan yang tak mungkin dipecahkan.
Mereka yang menyaksikan adegan itu, hatinya berdegub, dipenuhi oleh bermacam-macam persoalan. Meskipun ada juga yang merasa tersentuh oleh sindiran Mahesa Jenar, bahwa tak seorang pun diantara mereka yang berani membela gadis yang sedang dalam kesulitan itu. Bahkan ada pula yang mengumpatinya, kecuali para pengawal yang merasa memikul tanggung jawab.
Tetapi tak seorang pun dari mereka yang menaruh setitik harapan kepada perantau yang tolol meskipun berani itu. Bahkan ada yang menganggap kelakuan Mahesa Jenar itu hanya akan menambah kemarahan Jaka Soka, sehingga akan mempercepat kematian mereka tanpa pertimbangan lagi.
Gadis cantik itu sendiri memandang Mahesa Jenar sebagai orang yang aneh. Setelah menyaksikan Mahesa Jenar bersama-sama dengan para pengawal tak dapat memenangkan perkelahian melawan pemuda tampan yang ternyata bernama Jaka Soka itu, tiba-tiba sekarang ia, si perantau itu, ingin melawannya seorang diri.
Disamping perasaan itu, timbul pula suatu perasaan lain yang asing dalam diri gadis itu. Suatu perasaan dimana ia ingin mendapatkan perlindungan dari orang yang aneh itu lebih daripada yang lain-lain, juga lebih daripada para pengawal itu sendiri, meskipun ia tidak tahu apakah orang itu akan dapat melakukannya. Sesaat kemudian, kembali terdengar Jaka Soka menggeram hebat.
Quote:
“Sebenarnya sayanglah tanganku ini dikotori oleh darah kelinci seperti tampangmu itu. Tetapi karena kau adalah kelinci yang paling tak tahu diri, maka terpaksa aku ingin menguliti tubuhmu.”
Kata-kata itu benar-benar menyeramkan. Tetapi lebih-lebih lagi ketika orang-orang itu melihat tangan Ular Laut itu menjulur dengan dahsyatnya ke arah tulang-tulang iga Mahesa Jenar. Rupanya Jaka Soka yang seakan sedang gila dibakar oleh kemarahannya itu, ingin membunuh lawannya dengan pukulan yang pertama.
Mereka yang menyaksikan gerak Jaka Soka itu tersirat darahnya. Beberapa orang memejamkan matanya, sebab menurut dugaan mereka tulang-tulang iga perantau tolol itu segera akan rontok seluruhnya. Bahkan beberapa orang segera memegangi dada masing-masing, se-olah-olah tulang iga merekalah yang akan lepas berderai-derai.
Untunglah bahwa pada saat itu Mahesa Jenar telah benar-benar siap dan waspada. Sebab ia tahu bahwa lawannya bukanlah lawan biasa, tetapi ia adalah seorang pemuda yang mempunyai nama di kalangan aliran hitam.
Meskipun demikian ia kagum juga melihat kegesitan Ular Laut itu. Melihat serangan yang datang dengan dahsyatnya, segera Mahesa Jenar dengan cepatnya pula mengelak ke samping. Seterusnya ia tidak mau membuang-buang waktu lagi. Karena itu, ketika ia berhasil membebaskan diri dari serangan pertama Jaka Soka, segera ia membuka serangan pula. Sebuah serangan dengan kakinya menyambar perut lawannya.
Tetapi Jaka Soka bukan anak kemarin sore. Ketika ia merasa bahwa serangannya yang pertama gagal, segera ia mengubah sikapnya dan dengan satu gerakan melingkar ia berhasil mengelakkan serangan Mahesa Jenar.
Sebaliknya Mahesa Jenar adalah seorang prajurit yang berpengalaman. Melihat lawannya menghindar, cepat-cepat ia memotong arah dan tahu-tahu ia sudah berada di muka Jaka Soka kembali, sekaligus menyerang dengan tangkasnya ke arah leher lawannya. Jaka Soka menjadi terperanjat bukan buatan. Apalagi sebelumnya ia memandang orang itu sebagai seorang yang tak berarti meskipun mempunyai cukup keberanian. Dengan demikian kewaspadaannya jadi berkurang.
Karena itu, ketika dengan tak diduganya sama sekali lawannya itu dapat bergerak dengan lincahnya, ia tidak sempat mengelakkan diri. Mau tidak mau ia harus melawan serangan itu dengan sebuah pertahanan yang rapat, kalau ia tidak mau binasa.
Karena itu terjadilah suatu benturan yang dahsyat. Mahesa Jenar telah mempergunakan sebagian besar tenaganya, sedangkan Jaka Soka pun telah mengerahkan kekuatannya pula. Akibatnya adalah hebat sekali. Tubuh Mahesa Jenar bergetar hebat dan ia terdorong surut kebelakang. Jaka Soka pun terlempar beberapa depa, dan kemudian meski sudah berusaha, ia tak berhasil menguasai keseimbangan tubuhnya. Sehingga ia jatuh beberapa kali berguling, barulah ia berhasil meloncat tegak kembali.
Mengalami hal ini, dada Jaka Soka serasa akan pecah. Darahnya mendidih dan menggelagak sampai kepala. Ia sama sekali tidak mengira, bahwa lawannya, yang dalam pandangannya semula tidaklah lebih dari seekor kelinci yang tidak tahu diri itu, ternyata memiliki tenaga yang demikian dahsyatnya. Karena itu, matanya menjadi semakin menyala.
Tahulah Jaka Soka sekarang, kenapa tadi ia sama sekali tidak berhasil membunuh seorang pun dari para pengawal yang mengeroyoknya. Rupanya orang ini tidak saja kebetulan menubruk kawan-kawannya, melemparnya dengan pasir pada saat tepat tongkatnya hampir menyambar korban, kemudian jatuh bergulingan menimpa beberapa orang yang dadanya hampir rontok oleh tongkatnya. Hal itu pastilah disengaja untuk menyelamatkan para pengawal itu. Sebab ternyata bahwa orang itu mempunyai kepandaian yang luar biasa.
Mahesa Jenar sendiri terkejut pula mengalami benturan itu. Ternyata tenaga Jaka Soka pun dahsyat, sehingga ia tergetar surut. Dalam hal ini Mahesa Jenar sadar, bahwa Jaka Soka terlalu menganggapnya tak berarti, sehingga apabila Jaka Soka sungguh-sungguh menggempurnya dengan segenap kekuatan dan ilmunya, maka keadaannya pasti akan lain. Bahkan mungkin keadaannya akan berimbang.
Sesaat kemudian, baik Jaka Soka maupun Mahesa Jenar telah mempersiapkan diri kembali untuk memulai perkelahian. Mereka berdua sadar, bahwa kekuatan mereka tidak terpaut banyak. Maka kunci kemenangan dari pertempuran ini terletak dalam kepandaian serta keprigelan mereka membawakan diri dalam keadaan-keadaan yang genting.
SEBENTAR kemudian perkelahian itu segera mulai kembali dengan sengitnya. Cara berkelahi Jaka Soka itu benar-benar seperti ular. Melingkar, melilit lawannya dan mematuk dengan jari-jarinya demikian dahsyatnya. Geraknya cepat dan licin tak terduga-duga.
Sedangkan Mahesa Jenar bersikap lebih tenang. Ia bertempur seperti seekor banteng yang teguh, kokoh dan tangguh. Ia tidak begitu banyak bergerak, tetapi demikian tubuhnya berkisar, menyambarlah udara maut ber-putar-putar.
Perkelahian itu berlangsung demikian dahsyatnya. Mereka bergerak sambar menyambar diantara pepohonan hutan, sehingga terdengarlah suara berderak batang-batang patah kena sambaran tangan mereka yang keras bagaikan besi.
Mereka yang menyaksikan pertempuran itu telah berlari-lari berpencaran. Sedang dalam otak mereka berkecamuk seribu satu pertanyaan mengenai diri perantau aneh itu. Setelah mereka menyaksikan betapa hebat tenaganya, serta betapa dahsyat caranya bertempur, mereka menjadi kebingungan.
Adanya Jaka Soka diantara mereka, serta munculnya Lawa Ijo dengan tiba-tiba itu saja, telah cukup memeningkan kepala mereka. Apalagi keputusan Jaka Soka untuk membunuh mereka semua, karena mereka menyaksikan perbuatannya, menculik seorang gadis. Dan sekarang, tiba-tiba di hadapan mereka muncul seorang lagi, yang semula mereka anggap sama sekali tak berarti, tetapi ternyata dapat mengimbangi ketangkasan Jaka Soka. Karena itu, pastilah akan muncul pula sebuah nama diantara mereka yang akan mengejutkan pula.
Nama orang yang mereka sangka perantau tolol itu.
Di saat yang sedemikian tegangnya, dimana berputar-putar udara yang bernafaskan maut, pecahlah fajar di ujung Timur. Cahayanya yang kuning kemerah-merahan melimpah ke persada bumi yang dipenuhi oleh segala macam pertentangan. Pertentangan-pertentangan yang mudah diselesaikan, pertentangan-pertentangan yang sulit diselesaikan, bahkan kadang-kadang terdapat pertentangan-pertentangan yang tak mungkin dipecahkan.
Araka dan 7 lainnya memberi reputasi
8
Kutip
Balas